Setelah Jihan pergi, Wina segera bangkit berdiri dan pergi ke kamar tidur utama untuk menemui Sara.Sara duduk di depan meja rias sambil termangu menatap dokumen di tangannya. Wina pun segera mengetuk pintu."Kamu lagi lihat apa, Sara?"Begitu mendengar bunyi ketukan pintu, Sara langsung memasukkan amplop dokumen yang Ivan berikan sebelumnya ke dalam laci.Ivan memang meminta Sara untuk memberikan amplop ini kepada Wina di hari pernikahan Wina, jadi Sara refleks menyembunyikannya.Tentu saja Wina melihat respons panik Sara, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi dan berkata, "Sara, aku sudah membeli vila di sebelahmu."Sara hendak mengatakan bahwa Wina tidak perlu membeli vila di sebelah dan tinggal saja di sini, tetapi dia tiba-tiba mengerti maksud Wina.Wina pasti khawatir Keluarga Lionel akan meremehkannya sebagai calon istri Jihan, itu sebabnya Wina sengaja menyiapkan rumahnya sendiri sebelum menikah.Ternyata menikah dengan keluarga kaya juga ada tidak enaknya. Untung saja Wina
Wina mendengus dingin, "Sam! Kamu jelas tahu kalau Alvin menculikku, kenapa kamu nggak datang menyelamatkanku?"Sam menyeka kasar debu di wajahnya sembari berkata dengan acuh, "Aku nggak sanggup mengalahkannya, kalau aku pergi menyelamatkanmu, yang ada aku cari mati.""Lagi pula Presdir Grup Lionel, si Jihan itu juga nggak mungkin akan diam saja, aku memberikannya kesempatan menjadi sang pahlawan penyelamat seorang tuan putri, ide yang bagus bukan?"Wina sudah tidak bisa berkata-kata. "Wah, sadar diri banget."Sam tersenyum miring sembari menggodanya. "Sadar diri itu aturan paling dasar yang harus aku miliki sebagai seorang manusia!"Setelah mengatakan itu, seketika sekelompok pekerja Siana Tenggara muncul dari arah seberang jalan sembari berteriak keras."Dialah orangnya! Dia yang bersekongkol dengan kontraktor untuk menunggak upah kita!""Saudara-saudaraku, angkat sekop kalian, maju dan serang dia sampai mati!"Sesaat kemudian, dari ujung telepon Wina mendengar suara pergerakan Sam y
Wina tertawa mendengarnya, baru saja ingin membalas membujuk Gisel kembali, George sudah lebih dulu membalasnya dengan sebuah pesan. "Nona Wina nggak perlu khawatir, aku bisa membujuk Gisel untuk pergi sekolah."Wina ikut mengetik membalas pesan itu. "Dokter George, kalau memang Gisel masih ingin tinggal dengan Alvin untuk beberapa saat, mohon bantuanmu untuk menjaga Gisel, mohon jangan sampai dia terluka."George segera memberikan balasan. "Tenang saja Nona Wina, sebenarnya Alvin sangat menyayangi Gisel."Wina menatap lama pesan yang dikirimkan George, setelah beberapa saat, wanita itu akhirnya mengetikkan kata "OK" padanya.Awalnya Alvin bersikap buruk kepada Gisel, tetapi sepertinya pria itu mulai menerima kehadiran gadis kecil itu.Mungkin dengan keberadaan Gisel di sisinya, Alvin juga akan perlahan pulih dari kesedihan kehilangan kakaknya dan menerima kembali kehidupan yang baru.Dengan pikiran itu, Wina terduduk termenung di meja belajar. Dia mengeluarkan ponsel, kemudian bangkit
Wina belum pernah bertemu dengan kakeknya Jihan, tetapi dia pernah mendengar reputasinya.Rumornya, saat Killian Lionel berkuasa, Empat Keluarga Besar se-Benua Endoa sekalipun sangat menghindari pria tua itu.Berkat ketegasan dan kekuasaannya seorang Killian Lionel, hal itu membuat Keluarga Lionel mampu bertahan di puncak pasar bisnis di Benua Siana bahkan satu dunia.Pria yang amat berkuasa ini malah tiba-tiba datang menghampirinya, sepertinya kedatangannya untuk membicarakan masalah pernikahan.Begitu menyadari maksud kedatangan Kakek Killian itu, Wina merasa gugup dan takut. Namun, dia tetap berusaha tenang dan melangkah menuju ke lantai bawah.Killian Lionel yang datang tak diundang itu tengah berdiri di ruang tamu, pakaiannya terlihat rapi dengan badan yang berbalut setelan jas. Pria itu bersandar pada tongkatnya, tampangnya terlihat begitu gagah.Meski sudah berusia 75 tahun, Killian masih terlihat muda, bersemangat, dan menunjukkan sikap dingin yang mengesankan, seperti orang ya
Wina merasakan sesak di dadanya, kedua matanya perlahan menurun. Sebagai seorang yatim piatu, latar belakang keluarga adalah sebuah hal tabu yang sulit diucapkan.Melihat Wina terdiam, Killian mendengus dingin. "Aku sudah mencari tahu tentangmu, kamu anak yatim piatu, walaupun akhirnya kamu menemukan kakakmu, dia juga hanyalah seorang arsitek biasa, mana mungkin kamu sepadan dengan cucuku?"Bicara soal latar belakang, dia memang tidak sepadan. "Sekalipun kakakku seorang arsitek, dia sendiri juga sudah meraih banyak prestasi dalam bidangnya."Siapa pun boleh menghina dan merendahkannya, tetapi tidak dengan kakaknya, mau siapa pun itu orangnya.Killian tidak akan pernah memandang tinggi seorang arsitek kecil yang tidak terkenal, tetapi pria tua itu tidak melanjutkan perdebatan dan hanya menekankan. "Kamu sendiri tahu prestasi itu semua milik kakakmu, tentu itu nggak ada hubungannya denganmu."Maksud pria tua itu ialah, prestasi kakaknya bukanlah prestasi milik Wina, dan Wina memang menga
Wajah mulus Wina yang amat dipuja dan disayang Jihan selama lebih dari setengah bulan itu perlahan berubah memucat, bahkan seputih kain kafan.Sekujur tubuhnya melemas, kedua kakinya terhuyung tak bertenaga hingga bergerak mundur selangkah, jari-jari tangannya yang lemah seketika bergerak menyentuh perutnya.Dalam beberapa hari ini, Wina dan Jihan sudah melakukannya selama beberapa kali, akan tetapi tidak ada reaksi apa pun terhadap tubuhnya. Apakah dirinya benar-benar tidak bisa mengandung seorang anak?Melihat raut wajah Wina memucat, Killian memperingatinya, "Nona Wina, Keluarga Lionel kami ini adalah keluarga yang cukup ternama, kami tentu membutuhkan seorang penerus keluarga untuk melanjutkan bisnis yang sudah turun-temurun. Dan kamu seorang wanita yang nggak bisa melahirkan anak mau menjadi bagian dari Keluarga Lionel?"Kalau sampai Keluarga Lionel sampai menikahkan cucu mereka kepada seorang wanita seorang dengan latar belakangnya yang tidak jelas, berpendidikan rendah, tidak bi
Sampai hari ini, langit masih saja menurunkan rintikan hujan. Seorang pria berjas hitam yang dipadu dengan kacamata berbingkai emas pada wajahnya terlihat sedang berjalan keluar dari pintu.Daris yang berada di belakang sosok pria itu terlihat sedang berjalan pincang mengikutinya, begitu juga dengan sekelompok pengawal berpakaian rapi tampak sedang mengekorinya dari belakang layaknya sekelompok kilauan bintang yang ikut menyinari bersama bulannya.Mantel yang sedikit basah bahkan belum sempat dilepasnya, Jihan sudah lebih dulu melewati sosok Killian dan langsung sigap berdiri di hadapan Wina."Apa dia menyentuhmu?"Jihan bahkan tak sedikit pun memberikan tatapan pada kakeknya, kedua matanya hanya fokus pada Wina seorang, seolah pria itu takut sesuatu terjadi pada wanitanya.Kedatangan Jihan membuat rasa cemas pada wajah Wina mulai mereda. "Nggak, kami hanya ngobrol biasa, nggak usah khawatir."Berbanding terbalik dengan Wina, Jihan malah makin merasa cemas. "Jangan dengarkan apa pun ya
Begitu mendengar omongan itu, tatapan kedua mata Killian menggelap. "Kamu rela meninggalkan Keluarga Lionel hanya demi wanita itu?"Jihan hanya acuh dan membalasnya dengan dingin, "Memangnya apa yang spesial dari Keluarga Lionel?"Killian tidak tahu identitas lain yang dimiliki Jihan, setahunya Jihan sudah mengakuisisi Keluarga Levin dan Keluarga Nizari, sehingga Killian mengira Jihan sedang menggunakan tawaran kuasa atas kedua keluarga besar tersebut. "Keluarga Levin dan Keluarga Nizari nggak sebanding dengan Keluarga Lionel. Kalau aku jadi kamu, harusnya aku lebih hati-hati dalam mempertimbangkannya."Jihan menautkan alisnya, sorot matanya berubah dingin. "Anda pikir, Keluarga Lionel yang sekarang masih sama seperti dulu?"Sebagai seorang sesepuh yang selalu mengontrol dari belakang layar, Killian tentu tahu betul bahwa Keluarga Lionel sudah sepenuhnya jatuh di tangan Jihan. Bahkan pemegang saham cabang-cabang perusahaan di seluruh dunia hanya mendengarkan perintahnya. Lalu kenapa? M
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je