Wina naik ke atas menghampiri Andrew. Andrew tersenyum padanya dan membuka pintu ruang kerja, lalu mempersilakan Wina masuk."Nona Vera, silakan masuk."Begitu Wina masuk, dia disambut oleh pandangan ruang kerja yang sangat rapi dan luas, semua perabotan terbuat dari kayu, sinar matahari juga dibiarkan masuk dari jendela yang besar dan membuat ruangan itu terasa sangat hangat.Di ruangan itu, berdirilah seorang lelaki tua di depan jendela, punggungnya menghadap pintu. Rambutnya sudah memutih dan tubuhnya berbalut jas putih. Dia berdiri di depan jendela sambil mengagumi indahnya pemandangan di luar jendela."Kakek, Nona Vera sudah datang."Andrew mempersilakan Wina masuk dan memberi salam pada James dengan penuh hormat.James pun balik badan, menatap Wina dan menilai Wina dengan matanya yang dalam yang terlihat jelas pribadinya penuh pengalaman dan kebijaksanaan.Wina juga menilai James. Pria yang sudah lanjut usia itu masih terlihat gagah seperti foto di bawah.James tidak terlihat sep
Wina bersikap bijak. Dia merasa selama identitasnya tidak terungkap, dia tidak perlu terlalu gugup dan bisa menjawab dengan santai."Ibuku punya dua orang anak."Melihat Wina mengaku dirinya adalah anggota Keluarga Dinsa, James tetap tenang dan melanjutkan topik."Adikmu ada di mana?""Aku juga nggak tahu. Waktu kecil kami terpisah dan sampai sekarang belum bertemu."Alvin, Jihan, Keluarga Dinsa, Keluarga Naula dan Keluarga Soraya menyembunyikan masalah tentang Vera dan Wina. Tidak seorang pun, termasuk James, dapat mengetahui siapa yang meninggal dan siapa yang masih hidup.James hanya tahu bahwa Veransa bukanlah keturunan Keluarga Dinsa dan dia punya dua anak. Yang satu namanya Vera dan yang seorang lagi bernama Verina. Wanita yang ada di hadapannya ini adalah Vera.Paras Vera sama seperti sosok teman lama dalam ingatan James, tetapi dia tidak terlihat begitu mirip dengan Veransa. Mungkinkah Verina yang lebih mirip dengan Veransa?Wina yang menyamar menjadi Vera dengan riasan pun men
Tatapan Wina yang terlihat polos membuat James berpikir Wina memang tidak tahu apa-apa, dia pun berhenti bertanya lalu mengangkat cangkir kopinya, berjalan mengitari meja, duduk di kursi, kemudian menatap Wina yang duduk di seberangnya."Nona Vera, aku mau membangun rumah bangsawan."Akhirnya mereka mulai bekerja, Wina membuka buku catatannya dan mulai mencatat."Silakan jelaskan lebih detail Tuan James."James mendeskripsikan teman lamanya sesuai ingatannya pada Wina."Aku mau sebuah rumah berwarna putih dan bergaya Enoa, punya taman yang penuh dengan bunga tulip. Aku mau bangun jembatan lengkung kecil dan di bawahnya ada kolam ikan. Bagian belakangnya ada taman buah-buahan."Awalnya Wina pikir dia akan diminta merancang sebuah bangunan komersial yang sulit, tidak disangka ternyata permintaan James hanya sebuah rumah tinggal yang sederhana."Tuan James, kamu bisa menyewa seorang arsitek biasa untuk mendesain bangunan seperti ini. Kenapa Tuan mencariku?"Selain itu, James meminta Vera
"Aku nggak punya hubungan apa pun dengannya.""Kenapa bertanya seperti itu?" tanya Wina berpura-pura tenang untuk menyembunyikan rasa paniknya."Aku curiga kamu adalah istri Pak Jihan yang selalu misterius itu," jawab Andrew dengan jujur.Masalahnya, kenapa istri yang misterius itu selalu saja menghindar bertemu dengan Andrew?Andrew tidak mengerti, tetapi Wina juga tidak mau memberitahunya. "Kalau memang aku ini istrinya, untuk apa juga aku masih menjalankan proyek ke luar begini? Sudah pasti aku akan duduk manis di rumah dan menikmati jadi istri orang kaya."Andrew pun tertawa dan memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. "Tolong jangan masukkan pertanyaanku ke dalam hati, Nona Vera. Aku cuma penasaran karena aku merasa sosokmu dari belakang agak mirip dengannya.""Ya, nggak apa-apa," jawab Wina sambil ikut tersenyum, ekspresinya tetap terlihat biasa saja."Biar kuantar kalian keluar," kata Andrew sambil membuat gestur mempersilakan.Wina mengangguk. "Oke."Setelah mengantar Wina
Setelah keluar dari rumah Keluarga Ivoron, Wina langsung menuju mobil Jihan.Begitu masuk, dia langsung memeluk pinggang Jihan dan menempel di dada Jihan. Wina menghirup aroma tubuh Jihan yang familier, sekujur tubuhnya yang semula tegang perlahan menjadi lebih rileks."Sayang, waktu itu Andrew melihat punggungku. Sekarang dia mulai mencurigaiku."Jihan balas merangkul pinggang Wina dan menggendongnya dari samping, lalu memangku istrinya itu."Jangan takut."Ucapan Jihan itu langsung membuat Wina yang takut identitasnya ketahuan kembali tenang.Dia mengangkat dagunya sementara Jihan menundukkan kepalanya, bibir mereka pun bersentuhan.Jihan tersenyum kecil, sedangkan Wina tersenyum bahagia."Kebetulan sekali."Jihan pun menengadah menatap kursi di barisan depan.Begitu menyadari tatapan Jihan dari kaca spion, si sopir langsung menurunkan kaca pemisah dengan kursi belakang.Sam yang duduk di kursi di samping pengemudi dan terhalang oleh kaca pemisah itu pun memutar bola matanya sebanyak
Begitu mendengar kata "pergi", rasanya jantung Wina sudah seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik. "Mau ke mana?"Jihan mengusap wajah Wina, rasanya dia tidak ingin berpisah. "Nanti kukasih tahu pas sudah pulang."Jihan merasa tidak nyaman untuk memberi tahu Wina karena ada pihak luar bersama mereka di dalam mobil. Wina langsung menduga ini ada hubungannya dengan Organisasi Shallon, jadi dia tidak berkomentar apa-apa.Wina jarang sekali diam seribu bahasa setelah mereka menikah, ini adalah kali pertama. Begitu Jihan bilang akan pergi, Wina langsung memasang benteng di sekelilingnya seolah-olah Jihan berniat meninggalkannya.Reaksi Wina ini membuat Jihan jadi merasa agak gelisah. Dia pun menarik ujung pakaian Wina. "Wina ...."Namun, Wina mengabaikan Jihan. Dia menoleh menatap ke luar jendela mobil. Saat ini, cuma ada rasa takut yang memenuhi benaknya. Wina memang tidak tahu apa misi dari Organisasi Shallon, tetapi dia tahu bahwa sesuatu yang bersifat sangat rahasia pasti uju
Wina tidak tahu seberapa dalam pemikiran Jihan, dia cuma mengkhawatirkan keselamatan suaminya. "Sebelumnya kamu cuma butuh satu dua hari untuk menunaikan misimu, tapi kali ini sampai sebulan. Pasti misimu kali ini berbahaya banget, 'kan?""Ya, sedikit, tapi kamu harus percaya padaku kalau aku nggak akan kenapa-kenapa," hibur Jihan dengan tenang."Kalau gitu, ajak aku sekalian," sahut Wina dengan tidak percaya."Wina, nggak etis mengajakmu di saat yang ada di sekelilingku semuanya laki-laki," jawab Jihan sambil mengelus rambut Wina dengan tidak berdaya.Wina juga tahu Jihan tidak mungkin mengajaknya ikut serta, dia cuma mengutarakan keegoisannya.Namun, Wina juga sadar dia tidak bisa membiarkan keegoisannya mempersulit Jihan.Tubuh Wina jadi terasa agak lemas. Dia mencengkeram kerah kemeja Jihan, lalu menempelkan pipinya di dada Jihan. "Aku nggak berguna banget, ya."Wina tidak bisa membantu Jihan, dia cuma bisa tinggal di rumah dan menjadi istri manja yang menunggu suaminya pulang."Hi
Berkat penghiburan dari Jihan, Wina pun menangis hingga jatuh tertidur. Dia bermimpi Jihan yang berlumuran darah berjalan melewatinya. Wina berusaha sebisa mungkin untuk menangkap Jihan, tetapi dia bahkan tidak mampu menyentuh sudut pakaian Jihan ....Wina sontak terbangun dari mimpi buruknya. Begitu membuka matanya dan tidak melihat sosok Jihan, jantungnya langsung terasa seperti berhenti berdetak sesaat. Apa secepat itu Jihan pergi? Tanpa mengucapkan selamat tinggal kepadanya atau memeluknya? Jihan pergi begitu saja?"Jihan!"Bukannya Jihan bilang baru akan pergi sepuluh hari lagi? Kenapa sosoknya sudah lenyap dari pandangan secepat ini!Wina menyibakkan selimutnya dengan gelisah, dia segera menurunkan kakinya dari atas kasur. Namun, sebelum kakinya menyentuh lantai, seorang pria yang tampak berwibawa dan bermartabat pun masuk ke kamar dan bergegas menghampiri Wina. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menopang kaki Wina dan meletakkannya kembali ke atas tempat tidur."Lantainya ding