Jihan mengepalkan tangannya dengan begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih, lalu dia menundukkan kepalanya yang selama ini selalu terangkat tinggi dan berujar memohon kepada Sara, "Nona Sara, tolong beri tahu aku di mana Wina. Ada sesuatu yang sangat penting yang ingin kukatakan padanya ...."Sara merasa agak takjub melihat Jihan yang selama ini selalu angkuh tiba-tiba berujar kepadanya dengan nada memohon seperti ini.Setelah berpikir sebentar, Sara akhirnya menjawab, "Aku benar-benar nggak tahu, Tuan Jihan. Tapi, yang kutahu pasti adalah proyek mereka kali ini ada di sini. Paling beberapa hari lagi Wina juga pulang. Gimana kalau Tuan Jihan pulang dulu sekarang, nanti kukabari saat Wina sudah pulang ...."Akan tetapi, Jihan sama sekali tidak mau membuang waktu. "Nona Sara, boleh tolong aku menelepon Wina?"Sepanjang menuju vila Sara, Jihan terus berusaha menelepon Wina dengan semua nomor yang dia miliki, tetapi Wina sama sekali tidak mengangkat.Wina sudah memblokir nomor kantor
Di kediaman Keluarga Lionel.Setelah memeriksa kondisi Jihan, Lilia pun mengernyit sambil berujar mengingatkan, "Pak Jihan, perutmu mengalami pendarahan parah karena dibiarkan kosong selama berhari-hari. Ditambah lagi, kondisi fisikmu memang sudah keburu melemah karena kecapekan. Kalau Pak Jihan nggak istirahat yang cukup, bisa-bisa nyawamu dalam bahaya."Jihan mengabaikan kata-kata Lilia, dia hanya duduk di sofa ruang kerjanya sambil melamun menatap ke luar jendela.Sorot tatapan Jihan terlihat begitu kosong.Lilia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menusukkan jarum infus ke punggung tangan Jihan dan berkata lagi, "Pak Jihan, kalau kondisi fisik Pak Jihan buruk, Pak Jihan bisa melakukan apa untuk merebut Nona Wina kembali? Tolong kembalilah bersemangat, jangan terus-terusan menyiksa diri Pak Jihan sendiri begini."Karena Jihan masih diam saja, Lilia pun tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia bangkit berdiri, lalu berjalan meninggalkan ruang kerja sambil membawa kotak peralatannya
Wina sontak terkejut membaca pesan dari Tuan Malam itu.Wina pikir Tuan Malam sudah tidak peduli lagi dengannya, itu sebabnya Tuan Malam sulit dihubungi. Ternyata setelah sekian lama, balasan Tuan Malam pun kembali.Wina meremas ponselnya dengan erat, lalu bertanya kepada Sam dengan gugup, "Kamu masih ingat dengan Tuan Malam? Dia membalas pesanku dan setuju untuk bertemu!"Sam pun mengambil ponsel Wina, lalu membaca pesan yang muncul pada layar. Sambil mengetuk-ngetuk layar ponsel, Sam berkata dengan percaya diri, "Pancing dia keluar! Biar kubantu kamu menghabisinya!"Wina memang percaya kepada Sam karena dia ingat waktu itu Sam-lah yang membuat Tuan Malam terpaksa kabur dari tempat parkir bawah tanah.Wina mengambil kembali ponselnya, lalu menundukkan kepalanya untuk mengetik. Akan tetapi, dia tiba-tiba menatap Sam lagi dengan bingung."Mau ketemuan jam berapa? Di mana? Terus, gimana nanti cara menangkapnya?"Jika mengajak Tuan Malam bertemu tanpa perencanaan yang matang, itu namanya
Jihan hendak menjawab pertanyaan Wina dengan jujur.Akan tetapi, dia tidak bisa mengatakan apa-apa di hadapan semua polisi dan karyawan ini.Sam bahkan terlihat lebih kaget lagi daripada Wina ...."Pak Jihan, jangan bilang hobi Pak Jihan adalah menggunakan identitas palsu untuk memerkosa wanita?"Jihan langsung menatap Sam dengan dingin.Sam refleks menatap kakinya. Untung saja kali ini dia tidak mengenakan sandal.Jihan pun kembali menatap Wina. Begitu melihat Wina yang hanya termangu menatapnya, Jihan mendadak merasa panik.Dia memang sudah tidak sabar untuk memberi tahu segalanya kepada Wina, tetapi dia juga lupa pernah menyakiti Wina.Wina mungkin akan lebih membenci Jihan begitu tahu bahwa Jihan adalah Tuan Malam.Bagaimanapun juga, Wina menganggap Tuan Malam sebagai penjahat yang tidak termaafkan ....Jihan hanya berdiri diam di depan pintu selama beberapa saat sebelum kesan sedih dalam sorot tatapannya perlahan-lahan hilang."Tuan Malam itu siapa?" tanya Jihan dengan nada datar.
Sementara itu, Zeno mengajak Jihan untuk melihat-lihat isi kamar di seberang.Untung saja orang yang menyewa kamar ini kebetulan sedang pergi. Zeno pun menghela napas dengan lega.Dia berbalik badan menatap Jihan, lalu mengangkat kartu buatannya sambil tersenyum dengan bangga."Ternyata barang bikinanku berguna juga, Pak Jihan."Jihan pun balas menepuk pundak Zeno sebagai bentuk pujian kepada bawahannya itu, tetapi ekspresi Jihan mendadak berubah menjadi dingin."Zeno, apa kamu mengutus orang untuk mengikutiku?"Tangan Jihan yang berada di atas bahunya sontak terasa begitu berat. Zeno merasa seperti sedang ditekan oleh sesuatu dengan kuat.Tubuh Zeno sontak terasa kaku, wajahnya juga berubah menjadi pucat. Dia merasa begitu bersalah sampai tidak berani menatap Jihan. Zeno akhirnya menundukkan kepalanya dan mengaku."Nona Valeria khawatir Pak Jihan akan membocorkan identitas Pak Jihan, jadi aku mengutus orang untuk selalu mengawasi Pak Jihan ....""Jangan lupa siapa yang majikanmu yang
Wina menatap kamar di seberang dengan curiga. Rasanya kebetulan yang luar biasa sekali melihat Jihan mendadak muncul di sini ....Wina tahu Jihan punya properti pribadi di Kota Aster. Dengan fobianya terhadap kuman yang sudah sangat kronis, Jihan tidak mungkin mau menginap di hotel orang lain, tidak peduli seberapa megah dan mewahnya hotel itu. Jadi, kenapa bisa-bisanya ....Di saat Wina sedang kebingungan, Sam pun membaca pesan di layar ponsel Wina."Eh? Tuan Malam nggak jadi datang?"Begitu mendengar pekikan kaget Sam, para polisi yang berencana kembali ke tangga darurat untuk berjaga pun sontak berhenti bergerak."Apa? Kenapa?"Wina tersadar dari lamunannya dan segera menjelaskan kepada pihak kepolisian."Maaf, Pak Polisi, kayaknya Tuan Malam sudah tahu soal rencana kita. Dia mengubah waktu pertemuan dan tidak jadi datang hari ini."Wina meminta maaf sambil membungkuk dengan rasa bersalah."Saya minta maaf sekali sudah membuang-buang waktu kalian."Polisi memang merasa sudah membuan
Begitu tiba di tempat tujuannya, Jihan langsung membuka pintu dan turun dari mobil.Zeno sudah menunggu di pintu masuk pabrik, dia segera memberikan peralatan Tuan Malam kepada Jihan."Tuan, sepertinya dia nggak tahu bahwa ada yang namanya Tuan Malam. Dia cuma dipekerjakan oleh orang lain untuk berpura-pura menjadi Tuan dan menemui Nona Wina."Karena pihak lawan tidak tahu soal Tuan Malam ataupun Organisasi Shallon sama sekali, lebih baik Jihan menggunakan kedoknya sebagai Tuan Malam agar tidak ketahuan.Topeng Tuan Malam pun menutupi wajah Jihan yang terlihat dingin. Zeno memasang tato naga hijau di leher Jihan, lalu memakaikan tangan Jihan sepasang sarung tangan hitam.Jihan memang harus memakai sarung tangan untuk beraksi karena tangan kanannya terluka, tetapi itu tidak jadi masalah. Itu sama sekali bukan hambatan bagi Jihan untuk menghabisi para penjahat di dunia ini!Setelah berubah menjadi Tuan Malam, Jihan pun berjalan menuju pabrik yang terbengkalai itu. Sekelompok pria bertope
Pria yang dipukuli itu menangis kesakitan, tetapi tidak berani menjerit-jerit lagi.Dia membuka bibirnya yang gemetar ketakutan, lalu menjelaskan semuanya kepada mereka."Aku ... aku cuma merobek pakaiannya, terus mencengkeram tangan dan kakinya dan ... dan menindihnya.""Tapi, sumpah, aku cuma sekadar menyentuhnya dan nggak menidurinya! Tolong ampuni aku!""Aku masih harus menghidupi keluargaku! Aku ...."Pria itu melontarkan alibinya yang sudah dia hafalkan. Namun, belum sempat dia selesai bicara, Zeno sudah memukul wajahnya lagi dengan kencang."Tutup mulutmu!"Zeno sudah berulang kali menghabisi orang jahat, tetapi baru sekali ini dia melihat orang jahat yang begitu berisik sampai-sampai rasanya Zeno mau membunuhnya saja!Jika bukan karena Jihan memutuskan untuk turun tangan, Zeno pasti sudah akan membungkam mulut pria itu!Di sisi lain, Jihan mengabaikan perkataan pria itu. Dia hanya perlahan-lahan menggerakkan pisau yang dia genggam."Di mana kamu melukainya?"Kali ini, pria itu