Ketika Reynaldi kembali, dia melihat Cessa duduk termenung di ruang tamu."Tuan Muda Andrew baru saja menelepon dan mengatakan nggak menyukaimu. Apa kamu menolaknya?"Ketika Reynaldi melamar itu, dia membawa foto Cessa, Andrew melihatnya sekilas, mengatakan itu tidak buruk dan setuju untuk bertemu.Sepertinya Andrew berminat pada putrinya, kenapa setelah bertemu tiba-tiba dia tidak menyukainya. Reynaldi, yang sudah sangat berharap, tidak mengerti apa masalahnya."Ayah, Andrew berkata meskipun kita menikah dengannya, dia nggak akan memberikan sumber daya apa pun kepada Keluarga Naula."Ketika Reynaldi mendengar ini, alisnya yang tebal berkerut, tetapi dia meletakkan mantelnya tanpa komitmen dan duduk di hadapan Cessa."Selama kamu menikah dan berhubungan baik dengan Tuan Muda Andrew itu, perlahan-lahan dia akan memberikannya padamu.""Andrew terlihat mudah diajak bicara, tetapi dia punya prinsip yang sulit diatur, nggak mungkin menyerah pada seorang wanita.""Kamu hanya bertemu denganny
Zeno merasa sangat berkecamuk. Dia harus pergi saat ini juga, tetapi kakinya tidak menuruti perintahnya."Bagaimana kabarmu ... dan Tuan Muda Andrew?""Cukup baik. Beberapa hari lagi kami akan menikah."Zeno tertegun, lalu melompat dari ambang jendela, meraih bahu Cessa dan berkata dengan cemas,"Kamu baru bertemu dengannya sekali, tapi kamu sudah mau menikah dengannya. Kamu harus berkencan dengannya setidaknya selama setengah tahun dulu untuk mengenal dia dengan baik. Belum terlambat kalau kamu baru mau menikah habis itu ....""Itu 'kan bukan urusanmu?"Respons Cessa yang tenang sontak membuat Zeno terdiam.Dia menatap mata Cessa untuk waktu yang lama, lalu mengumpulkan keberanian untuk memeluknya."Jangan menikah dengannya."Cessa mencoba mendorongnya menjauh, tetapi Zeno memeluknya lebih erat."Kamu lucu sekali. Kamu nggak menyukaiku, tapi malah ke sini dan melarangku menikah dengan orang lain. Kamu nggak gila, 'kan?"Zeno menunduk dan menyandarkan dagunya di bahu Cessa, lalu mengec
Tidak lama kemudian, Zeno kembali. Kali ini, Cessa sedang duduk di sofa sambil menangis.Ini pertama kalinya Zeno melihat Cessa menangis. Sepertinya Cessa sedang sangat sedih. Zeno bergegas mendekat dan berjongkok di depan Cessa, lalu menyeka air mata wanita itu."Maaf, maaf .... Tadi cara bicaraku kasar banget ...."Cessa merasa sangat malu. Jelas-jelas dia merasa kecewa dengan Zeno, tetapi amarahnya langsung reda begitu melihat Zeno kembali menemuinya.Cessa sangat membenci dirinya yang seperti ini, tetapi perasaannya benar-benar bergantung pada Zeno. Setiap tindakan Zeno akan dengan mudah memengaruhinya.Karena Cessa tidak bisa berhenti menangis, Zeno pun sontak memeluk Cessa dengan panik. Zeno menepuk-nepuk punggung Cessa dan menggenggam tangan wanita itu sambil berulang kali menyuruh Cessa untuk menamparnya saja."Tampar saja aku sepuasmu, yang penting kamu nggak akan nangis lagi ...."Cessa menatap pipi kanan Zeno yang bengkak, lalu mengelusnya dengan rasa bersalah."Sakit nggak?
Berlutut?Apa Jihan juga berlutut saat meminta Wina kembali kepadanya?Zeno menatap lututnya. Selama ini dia hanya berlutut untuk berdoa dan sebagai bentuk menghormati orang tuanya, tetapi masa dia berlutut di depan Cessa!Malam itu, Zeno berlutut di atas karpet yang lembut sambil menggenggam tangan Cessa dan memohon padanya."Maafkan aku, aku berjanji nggak akan memanfaatkanmu lagi ...."Cessa mendorong tangan Zeno, lalu menatap pria itu sambil menyilangkan tangan di depan dadanya."Apa kamu benar-benar harus pergi setelah lima bulan?"Zeno tidak punya pilihan, dia memang harus pergi."Selama aku bisa kembali, aku akan menikahimu."Cessa menghela napas dalam-dalam mendengar sumpah Zeno.Dia tidak menanyakan ke mana Zeno harus pergi, dia hanya balas mengangguk.Karena Cessa menyukai Zeno, dia harus memberanikan diri mencintai pria itu walaupun akhir cerita mereka mungkin tidak bahagia. Cessa bukanlah seorang pengecut.Zeno tidak menyangka berlutut seperti ini akan berguna. Dia berterim
Sementara itu, di Keluarga Lionel. Selain Aulia dan orang tuanya, Jihan, Leona, Jefri dan yang lain juga hadir.Jihan awalnya ingin membawa Wina bersamanya, tetapi Wina mengatakan bahwa proyek terakhir Vera berhubungan dengan Keluarga Ivoron.Wina takut setelah hadir sebagai istri Jihan, dia akan ketahuan ketika dia pergi menemui Keluarga Ivoron untuk mendiskusikan proyek dengan identitasnya sebagai Vera, jadi dia tidak datang.Setelah Andrew bertemu Cessa, dia kembali ke Alvinna dan bertemu dua orang lagi. Karena dia tidak menemukan calon yang cocok, kakeknya pun mengenalkannya pada Keluarga Lionel.Kakeknya sangat menyukai gaya Keluarga Lionel dalam melakukan sesuatu, sementara Andrew mengagumi kemampuan Jihan dalam mendominasi dunia bisnis.Jihan berbeda dari yang lain, dia sama sekali tidak mengandalkan perjodohan atau kekuatan harta, tetapi fokus pada kemajuan proyek dan kemampuannya.Adik laki-laki Jihan, Jun, juga merampas beberapa proyek dari tangan Keluarga Ivoron saat memasuk
Jefri menyingsingkan lengan bajunya hendak memukuli Andrew, tetapi Leona menahannya. "Tuan Muda Andrew, kamu belum main-main di Kota Aster, 'kan? Gimana kalau Aulia temani jalan-jalan? "Andrew berpura-pura tidak peduli dan berhenti mengasihani Jefri. "Ya, ini pertama kalinya aku ke sini. Tolong Nona Aulia ajak aku jalan-jalan."Aulia segera berdiri. "Kalau gitu, aku akan mengajakmu ke pantai untuk melihat pemandangan."Andrew mengiakan dengan sopan, lalu bangkit berdiri dan hendak berjalan pergi ketika Jefri tiba-tiba ikut berdiri. "Aku ikut kalian."Leona meraih lengan bajunya dan menarik Jefri kembali ke sofa. "Aulia, kamu ajak Tuan Muda Andrew jalan-jalan saja. Ada yang ingin kubicarakan dengan kakakmu."Aulia melirik wajah pucat kakaknya, dia penasaran kenapa Jefri begitu menentang Andrew.Namun, tetap saja Aulia harus menghormati Andrew. Jika tidak, bisa-bisa dia dianggap tidak sopan.Aulia pun membuat gestur mempersilakan kepada Andrew. "Ayo, Tuan Muda Andrew, biar kuantar berke
Setelah Jihan bertemu Andrew, dia kembali ke Bundaran Blue Bay. Wina sedang mengajari Gisel mengerjakan pekerjaan rumahnya. Begitu melihat Jihan pulang, Wina segera melangkah maju dan mengambil mantel yang Jihan lepas."Bagaimana?"Wina menyerahkan mantel Jihan kepada pelayan yang menunggu, lalu berjinjit dan membantu membuka kemeja dan dasi Jihan. Jihan pun mencium Wina yang begitu perhatian."Ih, malu ...."Gisel sedang berbaring di atas meja sambil menulis. Dia menutupi matanya, tetapi sengaja mengintip kemesraan Wina dan Jihan dari celah jemarinya."Veraya, kembalilah ke kamarmu."Jihan mengedikkan dagunya ke arah Gisel."Paman nyebelin banget ..." keluh Gisel dengan kesal.Meskipun begitu, tetap saja Gisel menurut. Dia mengambil pekerjaan rumahnya, lalu berlari ke kamarnya.Setelah Gisel kembali ke kamar, Jihan memeluk Wina dan berkata, "Sekarang saatnya kamu mengumpulkan PR-mu, 'kan?"Wina yang bersandar di pelukan Jihan pun mengelus wajah tampan Jihan. "Kamu ingin aku menyerahka
Jihan menghabiskan semalaman untuk menjawab soal itu. Saat memalingkan pandangannya dari komputer, dia melihat Wina sudah tertidur pulas sambil bersandar di sofa dan diselimuti.Jihan tersenyum menatap sosok Wina yang tampak begitu cantik dan menawan di bawah sinar matahari.Setelah menatap Wina seperti ini beberapa saat, Jihan berdiri dan berjalan ke arah Wina, lalu menyodok-nyodok pipi Wina. "Ayo bangun."Wina mendorong tangan Jihan menjauh, lalu berbalik badan memunggungi Jihan. "Ssst, aku ngantuk ...."Jihan pun membungkuk dan berkata dengan sabar, "Ayo tepati janjimu. Berikan hadiahnya kepadaku setelah aku selesai menjawab soalnya."Jantung Wina yang sudah setengah sadar pun sontak berdebar dengan kencang, tetapi dia berpura-pura tetap tidur. "Aku ngantuk banget, Sayang. Ini sudah larut ...."Jihan pun terkekeh. "Sayang, kalau ditunda bayarannya jadi dua kali lipat loh.""Ya sudah, dua kali lipat," jawab Wina sambil mengangguk dengan tidak peduli.Nanti malam Wina tinggal menipu J