Beranda / Pernikahan / Paman Mafia, Mari Kita Bercerai / Bab_24 ( Yang kalian anggap Sampah)

Share

Bab_24 ( Yang kalian anggap Sampah)

Penulis: Kuldesak
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Pa, bagaimana ini? Aku sudah menduga jika Luke memang membawa bahaya di keluarga kita. Juju tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Berlian juga sudah mengajukan surat perceraiannya dengan Luke! Aku sudah cukup stres menghadapi masalah ini, Ethan!" ujar Vania.

Ketika Juju meninggalkan ruangan kerja Ethan, suasana masih terasa tegang di mana Ethan dan Vania berada. Ethan mengusap wajahnya kasar. Pria sepuh itu sudah memprediksi jika hal ini akan terjadi. Dan Luke, masih belum menyelesaikan tugas yang orang tua itu berikan.

"Vania, Luke adalah bagian dari keluarga ini. Untuk saat ini, kita masih membutuhkannya. Jangan terlalu cepat mengambil keputusan. Aku akan mengatasi masalah ini!" Ethan berusaha menenangkan istrinya meskipun hatinya penuh kekhawatiran.

Wajah Vania memerah marah. Vania benar-benar tidak bisa menahan diri dari kepura-puraan dan kemunafikan yang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_25 (Pil Pahit)

    "Anak tidak tahu malu itu! Bagaimana bisa kita membiarkan dia tinggal di rumah kita?" tante Eva tidak bisa lagi membendung amarahnya ketika melihat punggung Luke yang semakin menjauh. Om Thomas, yang masih memegangi rahang Andrew, menambahkan dengan nada marah, “Kau lihat apa yang dia lakukan pada anak kita? Apa kau pikir orang seperti itu pantas tinggal di sini? Dia membuat masalah di mana pun dia berada! Dia harus diusir dari keluarga ini!” Andrew, meskipun kesakitan, ikut mengejek Luke. “Sialan, Luke! Kau pikir kau bisa begitu saja menginjak-injak harga diriku? Kau tidak akan pernah menjadi bagian dari keluarga ini, tidak peduli seberapa keras kau mencoba!” Para tamu undangan yang menyaksikan kejadian tersebut mulai bergosip dan berbisik-bisik, beberapa di antaranya tampak kaget dan tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. “Aku t

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_26 (Akhir?)

    Plak! Suara tamparan keras itu menggema di taman belakang kediaman Tuan Besar, kala Berlian menampar pipi suaminya. Tangan Berlian gemetaran, dada kembang-kempis menahan gejolak emosi dan amarah yang menerjang. Ia tidak pernah mengira jika pelakunya adalah suaminya sendiri. "Tega kamu, Luk? Kenapa kau melakukan ini?!" bibir Berlian bergetar, air mata Berlian mengalir semakin deras tanpa bisa ia tahan lagi. Luke terdiam, tidak merespon saat rasa perih merayap di pipi kanan, akibat tamparan yang ia terima dari sang istri. "Jawab! Kenapa?! Apakah kau tidak setahu malu, Luke?! Keluargaku sudah berbaik hati mengasuh anak sepertimu, Paman! Kenapa kau melakukan ini?!" teriak Berlian penuh kekecewaan dan amarah.

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_27

    "Julius, apakah tuan dan nyonya akan bertengkar seperti ini terus menerus? Apa mereka akan bahagia ya?" tanya Fiona, membuka percakapan. Dua asisten itu sedang berada di depan mansion Tuan Besar. Berada di gazebo depan sambil memperhatikan proses berlangsungnya pesta dengan waspada di derasnya hujan yang turun malam ini. Julius membumbungkan asap rokoknya sebelum ia menjawab pertanyaan Fiona. "Hmm... Aku juga tidak tahu. Mereka seperti Tom dan Jerry. Sejak malam itu, saat nyonya Berlian kecewa, semuanya menjadi seperti ini. Satu kediaman dibuat tegang oleh nyonya dan tuan." Fiona mendorong bahu Julius sambil terkekeh. "Jangan sampai tegang di bawah juga. Bahaya, kau kan jomblo," kelakar Fiona. Julius menengok ke Fiona dengan wajah merengut. "Sialan, aku jomblo karena sibuk dengan urusan pekerjaan. Aku ini laki-laki. Meskipun sudah uzur, ka

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_28 (Neraka)

    "Telepon Fiona, tanyakan kepadanya sekarang dia berada di mana!" perintah Luke pada Julius. Saat ini, Luke sudah berada di dalam mobil yang tengah melaju. Pria itu menopang dagu pada bingkai jendela mobil dengan cemas. "Baik, Tuan, saya akan mencoba menghubungi Fiona." Dengan tangan yang sudah mengerut karena dingin, Julius menggeser layar ponselnya yang bertengger pada holder di atas dasbor mobil. Setelah insiden di taman belakang, pikiran pria itu tidak dapat fokus. Fokus Luke hanya tertuju kepada Berlian. Yang ia sesali, kenapa rahasia yang ia simpan dengan rapi harus terkuak di waktu yang tidak tepat? Tetapi ada rasa lega ketika Luke berhasil membuat Berlian membenci dirinya. Semakin istrinya itu membenc

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_29 (Merajut Dendam)

    “Sssst...!” Luke mendesis kala sang dokter pribadi berusia 0.4 abad itu tengah mengobati luka cakar pada wajah Luke. Di sudut ruangan yang remang, bayangan jarum suntik dan peralatan medis lainnya terpantul samar. Rafael, sang dokter, dengan teliti membersihkan luka-luka di wajah Luke, tangan terampilnya bekerja dengan tenang meski rasa sakit jelas terlihat di wajah pasiennya. Kejadian di dalam mobil kembali terngiang dalam benak Luke. Berlian, dalam amukannya yang kesetanan, mencakar wajah pria itu tanpa ampun. Luke bisa merasakan kuku-kuku tajam itu menggores kulitnya, meninggalkan jejak merah yang memerih di setiap sentuhan Rafael. Ancaman Luke untuk membuat Berlian menderita terasa hampa, hanya angin lalu dalam kebisuan yang menyeruak di antara mereka. Meskipun ancaman itu terucap, Luke tahu hatinya tidak sanggup menyakiti wanita yang selama ini setia di sisinya, memberikan dukungan saat semua orang menghina. Meski kini yang Luke dapatkan hanyalah benci. “Tuan, lain k

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_30 (Private number)

    "Kita harus memastikan semuanya berjalan lancar," gumam Juju, mengangkat ponsel dan memberi instruksi tegas kepada anak buahnya. Anton, tangan kanan Juju yang setia, masuk ke ruangan. "Apa rencana Tuan selanjutnya?" Pagi itu, di kediaman, Juju duduk gelisah di ruang kerja. Pikiran tentang konfrontasi semalam dengan Ethan terus berputar di kepala. Mata pria berusia 37 tahun itu menatap jauh ke arah taman, senyum sinis terpampang jelas di wajah Juju yang angkuh. "Kita akan membuat mereka sibuk dengan masalah di ladang opium. Sementara mereka panik, kita ambil alih kendali," jawab Juju datar, ia memutuskan sambungan teleponnya. "Bagaimana dengan Luke?" tanya Anton, alis pria itu mengernyit. "Luke bukan ancaman. Drama keluarga ini akan mengalihkan perhatian pria sampah itu. Jika dia mencoba menghalangi, kita punya rahasia yang bisa menghancurkannya," kata Juju dengan senyum licik. Anton mengangguk, pergi melaksanakan perintah. Juju menatap foto tua di meja, gambar keluarga be

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_31 (Ingin tinggal terpisah)

    Berlian tiba di kediaman Tuan Besar dengan langkah angkuh. "Di mana nenek dan kakek?" tanya Berlian dingin pada David, tangan kanan Ethan. "Tuan dan Nyonya sedang berada di rotunda taman belakang, Nyonya muda," jawab David, membungkuk hormat. Berlian melewati David tanpa sepatah kata pun, matanya penuh amarah. Dia mengabaikan pesan yang ia terima di loker tadi siang. Saat ini, langit sudah berubah jingga. Prioritas Berlian saat ini adalah dendam. Tidak ada waktu untuk dirinya membuang-buang waktu bertemu dengan orang yang bahkan tidak ia kenal. Sesampainya Berlian di taman, ia melihat Ethan dan Vania sedang menikmati teh. Pemandangan itu hanya membuat Berlian semakin marah. "Nek, Kek!" panggil Berlian dengan suara tajam. Ethan dan Vania terkejut melihat Berlian dengan wajah marah. Vania berdiri dan mencoba meraih tangan Berlian. "Lian, sayang, semalam kenapa kau pulang begitu cepat—" "Hentikan basa-basinya, Nek!" sergah Berlian. "Aku datang kemari ingin mengatakan sesuat

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_32 (jangan pergi)

    "Oh ... Aku tidak mempunyai urusan lagi dengan ladang itu!" Berlian melangkah masuk, menaiki tangga. Berlian mengambil jurusan biokimia karena cita-citanya ingin menjadi seorang ilmuwan. Sebab, ia begitu kagum dengan mendiang pamannya yang mengubah dunia hitam keluarga Kenneth menjadi pelopor penyumbang Morfin terbesar. Tetapi, apa yang Berlian dapatkan? Ia tidak dipercaya mengelola bisnis keluarganya. Sementara Luke, saat kuliah, kakak sekaligus paman angkatnya itu mengambil jurusan bisnis sambil melakukan transaksi ilegal. "Jika wanita dianggap sebagai beban, maka aku akan tunjukkan bahwa aku bisa menjadi lebih dari sekadar bayangan di balik pria. Aku akan membuktikan bahwa aku mampu, bahwa aku layak mendapatkan kepercayaan dan pengakuan," gumam Berlian dengan penuh tekad, melangkah menaiki tangga dengan lebih tegar. Berlian menghembuskan napas, mencari kekuatan dalam dirinya. "Bangkit, diam ditindas, atau diremehkan? Aku memilih melawan! Aku akan buktikan jika wanita juga

Bab terbaru

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_112

    Setelah kelahiran anak mereka yang sehat dan cantik, Luke dan Berlian menatap masa depan dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Mereka menyadari bahwa perjalanan yang telah mereka lalui bukanlah hal yang mudah, tetapi setiap tantangan yang dihadapi telah membentuk mereka menjadi pasangan yang lebih kuat dan penuh cinta.Suatu sore, mereka duduk di teras rumah mereka yang menghadap ke taman, sambil menggendong bayi mereka yang diberi nama "Jingga". Matahari terbenam memancarkan sinar keemasan, menciptakan suasana hangat dan damai.Berlian menatap wajah kecil bayi mereka, lalu beralih memandang Luke. "Paman, pernahkah kamu berpikir sejauh ini kita telah berjalan?" tanyanya dengan suara lembut.Luke tersenyum, matanya juga tertuju pada bayi mereka. "Sering sekali, Lian. Dari pertama kali kita bertemu, hingga sekarang, rasanya seperti perjalanan panjang yang penuh dengan pelajaran berharga."Berlian mengangguk pelan. "Kita telah melewati banyak hal. Kesulitan, kebahagiaan, tantangan, dan

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_111

    Malam itu terasa begitu tenang, tidak ada yang mengira bahwa hari ini akan menjadi awal dari sebuah kehidupan baru. Luke tengah bekerja di ruang kerjanya ketika tiba-tiba terdengar suara panik dari lantai atas.“Paman! Paman! Aku rasa... aku rasa aku kontraksi!” suara Berlian terdengar tergesa dari kamar tidur mereka.Luke langsung melompat dari kursinya, tanpa berpikir dua kali ia berlari ke kamar. Ia melihat Berlian duduk di tepi tempat tidur, memegang perutnya dengan ekspresi kesakitan.“Lian! Apakah ini sudah waktunya?!” Luke berusaha tetap tenang, meskipun jelas raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kepanikan yang mulai merayap.Berlian mengangguk lemah, menggenggam erat tangan Luke. "Ya, Paman... aku rasa ini sudah waktunya. Rasa sakitnya... semakin parah!"Dalam hitungan detik, Luke sudah mengambil ponselnya dan menelepon rumah sakit. “Ya, istri saya mulai kontraksi. Tolong siapkan ruang persalinan, kami akan segera ke sana.”Sementara itu, Vania dan Ethan yang berada di ruan

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_110

    Pagi yang tenang di rumah mewah Luke dan Berlian tiba-tiba diwarnai oleh suara keluhan kecil dari kamar utama. Berlian, yang perutnya sudah semakin membesar, duduk di tepi ranjang sambil memegang perutnya yang buncit. Luke, yang sedang bersiap-siap di kamar mandi, mendengar keluhan manja dari istrinya itu."Paman...," panggil Berlian dengan nada manja.Luke keluar dari kamar mandi, mengusap wajahnya dengan handuk. "Ya, Sayang? Ada apa?" tanyanya, sambil berjalan ke arah tempat tidur.Berlian memutar tubuhnya, menghadap Luke dengan wajah cemberut. "Perutku sakit, kakiku pegal, dan aku nggak bisa menemukan posisi yang nyaman. Hhh... Paman, ini bayi atau bola basket sih?" keluhnya sambil mengusap perutnya.Luke tertawa kecil, lalu duduk di samping Berlian. "Hei, bola basket yang satu ini bakal jadi anak kita, Lian. Sabar ya, beberapa bulan lagi dia keluar," goda Luke sambil memeluk Berlian dengan lembut.Berlian mendengus, tapi tak bisa menahan senyum kecilnya. "Tapi Paman, aku bener-ben

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_109

    Malam telah tiba setelah peluncuran besar morfin. Luke dan Berlian kembali ke rumah mereka, kelelahan namun dipenuhi rasa bangga. Berlian duduk di sofa dengan tangan mengelus perutnya yang semakin membesar, sementara Luke berjalan ke dapur untuk mengambil dua cangkir teh hangat."Bagaimana rasanya sekarang setelah peluncuran, Paman?" Berlian membuka percakapan dengan senyum tipis, meskipun kelelahan tampak jelas di wajahnya.Luke menghampiri Berlian, memberikan cangkir teh hangat kepadanya sebelum duduk di sampingnya. "Rasanya... luar biasa, Lian. Aku bangga pada kita. Tapi lebih dari itu, aku bangga padamu. Kamu yang menggerakkan semua ini. Aku hanya mendukung dari belakang."Berlian tertawa kecil sambil menyeruput tehnya. "Ah, Paman selalu rendah hati. Kalau nggak ada kamu, proyek ini mungkin sudah kacau berantakan. Kamu tahu betapa gugupnya aku selama ini.""Tapi kamu berhasil melewati semuanya. Kamu kuat," jawab Luke sambil menatapnya dengan penuh kebanggaan. Ia mengusap lembut ta

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_108

    Empat bulan telah berlalu sejak kehamilan Berlian diumumkan, dan setiap harinya Luke semakin terbiasa dengan peran barunya sebagai suami sekaligus calon ayah. Ngidam aneh yang dialami Berlian perlahan-lahan mulai berkurang, meskipun sesekali ia masih meminta kombinasi makanan yang tak terduga. Namun, hari-hari mereka kini diisi dengan persiapan peluncuran produk baru dari penelitian morfin yang dilakukan Berlian bersama timnya. Di tengah sibuknya pekerjaan, Luke tidak pernah absen menemani istrinya.Pagi itu, Luke sedang duduk di ruang kerja, meneliti beberapa dokumen terkait peluncuran morfin. Berlian, yang perutnya sudah mulai membesar, berjalan perlahan masuk ke ruang kerja sambil mengusap perutnya yang semakin membuncit."Paman," panggil Berlian manja sambil berdiri di ambang pintu. "Paman sedang sibuk?"Luke mendongak dari tumpukan dokumen, senyumnya langsung mengembang melihat wajah manis Berlian. "Tidak pernah terlalu sibuk untukmu, Lian. Ada apa? Mau minta camilan lagi?" goda

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_107

    Sudah beberapa minggu berlalu sejak Berlian dinyatakan hamil, dan kehidupan mereka berdua kini dipenuhi dengan suka cita dan kejutan-kejutan kecil, salah satunya adalah ngidam Berlian yang tak terduga. Seperti pagi itu, ketika Luke sedang menikmati secangkir kopi di ruang makan, Berlian muncul dari kamar dengan wajah cemberut."Paman," panggil Berlian dengan nada manja, berjalan mendekati Luke dengan tangan memegang perutnya yang masih belum terlalu terlihat membuncit.Luke menurunkan cangkirnya dan menatap Berlian dengan senyum lembut. "Ada apa, Lian? Kenapa wajahmu cemberut begitu pagi ini?"Berlian duduk di samping Luke, menyandarkan kepala di bahu suaminya. "Aku lapar. Tapi... aku nggak mau makanan biasa."Luke tertawa kecil, membelai rambut Berlian. "Kalau begitu, apa yang kamu mau? Aku bisa minta koki buatkan sesuatu yang spesial."Berlian mengerutkan hidungnya, lalu menatap Luke dengan mata berbinar. "Aku mau pisang goreng... tapi ditaburi keju... dan dimakan dengan saus cokela

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_106

    Sudah dua bulan sejak Berlian memulai proyek ambisiusnya: mengembangkan opium menjadi morfin yang lebih stabil dan efektif untuk tujuan medis. Berlian bekerja bersama tim peneliti terbaik di laboratorium yang didesain khusus untuk riset ini. Proses yang mereka jalani bukanlah sesuatu yang sederhana; ini melibatkan langkah-langkah kompleks dari ekstraksi hingga isolasi dan pemurnian, dengan tujuan menghasilkan morfin yang berkualitas tinggi.Pagi itu di laboratorium, Berlian berdiri di depan alat ekstraksi besar yang mengeluarkan suara dengung rendah. Dia memperhatikan layar monitor yang menampilkan grafik suhu dan tekanan. Di sebelahnya, Lina, salah satu peneliti senior, sedang mengatur parameter reaksi untuk meningkatkan efisiensi proses ekstraksi."Berlian, kita sudah pada tahap ekstraksi alkaloid utama. Opium yang kita gunakan memiliki kadar alkaloid yang sangat tinggi, jadi kita harus memastikan suhu dan tekanan tetap stabil di bawah 50°C untuk mendapatkan morfin yang optimal,"

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_105

    Dua bulan berlalu sejak liburan romantis Luke dan Berlian di Maldives. Kini, hari yang sangat dinantikan tiba—hari wisuda Berlian. Di rumah, suasana sibuk menguasai seluruh ruangan. Luke, Vania, dan Ethan tampak sibuk sendiri, memastikan semua persiapan wisuda Berlian sempurna. “Luke, sudah pastikan gaunnya sudah disetrika, kan?” tanya Vania, sambil merapikan lipatan mantel wisuda Berlian. Luke menoleh, tampak bingung sesaat. “Ya, aku sudah cek semuanya tadi pagi. Kamu sudah cek sepatunya, Nek?”Ethan yang sedang memeriksa tas tangan Berlian menghela napas. “Apa tidak bisa kalian tenang sebentar? Ini hanya wisuda, bukan persiapan peluncuran roket.”Vania melotot ke arah suaminya. “Hanya wisuda? Ini momen yang sangat penting, Ethan. Cucu kita akan menjadi lulusan terbaik, dan kau mengatakan ini hanya wisuda?”Luke tertawa kecil, mendekati Berlian yang sedang berdiri di depan cermin, mencoba menenangkan dirinya. “Sayang, kamu terlihat sangat cantik dan anggun. Siap untuk hari besar in

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_104

    Luke dan Berlian berdiri di buritan yacht mewah, menyaksikan ombak memecah dengan tenang di kejauan. Angin laut meniup lembut, membawa aroma asin yang segar. Berlian, mengenakan bikini dengan blazer tipis, berdiri dengan satu tangan memegang gelas anggur, sementara matahari terbenam menyinari wajahnya dengan cahaya emas. Rambutnya yang panjang terurai indah, tertiup angin sepoi-sepoi, seakan menari mengikuti irama ombak.Luke, hanya mengenakan boxer, merangkul Berlian dari belakang, menghela nafas dalam-dalam, menikmati kebersamaan tanpa kata. Ia mengecup lembut ceruk leher Berlian, membuat telapak tangan Berlian terulur mengusap pipi Luke dengan penuh kasih."Indah sekali, bukan?" bisik Berlian, suaranya hampir tenggelam oleh suara ombak."Selalu indah, selama aku bersamamu," balas Luke, matanya terpejam, menikmati kehangatan tubuh Berlian.Berlian mendongak, menatap langit yang mulai dihiasi bintang. "Paman, bagaimana kabar Eliona dan Juju? Semua sudah beres?"Luke mengangguk, suara

DMCA.com Protection Status