Theo berkata, "Tadi aku menyediki informasi Frank dan melihat suatu nama yang familier, kurasa ...."Dia mengerutkan keningnya dan berusaha keras untuk mengingat, tetapi tidak menemukan petunjuk apa pun. "Sepertinya aku mengenalnya."Kayla tidak kaget saat mengetahui Theo menyelidiki Frank. Keluarga Budiman cukup terkenal di kalangan politik, wajar kalau kedua keluarga itu menjalin hubungan tertentu. "Siapa?""Giselle, kurasa nama ini agak familier."Kayla tertegun. Dia hendak berseru "siapa kamu bilang", tetapi dia segera mengurungkan niatnya. Dia menatap menu dan mencoba sebisa mungkin untuk mengendalikan ekspresinya. "Setahuku kamu nggak kenal orang ini. Mungkin kamu merasa familier karena nama ini penasaran."Theo menatap Kayla dengan serius, entah dia percaya atau tidak. "Ya ...."Topik ini berlalu begitu saja, tidak ada yang membicarakannya lagi.Namun, Kayla menjadi agak gugup, dia bahkan tidak fokus makan. Frank mengenal Giselle? Dia tidak percaya bahwa ini hanyalah kebetulan.
Mendengar ucapan ini, kepercayaan diri Theo meningkat pesat. Dia mengerutkan kening sambil menatap Evi. "Bu, jangan mengadu domba hubunganku dengan Kay. Kita itu suami istri, tentu saja susah senang harus dilewati bersama-sama. Apa pun yang terjadi, kita nggak akan meninggalkan satu sama lain."Evi mendeliknya dengan kesal sambil berkata, "Lihatlah betapa polosnya kamu, untung istrimu Kay, kalau nggak kamu sudah ditipu habis-habisan."Dia mendekati Kayla, lalu mengisyaratkan kekesalannya pada Theo sambil berkata, "Kay, abaikan dia, ayo pilih undangan."Kayla mengusap bagian belakang lehernya. Setelah membenamkan kepala seharian di tempat kerja, kepalanya agak pusing. "Oke."Theo yang melihat pemandangan ini buru-buru mengulurkan tangan untuk memijat Kayla. Tenaganya sangat stabil hingga membuat Kayla merasa sangat nyaman, bahkan rasa pusing di kepala Kayla pun mereda.Evi membuka album foto dengan penuh semangat. "Ini adalah beberapa undangan yang kupilih sebelumnya. Kay, coba lihat ka
Setelah disuntik dan keluar dari rumah sakit, Bella menguap sambil berkata, "Kamu naik taksi saja, aku sangat ngantuk, mau pulang tidur."Untung dia mengendarai mobilnya. Kalau tidak, sekarang dia harus kembali bersama Darius.Dia membuka pintu mobil. Tepat ketika dia membungkuk masuk ke dalam mobil, Darius menghentikannya. "Aku baru saja disuntik. Malam-malam begini susah cari taksi, kamu berencana mencampakkanku di sini?"Bella mendeliknya dengan kesal. "Pria dewasa sepertimu takut diperkosa?"Darius terdiam.Darius menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun Darius tidak bersuara, Bella luluh. Keduanya berdiri diam di tengah jalan. Setelah beberapa saat, dia pun menarik pintu mobil dengan kesal. "Ayo pergi, aku akan mengantarmu. Sial sekali, bisa-bisanya aku memacari kakek moyang sendiri."Meskipun Bella mengucapkan kata-kata terakhir dengan pelan Darius dapat mendengarnya. Darius mengaitkan bibirnya, lalu membuka pintu penumpang dan masuk.Ketika berbalik, Bella tidak s
Melihat Bella kebingungan, sepertinya Bella memang tidak memahami maksudnya. Darius menghela napas tak berdaya, lalu menariknya ke atas.Saat ini masih musim hujan, tetapi tangan Darius malah sangat panas. Tangan Bella yang dingin seolah-olah tercebur ke wadah air panas. Saking nyamannya, dia mengulurkan tangannya yang lain dan bahkan mengisyaratkan Darius untuk menggenggamnya.Melihat Bella ingin memanfaatkannya, sudut bibirnya otomatis terangkat. Dia meraih tangan yang diulurkan Bella, tetapi saat dia menyentuh tangan dingin Bella, dia langsung mengerutkan kening. "Kenapa sedingin ini?"Pada musim hujan, kaki dan tangan sebagian besar wanita akan menjadi sangat dingin. Bella merasa ini adalah hal yang umum. "Kak, sekarang musim hujan."Namun, Darius malah menanggapi hal ini dengan serius. "Aku kenal seorang dokter tradisional yang terkenal. Luangkan waktu, aku akan membawamu pergi menemuinya.""Nggak usah."Obat tradisional sangat pahit. Kalau dia diresepkan obat, setidaknya dia perl
Akhir pekan, Theo membuat janji dengan vendor pernikahan. Dia membawa Kayla pergi menentukan dekorasi tempat pernikahan.Staf menunjukkan beberapa foto dekorasi yang berbeda-beda. "Lihatlah ada yang kalian suka nggak."Melihat taman bunga yang muncul di video, suatu adegan yang familier terlintas di benak Theo. Di suatu tempat yang dihiasi dengan bunga, dia yang mengenakan jas hitam sedang mengangkat sebuah kotak cincin berwarna gelap dan terus mengulangi prosedur lamaran.Dia berlutut dengan kaku. Meskipun dia dapat mengucapkan setiap kata dengan lancar, dia selalu merasa ada yang kurang. Dia terus mengulangi tindakannya, seperti radio rusak.Dia memejamkan mata, sepertinya tempat ini adalah restoran.Theo tidak ingat kapan dirinya pernah melakukan hal seperti ini. Sejak dia hilang ingatan, dia sudah menikah dengan Kayla dan tidak perlu melamar Kayla lagi. Jadi, ini adalah ingatan masa lalunya?"Theo?" Melihat Theo menatap layar dengan bengong, Kayla pun meninggikan suaranya. "Ada apa
Nathan sudah tinggal di kamp selama beberapa tahun. Tanpa sadar, dia memperlakukan Kayla seperti prajuritnya. Dia meletakkan tangannya di bahu Kayla sambil berkata, "Dengarkan aku ... ah ...."Tiba-tiba, dia merasakan rasa sakit yang luar biasa dari jari-jarinya. Dia tersentak sejenak, lalu berbalik dengan ekspresi kesakitan. Theo menatapnya dengan dingin sambil menggeser tangannya yang berada di bahu Kayla. "Ngomong baik-baik, jangan pegang-pegang."Nathan tertegun.Kalau Theo tidak menggeser tangannya, dia tidak menyadari hal ini. Lagian di zaman modern seperti sekarang ini, bukankah merangkul bahu hanyalah hal biasa?Namun, dia juga tidak akan membiarkan pria lain menyentuh istrinya seperti ini. Akan tetapi, dia tidak mungkin mengungkapkan hal ini di depan Theo. Kalau sampai Theo tahu, Theo pasti akan menyindirnya. "Dia adikku, memangnya kenapa kalau aku merangkul bahunya?"Walaupun berkata demikian, dia tidak menaruh tangannya di bahu Kayla lagi. Dia diam-diam meregangkan jari-jari
Theo masih agak terganggu akan sikap Kayla yang enggan untuk menjawab pertanyaannya tadi. Mendengar ucapan ini, dia pun menjawab dengan tenang, "Nggak tahu, sudah lupa."Kemudian, dia teringat akan informasi yang berkaitan dengan Carlos. Dia menambahkan, "Jangan terlalu dekat dengannya."Kayla bertanya, "Kenapa?"Mendengar ucapan Theo, dia makin penasaran pada Celine. Apalagi ini bukan pertama kalinya Theo memperingatkannya seperti ini.Theo mengerutkan kening. Setelah beberapa saat, dia baru menemukan kata yang cocok untuk mendeskripsikan Celine. "Dia sangat galak, bisa pukul orang."Kayla tertegun.Di sepanjang perjalanan pulang, suasana hati Theo tidak kunjung membaik. Dia hanya menjawab pertanyaan Kayla dengan singkat. Kalau Kayla tidak berbicara, dia pun tidak bersuara. Sesampai di Vila Aeris, dia langsung pergi ke ruang kerja di lantai dua. Melihat punggungnya yang kesepian, Kayla pun bingung. Kenapa emosi Theo begitu tidak stabil? Kalau Theo adalah wanita, dia bisa maklum. Apa m
Ucapan Kayla melenyapkan seluruh kekesalan Theo. Malam ini, Theo tidur dengan nyenyak tanpa mimpi apa pun.Keesokan harinya.Saat membuka mata, Theo terpesona oleh Kayla yang sedang tertidur pulas. Rambutnya yang agak keriting tergerai di atas bantal dan beberapa helai rambut menempel di wajahnya. Hawa panas membuat pipinya memerah, begitu pula dengan bibirnya.Theo mencondongkan badan untuk mengecup bibir Kayla. Kayla tertidur pulas, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Dia mengecup bibir Kayla lagi, tetapi Kayla masih tak kunjung bangun. Setelah Theo terus mengulangi aksinya, bulu mata Kayla yang lentik pun bergetar untuk beberapa saat. Pada akhirnya, Kayla membuka mata dan bertanya dengan suara bangun tidur, "Sudah jam berapa?"Theo mengambil ponsel di samping kasur, lalu memindai wajahnya dan kunci layar pun otomatis terbuka. Dia melirik waktu sambil berkata, "Setengah sepuluh."Setelah menjawab pertanyaannya, Theo mengklik notifikasi pesan WhatsApp dan membaca se