Jihan tidak menjawab. Wina menggenggam ponselnya dan menyuruh sopir untuk mengemudi lebih cepat.Di Villa Ostia, Jihan terkulai lemas di sofa. Dokter pribadinya sedang memeriksa kepalanya."Dokter, bagaimana keadaannya?"Daris berdiri di samping. Dia ketakutan saat melihat Jihan kembali dengan sakit kepala dan langsung memanggil dokter.Setelah selesai memeriksa, dokter meletakkan peralatan dan melepaskan sarung tangan sterilnya sambil membalas pertanyaan Daris."Dilihat dari gejalanya, kemungkinan besar sakit kepala karena terlalu emosional, atau pikiran yang berlebihan."Daris melirik Jihan yang masih mengerutkan keningnya. Mana mungkin dia tidak emosional setelah mengantar sang istri menemui mantannya?"Tumor otaknya nggak kambuh lagi 'kan?""Belum ada gejala seperti itu, tapi peralatan saya hari ini terbatas. Saran saya, pergi ke rumah sakit saja untuk pemeriksaan lebih lengkap."Setelah dokter selesai berbicara, dia mengeluarkan dua botol obat dari tas dan menyerahkannya kepada Da
"Sayang, kamu kenapa?"Wina mengulurkan tangan ingin menyentuh wajah Jihan, tetapi pria itu meraih pergelangan tangannya.Tangan kanan ini Wina gunakan untuk mengusap dahi dan wajah Ivan, dia keberatan.Dia tahu bahwa sikapnya ini tidak rasional, tapi perasaannya kacau.Rasa kacau ini seperti binatang buas yang mencabik-cabik dirinya.Dia ingat untuk tidak kehilangan kesabaran atau bersikap dingin dan kasar, jadi dia mengatupkan gigi dan menekan emosi aneh yang menjengkelkan ini."Aku nggak apa-apa, jangan khawatir.""Tapi wajahmu ..."Bahkan bibir tipisnya tidak berwarna, seperti baru saja mengalami rasa sakit yang parah. Wajahnya sangat kuyu."Katakan padaku, ada yang sakit?"Wina merasa dadanya sesak dan ingin menyentuh wajah itu lagi.Namun, Jihan menahan pergelangan tangannya lagi dan kali ini membawanya ke kamar mandi.Dia menyalakan keran wastafel, meletakkan tangan kanan Wina di bawah aliran air."Telapak tanganmu berkeringat. Cuci tangan dulu, baru peluk aku."Wina menatap Jih
"Aku mencintaimu ..."Jauh ditelan nafsu, pikiran Wina tidak terlalu sadar, tetapi hatinya tahu apa yang dia diinginkan, jadi kalimat itu keluar tanpa perlu memikirkannya.Setelah menerima jawabannya, hati Jihan yang kesal perlahan-lahan menjadi tenang, tetapi gerakannya tidak berhenti sama sekali.Keahlian Jihan di ranjang adalah sesuatu yang telah diketahui Wina sejak lama. Pria itu tidak pernah melepas kontrol yang dimilikinya pada diri Wina setiap kali, membuat Wina tidak kuasa untuk meronta melepaskan diri.Namun, dia sangat berbeda malam ini. Dia menginginkannya seperti orang gila, berulang kali, tanpa henti.Wina yang terbungkus selimut tipis, mengangkat bulu matanya yang lentik dan menatap Jihan yang berada di sisinya."Jangan khawatir, sayang, aku sangat mencintaimu."Dia tahu suaminya sedang mencari kepastian pada dirinya karena merasa gelisah, takut dirinya akan goyah setelah melihat Ivan.Wina memang merasa bersalah dan kasihan pada Ivan, tetapi sudah tidak ada cinta lagi d
Jantung Jihan tercekat. Darah yang mengalir di tubuhnya seketika berhenti, bahkan tangan yang memeluknya seketika mendingin.Dia melihat ke bawah dan menatap wanita dalam pelukannya itu, membuka bibir ingin bertanya, tetapi tidak ada suara.Di dalam pelukannya, wanita itu mengatakan bahwa satu-satunya orang yang dia cintai adalah dirinya, mengapa dia masih memanggil nama Ivan dalam tidurnya?Bukankah ... Wina sendiri tidak tahu bahwa dia sebenarnya selalu menyimpan rasa kepada Ivan jauh di lubuk hatinya?Kalau dibandingkan dengan dirinya?Berapa perbandingannya?Lebih banyak atau lebih sedikit dari perasaan kepadanya?Merasakan tubuhnya kaku, Wina mengangkat kepalanya dan menatap pria yang wajahnya memucat itu. "Sayang, aku ..."Sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya, Jihan memegang pergelangan tangannya dengan cengkeraman maut. "Nama siapa yang tadi kamu panggil dalam tidurmu?"Pegangannya sangat kuat. Tangan Wina kecil dan kurus terasa sakit menerimanya ...Wina menahan rasa sakit
Jihan merasa tidak berdaya setelah mendengar pertanyaan itu dan membenamkan dagunya lebih dalam pada lekukan leher Wina."Karena kamu mencintai Ivan, sama seperti kamu mencintaiku ...."Jika itu orang lain, Jihan tidak akan setakut itu, tapi Ivan berbeda."Demi kamu, dia rela mengorbankan hidupnya, menderita depresi .... Dia sangat mencintaimu. Aku takut ..."Jihan menarik napas dalam-dalam dan membendung rasa sakit yang menghantam hatinya dan berbisik lembut,"Aku takut hatimu yang lembut akan jatuh cinta lagi padanya ...."Sama seperti saat berada di Walston, memohon pada Wina, memohon agar dikasihani, memohon agar mau bersamanya.Saat itu, dia sehat dan tidak mengalami depresi. Begitu pun, Wina tetap melembut dan menyetujuinya.Kini, Ivan menjadi seperti sekarang ini karena dia. Pasti dia akan lebih luluh lagi ....Kalau, kalau Wina jatuh cinta lagi pada Ivan karena hatinya luluh dan kasihan, apa yang harus dia lakukan?Jihan tahu dia tidak boleh memiliki pikiran seperti itu, tapi .
Saat Ivan terbangun setelah operasi, dengan ingatan yang masih utuh, mencekik lehernya beberapa kali, menyebutnya kotor, dan mengusirnya. Ivan juga menendangnya ketika melihat dia pergi ke rumah sakit untuk merawatnya dan mengantarkan makanan. Wina saat itu tidak mengeluh sedikit pun dan hanya menemani dalam diam.Dia tidak pernah berniat untuk menyerah, tetapi semua berubah setelah Ivan kehilangan ingatan. Wina merasa bahwa jika saat itu Ivan segera mendapatkan kembali ingatannya dan segera meluruskan kesalahpahaman antara mereka, mungkin dirinya akan bersedia kembali padanya.Namun, pada saat Ivan sembuh dari amnesia dan menemuinya untuk menjelaskan segalanya, waktu telah berlalu lima atau enam tahun lamanya. Pada saat itu, Wina telah lama memaksa dirinya untuk melepaskannya dan berhenti mencintainya.Dia juga tahu bahwa Ivan pernah memperlakukannya dengan sangat baik, sangat mencintainya, dan telah berkorban banyak untuknya. Sayangnya, dia telah melepaskannya dan tidak bisa mengemba
Mendengar Jihan mengatakan sakit kepala, hati Wina tercekat dan dia bergegas mengelus pelipisnya."Sakitnya kambuh lagi?"Memikirkan kemungkinan itu, dia menyeret Jihan ke luar."Ayo periksa ke rumah sakit."Dia paling takut akan terjadi sesuatu pada Jihan. Jika saat itu terjadi, dia tidak bisa melanjutkan hidupnya.Jihan meraih pergelangan tangan Wina dan menariknya ke dalam pelukannya lagi, lalu memeluk pinggangnya dan mendudukkannya di atas meja."Sudah diperiksa dokter tadi. Katanya karena kebanyakan pikiran. Nggak akan kambuh lagi, tenang saja."Dengan kata-kata seperti inilah Jihan berbohong padanya saat menderita tumor otak dulu. Pada akhirnya?"Kalau kamu ingin aku tenang, dengarkan aku. Ayo ke rumah sakit."Dia tahu perusahaan keluarga Jihan memiliki cabang rumah sakit di Ostia. Semalam apa pun, akan ada dokter yang siap sedia untuk memeriksanya.Memikirkan hal ini, Wina tidak peduli Jihan setuju atau tidak. Dia langsung turun dari meja dan cepat-cepat menyeretnya untuk ganti
"...""Nggak mau."Bicara saja jarang. Disuruh menyanyi?Wina membuka matanya yang mengantuk dan melirik sekilas."Kukira kamu bisa segalanya ...."Jihan yang spontan terpancing pun merasa ada sesuatu yang familier dalam kata-kata itu ....Dia tidak terlalu memikirkannya, hanya mengeluarkan ponselnya dan mengunduh aplikasi musik.Setelah memasangnya, dia memeluk Wina dengan satu tangan dan mencari-cari daftar lagu rekomendasi."Kamu ingin dengar lagu apa?""Apa saja asal kamu yang nyanyi."Jihan terdiam beberapa detik, kemudian memilik lagu secara asal. Itu adalah sebuah lagu versi bahasa Kameria.Untungnya, dia punya ingatan fotografis dan bisa hafal melodinya hanya dalam sekali dengar.Dia terbatuk kecil, menunduk dengan ragu menatap wanita dalam pelukannya."Kamu yakin?"Wina mengangguk. Siapa suruh dia menyiksanya kemarin. Dia harus merasakan pembalasannya.Jihan hanya mendesah, apa lagi yang bisa dia lakukan? Dengan perasaan hangat sekaligus enggan, dia membuka mulutnya ....Mungk