Sampai hari ini, langit masih saja menurunkan rintikan hujan. Seorang pria berjas hitam yang dipadu dengan kacamata berbingkai emas pada wajahnya terlihat sedang berjalan keluar dari pintu.Daris yang berada di belakang sosok pria itu terlihat sedang berjalan pincang mengikutinya, begitu juga dengan sekelompok pengawal berpakaian rapi tampak sedang mengekorinya dari belakang layaknya sekelompok kilauan bintang yang ikut menyinari bersama bulannya.Mantel yang sedikit basah bahkan belum sempat dilepasnya, Jihan sudah lebih dulu melewati sosok Killian dan langsung sigap berdiri di hadapan Wina."Apa dia menyentuhmu?"Jihan bahkan tak sedikit pun memberikan tatapan pada kakeknya, kedua matanya hanya fokus pada Wina seorang, seolah pria itu takut sesuatu terjadi pada wanitanya.Kedatangan Jihan membuat rasa cemas pada wajah Wina mulai mereda. "Nggak, kami hanya ngobrol biasa, nggak usah khawatir."Berbanding terbalik dengan Wina, Jihan malah makin merasa cemas. "Jangan dengarkan apa pun ya
Begitu mendengar omongan itu, tatapan kedua mata Killian menggelap. "Kamu rela meninggalkan Keluarga Lionel hanya demi wanita itu?"Jihan hanya acuh dan membalasnya dengan dingin, "Memangnya apa yang spesial dari Keluarga Lionel?"Killian tidak tahu identitas lain yang dimiliki Jihan, setahunya Jihan sudah mengakuisisi Keluarga Levin dan Keluarga Nizari, sehingga Killian mengira Jihan sedang menggunakan tawaran kuasa atas kedua keluarga besar tersebut. "Keluarga Levin dan Keluarga Nizari nggak sebanding dengan Keluarga Lionel. Kalau aku jadi kamu, harusnya aku lebih hati-hati dalam mempertimbangkannya."Jihan menautkan alisnya, sorot matanya berubah dingin. "Anda pikir, Keluarga Lionel yang sekarang masih sama seperti dulu?"Sebagai seorang sesepuh yang selalu mengontrol dari belakang layar, Killian tentu tahu betul bahwa Keluarga Lionel sudah sepenuhnya jatuh di tangan Jihan. Bahkan pemegang saham cabang-cabang perusahaan di seluruh dunia hanya mendengarkan perintahnya. Lalu kenapa? M
Setelah kepergian Killian, Wina merasa cemas dan bingung sehingga segera memalingkan wajahnya ke arah Jihan. "Sepertinya aku benar-benar nggak bisa hamil."Dibandingkan dengan para sesepuh Keluarga Lionel yang menentang pernikahan mereka, Wina lebih merasa sulit untuk menerima fakta bahwa dirinya tidak bisa memberikan buah hati kepada Jihan.Jihan menangkupkan jari-jari tangan Wina dengan kuat dan membenamkan wanita itu ke dalam pelukannya sembari menghiburnya lembut. "Aku nggak butuh anak, Wina."Jihan sudah cukup dengan kehadiran Wina di sisinya, bahkan dia tidak peduli dengan sejumlah anak yang bisa dilahirkan karena tidak ingin bersaing berebut wanitanya dengan anaknya itu.Wina tahu kalau Jihan memang tidak menginginkan seorang anak, tetapi omongan Killian benar adanya. Tidak mungkin seorang pemimpin keluarga tidak memiliki seorang keturunan.Wina mengelus wajah Jihan dengan lembut sembari bersandar pada dada kokoh milik pria itu dan menghela napasnya dalam-dalam. "Jihan, bagaiman
Sara sengaja turun ke lantai bawah sembari berdeham keras untuk menarik atensi kedua pasangan yang tengah bermesraan."Uhm ... terkait kehamilan, mungkin kita bisa periksa lagi di tempat Lilia. Lagi pula Lilia 'kan belum buat diagnosis kalau kamu nggak bisa hamil, berarti ada harapan kamu masih bisa diobati."Meskipun Sara tahu bahwa keduanya tidak begitu mementingkan kehadiran buah hati dalam keluarga mereka, tetapi tidak ada salahnya hal ini bisa dijadikan pertimbangan untuk keduanya di masa depan.Ketika mereka berdua tua nanti, pasti akan ada waktu di mana mereka menginginkan seorang anak. Dengan memiliki seorang anak, tentu akan membuat perjalanan hidup mereka lebih ramai.Lagi pula, Sara juga tidak ingin hari tua keduanya berakhir dengan terus menghampiri rumahnya untuk merebut kasih sayang dengan anaknya.Eh? Aneh sekali? Kenapa dia malah sudah memikirkan untuk melahirkan seorang anak?Sara seketika tersentak oleh pemikirannya sendiri, dan segera mengusir gambar-gambar itu dari
Lilia tidak ingin membuat suasana berubah sendu hanya karena dirinya, sehingga dia cepat-cepat mempersilakan mereka masuk ke dalam. "Ayo masuk, di luar dingin."Saat Lilia hendak mengantarkan kedua wanita itu masuk ke dalam, tiba-tiba seorang pria setinggi hampir dua meter itu keluar dari mobil Lincoln.Awalnya Lilia mengira setelah mengantarkan keduanya, Jihan akan langsung pergi. Namun, siapa sangka, ternyata pria itu malah turun dari mobil dan langsung memerintahnya dengan nada dingin. "Lilia, periksa tubuhnya dulu ...."Lilia tertegun sejenak dan langsung berbalik menatap Wina yang tampak pucat. "Ada apa? Mana yang nggak enak badan?"Wina merasa malu, belum sempat mengelak, Sara sudah langsung menambahkan, "Dia mengalami kesulitan untuk hamil 'kan, coba kamu periksa dia lagi."Setelah Lilia sadar kembali, dia buru-buru mempersilakan ketiganya masuk ke dalam dan duduk di sofa ruang tamu. Dia lalu pergi mengambil bantal penyangga arteri.Lilia menyuruh Wina mengulurkan tangannya, dia
Lilia menghadap ke luar jendela, pemandangan terlihat cerah dan terang. "Reo juga pernah bertanya alasan aku menerima lamarannya, aku juga mengatakan padanya kalau aku juga ingin merasakan rasanya dicintai ...."Ucapan Lilia berhasil membuat hati Wina berdenyut keras, seolah dia juga bisa merasakan rasa sakit dan iba yang dirasakan Lilia.Di samping itu, Sara malah tampak tenang dan sangat rasional, dia bertanya kepada Lilia, "Lilia, apakah kamu mencintai Dokter Reo?"Lilia menjawabnya dengan tegas, "Waktu masih panjang, mungkin suatu hari dan suatu saat nanti aku akan jatuh cinta padanya ...."Lilia tidak bisa menjamin bahwa dirinya pasti akan langsung mencintai Reo di saat itu juga, tetapi dia akan berusaha melupakan masa lalu dan memulai menjalani kehidupan yang baru bersama pria itu.Cinta atau tidak bukan sesuatu yang amat penting ....Bagi Lilia, mencintai seseorang layaknya menceburkan diri ke dalam api neraka.Sedangkan seorang yang tidak mengenal cinta, berarti tidak menaruh r
Kediaman lama Keluarga Lionel. Sederet barisan mobil mewah tampak berhenti tepat di gerbang pintu halaman bergaya klasik.Seorang pria yang baru saja turun dari mobil mewah, melangkah menyusuri tangga marmer dengan sisi belakangnya yang diikuti oleh para pengawal berjas dan bersepatu kulit.Sekelompok pria itu memasuki lorong halaman yang melengkung, melewati lingkaran gerbang dengan sisi berbahan batu di sudut dinding, hingga akhirnya sampai di tengah ruang tamu.Ruangan itu tampak begitu megah dan elite seolah memancarkan kilauan cahaya dengan perpaduan dekorasi baik dari meja, sofa, hiasan aksen kayu, segalanya terlihat begitu mewah.Seluruh sesepuh dan kalangan muda Keluarga Lionel sudah berkumpul di sana, mereka semua saling bersuara mempertanyakan tujuan diadakannya pertemuan kali ini."Pasti gara-gara kita nggak hadir di acara lamarannya, makanya sekarang dia meminta kita kemari ....""Mana ada sesepuh yang datang ke acara lamaran kalangan muda, nggak ada aturannya begitu. Lagi
Begitu Jihan mengucapkan omongan itu, tak ada satu pun dari kerabat tua yang berani bersuara.Mereka tampaknya tidak menyangka bahwa seorang pewaris Keluarga Lionel yang amat berkuasa ini ternyata mengetahui jelas segala kecurangan ini, tetapi ...."Sekalipun kami melakukan hal semacam ini, tetapi kamu juga nggak perlu sampai mengusir kami dari Grup Lionel bukan?"Mereka tidak terima dan menolak untuk percaya kalau kerabat lain Keluarga Lionel tidak pernah berbuat hal yang sama dengan mereka. Kenapa malah mereka yang harus lebih dulu dijadikan kambing hitam?"Kakak, katakanlah sesuatu. Saham yang kami punya sudah begitu kecil, sekarang malah mau diambil kembali, bagaimana kami bisa hidup?"Kakak yang mereka maksud ialah Tuan Besar Keluarga Lionel, Killian Lionel.Para kerabat tua yang sedari tadi berseteru merupakan adik dari Tuan Besar Killian, ada yang merupakan saudara kandung, kerabat jauh dan bahkan terdapat yang sebaya dengan sang kakek tua itu.Meskipun Killian sudah tidak memeg
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je