Theo menjawab, "Segera."Entah apakah itu ilusi Kayla, tetapi dia selalu merasa Theo ragu sejenak saat mengatakan ini.Dalam hal pemahaman, Evi sebagai seorang ibu mengenal putranya lebih baik. Dia bisa melihat sekilas ada sesuatu yang salah dengan putranya. Raut wajahnya menjadi muram, tetapi wajahnya menunjukkan senyuman penuh kasih sayang saat melihat ke arah Kayla. "Kayla, aku agak lapar. Bisakah kamu membelikanku dua potong kue?"Begitu Kayla pergi, wajah Evi menjadi muram dan dia bertanya kepada Theo dengan dingin, "Apa pendapatmu tentang pernikahan ini? Sudah kubilang, kalau kamu berani melakukan trik apa pun, aku akan menghancurkan selangkanganmu. Aku hanya mengenali Kayla sebagai menantu kami dan nggak ada orang lain."Evi juga pernah mendengar tentang skandal itu beberapa waktu lalu dan ternyata wanita itu terlihat agak mirip dengan Raline. Benar-benar sial. Kalau bukan karena Kayla tidak memedulikannya dan takut tindakan ikut campurnya akan memengaruhi hubungan antara keduan
Kedua pria itu saling menatap sejenak. Theo mengangguk dan berkata, "Terima kasih."Setelah mengatakan itu, Theo berjongkok dan memeriksa Evi. "Bu, sekarang bagaimana perasaanmu?"Kondisi Evi membaik setelah minum obat, dia meraih pria Theo dan menunjuk ke arah menghilangnya pria itu. "Adam, barusan."Galih takut Evi terlalu gelisah dan jantungnya akan kumat lagi, jadi dia menyela dan berkata, "Evi, Adam sudah mati. Dia sudah mati lebih dari 20 tahun yang lalu. Polisi telah menguji DNA dan itu pasti dia.""Itu dia. Aku nggak mungkin salah mengenali orang. Orang tadi pasti Adam."Tidak ada yang akan memanggilnya "gadis" kecuali dia.Evi tidak tahu mengapa Adam akan muncul di hadapannya lagi di Kota Bapura setelah 20 tahun, tetapi dia jelas tidak punya niat baik.Dia hanya orang mesum dan orang mesum tidak punya niat baik.Melihat Evi menjadi gelisah lagi, Theo buru-buru memegang tangannya untuk menghiburnya, "Oke, aku akan memeriksanya dan aku akan meminta seseorang untuk mengatur kamer
Theo mengangkat tangan dan mengusap bagian atas rambut Kayla. "Hari ini mungkin aku akan sibuk sampai malam, jadi aku akan serahkan Ibu padamu."Setelah mengatakan itu, Theo berbalik dan berkata kepada Parlin di sampingnya, "Ayo pergi."Parlin mengangguk kepada Kayla. "Oke, Nyonya.""..."Kayla merasa ini bukan apa yang ingin Theo katakan pada awalnya, tetapi karena pria itu menyela, dia langsung mengubah kata-katanya. Kayla mengerutkan kening dengan dan memutar matanya ke arah pria sialan itu. Sayangnya, pria itu sudah pergi dan tidak kelihatan lagi.Di samping ranjang rumah sakit, Galih duduk di kursi dengan wajah lelah. Dia memegang tangan Evi dan matanya tertuju padanya. Awalnya Kayla ingin membujuknya untuk pulang dan beristirahat sebentar, tetapi setelah melihat adegan itu, dia pun menutup mulut dengan bijak. "Ayah, aku akan pulang dan mengambilkan baju ganti untuk Ibu."Galih berkata, "Oke, dia nggak suka pakai pakaian luar saat tidur. Kamu juga bisa bantu bawakan piamanya ...."
Evi terbangun pada tengah malam, situasi di sekeliling sangat sunyi dan gelap. Hampir semua lampu di dalam bangsal dimatikan, hanya tersisa sebuah lampu di sudut ruangan. Setelah mengamati untuk cukup lama, Evi baru bisa melihat keadaannya sendiri.Dia membuka mulutnya. Melihat sosok yang tidur di sofa, dia pun berseru, "Galih."Entah sudah berapa lama dia terlelap. Saat ini, tenggorokannya sangat kering, bahkan suaranya pun sangat pelan. Suaranya tidak membangunkan sosok yang sedang tidur di sofa, tetapi terdengar gerakan di sampingnya. Sebuah tangan ramping sedang menyodorkan sedotan ke bibirnya. Karen sangat haus, Evi pun menyesap beberapa teguk.Air hangat mengalir melalui tenggorokannya. Pada akhirnya, rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh tenggorokannya yang kering pun mereda. Setelah merasa baikan, Evi berkata, "Kenapa kamu nggak menyuruh Kayla pulang? Tidur di sofa sangat nggak nyaman, besok dia masih harus bekerja, dia nggak boleh kurang tidur."Lampu yang menyala hanya bisa
Kayla menoleh ke arah yang ditatap Bella. Theo dikelilingi oleh sekelompok orang dan Giselle berdiri tepat di samping Theo, dia meletakkan sepasang tangannya di depan perut.Ini adalah pertama kalinya Giselle menghadiri acara seperti ini. Meskipun dia menegakkan punggung untuk menghilangkan rasa gugupnya, pergaulannya yang terbatas membuatnya tidak bisa tampil santai seperti para anak orang kaya lainnya. Oleh karena itu, dia pun tidak bisa berbaur dengan mereka. Dia tampak seperti orang asing, bahkan rambutnya pun tidak memenuhi standar untuk bergaul dengan mereka.Jadi, sekalipun Giselle berpenampilan dan berperilaku seperti Kayla, Giselle tidak bisa tampil persis sepertinya. Dia memang jatuh miskin, tetapi saat itu dia sudah remaja. Sebelumnya, dia juga mempelajari tata krama keluarga kelas atas.Melihat Kayla sama sekali tidak kaget, Bella pun bertanya, "Kamu tahu Theo akan membawa Giselle datang? Eh, dengan status Keluarga Klinton, jangankan acara pertunangan putri mereka, sekalipu
Kayla memandang kolam renang di depannya, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya.Giselle berdiri tepat di belakangnya. Begitu mengangkat mata, Giselle dapat melihat punggungnya yang lapang. Tempat ini tidak terpencil, tetapi karena kemunculan Theo hari ini, semuanya berkumpul di aula untuk berinteraksi dengannya.Status para tamu yang datang hari ini setara dengan Keluarga Klinton. Biasanya, jangankan menghadiri acara yang sama dengan Theo, mereka bahkan tidak memiliki kesempatan untuk melihat Theo dari kejauhan. Tentu saja, mereka tidak akan melewatkan kesempatan yang sulit diperoleh ini.Angin yang bertiup melalui dedaunan menimbulkan suara desiran.Giselle perlahan-lahan mengangkat tangannya yang tergantung di sisi badannya.Hatinya tidak jahat. Sekalipun hidupnya sulit, karakternya tidak terpengaruhi. Setelah tamat kuliah, dia bahkan ingin mengandalkan diri sendiri untuk meraih kesuksesan. Jadi, mengingat hal yang akan dia lakukan berikutnya, dia panik dan ketakutan. Namun, dia
Giselle merasa dirinya akan segera meninggal. Kehabisan napas dan tersedak air membuatnya tidak memiliki tenaga untuk meronta. Melalui percikan air, dia dapat melihat Kayla yang berdiri di tepi kolam. Saat ini, Kayla yang memakai gaun mewah dan perhiasan yang tak ternilai harganya memampangkan ekspresi dingin sambil menyaksikannya meronta di dalam air.Perasaan menyedihkan dan memalukan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya menyelimuti hatinya.Kalau kali ini dia selamat ....Dia pasti ....Pasti apa? Pikirannya mulai kacau. Anggota tubuhnya pun melemas."Buk."Sesuatu menghantam Giselle, tetapi dia tidak merasa sakit. Benda itu agak lembut, dia berusaha keras untuk membuka mata dan melihat sebuah pelampung berwarna merah muda. Dalam situasi seperti ini, dia tidak sempat memikirkan soal siapa yang melemparkan pelampung itu. Dia berusaha keras untuk meraih pelampung itu agar dirinya tidak tenggelam.Setelah terbebas dari bahaya, suasana hati Giselle menjadi jauh lebih tenang. Dia men
Orang yang bertugas untuk menutup pintu menekan pintu mobil dengan kuat agar Theo tidak bisa masuk. Darah merah merembes dari area tangan yang terjepit dan menodai pakaiannya.Dalam situasi seperti ini, sekalipun dia bisa menaklukkan sepuluh orang sendirian, dia tidak memiliki kesempatan untuk bertindak. Oleh karena itu, dia hanya bisa membujuk mereka.Kayla melirik pintu mobil dengan tidak tega. Sayang sekali, dia hampir meraih pegangan pintu. "Theo, lepaskan."Darah terus menetes ke kusen pintu. Kalau terus dibiarkan seperti ini, tangan Theo benar-benar akan patah.Dia tidak tahu apakah Theo mendengar ucapannya. Setelah dia selesai berbicara, dia jatuh pingsan.Orang yang sedang mengemudikan mobil meluangkan waktu untuk melirik ke belakang. Dia berteriak dengan kesal dan marah, "Sial, buat dia pingsan dan tarik ke dalam mobil."Mereka adalah sekelompok orang yang terpuruk. Mereka tidak pernah mendengar soal Theo, tetapi saat menerima tugas ini, mereka langsung mencari informasi yang
Sembari berbicara, Lilya terus melirik Celine dengan sudut mata. Sekarang, dia sangat merasa bersalah dan ingin melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Karena emosi ini, Lukas yang selalu diutamakan sejak kecil pun turun pangkat.Namun, Lukas tidak tahu apa-apa. Dia membelalakkan matanya dengan kaget sambil bertanya dengan kesal, "Bu, racun apa yang dia berikan pada Ibu sampai membuat Ibu membelanya seperti ini? Lihatlah luka di wajahku ini, ini yang namanya menguji?"Sembari berbicara, dia membungkuk untuk memperlihatkan memarnya pada Lilya. "Dia ingin membunuhku, Ibu masih membelanya."Hasan yang berada di dalam ruangan mendengar ucapan ini, dia mengerutkan kening sambil berkata, "Diam kamu, kamu itu pria, luka sekecil ini membuatmu menjerit seperti ini?"Dia menatap wajah Lukas yang dipenuhi dengan memar sambil berkata dengan nada menghina, "Dipukuli oleh wanita masih berani mengadu.""Lalu apa yang bisa lakukan? Ayah nggak mengizinkanku memukul wanita, apa lagi yang bisa kula
Percakapan macam apa ini? Carlos tidak sanggup? Masih perlu membuktikan?Revin diam-diam mengangkat sekat, dia takut Carlos akan membungkamnya. Dengar-dengar, kebanyakan pria yang kekurangan dalam hal tersebut memiliki gangguan mental, pantas saja sifat Carlos sangat aneh.Di kursi belakang, Carlos menatap Celine dengan tajam, seolah-olah ingin menggali dua lubang di tubuh Celine. "Kamu nggak puas dengan keterampilanku?"Celine berpikir sejenak sebelum menjawab dengan serius, "Delapan dari sepuluh kali kamu hanya berbaring, apa kamu pantas menanyakan hal seperti ini?""Aku hanya berbaring diam? Siapa yang meminta berhenti di tengah proses? Siapa yang pergi setelah dirinya terpuaskan?" Dia menatap Celine sambil tersenyum dingin. "Celine, semoga kelak kamu nggak nangis."Jarak hotel itu tidak jauh. Ketika mereka masih berbicara, mobil sudah berhenti.Carlos berkata, "Turun.""Untuk apa?" Celine tidak menyangka Carlos akan menggunakan alasan bertemu dengan Hasan untuk membawanya ke hotel.
Di bawah penerangan cahaya, Celine membantu Lyon merapikan celana dan Lyon pun menunduk untuk menatapnya. Jalanan yang terlihat melalui jendela di belakangnya. Terkadang, ada pejalan kaki yang lewat dengan kepala tertunduk sehingga membuat suasana di toko menjadi lebih hangat.Lyon menatap cermin berulang kali, lalu berkata dengan serius, "Bagus."Celine mengangguk. "Bayar pakai kartu atau QRIS?"Ekspresinya sangat datar, dia sama sekali tidak terlihat gembira saat ada yang memuji karyanya. Singkatnya, dia tidak tampak seperti desainer, melainkan seperti robot penghasil uang yang tidak berperasaan.Lyon tertegun sejenak, lalu berkata sambil tersenyum pasrah, "Kamu ....""Celine." Terdengar suara Carlos dari pintu.Celine menoleh ke arah datangnya suara. Carlos berdiri di bawah lampu, sosoknya yang tinggi, ekspresinya yang muram dan suaranya yang berat memancarkan suatu aura mendominasi. Celine mengerutkan kening sambil bertanya dengan acuh tak acuh, "Ada urusan apa datang ke sini?"Set
Mendengar ucapannya, Merlin membelalakkan matanya dengan kaget. Masalah ini tidak boleh dibicarakan di depan orang tuanya, sekarang, tindakan sekecil apa pun dapat menghancurkan harapan terakhirnya.Dia sudah berusaha keras selama bertahun-tahun untuk membangun citra gadis baik, tidak boleh dirusak begitu saja."Kamu masih tahu malu, nggak? Di satu sisi, kamu nggak berharap merasakan kasih sayang dari mereka, tapi di sisi lain, kamu malah mengadu. Tindakanmu ini disebut munafik."Celine mendengus dingin. Dia sama sekali tidak menyembunyikan niatnya, dia ingin memanfaatkan Keluarga Tomson untuk mencapai tujuannya. "Kalau aku nggak meminta orang lain menaklukkanmu, apa aku harus mengambil pisau dapur dan bertarung nyawa denganmu? Merlin, sadarlah, sekarang masyarakat dikendalikan oleh hukum."Merlin tercengang.Kata-kata yang dilontarkan Celine bagaikan sindiran untuk diri sendiri. Masyarakat hukum? Dia mencelakai begitu banyak orang, beraninya mengatakan masyarakat dikendalikan oleh huk
Tentu saja, Carlos tidak akan melakukan apa pun pada Celine. Baik dari segi didikan maupun karakter yang tertanam dalam dirinya, dia tidak akan melakukan hal tidak senonoh seperti memerkosa wanita.Selain itu, dia menemukan Celine bukan sengaja memprovokasinya, melainkan benar-benar tidak bereaksi terhadap sentuhannya.Kening Carlos diselimuti dengan hawa dingin, tatapannya yang tajam tertuju pada badan Celine. Pakaian Celine berantakan, leher dan lengan Celine dipenuhi dengan bekas merah. Celine pun menatapnya dengan linglung, seolah-olah baru dilecehkan secara brutal.Jelas-jelas dia tidak mengerahkan banyak tenaga, bahkan sudah mengontrol tenaganya, tetapi bekas sekecil apa pun tampak sangat mencolok di kulit putih Celine.Carlos mengatupkan bibirnya untuk menahan suatu emosi yang tak dapat diluapkan, lalu mengulurkan tangannya untuk membuka laci di samping tempat tidur. Memang benar, terdapat beberapa botol obat. Setelah beberapa saat, dia baru mengucapkan satu kalimat, "Celine, ka
Melihatnya marah, Ratna yang berada di samping pun berkata dengan getir, "Pak, Nyonya sudah tidur."Carlos hanya melirik Ratna dan langsung naik ke atas dengan galak. Saat melewati ruang tamu, dia melihat dua lembar kertas A4 di atas meja. Meskipun dia tidak melihat tulisan di atas kertas dengan jelas, dia tahu kata-kata apa yang tertera di atas kertas.Pembuluh darah di wajahnya berkedut. Dia bertanya dengan nada dingin, "Apa juga ada di meja makan? Dia meletakkan kertas itu di setiap tempat yang aku lalui?"Ratna tidak bersuara, artinya dia membenarkan dugaan Carlos.Setelah terdiam selama beberapa menit, Carlos tertawa dengan marah. Celine bertekad untuk menceraikannya?Dia bergegas ke atas dengan ekspresi dingin. Seketika, percikan api di hatinya langsung menyala saat mengetahui Celine mengunci pintu. Dia menahan amarahnya, lalu mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu.Setelah beberapa saat, pintu terbuka. Celine menahan pintu agar Carlos tidak bisa masuk. "Ada urusan apa?"Carlo
Shanny baru sadar kamera ponselnya mengarah ke belakang orang-orang itu. Dia mengangkat ponselnya dan berjalan ke hadapan orang-orang itu dengan santai. "Astaga, kok bisa dipukuli sampai memar seperti ini, mungkin ibu kandungmu pun nggak mengenalimu lagi."Celine pun tidak bisa mengenali orang itu sebelum mendengar suara memohon yang familier. "Nona Celine, Nona Celine, kami sudah tahu salah, kami nggak seharusnya menindasmu. Tolong ampuni kami, tolong minta Paman Hasan jangan pergi mencari orang tua kami lagi."Dia membela diri dengan terisak-isak. Kalau dia masih memiliki cara lain, seorang pria dewasa sepertinya tidak akan memohon ampun di pinggir jalan. Meskipun reputasinya buruk dan dia tidak terlalu mementingkan harga diri, siapa yang akan menginjak harga diri sendiri?"Aku memang pernah memukulmu dulu, tapi kamu juga memukulku. Bisa dibilang kita hanya berselisih, bukan menindas secara sepihak. Beberapa waktu lalu kamu mematahkan satu kakiku dan aku pun nggak pergi mencarimu."S
Sepertinya suasana hati Celine sangat baik, dia meluapkan semua emosinya yang terpendam selama ini. Dia menopang dagunya sambil melebarkan senyuman di sudut bibirnya. Dari sisi mana pun, senyuman ini tampak sangat provokatif dan bibir merahnya sedikit terbuka.Melihatnya hendak mengatakan sesuatu, Carlos mengerutkan kening dan langsung menyelanya, "Diam."Dia hanya bisa berpikir bahwa Celine sengaja membuatnya kesal karena sudah dicueki selama dua tahun ini. "Dulu siapa yang bersikeras ingin menikah denganku?"Celine mengangkat kepalanya untuk meneguk habis arak di dalam gelas. Cairan dingin mengalir ke tenggorokannya dan masuk ke perutnya. Detik berikutnya, sensasi terbakar pun menyebar dari perutnya ke sepanjang pembuluh darah di tubuhnya.Perlahan-lahan muncul rona merah di kulit putihnya. Matanya berkilau, seolah-olah sedang dimasuk cinta.Melihat gelas kosong di tangan Celine, kerutan di alis Carlos menjadi makin dalam. "Apa kamu sapi? Siapa yang mengajarimu cara meminum arak?"Aw
Carlos hendak membungkuk untuk memeriksa kondisi Merlin. Mendengar ucapan ini, dia tidak tahu apakah dirinya harus melanjutkan tindakannya.Lilya yang berada di luar mendengar kebisingan dari kamar Celine. Dia mengira Celine terjatuh karena tidak leluasa bergerak, dia bergegas memasuki kamar. "Celine, ada apa?"Begitu selesai berbicara, dia langsung melihat Merlin yang terbaring diam di atas lantai. "Merlin ... kok bisa pingsan? Carlos, cepat telepon ambulans. Hasan, Hasan ...."Celine menyela teriakannya. "Dia pura-pura."Lilya berhenti berteriak, dia menatap Celine dengan kaget. "Kalau nggak percaya, tusukkan saja beberapa jarum ke tubuhnya. Kujamin dia akan melompat tinggi."Setelah dia selesai berbicara, Merlin yang berbaring di lantai mengerang pelan dan tampak sangat kesakitan. Dia memegang kepalanya sambil membuka mata. Begitu membuka mata, dia melihat sekeliling dan pada akhirnya pandangannya tertuju pada Carlos. "Kak Carlos, ada apa denganku?"Carlos tertegun.Begitu pula deng