Wajah pemuda itu langsung memerah. Dia berkata dengan tergagap-gagap, "Aku ... semua uangku berada di rekening. Rekening itu nggak terhubung dengan Ovo ataupun Dana, jadi ...."Darius menjawab dengan nada dingin, "Ada ATM di bawah, aku juga punya mesin EDC di mobil, pilih yang mana?"Pemuda itu tidak bisa berkata-kata.Setelah tertegun selama beberapa detik, dia memandang Bella dengan tatapan memelas. "Nona Bella ...."Pemuda itu tampan, muda dan berotot. Kalau dia terjun ke dunia hiburan, dia pasti akan punya banyak penggemar. Menghadapi tatapannya, Bella pun tidak tega ....Bella melirik Darius dan Darius pun menatapnya dengan dingin. "Ada yang ingin kamu katakan?"Oke, memangnya kenapa kalau dia kasihan? Dia tidak berani melawan Darius demi seorang pria, apalagi pria ini bukanlah siapa-siapa. Berselisih dengan Darius karena ketampanan seorang pria sangat tidak sepadan. Jadi, dia pun menggelengkan kepalanya dengan tegas.Darius mengalihkan pandangannya ke arah pemuda itu. "Masih mau
Saat Theo mengatakan bahwa Darius akan mencampakkan Bella, dia melihat perubahan emosi di mata Bella. Terlihat jelas bahwa Bella senang akan hal itu.Bella terdiam.Mobil semewah apa pun memiliki ruangan yang terbatas. Kalau penumpang terus membahas topik yang mencekam, ruangan yang semula sempit akan terasa sesak.Meskipun dia sudah lama ingin putus dengan Darius, entah mengapa dia merasa gugup saat mendengar pertanyaan Darius.Darius masih menatap Bella, dia seolah-olah tidak akan berhenti menatap Bella sebelum mendapatkan jawaban.Mata Darius sangat gelap dan caranya memandang Bella pun dipenuhi dengan keseriusan.Setelah menelan ludah dengan gugup, Bella menjawab dengan jujur, "Nggak juga ... tapi yang kucari adalah pacar yang lemah lembut dan perhatian, bukan ... bapak-bapak cerewet yang terus melafalkan undang-undang."Dia mengucapkan kalimat terakhir dengan terbata-bata. Suaranya sangat pelan, tetapi Darius dapat mendengarnya.Darius tertegun."Huft ...." Setelah mengungkapkan i
Kabar yang terlalu mendadak dan hanya disampaikan secara verbal tidak mungkin berhubungan dengan resepsi pernikahan. Sejak Theo pergi dengan terburu-buru dan meninggalkan Kota Bapura selama enam tahun, berbagai macam rumor sudah beredar di masyarakat. Karena dia sudah pulang, Evi ingin mengadakan perjamuan makan. Selain untuk menumpas rumor-rumor tersebut, dia juga ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkenalkan Theo pada tokoh-tokoh penting.Acara diadakan di Vila Aeris, Kayla hadir sebagai istri Theo. Dia menemani Theo pergi menyapa tamu.Dia terus menggandeng tangan Theo. Melihat cara Theo menyapa dan bersosialisasi dengan para tamu, dia tidak melihat ada yang berbeda.Sebelum acara dimulai, Kayla masih memikirkan bagaimana caranya memperkenalkan identitas orang secara diam-diam pada Theo. Hanya sebagian orang dekat yang tahu bahwa Theo hilang ingatan, tetapi para tamu yang diundang hari ini adalah kenalan Theo. Kalau sampai Theo tidak bisa mengenali mereka, situasi akan menj
Bella memiliki sifat yang periang dan sama sekali tidak centil. Setelah diejek Kayla, dia pun menjawab dengan lugas, "Sekarang dia adalah pacarku, tentu saja hanya dia yang terlintas di benakku saat membicarakan soal menikah. Aku adalah orang yang beradab, kamu kira aku seperti pria berengsek yang suka memelihara simpanan?"Kayla tersenyum sambil mengangguk. "Oke, oke, aku tahu kamu setia. Kapan rencananya akan menikah, mari adakan resepsinya bersama-sama?""Kami belum membicarakan soal itu. Kalau kami pacaran selama sepuluh atau delapan tahun lagi, kamu mungkin bisa aja menungguku, tapi Theo pasti akan menghabisiku," kata Bella sambil memotong kue di atas piring. Di bawah penerangan cahaya, kulitnya yang dirawat dengan baik tampak sangat memukau. "Kalian sudah punya akta nikah, kapan adain resepsi? Sekarang semuanya masih belum tahu kalau kalian sudah menikah, orang yang ingin menjadikan wanita sebagai alat untuk menjalin hubungan dengan Keluarga Oliver masih menyusun rencana. Tadi sa
Percakapan di dalam masih berlanjut. Kayla melirik Carlos dengan canggung. Sebagai tokoh yang dibicarakan, Carlos tampak sangat tenang.Mentalnya tidak sekuat Carlos dan dia tidak suka menguping. Jadi, dia berencana untuk pergi. Namun, begitu dia menggerakkan kakinya dan ujung tumit sepatunya baru menyentuh lantai, Carlos menoleh ke arahnya.Kayla tertegun.Tepat ketika dia ingin berbicara, pintu kamar mandi terbuka. Ketiga orang yang mengobrol di dalam kamar mandi keluar dengan riang. Melihat Carlos berdiri di luar pintu, senyuman cerah di wajah mereka pun membeku. Seseorang berkata dengan tergagap-gagap, "Tu ... Tuan Muda Carlos, kok ... kok kamu bisa di sini?"Carlos tersenyum sambil bertanya dengan tenang, "Siapa yang kalian bilang mak lampir?"Ketiganya tertegun.Bagaimana mungkin ada yang berani menjawab pertanyaan ini? Mereka masih ingin hidup.Keheningan melanda, bahkan kebisingan di ruang tamu pun teredam. Di tengah suasana yang mencekam ini, Kayla tidak mungkin bersuara untuk
Kayla melihat halaman yang dibuka Theo. Tulisan di halaman tersebut sangat indah dan rapi, berbeda dengan tulisan Theo yang tegas.Dia otomatis teringat akan momen di mana dia berjongkok di antara meja kopi dan sofa untuk menulis seluruh kejadian yang dilupakan Theo. Saat itu, dia baru saja mengetahui penyakit Theo. Dia sangat sedih dan khawatir, bahkan kebahagiaan yang seharusnya muncul saat membaca isi buku harian pun lenyap. Sekarang, meskipun Theo yang berada di sampingnya melupakan masa lalu, dia sangat bahagia.Melihat Kayla menatap buku harian itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Theo panik. Dia pernah melihat tulisan Kayla yang sama persis dengan tulisan-tulisan ini. Namun, keheningan ini melenyapkan sebagian besar keyakinannya."Jangan-jangan ... kamu yang menulisnya?"Kayla tidak ingin menjawab pertanyaan yang jawabannya sudah terpampang jelas seperti ini. Melalui tulisan tangan, Theo bisa tahu apakah dia yang menulis kata-kata ini.Melihatnya masih enggan untuk menjawab,
Frank masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi ada yang mencari Kayla. Percakapan yang tidak terlalu menyenangkan ini pun diakhiri oleh keadaan.Setelah dia pergi, staf magang yang datang untuk meminta bimbingan pun berkata dengan nada main-main, "Bu Key, Frank terus mengikutimu dan menawarkan berbagai macam bantuan, jangan-jangan dia menyukaimu?"Semua orang di museum mengetahui latar belakang Frank. Meskipun dia tidak pernah pamer, dia tidak menutup-nutupi. Mengingat dia bukan lulusan jurusan ini dan tidak tampak seperti orang yang menyukai profesi ini, dia tidak perlu memaksakan diri untuk bekerja di sini. Akan tetapi, dia tidak pergi dan memilih untuk bertahan, tentu saja semua orang dapat menebak tujuannya.Kayla memampangkan ekspresi serius sambil menegur pelan, "Jangan asal ngomong. Aku sudah menikah, suamiku sangat sensitif pada hal-hal seperti ini. Kalau sampai dia mendengar gosip ini, dia akan cemburu."Staf magang itu segera tersenyum sambil meminta maaf. "Maaf, Bu Key, aku ku
Theo berkata, "Tadi aku menyediki informasi Frank dan melihat suatu nama yang familier, kurasa ...."Dia mengerutkan keningnya dan berusaha keras untuk mengingat, tetapi tidak menemukan petunjuk apa pun. "Sepertinya aku mengenalnya."Kayla tidak kaget saat mengetahui Theo menyelidiki Frank. Keluarga Budiman cukup terkenal di kalangan politik, wajar kalau kedua keluarga itu menjalin hubungan tertentu. "Siapa?""Giselle, kurasa nama ini agak familier."Kayla tertegun. Dia hendak berseru "siapa kamu bilang", tetapi dia segera mengurungkan niatnya. Dia menatap menu dan mencoba sebisa mungkin untuk mengendalikan ekspresinya. "Setahuku kamu nggak kenal orang ini. Mungkin kamu merasa familier karena nama ini penasaran."Theo menatap Kayla dengan serius, entah dia percaya atau tidak. "Ya ...."Topik ini berlalu begitu saja, tidak ada yang membicarakannya lagi.Namun, Kayla menjadi agak gugup, dia bahkan tidak fokus makan. Frank mengenal Giselle? Dia tidak percaya bahwa ini hanyalah kebetulan.