Sara sengaja turun ke lantai bawah sembari berdeham keras untuk menarik atensi kedua pasangan yang tengah bermesraan."Uhm ... terkait kehamilan, mungkin kita bisa periksa lagi di tempat Lilia. Lagi pula Lilia 'kan belum buat diagnosis kalau kamu nggak bisa hamil, berarti ada harapan kamu masih bisa diobati."Meskipun Sara tahu bahwa keduanya tidak begitu mementingkan kehadiran buah hati dalam keluarga mereka, tetapi tidak ada salahnya hal ini bisa dijadikan pertimbangan untuk keduanya di masa depan.Ketika mereka berdua tua nanti, pasti akan ada waktu di mana mereka menginginkan seorang anak. Dengan memiliki seorang anak, tentu akan membuat perjalanan hidup mereka lebih ramai.Lagi pula, Sara juga tidak ingin hari tua keduanya berakhir dengan terus menghampiri rumahnya untuk merebut kasih sayang dengan anaknya.Eh? Aneh sekali? Kenapa dia malah sudah memikirkan untuk melahirkan seorang anak?Sara seketika tersentak oleh pemikirannya sendiri, dan segera mengusir gambar-gambar itu dari
Lilia tidak ingin membuat suasana berubah sendu hanya karena dirinya, sehingga dia cepat-cepat mempersilakan mereka masuk ke dalam. "Ayo masuk, di luar dingin."Saat Lilia hendak mengantarkan kedua wanita itu masuk ke dalam, tiba-tiba seorang pria setinggi hampir dua meter itu keluar dari mobil Lincoln.Awalnya Lilia mengira setelah mengantarkan keduanya, Jihan akan langsung pergi. Namun, siapa sangka, ternyata pria itu malah turun dari mobil dan langsung memerintahnya dengan nada dingin. "Lilia, periksa tubuhnya dulu ...."Lilia tertegun sejenak dan langsung berbalik menatap Wina yang tampak pucat. "Ada apa? Mana yang nggak enak badan?"Wina merasa malu, belum sempat mengelak, Sara sudah langsung menambahkan, "Dia mengalami kesulitan untuk hamil 'kan, coba kamu periksa dia lagi."Setelah Lilia sadar kembali, dia buru-buru mempersilakan ketiganya masuk ke dalam dan duduk di sofa ruang tamu. Dia lalu pergi mengambil bantal penyangga arteri.Lilia menyuruh Wina mengulurkan tangannya, dia
Lilia menghadap ke luar jendela, pemandangan terlihat cerah dan terang. "Reo juga pernah bertanya alasan aku menerima lamarannya, aku juga mengatakan padanya kalau aku juga ingin merasakan rasanya dicintai ...."Ucapan Lilia berhasil membuat hati Wina berdenyut keras, seolah dia juga bisa merasakan rasa sakit dan iba yang dirasakan Lilia.Di samping itu, Sara malah tampak tenang dan sangat rasional, dia bertanya kepada Lilia, "Lilia, apakah kamu mencintai Dokter Reo?"Lilia menjawabnya dengan tegas, "Waktu masih panjang, mungkin suatu hari dan suatu saat nanti aku akan jatuh cinta padanya ...."Lilia tidak bisa menjamin bahwa dirinya pasti akan langsung mencintai Reo di saat itu juga, tetapi dia akan berusaha melupakan masa lalu dan memulai menjalani kehidupan yang baru bersama pria itu.Cinta atau tidak bukan sesuatu yang amat penting ....Bagi Lilia, mencintai seseorang layaknya menceburkan diri ke dalam api neraka.Sedangkan seorang yang tidak mengenal cinta, berarti tidak menaruh r
Kediaman lama Keluarga Lionel. Sederet barisan mobil mewah tampak berhenti tepat di gerbang pintu halaman bergaya klasik.Seorang pria yang baru saja turun dari mobil mewah, melangkah menyusuri tangga marmer dengan sisi belakangnya yang diikuti oleh para pengawal berjas dan bersepatu kulit.Sekelompok pria itu memasuki lorong halaman yang melengkung, melewati lingkaran gerbang dengan sisi berbahan batu di sudut dinding, hingga akhirnya sampai di tengah ruang tamu.Ruangan itu tampak begitu megah dan elite seolah memancarkan kilauan cahaya dengan perpaduan dekorasi baik dari meja, sofa, hiasan aksen kayu, segalanya terlihat begitu mewah.Seluruh sesepuh dan kalangan muda Keluarga Lionel sudah berkumpul di sana, mereka semua saling bersuara mempertanyakan tujuan diadakannya pertemuan kali ini."Pasti gara-gara kita nggak hadir di acara lamarannya, makanya sekarang dia meminta kita kemari ....""Mana ada sesepuh yang datang ke acara lamaran kalangan muda, nggak ada aturannya begitu. Lagi
Begitu Jihan mengucapkan omongan itu, tak ada satu pun dari kerabat tua yang berani bersuara.Mereka tampaknya tidak menyangka bahwa seorang pewaris Keluarga Lionel yang amat berkuasa ini ternyata mengetahui jelas segala kecurangan ini, tetapi ...."Sekalipun kami melakukan hal semacam ini, tetapi kamu juga nggak perlu sampai mengusir kami dari Grup Lionel bukan?"Mereka tidak terima dan menolak untuk percaya kalau kerabat lain Keluarga Lionel tidak pernah berbuat hal yang sama dengan mereka. Kenapa malah mereka yang harus lebih dulu dijadikan kambing hitam?"Kakak, katakanlah sesuatu. Saham yang kami punya sudah begitu kecil, sekarang malah mau diambil kembali, bagaimana kami bisa hidup?"Kakak yang mereka maksud ialah Tuan Besar Keluarga Lionel, Killian Lionel.Para kerabat tua yang sedari tadi berseteru merupakan adik dari Tuan Besar Killian, ada yang merupakan saudara kandung, kerabat jauh dan bahkan terdapat yang sebaya dengan sang kakek tua itu.Meskipun Killian sudah tidak memeg
Mendengar omongan Jun, para kerabat tua itu merasa bersalah sudah mencelakakan anak-anak mereka.Andai saja mereka tahu bahwa selama mereka masih berada dalam naungan Grup Lionel, maka saham mereka kelak pasti masih bisa didapatkan kembali.Mereka benar-benar sudah berbuat kesalahan yang bahkan sudah merugikan masa depan diri sendiri dan anak-anak mereka.Di sisi lain, para kerabat tua yang tak terlibat dalam kesalahan ini merasa lega, setidaknya masa depan anak-anak mereka aman.Mereka hanya tidak mau menjadi orang pertama yang maju, jadi hanya bisa menyembunyikan diri di tengah kerumunan.Jihan yang kehabisan kesabarannya mulai mengecek jam tangan dan berkata dengan nada dingin, "Waktu habis."Mendengar suara dingin itu, para pengawal melangkah maju, membuat para kerabat tua itu histeris ketakutan."Aku terima dananya!""Aku juga!""Aku, aku juga!""..."Selesai membuat keputusan, mereka bersiap pergi. Namun, Jihan yang duduk kursi depan seketika menghalangi para kerabat tua yang ber
Mendengar sindiran Jihan, Killian yang awalnya marah akhirnya tersadar bahwa para kerabatnya ini bahkan berani menghina dirinya.Killian baru sadar bahwa para saudara yang selama ini selalu dilindunginya ternyata sudah merasa tidak puas terhadapnya.Dia mengangkat kepalanya dan menyaksikan satu per satu wajah para saudaranya itu, perlahan dia tersadar ternyata hubungan kedekatan di antara mereka sudah berubah asing.Bahkan dari awal saling memiliki keluarga masing-masing, kekerabatan persaudaraan ini sudah lama menghilang. Para saudaranya itu hanya akan datang di kala mereka membutuhkan sesuatu dari Killian. Bahkan sekalipun Killian bersikap baik kepada mereka, mereka hanya menganggap Killian layaknya seorang kakak bodoh yang mendatangkan keuntungan.Setelah menyadari hal itu, Killian memilih untuk bungkam dan menyerahkan masalah itu kepada Jihan.Sementara paman yang sedari tadi terus melawan, begitu perintah hendak diturunkan, dia segera melangkah maju dan berdiri di hadapan Aulia."
Ketika Killian merasakan tatapan dingin menusuk itu, dia meringis tipis dan menghela napas dingin. "Apa rencanamu padaku?"Jihan melengkungkan bibirnya lalu tersenyum dingin sembari melayangkan tatapan dingin mencekam kepada kakeknya. "Aku sudah siapkan sebuah perkebunan untuk Anda di Inmaon. Tiket pesawat untuk besok pagi sudah diatur, Anda bisa tinggal di sana untuk menjalani hari tua."Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Killian, bahwa cucu satunya ini akan mengusir dirinya keluar negeri, dia menatap Jihan dengan amat tidak percaya. "Apa kamu sudah lupa siapa yang membesarkanmu hingga bisa menempati posisi ini?"Jihan menopang dagunya dengan satu tangan seraya menjawab tanpa sedikit pun menunjukkan emosi, "Tentu saja Anda."Killian menghela napasnya dingin. "Kupikir kamu sudah lupa dengan asal-usulmu," sindir Killian pada Jihan.Jihan sedikit memiringkan kepalanya dan menatap dingin ke arah kakeknya. "Mana mungkin aku lupa, aku bahkan nggak akan bisa melupakan bagaimana cara