Di sisi lain, Jerome sedang mempelajari soal pemancar. Begitu mendengar ponselnya berdering, dia melepas sarung tangannya dan mengeluarkan ponselnya dari saku pakaian kerjanya.Begitu melihat Jihan yang meneleponnya, Jerome langsung berjalan keluar untuk mengangkat telepon itu. "Ya ampun, Kak Jihan, akhirnya ponsel Kakak nyala juga! Kakak tahu nggak Jefri sudah membuat Grup Lionel jadi berantakan? Kami rasanya hampir gila mengurusi ulahnya, Kakak ....""Cepat datang ke Walston dan ambil alih proyek NASA-ku," sela Jihan.Jerome sontak tertegun, dia mengira salah dengar. Jerome pun bertanya, "Loh? Kenapa?"Awalnya, Jerome-lah yang ditugaskan sebagai penanggung jawab proyek NASA. Jika sekarang Jihan mengembalikan proyek itu ke tangan Jerome, pasti karena terjadi sesuatu yang gawat di sana.Apa jangan-jangan Jefri menjual Grup Lionel?Alih-alih menjelaskan, Jihan hanya memerintahkan adiknya, "Cepat ke sini."Lalu, Jihan menutup telepon dan menatap Zeno. "Siapkan pesawat, kita segera berang
Reo langsung jatuh cinta pada Lilia begitu melihat Lilia memberikan kuliah saat Reo masih kuliah kedokteran.Reo mati-matian mengasah kemampuan dan ilmunya di bidang pengobatan demi memantaskan diri menjadi pasangan Lilia. Dia juga baru berani mengutarakan perasaannya kepada Lilia setelah meraih beberapa prestasi di bidang medis belakangan ini.Akan tetapi, Lilia selalu saja menolak perasaan Reo. Sampai sekarang, Reo belum tahu kenapa Lilia terus menolaknya.Ternyata ini semua karena Lilia pernah terluka. Tanpa perlu bertanya pun Reo sudah tahu bahwa luka di hati Lilia disebabkan oleh cinta.Namun, itu tidak jadi masalah bagi Reo. Karena hanya Lilia yang dia suka.Itu sebabnya Reo tidak akan peduli masa lalu seperti apa yang Lilia miliki. Dia akan selalu menerimanya ....Lilia hendak menolak perasaan Reo lagi, tetapi tiba-tiba pinggangnya dirangkul seseorang."Wah, Dokter Reo boleh juga. Siapa sangka kamu ternyata menyukai wanita yang menjadi rekan bersenang-senangku."Begitu mendengar
Lilia menenangkan dirinya agar tidak terbawa rasa senang karena berhasil mewujudkan balas dendamnya dan justru malah tersenyum penuh harap kepada Yuno."Oke, aku akan menunggumu."Sorot tatapan Lilia yang berubah dari kekecewaan menjadi binar berharap pun sontak menenangkan perasaan Yuno yang gelisah.Barulah setelah itu Yuno melepaskan Lilia dan mengangkat tubuh wanita itu dari atas lantai. Kali ini, Yuno mencengkeram tangan Lilia dengan lebih erat.Entah kenapa, Yuno selalu merasa suatu hari nanti Lilia akan meninggalkannya dan hidup bersama pria lain.Entah apa yang akan Yuno lakukan seandainya suatu saat itu terjadi. Dia pasti hanya bisa mencengkeram tangan Lilia dengan putus asa seperti sekarang ....Reo yang dipukuli hingga terkapar tidak berdaya di atas lantai dan tidak sanggup berbicara itu pun diam-diam mengepalkan tangannya dengan erat sambil memperhatikan Yuno dan Lilia yang berjalan pergi.Yuno menggendong Lilia masuk ke dalam ruang kerja Lilia, lalu menindih tubuh Lilia ke
Begitu pesawat mendarat di Kota Aster, Jihan langsung mencabut jarum infusnya. Dia bangkit berdiri dan turun dari pesawat.Sekalipun Jihan belum bisa berdiri dengan tegap, Jihan tetap menguatkan diri dan berjalan keluar meski harus terhuyung.Zeno bergegas menghampiri Jihan dan memapah atasannya itu untuk keluar dari bandara.Daris sudah menyiapkan mobil dan menunggu di luar bandara, dia sudah tahu Jihan pulang.Begitu melihat Jihan keluar dari bandara, Daris pun menyapa, "Pak Jihan."Jihan balas mengangguk dengan singkat, lalu menatap Zeno. "Kamu pulang saja."Zeno mengiakan dengan hormat, kemudian berbalik badan dan segera berjalan pergi.Dia adalah tangan kanan Tuan Malam, dia baru boleh muncul saat Tuan Malam beraksi.Setelah Zeno pergi, Daris pun memandangi Jihan yang tampak pucat dan kurus.Daris ingat betul kondisi mental Jihan masih baik-baik saja empat bulan yang lalu, tetapi sekarang atasannya itu terlihat sangat lesu dan murung.Mungkin di dunia ini hanya Wina saja yang bisa
Jihan mengepalkan tangannya dengan begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih, lalu dia menundukkan kepalanya yang selama ini selalu terangkat tinggi dan berujar memohon kepada Sara, "Nona Sara, tolong beri tahu aku di mana Wina. Ada sesuatu yang sangat penting yang ingin kukatakan padanya ...."Sara merasa agak takjub melihat Jihan yang selama ini selalu angkuh tiba-tiba berujar kepadanya dengan nada memohon seperti ini.Setelah berpikir sebentar, Sara akhirnya menjawab, "Aku benar-benar nggak tahu, Tuan Jihan. Tapi, yang kutahu pasti adalah proyek mereka kali ini ada di sini. Paling beberapa hari lagi Wina juga pulang. Gimana kalau Tuan Jihan pulang dulu sekarang, nanti kukabari saat Wina sudah pulang ...."Akan tetapi, Jihan sama sekali tidak mau membuang waktu. "Nona Sara, boleh tolong aku menelepon Wina?"Sepanjang menuju vila Sara, Jihan terus berusaha menelepon Wina dengan semua nomor yang dia miliki, tetapi Wina sama sekali tidak mengangkat.Wina sudah memblokir nomor kantor
Di kediaman Keluarga Lionel.Setelah memeriksa kondisi Jihan, Lilia pun mengernyit sambil berujar mengingatkan, "Pak Jihan, perutmu mengalami pendarahan parah karena dibiarkan kosong selama berhari-hari. Ditambah lagi, kondisi fisikmu memang sudah keburu melemah karena kecapekan. Kalau Pak Jihan nggak istirahat yang cukup, bisa-bisa nyawamu dalam bahaya."Jihan mengabaikan kata-kata Lilia, dia hanya duduk di sofa ruang kerjanya sambil melamun menatap ke luar jendela.Sorot tatapan Jihan terlihat begitu kosong.Lilia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menusukkan jarum infus ke punggung tangan Jihan dan berkata lagi, "Pak Jihan, kalau kondisi fisik Pak Jihan buruk, Pak Jihan bisa melakukan apa untuk merebut Nona Wina kembali? Tolong kembalilah bersemangat, jangan terus-terusan menyiksa diri Pak Jihan sendiri begini."Karena Jihan masih diam saja, Lilia pun tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia bangkit berdiri, lalu berjalan meninggalkan ruang kerja sambil membawa kotak peralatannya
Wina sontak terkejut membaca pesan dari Tuan Malam itu.Wina pikir Tuan Malam sudah tidak peduli lagi dengannya, itu sebabnya Tuan Malam sulit dihubungi. Ternyata setelah sekian lama, balasan Tuan Malam pun kembali.Wina meremas ponselnya dengan erat, lalu bertanya kepada Sam dengan gugup, "Kamu masih ingat dengan Tuan Malam? Dia membalas pesanku dan setuju untuk bertemu!"Sam pun mengambil ponsel Wina, lalu membaca pesan yang muncul pada layar. Sambil mengetuk-ngetuk layar ponsel, Sam berkata dengan percaya diri, "Pancing dia keluar! Biar kubantu kamu menghabisinya!"Wina memang percaya kepada Sam karena dia ingat waktu itu Sam-lah yang membuat Tuan Malam terpaksa kabur dari tempat parkir bawah tanah.Wina mengambil kembali ponselnya, lalu menundukkan kepalanya untuk mengetik. Akan tetapi, dia tiba-tiba menatap Sam lagi dengan bingung."Mau ketemuan jam berapa? Di mana? Terus, gimana nanti cara menangkapnya?"Jika mengajak Tuan Malam bertemu tanpa perencanaan yang matang, itu namanya
Jihan hendak menjawab pertanyaan Wina dengan jujur.Akan tetapi, dia tidak bisa mengatakan apa-apa di hadapan semua polisi dan karyawan ini.Sam bahkan terlihat lebih kaget lagi daripada Wina ...."Pak Jihan, jangan bilang hobi Pak Jihan adalah menggunakan identitas palsu untuk memerkosa wanita?"Jihan langsung menatap Sam dengan dingin.Sam refleks menatap kakinya. Untung saja kali ini dia tidak mengenakan sandal.Jihan pun kembali menatap Wina. Begitu melihat Wina yang hanya termangu menatapnya, Jihan mendadak merasa panik.Dia memang sudah tidak sabar untuk memberi tahu segalanya kepada Wina, tetapi dia juga lupa pernah menyakiti Wina.Wina mungkin akan lebih membenci Jihan begitu tahu bahwa Jihan adalah Tuan Malam.Bagaimanapun juga, Wina menganggap Tuan Malam sebagai penjahat yang tidak termaafkan ....Jihan hanya berdiri diam di depan pintu selama beberapa saat sebelum kesan sedih dalam sorot tatapannya perlahan-lahan hilang."Tuan Malam itu siapa?" tanya Jihan dengan nada datar.
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je