Wina memang hanya pernah melihat wajah Vera melalui foto, tetapi dia bisa membayangkan bahwa kakaknya adalah seseorang yang sangat lembut.Orang seperti inilah yang dengan sukarela mendonorkan jantungnya dan memberi Wina kesempatan untuk hidup lagi ....Sedangkan Vera sendiri pada akhirnya harus dimakamkan dan kehilangan identitasnya ....Dulu, Wina benar-benar tidak mengerti. Jika Alvin begitu mencintai kakaknya, kenapa Alvin membiarkan jenazah kakaknya dikremasi dengan begitu tergesa-gesa?Kemudian, setelah mendengar dari Alvin bahwa dia dikhianati oleh Vera, barulah Wina menyadari bahwa Alvin sangat mencintai sekaligus membenci Vera.Justru rasa benci itulah yang membuat Alvin tega mencampakkan dan membiarkan tubuh Vera terbaring di balik kuburan yang dingin ini selama tiga tahun.Pasti Vera merasa sangat lelah harus meladeni orang-orang seperti Alvin.Namun, Vera juga yang selama 10 tahun mengejar-ngejar Alvin ....Jadi, sebenarnya Vera mencintai Alvin atau tidak?Sambil memikirkan
Wina menghela napas dalam-dalam. "Apa?""Kamu bisa gambar?" tanya Alvin dengan dingin.Wina sontak tertegun, dia tidak mengerti maksud Alvin. "Bisa ...."Justru Wina belajar desain karena sejak kecil sudah berbakat dalam menggambar."Perjanjian pertama, aku mau kamu menggantikan Vera dan mengambil alih proyeknya yang belum selesai," kata Alvin.Wina sontak kembali tertegun. Dia ingat bahwa Vera adalah arsitektur paling terkenal di dunia. Mana mungkin seorang siswa lulusan sekolah desain sepertinya bisa menggantikan Vera dan mengambil alih proyeknya yang belum selesai?Di sisi lain, Alvin tidak peduli Wina bisa melakukannya atau tidak. Pria itu terus berkata dengan dingin, "Aku sudah menyuruh orang untuk mengirimkan gambar arsitektur buatan Vera kepadamu, baik itu yang masih dalam tahap desain atau sudah jadi. Tapi, masih ada yang kosong di antara proyek-proyek yang dia terima. Selesaikan gambarnya secara berurutan.""Tapi, yang kupelajari waktu sekolah 'kan desain merek? Bukan desain a
Karena Wina masih berdiri diam setelah selesai mengangkat telepon, Sara pun segera membunyikan klakson.Wina tersadar dari lamunannya dan buru-buru menyeret kopernya menghampiri Sara.Setelah Sara membawanya kembali ke vila, mereka berdua berbaring di atas ranjang yang sama seperti dulu sambil membicarakan tentang masa lalu, masa sekarang dan masa depan.Mendengarkan celotehan Sara membuat tubuh Wina perlahan-lahan menjadi lebih rileks. Pada akhirnya, Wina tertidur sambil bersandar di bahu Sara.Sara menyelimuti Wina yang sudah tertidur, lalu ikut memejamkan matanya dan tidur ....Keesokan harinya, Sara sebenarnya ingin pergi menemui Ivan bersama Wina.Sayangnya, dia tidak bisa ikut karena harus menyelesaikan masalah di klub.Sebelum meninggalkan rumah, Wina memasukkan buku nikahnya ke dalam ransel kecilnya.Dia membawa ransel itu dan juga ponselnya, lalu pergi ke vila Ivan.Ivan sedang duduk di taman belakang sambil membaca buku, sosoknya dari kejauhan tampak seperti lukisan.Namun, p
"Wina, kamu itu cuma merasa bersalah padaku. Sebenarnya, kamu nggak pernah berhenti mencintai Jihan.""Dia juga mencintaimu. Aku nggak bisa bersikap egois dan memisahkan dua sejoli yang saling mencintai. Kamu ...."Ivan sontak berhenti bicara sejenak, lalu akhirnya melanjutkan dengan suara serak, "Temui saja dia, nggak usah pedulikan aku ...."Ivan memang sempat berpikir untuk bersikap egois, tetapi mana mungkin dia bisa memonopoli Wina tanpa merasa bersalah di saat dia tahu Jihan sudah melakukan banyak hal demi Wina?Ivan pun menengadahkan kepalanya. Dia menghentikan air mata dan rasa tidak relanya, lalu mendorong kursi rodanya berbalik hendak pergi.Wina yang masih berjongkok menatap punggung Ivan yang bergerak pergi, lalu berkata dengan putus asa, "Ivan, apa kamu ... sudah nggak menginginkanku lagi?"Ivan sontak berhenti bergerak. Dia menoleh lagi menatap Wina yang sedang berjongkok.Ingin sekali Ivan berlari menghampiri Wina dan memeluknya, lalu mengatakan mana mungkin dia tidak me
Begitu mendengar Wina dan Ivan akan menggelar pesta pernikahan, Sara sontak tertegun. "Apa ... kamu sudah memikirkannya matang-matang?"Sambil mengaduk masker tanah liat putih dengan sendok kecil, Wina menjawabnya: "Kalau kamu mendapatkan akta nikah, tentu kamu harus mengadakan pernikahan pengganti."Dia takut keputusan Wina ini didasari oleh Ivan yang tidak rela dan berusaha menggunakan ikatan pernikahan untuk memenangkan hati Wina agar Wina mau melepaskan masa lalu dan memulai kembali.Sara menatap Wina yang sudah terlihat mantap itu, tiba-tiba dia tidak tahu harus berkata apa.Wina pun berkata kepada Sara, "Sara, kamu pernah bilang akan jadi pengiringku kalau aku menikah dengan Ivan."Sara tidak langsung menjawab, dia mengelus rambut pendek Wina sambil bertanya, "Wina, kamu sudah benar-benar yakin mau memulai kembali dengan Ivan?"Wina mengangguk tanpa ragu. "Aku ingin merawatnya dengan sisa hidupku. Tapi, nggak adil juga bagi Ivan kalau alasanku melakukannya hanya karena didorong o
Wina menatap kedua kartu ATM itu dengan terharu, tetapi dia menolak tawaran Sara."Sara, apa yang kuberikan kepadamu itu jadi milikmu, kamu nggak perlu mengembalikannya. Lagian, uangmu sendiri tentu saja harus ditabung. Hidupmu masih panjang, kamu pasti butuh uang itu untuk apa-apa. Selain itu, tentu saja aku harus melunasi utangku sendiri. Kamu nggak usah khawatir ...."Namun, Sara tentu saja tidak setuju dan bersikeras memberikan kedua kartu ATM itu kepada Wina."Wina, kamu kayaknya nggak tahu kalau setelah kamu tiada, Lilia memberiku sejumlah uang. Ivan juga memberiku semua harta pribadinya. Aku belum sempat mengembalikan semuanya kecuali milik Ivan. Aku sudah mengembalikan uang Lilia."Sara pun terdiam sejenak, lalu bertanya kepada Wina, "Apa kamu mau tahu cara aku mengembalikannya?"Wina menggelengkan kepalanya. Sara pun berkata sambil tersenyum, "Aku mengambil kartu ATM-ku dan mengejar-ngejar Lilia selama tiga tahun sampai dia nggak tahan lagi dan akhirnya mau uangnya kukembalika
Ucapan Ivan membuat Sara merasa lebih lega. "Syukurlah kalau gitu. Tapi, ini 'kan memang punyamu. Aku nggak mau ambil."Setelah berkata seperti itu, Sara langsung bangkit berdiri dan berjalan pergi tanpa menunggu respons Ivan.Ivan menatap Sara yang buru-buru pergi sambil menggeleng-geleng kecil.Ternyata sifat Sara masih sama seperti dulu, lebih baik mati daripada menginginkan milik orang lain.Namun, Ivan tahu dia harus membalas budi baik Sara. Bagaimanapun juga, Sara-lah yang merawatnya sejak kecil.Ivan pun menoleh menatap Fariz, lalu berkata, "Tolong simpan dulu amplopnya, nanti kubalikkan ke Sara pas dia datang lagi."Fariz mengangguk, lalu mengambil amplop itu dan berbalik badan. Dia menyimpan amplop itu ke ruang kerja.Saat Fariz keluar, Ivan memerintahkan lagi, "Oh ya, ada satu hal lagi ....""Apa?" tanya Fariz.Ivan memandang sekeliling vila dan juga Jesse yang sedang membuat sarapan di dapur, lalu berkata kepada Fariz, "Selama tiga tahun ini, Jihan sudah memberiku tempat tin
Daris tahu Jihan mendengarnya dengan jelas, Jihan hanya tidak bisa memercayai pendengarannya.Dia memandang Jihan dengan penuh simpati. "Pak Jihan, tentu saja ini akan terjadi. Pak Jihan sendiri yang mendorong Nona Wina kembali ke Rian."Wajah Jihan yang tampan sempurna itu menjadi agak pucat, matanya yang terkesan dingin tampak agak memerah.Jihan meremas kartu ATM itu dengan sekuat tenaga. Saking marahnya, kartu itu bahkan nyaris hancur di tangan Jihan."Pak Jihan ...."Daris menatap Jihan yang tampak gemetar menahan amarah dengan cemas."Siapkan mobil!"Daris sontak tertegun, lalu menyadari maksud Jihan. Dia mengiakan perintah Jihan, kemudian segera melangkah mundur.Sementara itu, di butik gaun pengantin. Tirai kamar pas dibuka dari kedua ujung. Tampaklah Wina yang mengenakan gaun pengantin berkerlap-kerlip.Wina pikir akan melihat sosok Sara, ternyata orang yang berdiri di luar adalah Jihan ....Dia mengenakan setelan jas berwarna hitam, wajahnya yang tampan terkesan begitu dingin