Jodie sontak menjadi lebih tenang. Seingatnya dari hasil penyelidikan, anggota Organisasi Shallon biasanya bertindak secara rahasia dan tidak pernah terang-terangan.Namun, mereka hanya memakai topeng saat beraktivitas. Saat melepas topeng, mereka juga tetap bisa saling berinteraksi. Jadi, bagi yang belum pernah melihat wajah asli para anggota, mana mungkin bisa mengenali mereka di saat mereka melepas topeng masing-masing?Itu sebabnya Jodie masih ragu meskipun Vian sudah berkata seperti itu."Nggak peduli apa yang kamu katakan, pokoknya sekarang aku curiga kamu dan Jihan sama-sama anggota Organisasi Shallon!""Anggota organisasi apaan?"Tiba-tiba, terdengar suara dingin Jihan dari belakang mereka.Mereka semua menoleh menatap ke arah sumber suara. Jihan sedang berjalan menghampiri mereka.Ketika pria setinggi 190 sentimeter itu berdiri di depan mereka di bawah terik matahari sore, bayangan besar pun muncul yang terkesan sangat mendominasi."Kamu bilang apa barusan?"Jodie-lah yang ber
Jihan segera turun tangan menyelesaikan masalah tersebut.Ketika Jodie mendapat informasi bahwa Vian bukanlah anggota Organisasi Shallon, dia benar-benar bingung.Jodie pun melirik ke arah Jihan. Ini adalah Kota Aster, wilayah kekuasaan Jihan.Namun, yang menyampaikan informasi tersebut adalah petugas polisi dari luar negeri yang khusus menyelidiki Organisasi Shallon dan tidak terlibat dalam penyelidikan dalam negeri.Jihan memang memiliki jaringan intelijen yang luas, tetapi tidak mungkin sampai sehebat ini, bukan?Lagi pula, Jodie juga tidak melihatnya menelepon siapa-siapa.Tidak mungkin Jihan sudah tahu sebelumnya, lalu datang ke kantor polisi untuk berpura-pura dan mengatur segalanya sebelumnya, bukan?Jodie benar-benar kebingungan. Seandainya saja dia tahu akan jadi begini, dia tidak akan memperingatkan musuh. Seharusnya dia mengikuti Vian untuk menyelidiki Jihan dulu, baru bertindak. Tentu itu lebih baik daripada menyimpan berbagai macam informasi tanpa mengetahui mana yang akur
Cessa menampar wajah Zeno dengan sekuat tenaga, sampai-sampai sudut mulut Zeno meneteskan darah.Awalnya, Cessa ingin menampar Zeno berkali-kali, tetapi begitu melihat darah yang menetes itu, tangannya yang terangkat sontak berhenti bergerak."Kenapa nggak menghindar?""Aku bersalah, jadi sudah seharusnya dipukul."Zeno menyeka darah dari sudut bibirnya dan menengadah menatap Cessa yang terlihat sangat marah."Maafkan aku. Seharusnya aku nggak memanfaatkanmu. Aku yang salah."Cessa pun menampar wajah Zeno lagi!"Apa satu-satunya kesalahan yang kamu lakukan adalah memanfaatkanku?"Zeno memegangi pipinya yang sakit dan menatap Cessa dengan bingung."Kayaknya cuma itu yang kulakukan?""Cuma itu?"Mata Cessa pun perlahan-lahan menjadi berkaca-kaca."Kamu bahkan berbohong padaku tentang namamu. Pernahkah kamu memikirkan perasaanku?"Zeno sontak tertegun sejenak. Dia hendak menjelaskan, tetapi kemudian mengurungkan niatnya. Sepertinya dia tidak perlu lagi membela diri."Maaf, ini salahku, ak
"Zenora!"Saat Zeno hendak melompat dari ambang jendela, Cessa mencengkeram lengan pria itu dengan secepat kilat.Cessa menarik Zeno kembali ke dalam ruangan, lalu mengepalkan tinjunya dan memukuli pria itu.Zeno menatap ke arah pengawal yang bergegas mendekat. Dia segera menangkap tinju Cessa.Cessa berusaha keras untuk menarik tangannya, tetapi Zeno ternyata sangat kuat.Cessa tidak bisa melepaskan tangannya dari cengkeraman Zeno."Kenapa kamu ...."Bukankah Zeno selalu kalah darinya?Zeno mencengkeram tinju Cessa dengan satu tangan, sementara tangannya yang satu lagi merangkul pinggang Cessa. Zeno pun mendekap Cessa dan membawanya masuk ke kamar mandi.Setelah memisahkan diri dari para pengawal itu, Zeno yang menggendong Cessa pun berbalik badan dan menindih Cessa ke daun pintu sambil menatapnya."Bukannya aku nggak bisa mengalahkanmu, tapi aku nggak ingin menyerangmu ...."Setelah itu, Zeno memegang wajah Cessa dan mencium bibirnya.Cessa sontak berdiri termangu, dia bahkan sampai
Jodie melirik ke arah Cessa, lalu ke Zeno di dalam mobil.Dia tidak tahu apa yang terjadi di lantai atas barusan yang membuat adik perempuannya yang kejam itu memilih untuk melepaskan Zeno.Jodie tidak paham, jadi dia hanya memukuli jendela kursi pengemudi dengan tongkat bola kastinya ....Dari kaca spion mobil, terlihat Jodie yang mengayunkan tongkatnya sambil menunjuk Zeno yang berada di dalamnya."Karena adikku minta untuk melepaskanmu, maka aku lepaskan. Mulai sekarang, jangan sampai aku melihatmu lagi, kalau nggak kuhabisi kamu!"Setelah memberi peringatan, Jodie membuang tongkat bola kastinya, berbalik dan segera kembali ke mobil bersama pengawalnya.Setelah menyaksikan sederet mobil itu menjauh dan akhirnya pergi, barulah Zeno mengalihkan pandangannya.Selamat tinggal, Cessa.Jodie mengantar Cessa kembali ke rumah Keluarga Naula dan kebetulan bertemu dengan Reynaldi yang baru saja pulang kerja.Reynaldi melepas jasnya dan menyerahkannya pada pelayan, lalu melambai kepada Cessa,
Ketika Wanda bangun dan membuka matanya, dia melihat Cessa duduk di sebelahnya, bibir keringnya perlahan terangkat."Bu, sudah bangun?"Melihat ibunya menatapnya dengan mata lembut, Cessa tiba-tiba merasa sedih."Bu, tahukah kamu bahwa aku bertemu dengan seorang bajingan baru-baru ini, dia ....""Di mana Wina?"Tiga kata itu membuat Cessa terdiam dan semua pikiran yang ingin dia sampaikan kepada ibunya diurungkannya."Di mana dia?"Wanda hanya peduli untuk membawa Wina kembali dan mengabaikan Cessa sama sekali."Kakak bilang kecocokan genetiknya nggak cocok denganmu, jadi ....""Jadi kamu nggak membawanya kembali?"Wanda tiba-tiba meninggikan suaranya, yang membuat Cessa ketakutan."Bu, jantungnya nggak cocok, jadi nggak ada gunanya membawanya pulang."Wanda membuka matanya yang merah dan menatap tajam ke arah Cessa."Tapi kamu janji padaku, akan membawanya kembali!""Kenapa kamu nggak melakukan apa yang kamu janjikan pada Ibu?"Ibunya begitu histeris, ini adalah sesuatu yang belum per
Suaranya lemah, tangannya yang terulur gemetar.Kondisinya benar-benar berbeda dengan saat dia memegang pisau untuk mencongkel jantung Cessa barusan. Sekarang seolah-olah dia baru saja mengalami kilas balik.Jodie dan Cessa saling memandang ketika mereka melihat Wanda seperti ini. Mereka tidak tahu apakah dia sedang berakting atau dia benar-benar akan mati.Cessa yang sayang pada ibunya, meski ditikam, tetap menutupi lukanya, membungkuk dan memegang tangannya."Bu, aku juga nggak ingin kamu mati, aku benar-benar minta maaf karena belum menemukan donor yang cocok ...."Kata-kata ini, terlepas dari dendam masa lalu, membuat mata Wanda perlahan memerah."Cessa, anakku ... Ibu bersalah padamu."Permintaan maafnya membuat Cessa merasa lebih baik dan dia menggelengkan kepalanya ke arahnya."Antara ibu dan anak, bertengkar dan marah adalah hal yang wajar. Aku nggak menyalahkanmu."Bulu mata Wanda berkedip sedikit, seolah mengucapkan terima kasih karena telah dimaafkan.Dia mengalihkan pandang
Keluarga Naula awalnya mengatur agar Cessa bertemu dengan Tuan Muda Andrew. Namun, karena Wanda meninggal mendadak, mereka harus mengurus pemakamannya terlebih dahulu.Setelah pemakaman Wanda, Reynaldi kembali ke ruang kerja, membuka laci, mengambil foto, menatap orang di dalamnya dan melihatnya dengan tenang ....Jodie membuka pintu dan masuk, "Ayah, Paman dan yang lainnya ada di sini, kamu ...."Ketika Reynaldi mendengar suaranya, dia segera menyembunyikan foto di tangannya ke dalam laci.Jodie tertegun sejenak. Apakah dia sedang melihat foto ibunya?Setelah menutup laci, Reynaldi berdiri dan berkata, "Ayo pergi."Ketika Jodie berbalik, dia tiba-tiba berhenti. Setelah diam di tempatnya selama dua detik, dia mengubah arah dan berjalan ke meja.Dia membuka laci dan yang terlihat adalah foto Wina. Bukan ... ini bukan Wina, ini Veransa!Ternyata ayahnya selalu menyembunyikan foto-foto Veransa. Di dalam hati, ayahnya tidak pernah melupakan Veransa.Setelah menyadari hal ini, Jodie merasa