Beberapa detik.Mereka hanya terdiam bengong, melihat keanehan bagaimana minyak tersebut bisa berada di sana."Berarti benar! Mungkin rumah ini suda ada hantunya," pungkas Ibu mertaku."Hantu?" tanya kedua anaknya kompak."Iya. Seperti tadi yang baru saja dilihat Om Fandi. Sebelum tidak sadar, ia mengatakan kalau ada hantu di ruangan ini."Lagi.Aku hanya berpura bodoh dengan reaksi mereka. Terlihat, wajah kedua adik Iparku pucat seketika."Kayanya emang benar, Nyah. Tadi juga saya mendengar suara wanita tertawa di luar. Sepertinya suara Ndemit," sambung Pak Darno. Yang tadi sempat mendengarku cekikikan di luar."Beneran, Pak? Jangan buat suasana makin horor," cetus Siska yang kini berpindah tempat duduk di dekat sang Ibu. Karena ketakutan."Bener, Non. Saya berani sumpah.""Jadi tuh Masnya mau didiamkan terus, Bu? Minyak anginnya buat apa?" tanyaku memecah suasana horor mereka.Mendengar itu.Mereka langsung bergegas memberikan minyak. Dan tidak lama, pria mesum itu pun tersadar dari
"Sudah ayo tidur. Sudah malam, Mbok ngantuk," ucap Mbok Ratih sembari membaringkan tubuhnya. "Iya, Mbok. Sebentar lagi aku tidur." Entah kenapa. Rasanya malam ini mata enggan sekali terpejam. Banyak hal yang melintas di pikiran ini. Apalagi, ini sudah hampir satu bulan Mas Arya pergi bekerja. Bagaimanakah kabarnya di sana akupun tidak tahu. Semoga kamu baik-baik saja di sana Mas. Aku kangen kamu. Selain itu. Malam ini juga kurasakan gerah yang amat sangat. Rasanya, ingin diri ini pergi ke luar sana dan terbang ke setiap pohon besar yang berjajar di sepanjang jalan. Ya, aku harus pergi. Tapi bagaimana? Aku tidak tahu caranya. Mbok Ratih? Tapi dia baru saja tertidur. Lagi pula, tidak mungkin bagiku untuk membangunkannya. Lalu jika timbul pertanyaan nantinya, tidak mungkin bisa terjawab apa alasannya aku ingin berubah. ************ Entah mengapa, terlintas dari pikiran ini untuk melakukannya sendiri. Ya, jika hanya melempar tubuh dengan kembang. Aku juga pasti bisa. Perlahan, ta
Beberapa menit. Aku hanya diam sambil tersenyum menatap Pria yang sudah cukup berumur ini. Tangan ini pun membelai lembut dari dada hingga perut buncit nya. Belaian lembut layaknya sepasang kekasih, tapi kini berbeda. Kekasih yang memiliki tampang menakutkan sepertiku. "Nde... nde... Ndemiiiiiittttt!" Lari. Pakai Darno lari sekencang nya ke arah depan rumah, kemudian mengetuk keras sambil berteriak meminta tolong. Percuma, sekeras apapun ia meminta tolong tidak akan ada yang mampu mendengar. Karena memang, kali ini aku menutup semua kuping penghuni rumah. Sambil terus berteriak. Pak Darno terus menatap ke belakangnya. Melihatku, yang kini sedang duduk sambil berayun manja di taman depan rumah. "Kang Maaasss... ke sini doong. Main ayunaaan. Maaaasss ...." Terus. Aku terus menggoda pria yang telapak kakinya kini basah, karena air yang mengalir di lantai. Air kencingnya sendiri. Ada alasan dari semua ini. Pak Darno, adalah orang yang berada dibalik perselingkuhan Ibu Mertuaku.
"Maksudnya, Mbok? Tolong jangan bercanda." "Iya, Non. Jika telah dimakan, maka konsekuensinya Non tidak akan bisa menjadi manusia kembali, hanya menyerupai." Serasa petir menggelegar di kepala ini. Tidak. Aku tidak mungkin menjadi hantu gentayangan lagi! Ini tidak mungkin! "Mbok. Tolong lakukan apapun biar aku bisa kembali lagi. Bagaimana? Bagaimana kalau Mas Arya kembali?! Aku sangat menyayanginya, Mboookk. Tolong!"Diam. Mbok Ratih hanya duduk terdiam tanpa mampu berkata apapun. "Mbok. Jawab, Mbok!" "Maaf, Non. Itu adalah kembang Serupan. Gabungan dari beberapa jenis kembang keramat. Mbok tidak mungkin bisa mengembalikanmu lagi! Maaf, Non...." ***** Menyesal. Aku sangat menyesal telah melakukan semua ini. Tapi, apa memang tidak ada cara lain? "Mbok. Apakah aku masih bisa bertemu dengan Mas Arya nanti?" "Bisa, Non. Kamu masih bisa bertemu dengannya. Tetapi .... " "Tapi apa, Mbok? Katakan!" "Non tidak akan bisa punya anak dari Den Arya. Non masih bisa menyamar menjadi ma
Seketika aku datang dan langsung menatap matanya dengan lebih dekat. Tanpa berjalan seperti biasa. Aku melayang di atas lantai. Kini, wajah kami berdua hanya berjarak tidak lebih dari satu jengkal. "Kamu ingin mati sepertiku?" tanyaku dengan suara lembut seperti berbisik. Ya. Jangankan menjawab, untuk berkedip saja kini sudah tidak mampu. "Jangan pernah lagi bertindak tidak sopan padaku. Jika masih ingin menghirup udara esok. Ingat itu!" ************* Beberapa saat terdiam. Akhirnya ia berteriak sambil minta tolong kepada seluruh penghuni rumah. "Tolooong ... Ada setan! Mamah tolooong!" Sementara di teras Ibu mertuaku masih sibuk mendengarkan penjelasan Pak Darno yang ditemukan pingsan pagi tadi, dan baru tersadar. Di sana, juga ada Mbok Ratih sedang mengantarkan teh buat mereka. Sesampainya di ruang tamu. Anak paling muda di rumah ini pun suda pucat ketakutan sambil menangis. Jelas, aku mendengar semuanya dari arah dapur. Mungkin, karena kini wujudku bukan lagi manusia. Ke
Bahagia.Itu yang dinginkan siapapun dalam rumah tangganya. Hidup berkecukupan adalah salah satu hal yang paling utama dari kebahagiaan itu. Begitu juga bagiku, seorang wanita biasa yang pernah mengalami hal pahit dalam masa lalunya. Karena peliknya kehidupan, aku harus dijual kepada lelaki hidung belang di tempat maksiat itu. Masih ingat benar.Bagaimana lelaki tidak berhati yang pernah jadi suamiku, tega menipu dengan mengantarkan ke tempat yang bahkan tidak pernah satu kalipun menginjakkan kaki di sana. Semua itu ia lakukan hanya demi memiliki uang untuk kesenangan belaka. Mabuk-mabukan dan hal maksiat lainya. Pedih, rasanya sangat pedih bagiku saat mengingat masa-masa itu. Aku dijual ke beberapa orang pria, dengan nilai uang yang sesungguhnya tidak pantas bagi seorang manusia. Aku ditinggalkan olehnya dengan lelaki beberapa lelaki hidung belang yang telah siap memangsaku, bagai binatang yang kelaparan. Bahkan yang paling pedih, Suamiku tidak tahu bahwa saat itu diri sedang menga
"Kenapa kamu tertawa, Non? Apa yang lucu?" tanya Mbok Ratih, yang keheranan melihat ku tertawa mendekatinya membersihkan halaman."Ahh ... tidak, Mbok. Aku hanya teringat hal lucu dulu. Semasa masih gadis.""Oalah ... ya sudah. Mbok juga senang lihat kamu tertawa begitu. Karena selama Den Arya tidak di sini, Non jarang sekali terlihat tertawa sebahagia ini." "Sudahlah, Mbok. Jangan bahas soal itu terus, aku bahagia kok. Kan masih ada Mbok Ratih.""Oalah cah ayu ... pinter banget ngerayu. Pantas saja Den Arya tergila-gila sama Non. Sudah cantik, baik hati, pinter ngerayu lagi.""Husss! Sudah jangan buat aku malu, Mbok. Ayo kita lanjutin beresin kebun, entar nyonya besar marah.""Yuk, Non."Entahlah.Bagiku Mbok Ratih sudah seperti Ibu kandung sendiri. Dia yang selalu bisa menghiburku dikala tekanan batin tidak hentinya mendera. Sesungguhnya hati keci ini selalu bergejolak agar segera meninggalkan semuanya. Tetapi apalah daya, cintaku terhadap Mas Arya terlalu besar. Sulit bagi diri in
Beberapa detik.Aku hanya terdiam dan tidak mampu berkata sepatah katapun. Sementara, Mbok Ratih terus berusaha mencari tahu benda apa yang tertancap di sana. "Ii ... iii ... itu adalah ....""Bentuknya seperti bagian atas paku. Tapi seperti terbuat dari emas. Boleh aku periksa, Non?"Tak menjawab.Aku langsung bangkit dan berdiri dari tempat duduk. Aku tahu, jika terus berada di sini pasti rahasia yang sudah tersimpan dengan rapi hingga kini akan terbongkar."Aku mau istrahat dulu, Mbok. Badan ini terasa pegal semua. Duluan ya ...," ucapku sambil pergi ke dalam kamar, meninggalkan Mbok Ratih yang masih terdiam keheranan di depan pintu.23:15.Baru saja diri ini terbuai mimpi.Aku mendengar teriakan nyonya besar sekaligus Ibu mertuaku. Ia berteriak memanggil Mbok Ratih. Dari teriakannya, terdengar seperti ia menyuruh untuk membelikan Martabak di simpang ujung jalan. "Mbok ... bangun. Dipanggil nyonya besar. Mbok ...," ucapku membangunkannya yang terlihat sudah tidur sangat nyenyak.
Seketika aku datang dan langsung menatap matanya dengan lebih dekat. Tanpa berjalan seperti biasa. Aku melayang di atas lantai. Kini, wajah kami berdua hanya berjarak tidak lebih dari satu jengkal. "Kamu ingin mati sepertiku?" tanyaku dengan suara lembut seperti berbisik. Ya. Jangankan menjawab, untuk berkedip saja kini sudah tidak mampu. "Jangan pernah lagi bertindak tidak sopan padaku. Jika masih ingin menghirup udara esok. Ingat itu!" ************* Beberapa saat terdiam. Akhirnya ia berteriak sambil minta tolong kepada seluruh penghuni rumah. "Tolooong ... Ada setan! Mamah tolooong!" Sementara di teras Ibu mertuaku masih sibuk mendengarkan penjelasan Pak Darno yang ditemukan pingsan pagi tadi, dan baru tersadar. Di sana, juga ada Mbok Ratih sedang mengantarkan teh buat mereka. Sesampainya di ruang tamu. Anak paling muda di rumah ini pun suda pucat ketakutan sambil menangis. Jelas, aku mendengar semuanya dari arah dapur. Mungkin, karena kini wujudku bukan lagi manusia. Ke
"Maksudnya, Mbok? Tolong jangan bercanda." "Iya, Non. Jika telah dimakan, maka konsekuensinya Non tidak akan bisa menjadi manusia kembali, hanya menyerupai." Serasa petir menggelegar di kepala ini. Tidak. Aku tidak mungkin menjadi hantu gentayangan lagi! Ini tidak mungkin! "Mbok. Tolong lakukan apapun biar aku bisa kembali lagi. Bagaimana? Bagaimana kalau Mas Arya kembali?! Aku sangat menyayanginya, Mboookk. Tolong!"Diam. Mbok Ratih hanya duduk terdiam tanpa mampu berkata apapun. "Mbok. Jawab, Mbok!" "Maaf, Non. Itu adalah kembang Serupan. Gabungan dari beberapa jenis kembang keramat. Mbok tidak mungkin bisa mengembalikanmu lagi! Maaf, Non...." ***** Menyesal. Aku sangat menyesal telah melakukan semua ini. Tapi, apa memang tidak ada cara lain? "Mbok. Apakah aku masih bisa bertemu dengan Mas Arya nanti?" "Bisa, Non. Kamu masih bisa bertemu dengannya. Tetapi .... " "Tapi apa, Mbok? Katakan!" "Non tidak akan bisa punya anak dari Den Arya. Non masih bisa menyamar menjadi ma
Beberapa menit. Aku hanya diam sambil tersenyum menatap Pria yang sudah cukup berumur ini. Tangan ini pun membelai lembut dari dada hingga perut buncit nya. Belaian lembut layaknya sepasang kekasih, tapi kini berbeda. Kekasih yang memiliki tampang menakutkan sepertiku. "Nde... nde... Ndemiiiiiittttt!" Lari. Pakai Darno lari sekencang nya ke arah depan rumah, kemudian mengetuk keras sambil berteriak meminta tolong. Percuma, sekeras apapun ia meminta tolong tidak akan ada yang mampu mendengar. Karena memang, kali ini aku menutup semua kuping penghuni rumah. Sambil terus berteriak. Pak Darno terus menatap ke belakangnya. Melihatku, yang kini sedang duduk sambil berayun manja di taman depan rumah. "Kang Maaasss... ke sini doong. Main ayunaaan. Maaaasss ...." Terus. Aku terus menggoda pria yang telapak kakinya kini basah, karena air yang mengalir di lantai. Air kencingnya sendiri. Ada alasan dari semua ini. Pak Darno, adalah orang yang berada dibalik perselingkuhan Ibu Mertuaku.
"Sudah ayo tidur. Sudah malam, Mbok ngantuk," ucap Mbok Ratih sembari membaringkan tubuhnya. "Iya, Mbok. Sebentar lagi aku tidur." Entah kenapa. Rasanya malam ini mata enggan sekali terpejam. Banyak hal yang melintas di pikiran ini. Apalagi, ini sudah hampir satu bulan Mas Arya pergi bekerja. Bagaimanakah kabarnya di sana akupun tidak tahu. Semoga kamu baik-baik saja di sana Mas. Aku kangen kamu. Selain itu. Malam ini juga kurasakan gerah yang amat sangat. Rasanya, ingin diri ini pergi ke luar sana dan terbang ke setiap pohon besar yang berjajar di sepanjang jalan. Ya, aku harus pergi. Tapi bagaimana? Aku tidak tahu caranya. Mbok Ratih? Tapi dia baru saja tertidur. Lagi pula, tidak mungkin bagiku untuk membangunkannya. Lalu jika timbul pertanyaan nantinya, tidak mungkin bisa terjawab apa alasannya aku ingin berubah. ************ Entah mengapa, terlintas dari pikiran ini untuk melakukannya sendiri. Ya, jika hanya melempar tubuh dengan kembang. Aku juga pasti bisa. Perlahan, ta
Beberapa detik.Mereka hanya terdiam bengong, melihat keanehan bagaimana minyak tersebut bisa berada di sana."Berarti benar! Mungkin rumah ini suda ada hantunya," pungkas Ibu mertaku."Hantu?" tanya kedua anaknya kompak."Iya. Seperti tadi yang baru saja dilihat Om Fandi. Sebelum tidak sadar, ia mengatakan kalau ada hantu di ruangan ini."Lagi.Aku hanya berpura bodoh dengan reaksi mereka. Terlihat, wajah kedua adik Iparku pucat seketika."Kayanya emang benar, Nyah. Tadi juga saya mendengar suara wanita tertawa di luar. Sepertinya suara Ndemit," sambung Pak Darno. Yang tadi sempat mendengarku cekikikan di luar."Beneran, Pak? Jangan buat suasana makin horor," cetus Siska yang kini berpindah tempat duduk di dekat sang Ibu. Karena ketakutan."Bener, Non. Saya berani sumpah.""Jadi tuh Masnya mau didiamkan terus, Bu? Minyak anginnya buat apa?" tanyaku memecah suasana horor mereka.Mendengar itu.Mereka langsung bergegas memberikan minyak. Dan tidak lama, pria mesum itu pun tersadar dari
Beberapa detik.Mbok Ratih hanya terdiam, tidak berani melakukan apapun. Wajar, saat ini ia hanya melihat kemarahan di mataku. Sebuah tatapan kemarahan yang mungkin tidak pernah ia saksikan selama ini. Kemarin ia hanya melihat diri ini sebagai wanita yang polos dan penyabar. Tetapi tidak kini. Aku sudah kembali menjadi seperti dulu."Mbok. Lakukan sekarang!"Seketika.Mbok Ratih melemparkan kembang diatas kepalaku. Kembang tersebut sangat harum, baunya kini membuatku bagai terhempas angin kencang dari segala penjuru. Tubuh ini pun terasa mulai dingin. Detak jantung perlahan melemah. Habis kalian!Aku masuk ke dalam rumah tanpa lagi membuka pintu. Langsung menerobos pintu megah yang tingginya saja hampir dua kali tubuh ini. Sesampainya di dalam, mereka tidak sedikitpun menyadari keberadaanku. Mereka asik bercumbu tanpa sedikitpun mengingat dosa. Terutama Ibuku, yang segaja membuat rumah ini menjadi tempat melakukan hal kotor. Dasar!***************Tidak menunggu lama.Akupun langsung
"Apa benar, Mas? Ada perampok di jalan itu?" tanyaku berpura."Iya, Mbak. Banyak cerita yang saya dengar dari orang yang pernah lewat jalan itu. Sebaiknya Mbak hati-hati, apalagi wanita adalah mangsa empuk buat mereka."Entahlah.Aku ingin tertawa sejadinya kini. Tetapi pasti, Kang Dadang langsung ketakutan mendengar suaraku yang melengking dan tajam. Pasti, ia langsung curiga bahwa aku adalah hantu sesungguhnya."Termasuk wanita hantu, Mas?" tanyaku kembali."Ha?" Ia menatap mataku seketika. "Kalau hantunya beneran mungkin takut, Mbak. Tapi kalau aktor pasar malam kaya Mbak tidak bakal. Sudah ni, Mbak?" ucapnya sembari memberikan Martabak di dalam kotak."Nih uangnya, Mas." Aku memberikan uang dengan tangan masih berbalut kain."Iya, Mbak. Sebentar kembaliannya.""Sudah, Mas. Ambil saja. Buat jajan anak-anakmu," ucapku sembari langsung terbang ke atas pohon. Aku tahu.Pasti Kang Dadang langsung keheranan, karena tidak melihat arahku pergi. Apalagi sampai tawa ini pecah, bisa jadi es
𝐷𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡.𝐴𝑘𝑢 𝑝𝑢𝑛 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑗𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑀𝑎𝑟𝑡𝑎𝑏𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑗𝑎𝑢ℎ. 𝑆𝑒𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛, 𝑎𝑘𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎𝑤𝑎 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑛𝑦𝑎. 𝐻𝑎𝑛𝑦𝑎 ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑝 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛 𝑘𝑒 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎, 𝑎𝑘𝑢 𝑝𝑢𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑀𝑎𝑟𝑡𝑎𝑏𝑎𝑘. 𝐾𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔, 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑢𝑡𝑛𝑦𝑎. 𝐾𝑖𝑛𝑖.𝐴𝑘𝑢 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑖 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑔𝑒𝑟𝑜𝑏𝑎𝑘 𝑀𝑎𝑟𝑡𝑎𝑏𝑎𝑘 𝐾𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑖 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖. 𝑀𝑒𝑚𝑎𝑛𝑔, 𝑀𝑎𝑟𝑡𝑎𝑏𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑣𝑜𝑟𝑖𝑡 𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑛𝑖. 𝑆𝑒𝑛𝑔𝑎𝑗𝑎.𝐴𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑛𝑔𝑎𝑗𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑢𝑟𝑢𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑑𝑎ℎ𝑢𝑙𝑢, 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑎𝑚𝑏𝑢𝑟𝑎𝑛. 𝐷𝑎𝑛 𝑎?
𝑀𝑒𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑚𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑘𝑢𝑡𝑎, 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑗𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛. 𝐽𝑢𝑠𝑡𝑒𝑟𝑢 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎𝑤𝑎 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑛𝑦𝑎. 𝑀𝑒𝑛𝑒𝑟𝑡𝑎𝑤𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑎𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑚𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑘𝑢𝑡𝑎𝑛. 𝐵𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑗𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑡𝑢.𝑀𝑒𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑖.𝐴𝑘𝑢𝑝𝑢𝑛 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑔𝑖𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑘𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑟𝑎𝑠𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑘𝑢𝑡𝑎𝑛, 𝑠𝑒𝑝𝑒𝑟𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑠𝑎𝑗𝑎 𝑑𝑖𝑟𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑚𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑏𝑎𝑟𝑢𝑠𝑎𝑛."𝐻𝑖𝑖𝑖 ... ℎ𝑖𝑖 ... ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖 ....."𝐴𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛.𝐾𝑒𝑚𝑢𝑑𝑖𝑎𝑛, 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑚𝑢𝑙𝑎𝑖 𝑏𝑖𝑛𝑔𝑢𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑠𝑎𝑗𝑎 𝑘𝑢𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛."𝐾𝑎𝑚𝑢 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟 𝑖𝑡𝑢, 𝐵𝑟𝑜?" 𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑗𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑎𝑗𝑎𝑚, 𝑏𝑒𝑟𝑢𝑝𝑎 ?