"Wina, kamu itu cuma merasa bersalah padaku. Sebenarnya, kamu nggak pernah berhenti mencintai Jihan.""Dia juga mencintaimu. Aku nggak bisa bersikap egois dan memisahkan dua sejoli yang saling mencintai. Kamu ...."Ivan sontak berhenti bicara sejenak, lalu akhirnya melanjutkan dengan suara serak, "Temui saja dia, nggak usah pedulikan aku ...."Ivan memang sempat berpikir untuk bersikap egois, tetapi mana mungkin dia bisa memonopoli Wina tanpa merasa bersalah di saat dia tahu Jihan sudah melakukan banyak hal demi Wina?Ivan pun menengadahkan kepalanya. Dia menghentikan air mata dan rasa tidak relanya, lalu mendorong kursi rodanya berbalik hendak pergi.Wina yang masih berjongkok menatap punggung Ivan yang bergerak pergi, lalu berkata dengan putus asa, "Ivan, apa kamu ... sudah nggak menginginkanku lagi?"Ivan sontak berhenti bergerak. Dia menoleh lagi menatap Wina yang sedang berjongkok.Ingin sekali Ivan berlari menghampiri Wina dan memeluknya, lalu mengatakan mana mungkin dia tidak me
Begitu mendengar Wina dan Ivan akan menggelar pesta pernikahan, Sara sontak tertegun. "Apa ... kamu sudah memikirkannya matang-matang?"Sambil mengaduk masker tanah liat putih dengan sendok kecil, Wina menjawabnya: "Kalau kamu mendapatkan akta nikah, tentu kamu harus mengadakan pernikahan pengganti."Dia takut keputusan Wina ini didasari oleh Ivan yang tidak rela dan berusaha menggunakan ikatan pernikahan untuk memenangkan hati Wina agar Wina mau melepaskan masa lalu dan memulai kembali.Sara menatap Wina yang sudah terlihat mantap itu, tiba-tiba dia tidak tahu harus berkata apa.Wina pun berkata kepada Sara, "Sara, kamu pernah bilang akan jadi pengiringku kalau aku menikah dengan Ivan."Sara tidak langsung menjawab, dia mengelus rambut pendek Wina sambil bertanya, "Wina, kamu sudah benar-benar yakin mau memulai kembali dengan Ivan?"Wina mengangguk tanpa ragu. "Aku ingin merawatnya dengan sisa hidupku. Tapi, nggak adil juga bagi Ivan kalau alasanku melakukannya hanya karena didorong o
Wina menatap kedua kartu ATM itu dengan terharu, tetapi dia menolak tawaran Sara."Sara, apa yang kuberikan kepadamu itu jadi milikmu, kamu nggak perlu mengembalikannya. Lagian, uangmu sendiri tentu saja harus ditabung. Hidupmu masih panjang, kamu pasti butuh uang itu untuk apa-apa. Selain itu, tentu saja aku harus melunasi utangku sendiri. Kamu nggak usah khawatir ...."Namun, Sara tentu saja tidak setuju dan bersikeras memberikan kedua kartu ATM itu kepada Wina."Wina, kamu kayaknya nggak tahu kalau setelah kamu tiada, Lilia memberiku sejumlah uang. Ivan juga memberiku semua harta pribadinya. Aku belum sempat mengembalikan semuanya kecuali milik Ivan. Aku sudah mengembalikan uang Lilia."Sara pun terdiam sejenak, lalu bertanya kepada Wina, "Apa kamu mau tahu cara aku mengembalikannya?"Wina menggelengkan kepalanya. Sara pun berkata sambil tersenyum, "Aku mengambil kartu ATM-ku dan mengejar-ngejar Lilia selama tiga tahun sampai dia nggak tahan lagi dan akhirnya mau uangnya kukembalika
Ucapan Ivan membuat Sara merasa lebih lega. "Syukurlah kalau gitu. Tapi, ini 'kan memang punyamu. Aku nggak mau ambil."Setelah berkata seperti itu, Sara langsung bangkit berdiri dan berjalan pergi tanpa menunggu respons Ivan.Ivan menatap Sara yang buru-buru pergi sambil menggeleng-geleng kecil.Ternyata sifat Sara masih sama seperti dulu, lebih baik mati daripada menginginkan milik orang lain.Namun, Ivan tahu dia harus membalas budi baik Sara. Bagaimanapun juga, Sara-lah yang merawatnya sejak kecil.Ivan pun menoleh menatap Fariz, lalu berkata, "Tolong simpan dulu amplopnya, nanti kubalikkan ke Sara pas dia datang lagi."Fariz mengangguk, lalu mengambil amplop itu dan berbalik badan. Dia menyimpan amplop itu ke ruang kerja.Saat Fariz keluar, Ivan memerintahkan lagi, "Oh ya, ada satu hal lagi ....""Apa?" tanya Fariz.Ivan memandang sekeliling vila dan juga Jesse yang sedang membuat sarapan di dapur, lalu berkata kepada Fariz, "Selama tiga tahun ini, Jihan sudah memberiku tempat tin
Daris tahu Jihan mendengarnya dengan jelas, Jihan hanya tidak bisa memercayai pendengarannya.Dia memandang Jihan dengan penuh simpati. "Pak Jihan, tentu saja ini akan terjadi. Pak Jihan sendiri yang mendorong Nona Wina kembali ke Rian."Wajah Jihan yang tampan sempurna itu menjadi agak pucat, matanya yang terkesan dingin tampak agak memerah.Jihan meremas kartu ATM itu dengan sekuat tenaga. Saking marahnya, kartu itu bahkan nyaris hancur di tangan Jihan."Pak Jihan ...."Daris menatap Jihan yang tampak gemetar menahan amarah dengan cemas."Siapkan mobil!"Daris sontak tertegun, lalu menyadari maksud Jihan. Dia mengiakan perintah Jihan, kemudian segera melangkah mundur.Sementara itu, di butik gaun pengantin. Tirai kamar pas dibuka dari kedua ujung. Tampaklah Wina yang mengenakan gaun pengantin berkerlap-kerlip.Wina pikir akan melihat sosok Sara, ternyata orang yang berdiri di luar adalah Jihan ....Dia mengenakan setelan jas berwarna hitam, wajahnya yang tampan terkesan begitu dingin
Ciuman Jihan terasa begitu ganas dan panas seolah-olah semua gairah yang selama ini Jihan tahan akhirnya meledak.Wina mati-matian berusaha melawan, tetapi Jihan malah merobek gaun pengantin itu seperti orang kesetanan.Begitu melihat gaun pengantinnya robek, wajah Wina pun menjadi pucat. Sorot matanya dipenuhi dengan kebencian.Namun, Jihan sama sekali tidak ambil pusing. Dia terus menciumi Wina dengan ganas sambil memeluk pinggang Wina dengan tangannya yang satu lagi agar tubuh Wina menempel erat kepadanya.Wina yang ditindih pun mengayun-ayunkan kakinya untuk menendang Jihan menjauh. Jihan menjepit kedua kaki Wina sehingga Wina akhirnya benar-benar tidak bisa berkutik.Pada akhirnya, Wina membuka bibirnya yang sedari tadi tertutup rapat. Begitu lidah Jihan menyerbu masuk, Wina pun balas menggigit Jihan dengan sekuat tenaga.Alis Jihan mengernyit menahan sakit, tetapi dia tetap tidak melepaskan Wina. Dia justru menatap Wina dengan kesan menantang seolah-olah ingin tahu sebenarnya Win
"Aku sendiri yang mau mengeluarkan enam triliun itu dan menghabiskan semua uang itu untuk Ivan! Kenapa kalian harus mempermalukanku dengan uang?""Aku sudah melepaskan, jadi kenapa kamu masih memancingku? Kamu mau menyiksaku sampai mati, ya?"Setelah berseru seperti itu, Jihan menempelkan dahinya pada dahi Wina dan bertanya dengan suara gemetar, "Wina, apa kamu baru merasa senang kalau aku sudah mati ...."Jantung Wina sontak seperti berhenti selama sepersekian detik. Dia menatap Jihan, lalu balik bertanya, "Terus, kamu mau aku bagaimana? Aku merasa sangat bersalah karena kamu sudah menghabiskan begitu banyak uang untukku. Saking bersalahnya, aku sampai merasa nggak bisa bernapas. Mau nggak mau aku harus mengembalikan uang itu ...."Jihan balas menggelengkan kepalanya dengan lembut. "Aku nggak mau kamu melakukan itu, aku cuma mau kamu, Wina. Aku cuma mau kamu! Tolong kembalilah padaku ...."Suara Jihan yang memikat terdengar begitu memelas, dia menatap Wina dengan begitu saksama. Jihan
Namun, Wina menggelengkan kepalanya. "Nggak, aku nggak mau ...."Wina mendorong Jihan menjauh, lalu meringkuk di sudut sambil memeluk tubuhnya. Sorot mata Wina terlihat sangat tidak berdaya.Jihan berlutut di depan Wina dan menatapnya selama beberapa saat, lalu akhirnya berkata, "Kamu mau nikah, tapi bukan denganku. Setidaknya, biarkan aku mengantarkanmu berjalan di altar. Aku nggak mau melewatkan pernikahanmu ...."Wina tetap menggelengkan kepalanya. "Nggak mau ...."Mata Jihan pun tampak agak berkaca-kaca. "Wina, tolong berikan aku kesempatan terakhir, setidaknya demi 10 tahun aku mencintaimu ...."Air mata yang sedari tadi Wina tahan pun mengalir turun. "Jihan, tolong jangan paksa aku lagi ...."Jihan pun mengusap air mata Wina dengan jarinya yang ramping sambil berkata, "Ternyata kamu sudah benar nggak memilihku. Aku selalu membuatmu menangis."Ujung jari Jihan berulang kali membelai wajah Wina. "Maafkan aku, Wina. Kamu begitu menderita selama lima tahun bersamaku ...."Wina sontak