Kedua pria itu saling menatap sejenak. Theo mengangguk dan berkata, "Terima kasih."Setelah mengatakan itu, Theo berjongkok dan memeriksa Evi. "Bu, sekarang bagaimana perasaanmu?"Kondisi Evi membaik setelah minum obat, dia meraih pria Theo dan menunjuk ke arah menghilangnya pria itu. "Adam, barusan."Galih takut Evi terlalu gelisah dan jantungnya akan kumat lagi, jadi dia menyela dan berkata, "Evi, Adam sudah mati. Dia sudah mati lebih dari 20 tahun yang lalu. Polisi telah menguji DNA dan itu pasti dia.""Itu dia. Aku nggak mungkin salah mengenali orang. Orang tadi pasti Adam."Tidak ada yang akan memanggilnya "gadis" kecuali dia.Evi tidak tahu mengapa Adam akan muncul di hadapannya lagi di Kota Bapura setelah 20 tahun, tetapi dia jelas tidak punya niat baik.Dia hanya orang mesum dan orang mesum tidak punya niat baik.Melihat Evi menjadi gelisah lagi, Theo buru-buru memegang tangannya untuk menghiburnya, "Oke, aku akan memeriksanya dan aku akan meminta seseorang untuk mengatur kamer
Theo mengangkat tangan dan mengusap bagian atas rambut Kayla. "Hari ini mungkin aku akan sibuk sampai malam, jadi aku akan serahkan Ibu padamu."Setelah mengatakan itu, Theo berbalik dan berkata kepada Parlin di sampingnya, "Ayo pergi."Parlin mengangguk kepada Kayla. "Oke, Nyonya.""..."Kayla merasa ini bukan apa yang ingin Theo katakan pada awalnya, tetapi karena pria itu menyela, dia langsung mengubah kata-katanya. Kayla mengerutkan kening dengan dan memutar matanya ke arah pria sialan itu. Sayangnya, pria itu sudah pergi dan tidak kelihatan lagi.Di samping ranjang rumah sakit, Galih duduk di kursi dengan wajah lelah. Dia memegang tangan Evi dan matanya tertuju padanya. Awalnya Kayla ingin membujuknya untuk pulang dan beristirahat sebentar, tetapi setelah melihat adegan itu, dia pun menutup mulut dengan bijak. "Ayah, aku akan pulang dan mengambilkan baju ganti untuk Ibu."Galih berkata, "Oke, dia nggak suka pakai pakaian luar saat tidur. Kamu juga bisa bantu bawakan piamanya ...."
Evi terbangun pada tengah malam, situasi di sekeliling sangat sunyi dan gelap. Hampir semua lampu di dalam bangsal dimatikan, hanya tersisa sebuah lampu di sudut ruangan. Setelah mengamati untuk cukup lama, Evi baru bisa melihat keadaannya sendiri.Dia membuka mulutnya. Melihat sosok yang tidur di sofa, dia pun berseru, "Galih."Entah sudah berapa lama dia terlelap. Saat ini, tenggorokannya sangat kering, bahkan suaranya pun sangat pelan. Suaranya tidak membangunkan sosok yang sedang tidur di sofa, tetapi terdengar gerakan di sampingnya. Sebuah tangan ramping sedang menyodorkan sedotan ke bibirnya. Karen sangat haus, Evi pun menyesap beberapa teguk.Air hangat mengalir melalui tenggorokannya. Pada akhirnya, rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh tenggorokannya yang kering pun mereda. Setelah merasa baikan, Evi berkata, "Kenapa kamu nggak menyuruh Kayla pulang? Tidur di sofa sangat nggak nyaman, besok dia masih harus bekerja, dia nggak boleh kurang tidur."Lampu yang menyala hanya bisa
Kayla menoleh ke arah yang ditatap Bella. Theo dikelilingi oleh sekelompok orang dan Giselle berdiri tepat di samping Theo, dia meletakkan sepasang tangannya di depan perut.Ini adalah pertama kalinya Giselle menghadiri acara seperti ini. Meskipun dia menegakkan punggung untuk menghilangkan rasa gugupnya, pergaulannya yang terbatas membuatnya tidak bisa tampil santai seperti para anak orang kaya lainnya. Oleh karena itu, dia pun tidak bisa berbaur dengan mereka. Dia tampak seperti orang asing, bahkan rambutnya pun tidak memenuhi standar untuk bergaul dengan mereka.Jadi, sekalipun Giselle berpenampilan dan berperilaku seperti Kayla, Giselle tidak bisa tampil persis sepertinya. Dia memang jatuh miskin, tetapi saat itu dia sudah remaja. Sebelumnya, dia juga mempelajari tata krama keluarga kelas atas.Melihat Kayla sama sekali tidak kaget, Bella pun bertanya, "Kamu tahu Theo akan membawa Giselle datang? Eh, dengan status Keluarga Klinton, jangankan acara pertunangan putri mereka, sekalipu
Kayla memandang kolam renang di depannya, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya.Giselle berdiri tepat di belakangnya. Begitu mengangkat mata, Giselle dapat melihat punggungnya yang lapang. Tempat ini tidak terpencil, tetapi karena kemunculan Theo hari ini, semuanya berkumpul di aula untuk berinteraksi dengannya.Status para tamu yang datang hari ini setara dengan Keluarga Klinton. Biasanya, jangankan menghadiri acara yang sama dengan Theo, mereka bahkan tidak memiliki kesempatan untuk melihat Theo dari kejauhan. Tentu saja, mereka tidak akan melewatkan kesempatan yang sulit diperoleh ini.Angin yang bertiup melalui dedaunan menimbulkan suara desiran.Giselle perlahan-lahan mengangkat tangannya yang tergantung di sisi badannya.Hatinya tidak jahat. Sekalipun hidupnya sulit, karakternya tidak terpengaruhi. Setelah tamat kuliah, dia bahkan ingin mengandalkan diri sendiri untuk meraih kesuksesan. Jadi, mengingat hal yang akan dia lakukan berikutnya, dia panik dan ketakutan. Namun, dia
Giselle merasa dirinya akan segera meninggal. Kehabisan napas dan tersedak air membuatnya tidak memiliki tenaga untuk meronta. Melalui percikan air, dia dapat melihat Kayla yang berdiri di tepi kolam. Saat ini, Kayla yang memakai gaun mewah dan perhiasan yang tak ternilai harganya memampangkan ekspresi dingin sambil menyaksikannya meronta di dalam air.Perasaan menyedihkan dan memalukan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya menyelimuti hatinya.Kalau kali ini dia selamat ....Dia pasti ....Pasti apa? Pikirannya mulai kacau. Anggota tubuhnya pun melemas."Buk."Sesuatu menghantam Giselle, tetapi dia tidak merasa sakit. Benda itu agak lembut, dia berusaha keras untuk membuka mata dan melihat sebuah pelampung berwarna merah muda. Dalam situasi seperti ini, dia tidak sempat memikirkan soal siapa yang melemparkan pelampung itu. Dia berusaha keras untuk meraih pelampung itu agar dirinya tidak tenggelam.Setelah terbebas dari bahaya, suasana hati Giselle menjadi jauh lebih tenang. Dia men
Orang yang bertugas untuk menutup pintu menekan pintu mobil dengan kuat agar Theo tidak bisa masuk. Darah merah merembes dari area tangan yang terjepit dan menodai pakaiannya.Dalam situasi seperti ini, sekalipun dia bisa menaklukkan sepuluh orang sendirian, dia tidak memiliki kesempatan untuk bertindak. Oleh karena itu, dia hanya bisa membujuk mereka.Kayla melirik pintu mobil dengan tidak tega. Sayang sekali, dia hampir meraih pegangan pintu. "Theo, lepaskan."Darah terus menetes ke kusen pintu. Kalau terus dibiarkan seperti ini, tangan Theo benar-benar akan patah.Dia tidak tahu apakah Theo mendengar ucapannya. Setelah dia selesai berbicara, dia jatuh pingsan.Orang yang sedang mengemudikan mobil meluangkan waktu untuk melirik ke belakang. Dia berteriak dengan kesal dan marah, "Sial, buat dia pingsan dan tarik ke dalam mobil."Mereka adalah sekelompok orang yang terpuruk. Mereka tidak pernah mendengar soal Theo, tetapi saat menerima tugas ini, mereka langsung mencari informasi yang
Kayla malas menenteng tas dan tidak terdapat kantong penyimpanan di gaun yang dikenakannya hari ini, jadi dia pun meletakkan ponselnya di tas Bella. Kalau tahu akan seperti ini, dia pasti akan membawa ponselnya.Namun, kemungkinan besar orang yang menculik mereka tidak akan meninggalkan ponsel untuk mereka. Dia tidak berharap banyak."Nggak ada." Theo memakai setelan pas badan. Sekilas, dia dapat merasakan apakah ada ponsel di tubuhnya.Begitu mereka berhenti berbicara, sekeliling menjadi sangat sunyi. Meskipun Kayla tidak takut dikurung di ruangan yang sesak dan gelap, dia takut dengan hantu. Di serial drama, hantu paling menyukai tempat gelap, seram dan kumuh seperti ini.Dia berusaha keras untuk memindahkan bangku ke samping Theo. Setelah berdempetan dengan Theo, rasa takutnya pun mereda."Em ...." Theo berdesah.Kayla agak kebingungan. Ternyata dia menimpa lengan Theo yang terluka, dia buru-buru menjauh sambil berkata, "Maaf, aku lupa tanganmu terluka."Sebenarnya dia ingat, tetapi