"Nona Wina, sudah lama nggak bertemu."Begitu melihat yang berada di dalam mobil itu adalah Valeria, Wina sontak merasa gugup.Dia melihat sekeliling dan menghela napas lega ketika dia tidak melihat kendaraan mencurigakan lainnya yang mengikutinya."Nona Valeria, terakhir kali kamu dan kakakmu datang menemuiku, kamu ditabrak sama Jodie, 'kan? Kok kamu berani datang ke sini terang-terangan?"Valeria melepas kacamata hitam di wajahnya dan memperlihatkan sepasang mata cantik yang menggoda."Jodie nggak akan bisa melihatku kalau aku nggak keluar dari mobil, jangan khawatir."Setelah berkata demikian, Valeria mengeluarkan kotak hadiah di kursi penumpang dan menyerahkannya pada Wina."Aku nggak bisa lupa sama kasus kamu diculik waktu itu. Ini aku beli sesuatu, semoga kamu mau menerimanya."Wina sebenarnya tidak peduli dengan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi bagi Valeria, untung waktu itu Wina selamat meski harus lompat ke laut. Namun, bagaimana seandainya terjadi apa-apa? Tentu itu buka
Valeria mengangkat dua jarinya dan mengulurkannya keluar dari jendela mobil. "Aku bersumpah, kalau aku nyulik kamu, aku akan disambar petir dan nggak akan mati tenang!"Wina menyuruhnya untuk menurunkan tangannya. "Mau bersumpah juga, aku nggak bisa pergi denganmu. Kalau Jihan tahu aku pergi ke klub malam buat cari gebetan, bisa-bisa aku yang mati."Lebih baik tidak melakukan hal berbahaya seperti itu. Yang terpenting dalam hidup ini adalah harus menyelamatkan hidup diri sendiri.Valeria berkata, "Orang mah harusnya takut sama istri. Kenapa kamu malah takut sama suami?"Wina tersenyum lembut. "Coba, menurutmu dia menyeramkan atau nggak?"Valeria mengangguk. "Menyeramkan."Mereka berdua pun saling bertatapan, lalu tertawa."Nanti aku kasih nomor telepon Sara. Kalau memang mau ke sana, telepon dia saja, biar dia siapin ruang privat terbaik untukmu."Wina mengeluarkan ponselnya, lalu mengirimkan nomor Sara pada Valeria."Tapi, pria muda di sana cuma akan nemenin kamu nyanyi, nyuapin atau
Wina merasa agak kaget. Bukankah Jodie kesulitan mengenali wajah orang? Bagaimana dia bisa mengingat rupa Valeria hanya setelah sekali bertemu?Saat WIna sedang memikirkan cara menghilangkan keraguan Jodie, tiba-tiba pria itu malah melangkah mendekat.Wina refleks mundur selangkah, tetapi tubuhnya oleng karena menginjak batu.Saat Wina nyaris terjatuh, Jodie merangkul pinggangnya sehingga Wina bisa berdiri lagi dengan mantap.Setelah berhasil kembali berdiri benar, Wina pun mengucapkan terima kasih kepada Jodie.Jodie diam-diam meletakkan tangan yang tadi menyentuh Wina di belakangnya.Entah karena cuaca yang terlalu panas atau karena terlalu gugup, yang jelas telapak tangannya basah oleh keringat.Wina akhirnya menjelaskan dengan lembut, "Yang tadi datang itu memang Aulia. Kalau kamu nggak percaya, aku akan meneleponnya di depanmu."Namun, mata Jodie fokus pada pinggang Wina yang ramping itu. Dia juga tidak bisa melupakan pelukannya dengan Wina barusan ....Yang jemari Jodie sentuh bu
Setelah menerima kabar kedatangan Valeria, Jihan langsung memantau lewat kamera pengawas. Namun, begitu melihat apa yang terjadi antara Jodie dan Wina, wajah tampan Jihan langsung berubah dan terlihat agak dingin.Jodie sepertinya menyembunyikan emosi ketika dia melihat istrinya. Mungkinkah pria yang bahkan tidak dapat mengingat wajahnya itu benar-benar jatuh cinta pada istrinya?Jihan duduk di kursi putar dan menopang dagunya. Setelah berpikir sejenak, dia menelepon Valeria dan mengirim pesan ke Aulia.Segera, mobil Valeria muncul di teleskop Jodie. Kali ini sepasang mata Valeria terlihat dengan jelas.Jodie sangat bersemangat. Tepat ketika dia hendak meletakkan teleskop dan bersiap untuk menangkap Valeria, si pemilik mata pun menoleh ....Wajah yang Jodie lihat di lensa teleskopnya itu bukanlah wajah yang pernah dia lihat ....Dia langsung mengambil tangkapan layar dari foto Aulia di internet, memperbesarnya dan membandingkannya dengan orang yang ada di teleskop.Orang di foto memaka
Wina mengabaikan Jihan. Dia tidak mendorong pria itu menjauh atau bertanya kenapa Jihan semarah ini. Dia hanya sibuk menuangkan sup untuk dirinya.Jihan tahu Wina marah karena sikapnya yang terlalu acuh tak acuh, jadi dia segera meminta maaf,"Sayang, aku tahu aku salah. Jangan abaikan aku."Namun, Wina tetap mengabaikannya. Jihan yang panik pun segera merebut sendok yang Wina pegang, lalu mendorongnya ke dinding dan mencium istrinya.Sambil mencium, Jihan sambil membujuk, "Sayang, aku cuma agak cemburu setelah melihat Jodie memeluk pinggangmu."Sambil menggigit pelan bibir Wina, Jihan pun berbisik, "Jangan marah, ya? Aku nggak akan berani mengabaikanmu lagi."Ternyata Jihan memperlakukan Wina dengan dingin karena dia cemburu pada Jodie.Namun, Jihan tidak bisa menjelaskan rasa cemburunya. Lagi pula, Wina juga bukannya sengaja muncul di hadapan Jodie.Jihan masih sama seperti dulu. Begitu marah, dia akan berubah menjadi dingin.Sifat buruk Jihan ini harus bisa diubah. Jika tidak, setia
Berbeda dengan suara tawa di dapur, Jihan yang berada di ruang tamu malah tampak gelisah.Tepat pada saat itu, Jihan melihat Gisel berlari ke bawah sambil memeluk sekantong keripik kentang.Untuk pertama kalinya, Jihan melambaikan tangannya ke arah Gisel. "Veraya, sini."Gisel mengira dia ketahuan mencuri makanan ringan, jadi dia refleks menyembunyikan bungkus keripik kentang itu di belakang punggungnya dengan takut. "Aku cuma makan sedikit kok, Paman, tolong jangan hukum aku."Jihan tidak peduli berapa banyak yang Gisel makan, dia hanya mengedikkan dagunya sambil berkata, "Aku nggak akan menghukummu kalau kamu mau membantuku."Saat itulah Gisel baru berani berlari menghampiri Jihan. "Paman mau minta tolong apa?"Jihan melirik ke arah dapur, lalu berkata, "Bantu aku bujuk bibimu."Gisel langsung paham. "Paman habis membuat bibiku marah, ya?""Nggak usah tanya-tanya apa yang nggak seharusnya kamu tanyakan," jawab Jihan sambil melirik Gisel.Gisel menggaruk kepalanya. "Paman yang minta t
Sekitar pukul 22.00, Wina akhirnya keluar dari kamar Gisel. Jihan yang sedang bersandar di tangga pun bergegas maju dan menggendong Wina ala tuan putri.Sambil berjalan keluar, Jihan membujuk Wina dengan suara rendahnya yang khas, "Jangan marah, ya Sayang? Kamu boleh kok pergi ke klub Nona Sara, nanti biar aku yang antar."Nada bicara Jihan terdengar seperti orang yang terpaksa menyerah setelah dianiaya. Namun, Wina menolak mengalah begitu saja. "Aku ingin pergi sendiri."Tubuh Jihan langsung menegang. Wajahnya yang tampan terlihat marah. "Wina, kamu tahu betapa sayangnya aku padamu.""Kalau kamu sayang, apa itu berarti kamu berhak memperlakukanku dengan dingin setiap kali kamu lagi marah?"Jihan refleks mengernyit."Aku bakal berubah."Jihan mencondongkan tubuhnya ke depan dan mencium bibir Wina. "Beri aku kesempatan lagi."Wina merasa garis pertahanannya sudah dipatahkan, tetapi dia tetap menahan diri. "Aku sudah berjanji pada Valeria."Jihan mengatupkan bibirnya, ekspresinya terliha
Pada akhirnya, Jihan dan Wina sendirian di dalam ruang privat.Jihan menatap Wina sebentar, lalu perlahan-lahan tersenyum penuh makna."Sayang, kalau memang kamu mau bergadang main, sini biar kutemani."Jihan pun membuka kerah kemejanya, memperlihatkan jakunnya yang seksi dan tulang selangkanya yang menawan.Jihan menghadap lampu ruang privat yang agak remang-remang, lalu sedikit membungkuk sambil menindih Wina dengan meletakkan tangannya di kedua sisi sofa.Jihan mendekat ke bibir Wina, lalu berbisik, "Nah, kamu mau main gimana?"Wina takut sekali termakan rayuan Jihan. Dia mengepalkan tangannya dan sengaja memasang ekspresi tidak tergoda. "Aku sudah nggak mau main lagi, ayo pulang."Jihan mengabaikannya dan menundukkan kepalanya untuk mencium Wina, tetapi Wina menghindar. Hati Jihan sontak terasa dingin.Dia menatap Wina yang acuh tak acuh selama beberapa detik, lalu membenamkan kepalanya di bahu Wina dan berkata dengan frustrasi, "Wina, berhentilah membuat masalah."Ini adalah perta
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je