"Dia ada di kapal itu, mengundangmu naik ke kapal untuk ngobrol."Jihan mengikuti arah yang ditunjuk jari Zeno dan memandang ke arah kapal raksasa yang berjalan di samping mereka.Di dek kapal raksasa itu, berdiri seorang pria yang mengenakan baret dan memancarkan wibawa kuat.Saat melihat Jihan, dia melepas baret di kepalanya, sedikit mengangkat sudut bibirnya, dan memberi senyuman datar.Ekspresi Jihan yang tadinya lembut langsung mengeras. Matanya yang seperti elang menyiratkan rasa tidak suka."Bagaimana dia tahu rute pelayaranku?""Kapal Tuan Jovan sepertinya sudah mengikuti kapal kita sejak keberangkatan."Dengan kata lain, Jovan telah mengikutinya sejak dia keluar dari kastel.Jihan tidak suka perasaan dikontrol dan diawasi seperti ini. Wajahnya menjadi semakin suram.Jovan yang cukup jauh di kapal itu membuka bibir dan mengatakan sesuatu. Suaranya tidak terdengar, tetapi Jihan bisa membaca gerak bibirnya.Dia mengepalkan tinjunya, berbalik, dan menatap wanita yang terbaring nye
Dia meletakkan ponselnya dan melihat sekeliling. Tidak terlihat Jihan sejauh matanya memandang.Pria itu pasti sudah bangun untuk pergi makan. Matanya tertuju pada beberapa koper besar di dalam kamar.Dia memaksa kakinya yang lemah untuk bangkit dari tempat tidur. Rasa sakit yang tajam dari bagian bawah tubuhnya membuatnya menggertakkan gigi kesakitan.Kejam sekali, Jihan sungguh terlalu kejam. Setiap kali mereka melakukannya, rasanya seakan Jihan ingin membunuhnya.Dia memang sangat menikmati saat melakukannya. Hanya setelahnya saja, sakitnya tak tertahankan ...Dia berpegangan pada dinding, berjalan selangkah demi selangkah menuju kopernya, lalu berjongkok dengan susah payah untuk membuka koper.Dia masih ingat Lilia memberitahunya untuk membuka koper sebelum dia pergi mandi di malam hari.Jihan terlalu tidak sabaran tadi malam sampai dia lupa membukanya. Apa sebenarnya yang telah dia lewatkan ...?Dengan penuh antisipasi dan sedikit antusiasme, dia membuka koper itu ....Isinya adal
Bukan. Veransa sudah lama meninggal.Wanita muda itu terlihat sangat muda. Bukan dia.Jovan memandang Wina dengan tatapan yang sedikit kosong, membuat Jihan tampak waspada."Tuan Jovan, kamu kenal istriku?"Jovan pun tersadar. Mata tajamnya segera kembali tenang."Dia istrimu?"Jovan tidak menjawab pertanyaannya."Apa kamu sudah memeriksa latar belakangnya?"Bukankah Jovan memata-matai dirinya?Dia bahkan tidak memeriksa latar belakang istrinya?Jovan berbalik melirik Jihan yang menatapnya dengan penuh waspada."Jihan, aku memperlakukanmu seperti anakku sendiri, jadi untuk apa aku menyelidiki istrimu?"Kecurigaan di mata Jihan hilang dalam sekejap. Jovan memang memperlakukannya lebih baik dari anak sendiri.Ini adalah hal yang tidak dia mengerti saat masih kecil. Seiring dia tumbuh semakin dewasa, kemungkinan yang rasanya paling tepat adalah karena dia adalah yang paling berguna untuknya.Namun, Jovan tidak pernah memanfaatkan dia sampai berlebihan. Dia bahkan memberikan tugas untuk me
"Wina, orang tadi yang mendirikan Organisasi Shallon. Dia ingin meminta sesuatu padaku."Setelah Jihan ragu-ragu sejenak, dia menjelaskan sedikit dan menutupi hal yang terpenting, tidak memberi tahu apa pun secara spesifik.Medan Hitam memang tempat yang berbahaya dan dia tidak ingin Wina jadi merasa khawatir selama enam bulan ke depan."Jadi dia Tuan Jovan ...."Wina memandangi kapal yang berlayar menjauh, menggumamkan sesuatu, lalu berbalik bertanya pada Jihan."Di minta apa ke kamu?"Jovan mengirim Valeria untuk menculiknya dan mengancam Jihan, tetapi gagal. Lalu, dia datang mencarinya sendiri. Pasti terjadi sesuatu yang besar."Cuma masalah internal di Organisasi Shallon, kamu nggak usah terlalu khawatir."Menyadari dia tidak bisa mengatakannya, Wina tidak bertanya lagi, tetapi dia menahan lengannya."Jihan, ikuti aku ke lantai atas. Aku punya hadiah untukmu.""Kamu panggil aku apa?"Jihan menggenggam pinggangnya dengan satu tangan, mengangkat dagunya, dan menatapnya dengan tenang.
Wina spontan melepaskan diri dari tangannya begitu mendengar kata ini, mengerutkan kening dan menatapnya."Apa katamu?""Aku bilang ..."Jihan ingin mengulanginya. Namun, saat dia melihat mata merah Wina, dia tiba-tiba berhenti.Pria itu panik dan mengulurkan tangan untuk memeluknya."Nggak jadi bilang, oke, jangan marah.""Nggak!"Wina mendorongnya dan menatapnya dengan cemas."Kamu pernah punya tumor otak. Aku sudah cari tahu, tumor itu bisa kambuh lagi. Tapi kamu kadang suka mengatakan sesuatu seperti tadi, kamu sengaja, ya?"Sekujur tubuh pria itu menegang. Dia mengira dia bisa menyembunyikannya dari Wina, nyatanya dia tidak bisa menyembunyikan apa pun.Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah pucat istrinya."Maaf, aku nggak akan bicara sembarangan lagi. Jangan khawatir, oke?"Mata Wina masih merah. Setelah menatapnya selama beberapa detik, dia melemparkan diri ke dalam pelukannya."Kamu sudah bilang, aku harus panggil kamu suamiku, jadi kamu harus jadi suamiku selamanya.""Seba
Wina telah mempertimbangkan semuanya dengan kepala dingin dan berpikir jangka panjang. Wajar saja dia tidak ingin menyelami masa lalu, meski itu melibatkan seorang ibu yang belum pernah dia temui.Vera yang pasti tahu siapa ibu mereka dan segala masalah yang terlibat tetap tidak kembali ke keluarga orang tuanya.Itu cukup untuk menunjukkan bahwa dia tidak punya perasaan terhadap keluarga tersebut. Itulah mengapa dia tetap tinggal di Britton, dan lebih memilih menerima bantuan finansial dari Alvin daripada kembali.Bahkan Vera, yang sejak awal sudah tahu, membuat pilihan seperti itu. Mana mungkin dia yang telah hidup sendirian selama tiga puluh tahun, ingin kembali ke masa lalu?Jihan merasa lega saat mendengar kata-katanya, tapi dia juga sedikit khawatir. "Lalu, kalau ternyata ada dendam besar di antara kita, bagaimana?"Wina berpikir beberapa detik lalu bertanya balik, "Kamu membunuh ibuku?"Jihan mengerutkan keningnya. "Aku cuma satu tahun lebih tua darimu. Berapa umurku waktu ibumu
"Namanya Yuri Dinsa.""Dari Keluarga Dinsa juga?""Orang ini tidak disebutkan dalam informasi yang dikirim oleh Alta. Mungkin cuma kebetulan nama belakangnya sama?"Nama belakang yang sama? Kebetulan sekali?Jihan masih bertanya-tanya, tetapi dia tidak berkata apa-apa lagi dan hanya mengangkat dagunya ke arah Zeno."Lanjut.""Baik."Zeno memegang ponselnya dan lanjut melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan ibu Wina."Veransa awalnya bertunangan dengan putra ketiga Keluarga Naula bernama Reynaldi, yang merupakan ayah Jodie Naula.""Tapi waktu itu ada beberapa orang yang menyukai Reynaldi. Salah satunya adalah Jeana dan yang lainnya adalah kakak Veransa, Wanda Dinsa.""Kedua orang ini cemburu karena Veransa dan Reynaldi saling mencintai, jadi mereka melakukan berbagai macam hal yang melebihi batas kepada Veransa ....""Yang paling serius adalah melukai wajah Veransa sampai tak bisa dikenali lagi. Yang melakukan adalah Jeana, menggunakan bahan kimia.""Siapa yang mau mencintai wanita den
Sampai di sini, Zeno yang sejak tadi selalu tampak acuh pun mendesah."Setelahnya, Veransa yang sudah tak punya uang lagi mati kelaparan di jalanan Britton sambil menggendong anak-anaknya.""Saat ditemukan, jenazahnya membeku. Vera dan Wina tergeletak di sampingnya.""Orang-orang dari organisasi amal membantu mengkremasi jenazahnya, tapi tak ada yang membiayai pemakamannya, sehingga abunya disebar ke laut.""Vera sendiri yang menebar abunya sambil memegang guci di tangannya, menggendong Wina yang masih bayi di punggungnya."Setelah mengatakan ini, Zeno berhenti sejenak, merasa dadanya sesak dan mendesah lagi."Singkatnya, putri kedua Keluarga Dinsa menjalani kehidupan yang sangat buruk semasa hidupnya dan dia juga sangat menderita setelah kematiannya. Tak ada akhir yang bahagia ...""Kedua anaknya juga dikejar-kejar. Vera nggak punya pilihan selain melarikan diri sambil menggendong adiknya, tapi dia kehilangan adiknya dalam perjalanan untuk melarikan diri."Jihan menyela, "Siapa yang m