Share

38. Meminta Maaf

Penulis: Ocean Na Vinli
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-26 20:02:17

Julian tak kunjung menggerakkan pisau. Dia baru saja berhalusinasi membunuh Michael. Saat ini, tangan Julian menggantung di udara. Dia tilik seksama wajah Michael yang tengah tertidur pulas. Julian nampak sangat bimbang.

Kemarin, ada kesenangan yang tertanam di dadanya kala mengetahui Michael belum meninggal. Selama ini Michael adalah orang yang paling berjasa di hidupnya. Saat menuruti permintaan Maximus, Julian merasa sangat bersalah.

"Maafkan aku Tuan," gumam Julian pelan.

Julian tak sanggup membunuh Michael. Detik itu pula cairan bening membasahi pipinya hingga air matanya mengenai pipi Michael. Julian memandangi Michael, yang saat ini tengah mengerutkan dahi kala merasa ada air yang menetes di pipinya.

Michael melengguh sejenak lalu perlahan-lahan membuka mata. Matanya langsung melebar saat melihat Julian memegang pisau saat ini.

"Lian!" Michael spontan duduk sambil menyambar pisau dari tangan Julian lalu melempar benda tajam tersebut ke sudut ruangan.

"Apa yang kau lak
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   39. Remuk Redam

    Mendengar hal itu, Michael mematung di tempat dengan pupil mata melebar. Bayangan dia dibunuh Julian dalam perjalanan bisnis langsung berputar-putar di benaknya seketika. Kendati demikian, memori-memorinya bersama Clara dan Kenny belum sepenuhnya kembali, hanya sepenggal saja. Michael belum bisa mengingat semua anggota keluarganya. Selain Julian, Clara dan Kenny. Hening menerpa, kesunyian malam membuat Michael dan Julian berdiri berhadapan dengan ekspresi yang berbeda. Julian tampak ketakutan dan sedari tadi meneguk ludahnya berkali-kali. Sementara Michael tampak syok. "Lalu kenapa kau ke sini?!" Wajah Michael mendadak merah padam. Dia dekati Julian dengan cepat sambil melototkan mata, menahan amarah karena Julian menembaknya tiba-tiba pada malam kejadian. Julian langsung membeku. Lidahnya mendadak kelu. Dia sulit berkata-kata lagi sekarang, aura Michael kini telah kembali. Aura mematikan yang dimiliki Michael selama ini. "Cepat jawab?!" Michael telah habis kesabaran. Dia ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   40. Ikut Denganku!

    Moon tak segera menjawab, bibirnya terkatup rapat dengan kening berkerut samar. Michael ingin mengajaknya ke suatu tempat, sangat amat jauh dan tak terpikirkan Moon sebelumnya. Apakah Michael berasal dari Rusia? Pikir Moon sesaat. "Moon, kau dengar aku, 'kan?" tanya Michael kembali, tatkala Moon tak bersuara sedari tadi. "Untuk apa kau membawaku ke sana? Apa ingatanmu sudah pulih?" Tentu saja Moon akan bertanya, apa alasan Michael membawanya, terlebih pagi-pagi sekali pria bermata hijau sudah menemuinya. Tarikan napas berat, lantas keluar dari indera penciuman Michael. "Ikut saja Moon, di sini kalian tidak aman. Ingatanku belum pulih sepenuhnya, tapi aku sudah mulai mengingat meski samar-samar, ternyata benar aku mempunyai istri dan seorang anak."Begitu mendengar jawaban Michael, dada Moon bak ditikam sebilah pedang. Moon sudah tahu bila lelaki di hadapannya ini sudah memberitahuinya jika sudah berkeluarga. Namun, jauh di lubuk hatinya Michael belum menikah dan hanya menebak-neba

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   41. Lepaskan

    Maximus tak menjawab atau pun menatap Julian, melainkan beranjak dari kursi tanpa mengalihkan pandangan dari kantong yang diyakini berisi kepala Michael. Sangat cepat langkah kakinya hingga Julian dapat mendengar bunyi sepatu menggema di ruangan besar tersebut. "Tuan, sudah berjanji untuk melepaskan adikku kan, jika aku sudah berhasil membawa kepala Tuan Michael? Di mana mereka sekarang? Aku ingin bertemu dengan mereka," kata Julian lagi, sangat tak sabaran. Sebab sedari malam, perasaan tak nyaman menghantuinya. Bagaimana tidak, beberapa hari yang lalu, dia bermimpi bertemu dengan Sienna dan Ciara. Dalam mimpinya, adik dan keponakannya menangis tersedu sedan dengan pakaian bersimbah darah. Mereka tak mengajaknya berbicara, atau pun menatapnya, tertunduk dalam sambil mengeluarkan tangisan. Hal itu tentu saja menganggu pikiran Julian. Maximus tak kunjung juga bersuara. Lelaki bermata hijau itu justru berjongkok di depan kantong kemudian membuka cepat kantong tersebut. Begitu benda te

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   42. Tidak Harmonis

    Dalam hitungan detik, Maximus tiba-tiba melesatkan timah panas ke arah Julian. Namun, beruntung sekali Julian berhasil menghindar dan hanya mengenai kakinya saja.Julian menahan perih, kemudian dengan cepat melirik Maximus. Rahangnya masih mengetat, menahan amarah kala Maximus tidak menepati janjinya dan telah membunuh Sienna. "Cih, jangan salahkan aku, adik dan keponakanmu meninggal semua itu karena kau sendiri yang telah lalai menjalankan tugas!" Di ujung sana, Maximus menyeringai tajam sambil memasukkan kembali senjata pendek ke saku celana. Julian mendengus kesal hendak melayangkan pukulan di wajah Maximus sekarang juga, tapi kakinya terasa amat sakit. Julian tak mampu berdiri. Darah pun mulai mengalir dari kulit Julian dan membuat lantai marmer putih tersebut berwarna merah. Julian hanya bisa merintih kesakitan dengan posisi badan memangku Sienna. "Seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku tidak membunuhmu," kata Maximus kembali. Nada suaranya terdengar sangat angkuh.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   43. Kabar Buruk

    "Tidak mungkin ...." Mata Clara langsung terbelalak, dadanya terasa diremas oleh benda tak kasat mata sekarang. Dengan mata mulai berkaca-kaca Clara lantas bangkit berdiri. "Kau berbohong kan?!' teriak Clara. Pria yang sangat dia cintai tidak mungkin pergi begitu cepat. Clara tak mau hal itu sampai terjadi dan berharap apa yang dikatakan Maximus barusan hanyalah lelucon belaka. Maximus menggeleng cepat. Sorot matanya tampak sangat sendu, seolah-olah menangisi kepergian Michael. Namun, di dalam hatinya lelaki itu merasa senang atas kematian Michael. "Tidak Clara, untuk apa aku berbohong, kau tahu sendiri aku tidak suka bercanda." "Tidak mungkin! Michael!" Detik itu pula Clara seketika ambruk di tempat. "Clara!" Emi yang baru saja tiba di ruangan, langsung menjerit histeris saat melihat menantunya jatuh pingsan. Secepat kilat Emi menghampiri Clara seraya melirik Maximus. "Apa yang kau lakukan pada Clara?!" tanya Emi setengah berteriak. Sorot matanya memancarkan kemarahan.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   44. Motif

    "Jessica ikut Papa ya!" Baru saja Michael selesai berkata. Jessica tiba-tiba membuka suara. Meskipun, gadis mungil itu tak mengerti apa yang tengah dibicarakan saat ini. Namun, tingkat penasarannya amat tinggi jadi dia asal sebut dan mengira Michael akan berjalan-jalan. Terlebih, tadi Moon memberitahu Jessica bila keponakan Julian sudah pergi ke suatu tempat dan tidak jadi ke sini.Mendengar celetukan tersebut, Michael, Moon, Jason dan Julian mengalihkan pandangan ke arah Jessica dengan berbagai macam ekspresi yang berbeda. "Jangan, Jessica di rumah saja ya sama Paman Julian, Mama dan Abang," kata Michael, berusaha memberi pengertian. Bibir Jessica langsung mengerucut ke depan, tampak cemberut. "Tapi Pa, Jessica mau jalan-jalan sama Papa," ujarnya dengan tatapan memelas, berharap Michael menuruti permintaannya. Michael mengulum senyum lalu mengelus pelan kepala Jessica. "Besok Papa ada urusan, Jessica di rumah saja sama Mama, Abang dan Paman Julian, nanti Papa belikan Jessica maina

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   45. Bersikap Waspada

    Michael berlari kencang menghampiri Jessica dan Jason lalu menarik tangan keduanya dengan sangat cepat. Beruntung sekali si pengemudi bergerak dalam keadaan lambat dan langsung menghentikan mobilnya. "Hei, jaga anak-anakmu itu dengan benar!" Si pengemudi tiba-tiba membuka kaca jendela dengan mata melotot keluar. Michael enggan menanggapi, masih tampak syok. Dia hanya membalas dengan menganggukkan kepala lalu menggendong Jessica dan Jason ke tempat yang aman. Sementara mobil tadi mulai bergerak kembali. "Kenapa kalian ada di sini? Di mana Paman Julian dan Mama kalian?" tanya Michael sambil celingak-celinguk ke segala arah. Mencari keberadaan Moon dan Julian."Ini semua salah Jessica, Paman. Mama dan Paman Julian ada di rumah, tadi Jessica tiba-tiba masuk ke bagasi mobil, aku sempat melihatnya masuk ke dalam, mau mengajaknya keluar tapi Paman sudah menjalankan mobil. Jessica bilang mau ikut Paman jalan-jalan." Dengan raut wajah menahan kesal Jason pun mulai menerangkan sambil meliri

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   46. Papa Jessica

    "Kau yang buta! Tentu saja Jessica punya mata, ini lihat ini!" Jessica tentu saja tidak hanya diam. Bocah perempuan itu tiba-tiba beranjak kemudian melayangkan tatapan tajam. Mendengar balasan tersebut. Wajah bocah berambut hitam itu tampak merah padam. "Kau berani melawanku ya! Apa kau tidak tahu siapa aku?!" serunya, menatap nyalang Jessica. Sebab ada seseorang yang berani melawannya. Sekolah yang terletak di tengah-tengah pusat kota ini memang sangat terkenal dan hanya bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu. Dan tentu saja latar belakang orang tua murid-murid di sini begitu berkuasa dan kaya raya. Jessica malah tersenyum sinis sebentar. Tak ada rasa takut pun yang terlihat di wajah bulatnya. Meskipun bocah di hadapannya ini lebih tinggi darinya. "Untuk apa aku tahu? Sudahlah, jangan diperpanjang, Jessica minta maaf karena tadi tidak sengaja, sekarang Jessica mau masuk ke kelas." Belum sempat Jessica menggerakkan kaki. Rambutnya tiba-tiba ditarik oleh bocah laki-laki tersebut.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11

Bab terbaru

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   54. Berkeringat Dingin

    Kemunculan Kenny menciptakan garis kerutan di kening Maximus. Kabar terbaru dari orang kepercayaannya, anak kembarnya bersekolah di sini, Maximus pun berusaha mencari keberadaan buah hatinya. Berbekal nama yang diberikan Liana dan Lionrl kemarin, Maximus mau tak mau akhirnya turun tangan sendiri. Dia sangat tak sabar ingin berjumpa Jessica dan Jason, yang sekarang keberadaannya tak diketahui. "Kau sekolah di sini Ken?" Sontak, pertanyaan yang ajukan Maximus, menjadi tanda bahwa lelaki itu datang ke sekolah bukan untuk menjemputnya. Kenny menelan kekecewaan. Tarikan napas lantas berhembus pelan dari hidung mungilnya. "Iya, kalau begitu Kenny permisi dulu," ujar Kenny hendak menunggu jemputan di bawah pohon. Akan tetapi, Maximus tiba-tiba menghadangnya."Eh tunggu, biar Paman antar pulang," papar Maximus cepat. Demi bisa melihat Maximus. Kenny spontan mendongak, belum sempat lidahnya bergerak. Clara tiba-tiba datang dari samping dengan raut wajah sangat panik. Kedatangan Clara sont

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   53. Hilang

    Mendengar hal itu, Liana dan Lionel serempak terbelalak. "Moon ada di sini?" tanya Lionel seraya lempar pandang pada Liana. "Iya, kemarin aku tidak sengaja melihatnya tapi aku kalah cepat, anakmu itu ternyata gesit dan pintar. Maka dari itu, lebih baik kalian cari dia sekarang, anak buahku akan membantu kalian untuk mencari Moon juga, tenanglah aku akan memberikan uang yang sangat banyak pada kalian," perintah Maximus. Membuat Liana dan Lionel tersenyum lebar karena akan mendapatkan uang dalam nominal yang besar. "Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu Mister, kau tenang saja, kami akan menemukan Moon secepatnya dan membawanya ke hadapanmu," kata Liana, dengan senyum evil tak memudar dari wajah sejak tadi. Maximus menyeringai tipis sejenak kemudian membalas,"Hm, pergilah, aku tunggu kabar dari kalian." Liana mengangguk kecil. Kemudian tanpa berlama-lama pasangan suami istri gila uang itu bergegas pamit undur diri hendak mencari keberadaan Moon. Kurang lebih sepeka

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   52. Ini Gila!

    "Langsung masuk saja Julian," kata Moon, mempersilakan Julian masuk ke rumah.Julian mengangguk pelan lalu bergegas menjalankan perintah Michael. Jessica dan Jason tengah tidur siang dan tidak menyadari kedatangan Julian. Sekitar tiga puluh menit lamanya, Julian telah berhasil memasang CCTV di setiap sudut rumah. CCTV yang dapat dipantau Michael dari rumah persembunyian. "Aku pulang dulu ya Moon, kalau terjadi apa-apa telepon saja aku atau Tuan Michael." Julian lansung pamit undur. Lelaki berambut blonde itu tak mau berlama-lama di rumah Moon. "Iya, berhati-hatilah Julian," kata Moon seraya melempar senyum tipis. Julian mengangguk kemudian melenggang pergi dari rumah Moon. Dengan cepat Moon menutup pintu kembali. Namun, setelah membalikkan badan dan melangkah sebanyak sepuluh kali terdengar suara bell rumah kembali. Moon mengerutkan dahi dengan sangat kuat. "Apa Julian tertinggal sesuatu?" gumamnya pelan. Tanpa menaruh curiga sedikit pun. Moon langsung membuka pintu. Keningnya m

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   51. Penasaran

    Moon dan Michael membeku, dengan pupil mata sama-sama melebar. Moon cepat tersadar kemudian keluar lagi dari mobil dan berjalan gesit ke sisi pintu mobil lain, sambil sesekali melirik ke arah Liana dan Lionel tengah berbicara satu sama lain saat ini."Maaf, aku benar-benar minta maaf Michael, sepertinya aku kekurangan minum air putih jadinya kurang fokus." Setelah masuk dan menghempas bokong, Moon langsung meminta maaf tanpa menoleh ke samping. Moon memilih memandang keluar jendela sambil meraba-raba dadanya, karena jantungnya masih berdetak sangat cepat dengan ciuman tak terduga itu barusan. Michal tak menyahut, hanya berdeham rendah dan memandang ke samping sekilas. Lelaki itu juga merasakan debaran aneh menjalar di dadanya sekarang. 'Aneh sekali, ada apa dengan jantungku ini.' batin Michael sejenak. Kemarin-kemarin Michael merasa kedekatannya dengan Moon hanya sebatas wanita dan pria yang tinggal satu rumah. Bagi pria dewasa seperti Michael, hal itu sudah biasa, terlebih Moon se

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   50. Permohonan Jessica

    "Astaga Moon kau membuat aku hampir saja jantungan," kata Michael seraya menaruh lagi pistol yang baru saja dia ambil dari belakang celana barusan. Moon melempar senyum kaku pada Michael, Olax dan Julian."Maaf Michael, aku mau memanggil kau, tapi takut nanti akan membuat kau terkejut jadi ya aku diam-diam masuk ke dalam, apa lagi di luar aku melihat ada motor," balas Moon."Iya tidak apa-apa." Michael menarik napas lega sesaat. Sementara Olax melirik ke arah Julian saat ini, merasa sangat asing dengan wanita yang masih berdiri di ambang pintu. "Tuan, kami keluar sebentar ya, mau memeriksa sesuatu." Julian memberi bahasa isyarat pada Olax untuk berbicara di luar saja. Begitu mendengar perkataan Julian, Michael mengangguk samar. Selepas kepergian Julian dan Olax, Michael membuka suara lagi. "Ada apa Moon? Kenapa kau datang kemari? Apa ada masalah, sampai-sampai kau harus ke sini? Mengapa kau tidak meneleponku saja? Lalu di mana Jessica dan Jason?" tanya Michael, hendak menginteroga

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   49. Membalas Dendam

    Sebelum Kenny menghampirinya sekarang, secepat kilat Michael bersembunyi di lorong lain. Beruntung sekali ada pria yang melewatinya barusan, jadi Kenny terkecoh dan saat ini celingak-celinguk ke segala arah. "Papa!" panggil Kenny kembali. Berjarak beberapa meter, Clara yang hendak mengambil troli lantas mengalihkan perhatian. Melihat Kenny berjalan ke sana kemari sekarang sambil memanggil papanya. Dengan gesit Clara pun mendekati Kenny. "Kenny, ada apa Nak?" Clara berjongkok dan langsung menyentuh pundak Kenny. "Ma, tadi Kenny lihat Papa ada di sini!" seru Kenny, matanya masih berkeliling di sekitar. Mendengar hal itu, Clara membuang napas pelan, riak mukanya mendadak sedih. Kenny masih belum menerima kepergian Michael. Clara memakluminya karena hubungan Michael dan Kenny begitu dekat. "Nak, itu bukan Papa, sekarang kita belanja ya, hari ini Kenny boleh ambil makanan sepuasnya" Clara berusaha menghibur Kenny dengan membelikan makanan sesuai kemauan Kenny. Sebelum-belumnya, Clara

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   48. Tidak Asing

    Mata Moon langsung terbelalak. Secepat kilat dia menarik tangan Jessica dan Jason lalu membekap mulut mereka. Jessica dan Jason tampak terkejut hendak memberontak. Namun, Moon memberi kode agar jangan bersuara. Kedua anak kecil itu akhirnya diam dan hanya bisa memandang satu sama lain dengan kening berkerut kuat. Moon mengintip sejenak keluar, melihat Liana ternyata bersama papanya sekarang. Moon mulai heran, mengapa dari banyak tempat. Kota ini yang di datangi Liana dan Lionel. Padahal Moskow dan Los Angeles sangatlah jauh. Entah apa yang dilakukan mereka di sini? Moon jadi penasaran. Sementara itu, berjarak beberapa meter. Liana menoleh ke segala arah sejak tadi, merasa mendengar suara anak kecil barusan. Tapi, anehnya tidak ada anak kecil yang terlihat di sekitar, hanya kumpulan orang dewasa saja berdiri di lorong supermarket, tengah memilih-milih makanan dan minuman. "Apa lagi yang kau cari, Liana? Lihatlah trolimu sudah mulai penuh?" tanya Lionel dengan raut wajah menahan kesa

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   47. Mirip Michael

    "Papa apanya, itu kan Mama." Jason lantas menimpali. Sebab yang keluar dari mobil ternyata Moon. Jessica langsung cemberut. Dengan pelan menurunkan tangan kemudian melirik Kenny ke samping sekilas. "Hehe, bukan Papaku, tapi Mamaku," sahutnya sambil tersenyum kaku. Kenny tak membalas, justru memandang ke arah Moon yang saat ini mulai menghampiri mereka. "Apa sudah lama menunggu? Bagaimana hari pertama kalian di sekolah? Apa mengasyikan?" Begitu sampai Moon segera membuka suara sambil melempar senyum ke arah Jessica dan Jason secara bergantian. Moon tampak senang ketika kedua buahnya telah bersekolah sekarang."Tidak lama kok Ma. Lumayan mengasyikan Ma," balas Jason cepat sambil mengulum senyum. Berbeda dengan Jessica, gadis mungil itu nampak lesu. "Ma, Papa di mana? Katanya mau jemput Jessica." Moon menghela napas pelan sejenak. Sudah tahu anaknya ini akan bertanya. "Papa sedang sibuk Sayang, tadi Papa menitip pesan untuk minta maaf." Beberapa jam sebelumnya, Moon dapat pesan dari

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   46. Papa Jessica

    "Kau yang buta! Tentu saja Jessica punya mata, ini lihat ini!" Jessica tentu saja tidak hanya diam. Bocah perempuan itu tiba-tiba beranjak kemudian melayangkan tatapan tajam. Mendengar balasan tersebut. Wajah bocah berambut hitam itu tampak merah padam. "Kau berani melawanku ya! Apa kau tidak tahu siapa aku?!" serunya, menatap nyalang Jessica. Sebab ada seseorang yang berani melawannya. Sekolah yang terletak di tengah-tengah pusat kota ini memang sangat terkenal dan hanya bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu. Dan tentu saja latar belakang orang tua murid-murid di sini begitu berkuasa dan kaya raya. Jessica malah tersenyum sinis sebentar. Tak ada rasa takut pun yang terlihat di wajah bulatnya. Meskipun bocah di hadapannya ini lebih tinggi darinya. "Untuk apa aku tahu? Sudahlah, jangan diperpanjang, Jessica minta maaf karena tadi tidak sengaja, sekarang Jessica mau masuk ke kelas." Belum sempat Jessica menggerakkan kaki. Rambutnya tiba-tiba ditarik oleh bocah laki-laki tersebut.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status