Share

Part 5

Author: El Habib Khan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Perlahan.

Aku berjalan memasuki ruko kosong yang gelap dan penuh dengan sampah berserakan. Bahkan, kaki ini sempat beberapa kali menginjak pecahan kaca bekas botol minuman ber-alkohol. Sial, tempat ini ternyata mereka gunakan sebagai tempat melakukan dosa.

Selain sampah dan banyaknya botol bekas minuman. Di tempat ini banyak tercium bau yang sungguh tidak mengenakkan. Jika tidak menutup hidung, mungkin tidak lama lagi aku akan muntah karenanya. Sampai pada sebuah titik yang cukup gelap pada ruangan itu, aku langsung mencari belahan rambut yang tertancap paku berlapis emas. Ya, aku mendapatkannya. Tetapi memang, rasanya amat sulit. Bukan karena tertancap cukup keras, tetapi rasa sakitnya memang benar-benar membuatku tidak tahan menahan sakitnya.

"Ayolah! Cepat!"

Terus.

Aku terus berusaha mencabut paku ini dengan sekuat tenaga. Bahkan air mata pun ikut menetes karenanya. Berulang kali gagal, sampai akhirnya aku merasakan ada seseorang yang membantu menariknya dari belakang. 

Krak!

Rasanya tengkorak kepalaku ini retak saat benda itu benar-benar tercabut. Rasanya seperti ada sesuatu yang menarik kuat tubuhku ke atas. Hingga bola mata ini serasa ikut tertarik hingga ikut melihat ke atas kepala. Ya, aku telah kembali seperti dahulu kala. Rambut panjang ini, kembali mengembang hingga menyentuh tanah. Bahkan, aku tidak lagi merasakan tubuh bergerak karena bernapas. 

Jantung pun tidak lagi kurasakan detaknya.

Rasa dingin, yang hanya kembali menyeka tubuh hingga menembus belulang, kurasa. Kubalikkan pandangan, melihat siapa yang tadi membantuku menarik paku tersebut.

Alangkah terkejutnya.

Ternyata dibelakangku sedang berdiri Mbok Ratih yang memandang sambil memegang paku yang tadi menancap di kepala ini.

"Mbok?"

"Sudah, Non. Mbok sudah tahu hal ini sejak menyisir rambutmu tadi. Pergilah, selesaikan urusanmu. Setelah itu kembalilah ke rumah. Mbok tunggu di sana."

Tidak.

Aku tidak pernah menyangka kalau Mbok Ratih akan mengikutiku diam-diam. Dan aku benar-benar terkejut melihatnya tidak sedikitpun takut melihat keadaanku seperti sekarang. Setelah Mbok Ratih kembali menuju ke rumah, aku pun langsung terbang hinggap dari satu pohon ke pohon lainnya.

Sepanjang jalan.

Aku tidak hentinya tertawa lepas, seperti rindu akan kebebasanku dulu. Saat sedang asik terbang, aku melihat tiga orang pria sedang duduk di sebuah tembok pinggir jalan. Dari gerak geriknya, mereka terlihat seperti sedang menunggu sesuatu. 

Apa yang mereka lakukan di sana?

Aku duduk di atas sebuah ranting pohon asam yang cukup tinggi, sambil memerhatikan mereka. Pria-pria itu saling mengobrol dengan menenggak sebuah minuman keras. Tetapi yang membuatku terkejut, adalah salah satu dari mereka tengah menyembunyikan sebuah senjata tajam. Pada bagian belakang tubuhnya. Tidak salah lagi, mereka adalah perampok yang sering menganiaya orang yang lewat. Rasakan kalian kali ini!

****************

Perlahan.

Aku turun dari pohon, kemudian terbang mendekati mereka. Kini, mereka tidak menyadari ada seorang wanita sedang berdiri memerhatikan dari belakang. Mereka bertiga terus asik mengobrol, hingga belum menyadari keberadaanku.

"Bau ya, Bro?" tanya salah seorang dari mereka.

"Bau apa? Hidungmu aja jarang direnovasi. Jadinya bau nyium upil sendiri," jawab teman satunya, sehingga teman satunya ikut tertawa. Tawa mereka begitu lepas, karena telah mabuk.

Tetapi salah satunya tetap curiga.

Sehingga melihat sekitar tembok, berupaya mencari sumber bau. Sampai akhirnya ....

Haaaa!

Dia akhirnya melihatku yang sedang berdiri sambil memberikan senyum menakutkan. Dengan rambut yang mengembang dan ikal, senyuman kulepaskan. Pasti tidak akan terlupakan olehnya.

"Bbbb ... bbb ... Bro! Ad ... ad ... ada ...." ia mulai gelagapan, sedangkan aku masih terus tersenyum sambil menatap tanpa ampun.

"Apa sih, Plak? Elu habis minum apaan sih? Kok gelagapan gitu? Kaya dikejar tukang tarik motor dari Dealer. Hahahahah ...."

Masih.

Kedua temannya masih tidak melihat ke belakang. Bahkan mereka terus mengejek salah satu dari mereka itu. Hingga akhirnya, pria yang ketakutan itu tersungkur dari tempat duduknya dengan dagu terlebih dahulu menyentuh aspal.

"Waduh, Yung? Nape lo? Pengen terjun bebas kaya maen Off Bon?" tanya teman satunya.

"Off Bon? Outbond kali, Bro," ucap Pria satunya.

"Nah itu maksud gue. Gua ngomong kaya orang mabuk, ye? Padahal kan kagak. Hahahah ...."

Tanpa menjawab ucapan mereka.

Pria yang telah melihat wujudku tadi langsung berlari tidak tentu arah sambil berteriak "Ndemiiitt !"

Related chapters

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 6

    π‘€π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘‘ π‘ π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘šπ‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘˜π‘’π‘‘π‘Ž, π‘π‘’π‘˜π‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘’π‘—π‘Žπ‘Ÿ π‘™π‘Žπ‘™π‘’ π‘šπ‘’π‘›π‘’π‘›π‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Žπ‘›. π½π‘’π‘ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’ π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘€π‘Ž π‘ π‘’π‘—π‘Žπ‘‘π‘–π‘›π‘¦π‘Ž. π‘€π‘’π‘›π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘Žπ‘› π‘‘π‘’π‘šπ‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘ π‘’π‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘›. π΅π‘’π‘˜π‘Žπ‘› π‘šπ‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘’π‘—π‘Žπ‘Ÿ π‘‘π‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘’.π‘€π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘‘ 𝑖𝑛𝑖.π΄π‘˜π‘’π‘π‘’π‘› π‘šπ‘’π‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘˜π‘Žπ‘› π‘”π‘–π‘™π‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘šπ‘’π‘›π‘–π‘˜π‘šπ‘Žπ‘‘π‘– π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘˜π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘›, π‘ π‘’π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘– π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’ π‘ π‘Žπ‘—π‘Ž π‘‘π‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘‘π‘’π‘šπ‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘ π‘Žπ‘›."𝐻𝑖𝑖𝑖 ... β„Žπ‘–π‘– ... β„Žπ‘–π‘–π‘–π‘– ....."π΄π‘˜π‘’ π‘ π‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘–π‘‘ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘€π‘Ž π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›.πΎπ‘’π‘šπ‘’π‘‘π‘–π‘Žπ‘›, π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘– 𝑏𝑖𝑛𝑔𝑒𝑛𝑔 π‘šπ‘’π‘›π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘– π‘Žπ‘ π‘Žπ‘™ π‘‘π‘Žπ‘€π‘Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’ π‘ π‘Žπ‘—π‘Ž π‘˜π‘’π‘˜π‘’π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘Žπ‘›."πΎπ‘Žπ‘šπ‘’ π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘Ÿ 𝑖𝑑𝑒, π΅π‘Ÿπ‘œ?" π‘‘π‘Žπ‘›π‘¦π‘Ž π‘ π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” π‘ƒπ‘Ÿπ‘–π‘Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘šπ‘’π‘›π‘¦π‘–π‘šπ‘π‘Žπ‘› π‘ π‘’π‘›π‘—π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘—π‘Žπ‘š, π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Ž ?

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 7

    π·π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘π‘Žπ‘‘.π΄π‘˜π‘’ 𝑝𝑒𝑛 π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘šπ‘’π‘›π‘’π‘—π‘’ π‘‘π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘‘ π‘π‘’π‘›π‘—π‘’π‘Žπ‘™ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘ π‘’π‘‘π‘Žβ„Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘—π‘Žπ‘’β„Ž. π‘†π‘’π‘π‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘Ÿπ‘—π‘Žπ‘™π‘Žπ‘›π‘Žπ‘›, π‘Žπ‘˜π‘’ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘  π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘€π‘Ž π‘ π‘’π‘—π‘Žπ‘‘π‘–π‘›π‘¦π‘Ž. π»π‘Žπ‘›π‘¦π‘Ž β„Žπ‘–π‘›π‘”π‘”π‘Žπ‘ π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘– π‘ π‘Žπ‘‘π‘’ π‘π‘œβ„Žπ‘œπ‘› π‘˜π‘’ π‘π‘œβ„Žπ‘œπ‘› π‘™π‘Žπ‘–π‘›π‘›π‘¦π‘Ž, π‘Žπ‘˜π‘’ 𝑝𝑒𝑛 π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘Žπ‘– 𝑑𝑖 π‘‘π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘‘ π‘π‘’π‘›π‘—π‘’π‘Žπ‘™ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘˜. πΎπ‘Žπ‘›π‘” π·π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›π‘”, π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘ π‘’π‘Ÿπ‘–π‘›π‘” π‘šπ‘’π‘›π‘¦π‘’π‘π‘’π‘‘π‘›π‘¦π‘Ž. 𝐾𝑖𝑛𝑖.π΄π‘˜π‘’ π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž 𝑑𝑖 π‘π‘œβ„Žπ‘œπ‘› π‘‘π‘’π‘π‘Žπ‘‘ 𝑑𝑖 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘  π‘”π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘π‘Žπ‘˜ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘˜ πΎπ‘Žπ‘›π‘” π·π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘ π‘’π‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘›π‘– π‘π‘Žπ‘—π‘Žπ‘˜ π‘π‘’π‘šπ‘π‘’π‘™π‘–. π‘€π‘’π‘šπ‘Žπ‘›π‘”, π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘˜π‘›π‘¦π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘Žπ‘‘π‘’ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘“π‘Žπ‘£π‘œπ‘Ÿπ‘–π‘‘ 𝑑𝑖 π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž 𝑠𝑖𝑛𝑖. π‘†π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘—π‘Ž.π΄π‘˜π‘’ π‘ π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘—π‘Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘› π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘’π‘π‘–β„Ž π‘‘π‘Žβ„Žπ‘’π‘™π‘’, π‘˜π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ 𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 π‘—π‘–π‘˜π‘Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž π‘π‘’π‘šπ‘π‘’π‘™π‘– π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘Ÿβ„Žπ‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›. π·π‘Žπ‘› π‘Ž?

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 8

    "Apa benar, Mas? Ada perampok di jalan itu?" tanyaku berpura."Iya, Mbak. Banyak cerita yang saya dengar dari orang yang pernah lewat jalan itu. Sebaiknya Mbak hati-hati, apalagi wanita adalah mangsa empuk buat mereka."Entahlah.Aku ingin tertawa sejadinya kini. Tetapi pasti, Kang Dadang langsung ketakutan mendengar suaraku yang melengking dan tajam. Pasti, ia langsung curiga bahwa aku adalah hantu sesungguhnya."Termasuk wanita hantu, Mas?" tanyaku kembali."Ha?" Ia menatap mataku seketika. "Kalau hantunya beneran mungkin takut, Mbak. Tapi kalau aktor pasar malam kaya Mbak tidak bakal. Sudah ni, Mbak?" ucapnya sembari memberikan Martabak di dalam kotak."Nih uangnya, Mas." Aku memberikan uang dengan tangan masih berbalut kain."Iya, Mbak. Sebentar kembaliannya.""Sudah, Mas. Ambil saja. Buat jajan anak-anakmu," ucapku sembari langsung terbang ke atas pohon. Aku tahu.Pasti Kang Dadang langsung keheranan, karena tidak melihat arahku pergi. Apalagi sampai tawa ini pecah, bisa jadi es

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 9

    Beberapa detik.Mbok Ratih hanya terdiam, tidak berani melakukan apapun. Wajar, saat ini ia hanya melihat kemarahan di mataku. Sebuah tatapan kemarahan yang mungkin tidak pernah ia saksikan selama ini. Kemarin ia hanya melihat diri ini sebagai wanita yang polos dan penyabar. Tetapi tidak kini. Aku sudah kembali menjadi seperti dulu."Mbok. Lakukan sekarang!"Seketika.Mbok Ratih melemparkan kembang diatas kepalaku. Kembang tersebut sangat harum, baunya kini membuatku bagai terhempas angin kencang dari segala penjuru. Tubuh ini pun terasa mulai dingin. Detak jantung perlahan melemah. Habis kalian!Aku masuk ke dalam rumah tanpa lagi membuka pintu. Langsung menerobos pintu megah yang tingginya saja hampir dua kali tubuh ini. Sesampainya di dalam, mereka tidak sedikitpun menyadari keberadaanku. Mereka asik bercumbu tanpa sedikitpun mengingat dosa. Terutama Ibuku, yang segaja membuat rumah ini menjadi tempat melakukan hal kotor. Dasar!***************Tidak menunggu lama.Akupun langsung

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 10

    Beberapa detik.Mereka hanya terdiam bengong, melihat keanehan bagaimana minyak tersebut bisa berada di sana."Berarti benar! Mungkin rumah ini suda ada hantunya," pungkas Ibu mertaku."Hantu?" tanya kedua anaknya kompak."Iya. Seperti tadi yang baru saja dilihat Om Fandi. Sebelum tidak sadar, ia mengatakan kalau ada hantu di ruangan ini."Lagi.Aku hanya berpura bodoh dengan reaksi mereka. Terlihat, wajah kedua adik Iparku pucat seketika."Kayanya emang benar, Nyah. Tadi juga saya mendengar suara wanita tertawa di luar. Sepertinya suara Ndemit," sambung Pak Darno. Yang tadi sempat mendengarku cekikikan di luar."Beneran, Pak? Jangan buat suasana makin horor," cetus Siska yang kini berpindah tempat duduk di dekat sang Ibu. Karena ketakutan."Bener, Non. Saya berani sumpah.""Jadi tuh Masnya mau didiamkan terus, Bu? Minyak anginnya buat apa?" tanyaku memecah suasana horor mereka.Mendengar itu.Mereka langsung bergegas memberikan minyak. Dan tidak lama, pria mesum itu pun tersadar dari

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 11

    "Sudah ayo tidur. Sudah malam, Mbok ngantuk," ucap Mbok Ratih sembari membaringkan tubuhnya. "Iya, Mbok. Sebentar lagi aku tidur." Entah kenapa. Rasanya malam ini mata enggan sekali terpejam. Banyak hal yang melintas di pikiran ini. Apalagi, ini sudah hampir satu bulan Mas Arya pergi bekerja. Bagaimanakah kabarnya di sana akupun tidak tahu. Semoga kamu baik-baik saja di sana Mas. Aku kangen kamu. Selain itu. Malam ini juga kurasakan gerah yang amat sangat. Rasanya, ingin diri ini pergi ke luar sana dan terbang ke setiap pohon besar yang berjajar di sepanjang jalan. Ya, aku harus pergi. Tapi bagaimana? Aku tidak tahu caranya. Mbok Ratih? Tapi dia baru saja tertidur. Lagi pula, tidak mungkin bagiku untuk membangunkannya. Lalu jika timbul pertanyaan nantinya, tidak mungkin bisa terjawab apa alasannya aku ingin berubah. ************ Entah mengapa, terlintas dari pikiran ini untuk melakukannya sendiri. Ya, jika hanya melempar tubuh dengan kembang. Aku juga pasti bisa. Perlahan, ta

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 12

    Beberapa menit. Aku hanya diam sambil tersenyum menatap Pria yang sudah cukup berumur ini. Tangan ini pun membelai lembut dari dada hingga perut buncit nya. Belaian lembut layaknya sepasang kekasih, tapi kini berbeda. Kekasih yang memiliki tampang menakutkan sepertiku. "Nde... nde... Ndemiiiiiittttt!" Lari. Pakai Darno lari sekencang nya ke arah depan rumah, kemudian mengetuk keras sambil berteriak meminta tolong. Percuma, sekeras apapun ia meminta tolong tidak akan ada yang mampu mendengar. Karena memang, kali ini aku menutup semua kuping penghuni rumah. Sambil terus berteriak. Pak Darno terus menatap ke belakangnya. Melihatku, yang kini sedang duduk sambil berayun manja di taman depan rumah. "Kang Maaasss... ke sini doong. Main ayunaaan. Maaaasss ...." Terus. Aku terus menggoda pria yang telapak kakinya kini basah, karena air yang mengalir di lantai. Air kencingnya sendiri. Ada alasan dari semua ini. Pak Darno, adalah orang yang berada dibalik perselingkuhan Ibu Mertuaku.

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 13

    "Maksudnya, Mbok? Tolong jangan bercanda." "Iya, Non. Jika telah dimakan, maka konsekuensinya Non tidak akan bisa menjadi manusia kembali, hanya menyerupai." Serasa petir menggelegar di kepala ini. Tidak. Aku tidak mungkin menjadi hantu gentayangan lagi! Ini tidak mungkin! "Mbok. Tolong lakukan apapun biar aku bisa kembali lagi. Bagaimana? Bagaimana kalau Mas Arya kembali?! Aku sangat menyayanginya, Mboookk. Tolong!"Diam. Mbok Ratih hanya duduk terdiam tanpa mampu berkata apapun. "Mbok. Jawab, Mbok!" "Maaf, Non. Itu adalah kembang Serupan. Gabungan dari beberapa jenis kembang keramat. Mbok tidak mungkin bisa mengembalikanmu lagi! Maaf, Non...." ***** Menyesal. Aku sangat menyesal telah melakukan semua ini. Tapi, apa memang tidak ada cara lain? "Mbok. Apakah aku masih bisa bertemu dengan Mas Arya nanti?" "Bisa, Non. Kamu masih bisa bertemu dengannya. Tetapi .... " "Tapi apa, Mbok? Katakan!" "Non tidak akan bisa punya anak dari Den Arya. Non masih bisa menyamar menjadi ma

Latest chapter

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 14

    Seketika aku datang dan langsung menatap matanya dengan lebih dekat. Tanpa berjalan seperti biasa. Aku melayang di atas lantai. Kini, wajah kami berdua hanya berjarak tidak lebih dari satu jengkal. "Kamu ingin mati sepertiku?" tanyaku dengan suara lembut seperti berbisik. Ya. Jangankan menjawab, untuk berkedip saja kini sudah tidak mampu. "Jangan pernah lagi bertindak tidak sopan padaku. Jika masih ingin menghirup udara esok. Ingat itu!" ************* Beberapa saat terdiam. Akhirnya ia berteriak sambil minta tolong kepada seluruh penghuni rumah. "Tolooong ... Ada setan! Mamah tolooong!" Sementara di teras Ibu mertuaku masih sibuk mendengarkan penjelasan Pak Darno yang ditemukan pingsan pagi tadi, dan baru tersadar. Di sana, juga ada Mbok Ratih sedang mengantarkan teh buat mereka. Sesampainya di ruang tamu. Anak paling muda di rumah ini pun suda pucat ketakutan sambil menangis. Jelas, aku mendengar semuanya dari arah dapur. Mungkin, karena kini wujudku bukan lagi manusia. Ke

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 13

    "Maksudnya, Mbok? Tolong jangan bercanda." "Iya, Non. Jika telah dimakan, maka konsekuensinya Non tidak akan bisa menjadi manusia kembali, hanya menyerupai." Serasa petir menggelegar di kepala ini. Tidak. Aku tidak mungkin menjadi hantu gentayangan lagi! Ini tidak mungkin! "Mbok. Tolong lakukan apapun biar aku bisa kembali lagi. Bagaimana? Bagaimana kalau Mas Arya kembali?! Aku sangat menyayanginya, Mboookk. Tolong!"Diam. Mbok Ratih hanya duduk terdiam tanpa mampu berkata apapun. "Mbok. Jawab, Mbok!" "Maaf, Non. Itu adalah kembang Serupan. Gabungan dari beberapa jenis kembang keramat. Mbok tidak mungkin bisa mengembalikanmu lagi! Maaf, Non...." ***** Menyesal. Aku sangat menyesal telah melakukan semua ini. Tapi, apa memang tidak ada cara lain? "Mbok. Apakah aku masih bisa bertemu dengan Mas Arya nanti?" "Bisa, Non. Kamu masih bisa bertemu dengannya. Tetapi .... " "Tapi apa, Mbok? Katakan!" "Non tidak akan bisa punya anak dari Den Arya. Non masih bisa menyamar menjadi ma

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 12

    Beberapa menit. Aku hanya diam sambil tersenyum menatap Pria yang sudah cukup berumur ini. Tangan ini pun membelai lembut dari dada hingga perut buncit nya. Belaian lembut layaknya sepasang kekasih, tapi kini berbeda. Kekasih yang memiliki tampang menakutkan sepertiku. "Nde... nde... Ndemiiiiiittttt!" Lari. Pakai Darno lari sekencang nya ke arah depan rumah, kemudian mengetuk keras sambil berteriak meminta tolong. Percuma, sekeras apapun ia meminta tolong tidak akan ada yang mampu mendengar. Karena memang, kali ini aku menutup semua kuping penghuni rumah. Sambil terus berteriak. Pak Darno terus menatap ke belakangnya. Melihatku, yang kini sedang duduk sambil berayun manja di taman depan rumah. "Kang Maaasss... ke sini doong. Main ayunaaan. Maaaasss ...." Terus. Aku terus menggoda pria yang telapak kakinya kini basah, karena air yang mengalir di lantai. Air kencingnya sendiri. Ada alasan dari semua ini. Pak Darno, adalah orang yang berada dibalik perselingkuhan Ibu Mertuaku.

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 11

    "Sudah ayo tidur. Sudah malam, Mbok ngantuk," ucap Mbok Ratih sembari membaringkan tubuhnya. "Iya, Mbok. Sebentar lagi aku tidur." Entah kenapa. Rasanya malam ini mata enggan sekali terpejam. Banyak hal yang melintas di pikiran ini. Apalagi, ini sudah hampir satu bulan Mas Arya pergi bekerja. Bagaimanakah kabarnya di sana akupun tidak tahu. Semoga kamu baik-baik saja di sana Mas. Aku kangen kamu. Selain itu. Malam ini juga kurasakan gerah yang amat sangat. Rasanya, ingin diri ini pergi ke luar sana dan terbang ke setiap pohon besar yang berjajar di sepanjang jalan. Ya, aku harus pergi. Tapi bagaimana? Aku tidak tahu caranya. Mbok Ratih? Tapi dia baru saja tertidur. Lagi pula, tidak mungkin bagiku untuk membangunkannya. Lalu jika timbul pertanyaan nantinya, tidak mungkin bisa terjawab apa alasannya aku ingin berubah. ************ Entah mengapa, terlintas dari pikiran ini untuk melakukannya sendiri. Ya, jika hanya melempar tubuh dengan kembang. Aku juga pasti bisa. Perlahan, ta

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 10

    Beberapa detik.Mereka hanya terdiam bengong, melihat keanehan bagaimana minyak tersebut bisa berada di sana."Berarti benar! Mungkin rumah ini suda ada hantunya," pungkas Ibu mertaku."Hantu?" tanya kedua anaknya kompak."Iya. Seperti tadi yang baru saja dilihat Om Fandi. Sebelum tidak sadar, ia mengatakan kalau ada hantu di ruangan ini."Lagi.Aku hanya berpura bodoh dengan reaksi mereka. Terlihat, wajah kedua adik Iparku pucat seketika."Kayanya emang benar, Nyah. Tadi juga saya mendengar suara wanita tertawa di luar. Sepertinya suara Ndemit," sambung Pak Darno. Yang tadi sempat mendengarku cekikikan di luar."Beneran, Pak? Jangan buat suasana makin horor," cetus Siska yang kini berpindah tempat duduk di dekat sang Ibu. Karena ketakutan."Bener, Non. Saya berani sumpah.""Jadi tuh Masnya mau didiamkan terus, Bu? Minyak anginnya buat apa?" tanyaku memecah suasana horor mereka.Mendengar itu.Mereka langsung bergegas memberikan minyak. Dan tidak lama, pria mesum itu pun tersadar dari

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 9

    Beberapa detik.Mbok Ratih hanya terdiam, tidak berani melakukan apapun. Wajar, saat ini ia hanya melihat kemarahan di mataku. Sebuah tatapan kemarahan yang mungkin tidak pernah ia saksikan selama ini. Kemarin ia hanya melihat diri ini sebagai wanita yang polos dan penyabar. Tetapi tidak kini. Aku sudah kembali menjadi seperti dulu."Mbok. Lakukan sekarang!"Seketika.Mbok Ratih melemparkan kembang diatas kepalaku. Kembang tersebut sangat harum, baunya kini membuatku bagai terhempas angin kencang dari segala penjuru. Tubuh ini pun terasa mulai dingin. Detak jantung perlahan melemah. Habis kalian!Aku masuk ke dalam rumah tanpa lagi membuka pintu. Langsung menerobos pintu megah yang tingginya saja hampir dua kali tubuh ini. Sesampainya di dalam, mereka tidak sedikitpun menyadari keberadaanku. Mereka asik bercumbu tanpa sedikitpun mengingat dosa. Terutama Ibuku, yang segaja membuat rumah ini menjadi tempat melakukan hal kotor. Dasar!***************Tidak menunggu lama.Akupun langsung

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 8

    "Apa benar, Mas? Ada perampok di jalan itu?" tanyaku berpura."Iya, Mbak. Banyak cerita yang saya dengar dari orang yang pernah lewat jalan itu. Sebaiknya Mbak hati-hati, apalagi wanita adalah mangsa empuk buat mereka."Entahlah.Aku ingin tertawa sejadinya kini. Tetapi pasti, Kang Dadang langsung ketakutan mendengar suaraku yang melengking dan tajam. Pasti, ia langsung curiga bahwa aku adalah hantu sesungguhnya."Termasuk wanita hantu, Mas?" tanyaku kembali."Ha?" Ia menatap mataku seketika. "Kalau hantunya beneran mungkin takut, Mbak. Tapi kalau aktor pasar malam kaya Mbak tidak bakal. Sudah ni, Mbak?" ucapnya sembari memberikan Martabak di dalam kotak."Nih uangnya, Mas." Aku memberikan uang dengan tangan masih berbalut kain."Iya, Mbak. Sebentar kembaliannya.""Sudah, Mas. Ambil saja. Buat jajan anak-anakmu," ucapku sembari langsung terbang ke atas pohon. Aku tahu.Pasti Kang Dadang langsung keheranan, karena tidak melihat arahku pergi. Apalagi sampai tawa ini pecah, bisa jadi es

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 7

    π·π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘π‘Žπ‘‘.π΄π‘˜π‘’ 𝑝𝑒𝑛 π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘šπ‘’π‘›π‘’π‘—π‘’ π‘‘π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘‘ π‘π‘’π‘›π‘—π‘’π‘Žπ‘™ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘˜ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘ π‘’π‘‘π‘Žβ„Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘—π‘Žπ‘’β„Ž. π‘†π‘’π‘π‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘’π‘Ÿπ‘—π‘Žπ‘™π‘Žπ‘›π‘Žπ‘›, π‘Žπ‘˜π‘’ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘  π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘€π‘Ž π‘ π‘’π‘—π‘Žπ‘‘π‘–π‘›π‘¦π‘Ž. π»π‘Žπ‘›π‘¦π‘Ž β„Žπ‘–π‘›π‘”π‘”π‘Žπ‘ π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘– π‘ π‘Žπ‘‘π‘’ π‘π‘œβ„Žπ‘œπ‘› π‘˜π‘’ π‘π‘œβ„Žπ‘œπ‘› π‘™π‘Žπ‘–π‘›π‘›π‘¦π‘Ž, π‘Žπ‘˜π‘’ 𝑝𝑒𝑛 π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘Žπ‘– 𝑑𝑖 π‘‘π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘‘ π‘π‘’π‘›π‘—π‘’π‘Žπ‘™ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘˜. πΎπ‘Žπ‘›π‘” π·π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›π‘”, π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘ π‘’π‘Ÿπ‘–π‘›π‘” π‘šπ‘’π‘›π‘¦π‘’π‘π‘’π‘‘π‘›π‘¦π‘Ž. 𝐾𝑖𝑛𝑖.π΄π‘˜π‘’ π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž 𝑑𝑖 π‘π‘œβ„Žπ‘œπ‘› π‘‘π‘’π‘π‘Žπ‘‘ 𝑑𝑖 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘  π‘”π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘π‘Žπ‘˜ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘˜ πΎπ‘Žπ‘›π‘” π·π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘ π‘’π‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘›π‘– π‘π‘Žπ‘—π‘Žπ‘˜ π‘π‘’π‘šπ‘π‘’π‘™π‘–. π‘€π‘’π‘šπ‘Žπ‘›π‘”, π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘˜π‘›π‘¦π‘Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘Žπ‘‘π‘’ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘“π‘Žπ‘£π‘œπ‘Ÿπ‘–π‘‘ 𝑑𝑖 π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž 𝑠𝑖𝑛𝑖. π‘†π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘—π‘Ž.π΄π‘˜π‘’ π‘ π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘—π‘Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘› π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘’π‘π‘–β„Ž π‘‘π‘Žβ„Žπ‘’π‘™π‘’, π‘˜π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ 𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 π‘—π‘–π‘˜π‘Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž π‘π‘’π‘šπ‘π‘’π‘™π‘– π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘Ÿβ„Žπ‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›. π·π‘Žπ‘› π‘Ž?

  • Paku Emas di Kepala IstrikuΒ Β Β Part 6

    π‘€π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘‘ π‘ π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘šπ‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘˜π‘’π‘‘π‘Ž, π‘π‘’π‘˜π‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘’π‘—π‘Žπ‘Ÿ π‘™π‘Žπ‘™π‘’ π‘šπ‘’π‘›π‘’π‘›π‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Žπ‘›. π½π‘’π‘ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’ π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘€π‘Ž π‘ π‘’π‘—π‘Žπ‘‘π‘–π‘›π‘¦π‘Ž. π‘€π‘’π‘›π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘Žπ‘› π‘‘π‘’π‘šπ‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘ π‘’π‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘›. π΅π‘’π‘˜π‘Žπ‘› π‘šπ‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘šπ‘’π‘›π‘”π‘’π‘—π‘Žπ‘Ÿ π‘‘π‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘’.π‘€π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘Žπ‘‘ 𝑖𝑛𝑖.π΄π‘˜π‘’π‘π‘’π‘› π‘šπ‘’π‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘˜π‘Žπ‘› π‘”π‘–π‘™π‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘šπ‘’π‘›π‘–π‘˜π‘šπ‘Žπ‘‘π‘– π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘Ž π‘˜π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘›, π‘ π‘’π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘– π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’ π‘ π‘Žπ‘—π‘Ž π‘‘π‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘Žπ‘˜π‘Žπ‘› π‘‘π‘’π‘šπ‘Žπ‘› π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘ π‘Žπ‘›."𝐻𝑖𝑖𝑖 ... β„Žπ‘–π‘– ... β„Žπ‘–π‘–π‘–π‘– ....."π΄π‘˜π‘’ π‘ π‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘–π‘‘ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘€π‘Ž π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›.πΎπ‘’π‘šπ‘’π‘‘π‘–π‘Žπ‘›, π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘Ž π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘– 𝑏𝑖𝑛𝑔𝑒𝑛𝑔 π‘šπ‘’π‘›π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘– π‘Žπ‘ π‘Žπ‘™ π‘‘π‘Žπ‘€π‘Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’ π‘ π‘Žπ‘—π‘Ž π‘˜π‘’π‘˜π‘’π‘™π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘Žπ‘›."πΎπ‘Žπ‘šπ‘’ π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘Ÿ 𝑖𝑑𝑒, π΅π‘Ÿπ‘œ?" π‘‘π‘Žπ‘›π‘¦π‘Ž π‘ π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” π‘ƒπ‘Ÿπ‘–π‘Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘šπ‘’π‘›π‘¦π‘–π‘šπ‘π‘Žπ‘› π‘ π‘’π‘›π‘—π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘—π‘Žπ‘š, π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Ž ?

DMCA.com Protection Status