Adimas sudah melihat semua cctv, tentu saja hal itu membuat dia kesal karena dugaan dia benar. Lydia masuk ke dalam rumahnya, walaupun tidak tau apa yang telah diperbuat oleh wanita itu, tapi Adimas yakin kalau Lydia telah berbuat sesuatu terhadap mamahnya sehingga penyakit jantung mamahnya kembali.
Adimas memperhatikan selang influsan yang ada disampingnya, memastikan kalau itu berjalan lancar.“Dimas…” lirih bu Mega.Adimas segara duduk disamping ranjang mamahnya. “Mamah udah bangun? Mamah ngerasa sakit atau apa?” tanya Adimas.Bu Mega menggelengkan kepalanya, “Enggak kok!” jawab bu Mega, “Kenapa kamu jam segini belum tidur nak?”Adimas tersenyum pada mamahnya, “Dimas mau jagain mamah di sini!”“Kamu harus istirahat, kamu pasti capek nak!”Adimas menggelengkan kepalanya, “Enggak kok mah, Dimas sama sekali gak capek!”Bu Mega meraih tangan Adimas, dia mengusap-ngusap tangan itu dengan lembut dan penuh kasih sayang. “Makasih yah nak!”Adimas tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Terlihat Bu Mega ingin merubah posisinya menjadi duduk. “Mamah tiduran aja!”“Mamah pegel, dari pagi tiduran terus!” jawab Bu Mega, Adimas pun membantu mamahnya untuk bisa duduk sambil bersender di ranjang. “Nak, apa kamu sudah bertemu dengan anaknya pak Hamdi?” tanya Bu Mega pelan.“Sudah mah!”“Maafkan mamah yah nak, kamu jadi harus merasakan hal seperti ini!”Adimas menggelengkan kepalanya, “Enggak mah jangan berbicara seperti itu. Adimas tetap akan melanjutkan perjodohan itu demi mamah!”Bu Mega pun memeluk Adimas dengan sangat erat. Dia merasa kalau dia sangat egois terhadap anaknya, tapi dia pun tidak bisa berbuat apa-apa karena menurutnya ini adalah salah satu jalan terbaik agar anaknya bisa terlepas dari baying-bayang Lydia. Bu Mega mengecup puncak kepala Adimas dan Adimas yang menerima hal itu pun tersenyum senang.Mereka tidak menyadari kalau ada Reynal yang melihat adegan itu, rasa iri di hati Reynal kembali muncul. Dia adalah anak kandung di dalam keluarga ini, tapi dia merasa seperti dia adalah anak tiri sedangkan Adimas anak kandung.Reynal mengepalkan tangannya, karena sudah merasa tidak tahan melihat adegan yang tidak pernah dia rasakan itu Reynal pun pergi dari kamar mamahnya dengan raut wajah yang sangat kesal.((((Celin baru yang baru saja beres mandi, dia merebahkan badannya. Pikirannya kembali kepada kejadian tadi. “Kenapa dia tetap mempertahankan perjodohan itu yah? Padahalkan udah jelas kalau Kamila gak mau dijodohin, tapi kenapa dia mau yah? Apa dia itu sebernarnya temen masa kecilnya Kamila, tapi Kamila tidak inget dia terus pak Adimas inget walaupun dia gak tau wajah Kamila yang sudah dewasa? Jadi kayak cinta dalam diam gitu?” pikir Celin.Lalu tak lama kemudian, ponsel milik Celin yang dia simpan diatas lemari kecil di samping ranjangnya pun bedering menimbulkan getaran kecil muncul pada lemari itu. karena posisinya yang dekat, dengan meraba pun Celin sudah bisa memegang ponselnya kembali.Dari layar itu tidak ada namanya. Karena menurut Celin itu tidak penting dan pasti hanya orang yang sedang iseng saja, Celin memilih untuk tidak mengangkatnya tapi tak lama kemudian ponselnya itu pun kembali bordering, lalu Celin pun akhirnya mengangkat panggilan telepon itu.“Hallo? Siapa yah?”“Ini saya!”Celin mengerutkan keningnya, “Saya siapa?”“Kamila!”“Loh? Suaranya cowok kok tapi namanya Kamila sih? Wah jangan-jangan kamu Kamila teme.......”Celin mendengar helaan nafas kasar. “Saya Adimas Putra!”Celin langsung mendudukkan badannya karena terlalu terkejut, baru saja Celin hampir bertanya kalau dia Kamila yang sedang menjahilinya. Untung saja laki-laki itu langsung mengatakan namanya, kalau tidak itu akan berdampak buruk untuk Celin. “Ada apa?” Celin mengubah nada suaranya menjadi ketus sambil berusaha untuk menutupi rasa keterkejutannya.“Saya ingin bertemu dengan kamu sekarang!”Celin melihat pada jam yang ada di dinding kamarnya, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. “Bapak Adimas yang terhormat, apa bapak tau sekarang jam berapa?”“Kurang lebih jam 11!”“Nah itu bapak tau, ini itu udah malam. Lagian nih yah saya kan udah menolak bapak, jadi saya harap bapak tidak akan ganggu hidup saya lagi!” Celin berbicara formal.“Saya tidak akan mengganggu hidup kamu lagi!” jawab Adimas.Celin yang sedang kesal pun kembali dikejutkan dengan pernyataan Adimas barusan. “Serius?” tanya Celin tidak percaya.“Serius, asal kamu mau bertemu dengan saya sekarang!”Celin diam sejenak, orang tuanya pasti akan sangat marah kalau melihat Celin kembali keluar apalagi tengah malam seperti ini. “Gak bisa besok aja yah?”“Oke kalau begitu, saya minta izin sama papah kamu untuk menjemput kamu ke rumah!”“Jangan!” tentu saja Celin melarang Adimas, karena rumah Celin dan Kamila kan berbeda. “Oke, kita ketemu sekarang. Sebentar lagi aku share tempatnya!”“Oke!” Adimas pun menutup sambungan teleponnya.Kesempatan tidak akan pernah datang dua kali, jadi kali ini Celin harus memanfaatkan kesempatan yang datang itu dengan sebaik mungkin. Celin buru-buru menuju ke meja riasnya, dia tidak ingin Adimas mengenali wajahnya.“Ah… Sial!” Celin melihat tempat make upnya yang hanya ada bedak padat, lipstick dan juga pensil alis. Itu semua tidak akan bisa merubah wajahnya, lalu diatas mejanya ada masker penutup mulut. “Oke gue pake yang ada aja dulu, yang penting tidak terlihat kalau gue itu karyawan dia!”Celin menggunakan make up dengan terburu-buru, lalu dia mengambil masker itu agar dia bisa menutupi wajahnya tak lupa juga dengan hoodie berwarna hitam.Setelah memberikan share lokasi kepada Adimas, Celin keluar kamarnya sambil mengendap-ngendap. Dia memastikan kalau tidak ada kedua orang tuanya taupun adiknya yang masih menonton tv ditengah rumah. Dirasa semua orang yang ada di rumahnya itu sudah masuk ke dalam kamar masing-masing, Celin pun berlari tanpa mengeluarkan suara kaki untuk keluar rumah.((((Celin kini sedang duduk di taman. Lokasi dari taman itu tidak terlau dekat tetapi tidak terlalu jauh juga dari rumah Celin, dia hanya tidak ingin Adimas mengetahui kalau dia tinggal di daerah ini.Celin celingak-celinguk, walaupun sudah malam tapi suasana taman masih ramai karena sekarang adalah malam minggu, banyak sekali para pasangan yang masih ada di tempat ini untuk berpacaran.Selama hidup Celin, dia tidak pernah melakukan hal seperti ini bahkan pacaran pun tidak pernah. Celin melihat Adimas yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Lelaki itu menggunakan jaket agar menutupi kulitnya yang kedinginan.“Kamila?” tanya Adimas memastikan kalau orang yang dia lihat adalah orang yang dia tuju.“Ah iya!” Celin pung menggeserkan badannya, dia mempersilahkan Adimas untuk duduk disampingnya.“Maaf telat, ada urusan dulu sebentar!” ucap Adimas setelah duduk disamping Celin.“Tidak apa-apa!” Celin merubah posisi duduknya jadi menghadap kearah Adimas. “Jadi setelah ini, perjodohan itu batal kan? Tadi kamu bilang tidak akan mengganggu aku lagi?”Adimas terkekeh, “Baru juga nyampe udah ditanya!” ucap Adimas sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.“Ih jawab!”“Iya saya berjanji akan membatalkan perjodohan ini, tapi ada syaratnya!” ujar Adimas.“Apa syaratnya?” tanya Celin penasaran.“Mau tau atau mau tau banget?” tanya Adimas sambil tersenyum kepada Celin.Celin tentu saja merasa sangat kesal kepada manajernya ini. Dia seperti diejek olehnya. “Jawab aja apa susahnya sih?” ketus Celin.Adimas merasa ada yang aneh saat dia melihat wajah Celin. Celin yang mengetahui kalau Adimas memperhatikannya pun langsung merasa kalau Adimas memperhatikannya karena dia menggunakan masker. “Ini aku sedang pilek, jadi pake masker!” Adimas tetap memperhatikannya, dia tampak menahan tawanya, “ih kenapa ngeliatinnya kayak gitu amat sih? Serius dong!”“Oke, sekarang serius!” sambil berusaha untuk menghilangkan tawanya yang dia tahan.“Daritadi juga saya serius, cuma situnya aja yang garing!” gerutu Celin.“Oke, perjodohan kita ini akan saya batalkan tapi dengan satu syarat kamu harus berpura-pura menjadi pacar saya selama satu bulan didepan keluarga saya!”“Apa?” teriak Celin.Adimas langsung menutup mulut Celin, dia celingak-celinguk dan benar saja banyak orang yang menatap ke arah mereka sekarang. “Gak usah teriak, ini udah malam!” Celin menepuk-nepuk tangan Adimas, memberitahu agar dia melepaskan tangannya dari mulut Celin. “Eh sorry!”Nafas Celin terengah-engah. “Kalau nutupin jangan sama idungnya dong!”“Iya maaf! Jadi gimana? Mau kan?”Celin berfikir, waktunya saja untuk membayar hutang kepada rentenir itu hanya tersisa beberapa hari lagi dan Adimas malah meminta untuk menambah waktu satu bulan. Lalu bagaimana Celin berbicara kepada Kamila soal hal ini?((((Celin sudah di rumahnya sekarang, dia sangat penasaran kenapa Adimas melihat wajahnya seperti itu tadi. Celin langsung menuju cermin yang ada di meja riasnya. Betapa terkejutnya Celin saat melihat alisnya yang tampak tinggi sebelah. “Ahhhhhhh!”Celin menatap pintu rumah berwarna coklat yang ada di depannya, lalu dia langsung menekan tombol bel yang ada di samping pintu itu. Beberapa kali Celin memencet bel, akhirnya ada seseorang yang membuka pintu.“Celin?” tanya Karmel, lalu Karmel membia pintu dengan lebar. “Tumben kamu kesini gak ngasih tau dulu?”Celin meremas tas selempangnya. “Ada yang aku mau omongin sama kakak kamu Mel!”Karmel mengerutkan keningnya. “Soal cowok itu yah?” tebak Karmel.Celin menganggukkan kepalanya, “Ngomong-ngomong om Hamdi ada di rumah?”“Tadi sih ada, cuma kayaknya keluar dulu deh. Mendingan kamu masuk dulu aja, kak Mila ada di kamarnya!” ajak Karmel.Celin pun masuk ke dalam rumah itu, rumahnya sangat luas dan megah. Jika dibandingkan dengan rumah Celin terlihat sangat jauh perbedaannya. Celin dan Karmel pun berjalan ke lantai dua tepat dimana kamar mereka berdua berada.Celin melihat kamar dengan pintu berwarna terang, itu adalah kamar milik kakak Karmel. Celin dan Karmel pun masuk ke dalam, Ka
Celin langsung mengalihkan pandangannya kepada Adimas. “Jadi dia sengaja mengajak aku kesini?” batin Celin.Celin menggigit bibirnya bersikap galak kepada Adimas. Tentu saja hal itu membuat Adimas langsung mengerutkan keningnya. “Kenapa?” bisik Adimas.Celin mengangkat kedua bahunya. Kemudian Reynal pun datang menghampiri mereka bertiga. “Gue gak nyangka kalau lo mau datang ke acara ini!” ucap Reynal kemudian dia meminum minuman yang ada ditangannya.“Terpaksa!” jawab Adimas malas.Lalu tatapn Reynal berpindah kepada Celin yang ada disamping Adimas. “Jadi lo pacar Adimas?”Celin menganggukkan kepalanya. “Iya, saya pacar Adimas!” jawab Celin.Reynal kemudian mengulurkan tangannya berniat untuk menjabat tangan Celin. “Saya Reynal, kakaknya Adimas!”Celin membulatkan matanya, dia sangat terkejut ketika mengetahui kalau salah satu atasannya ini adalah kakaknya Adimas. Celin pun menjabat tangan Reynal, “Saya Kamila Sanja!”((((Suasana pesta sangatlah ramai, tapi Celin sama sekali tidak me
Celin terengah-engah karena tadi dia berlari untuk menghalangi liftnya tertutup. Saat dia berhasil menghalangi pintu lift itu dengan kakinya, Celin tersenyum karena dia tidak perlu menghantarkan ponsel milik tamu itu keatas. “Syukurlah!” Celin sedikit membereskan bajunya yang kusut akibat dia berlari barusan.Pintu lift pun terbuka, menampilkan tiga orang lelaki ada di dalam. Senyuman Celin langsung hilang saat dia tidak sengaja bertatapan dengan Adimas yang berada di dalam lift. Celin langsung saja sedikit menundukkan kepalanya dan memiringkan kepalanya agar Adimas tidak dapat melihat wajah Celin. “P…pak, ini…. Ini ponsel bapak ketinggalan di lobby!” kata Celin, dia sangat gugup bertemu dengan Adimas/Celin tetap berdiri didepan lift. Lalu tamu itu pun menghampiri Celin. “Ah iya, makasih karena sudah menghantarkan ponsel saya!” ucap tamu.Celin sedikit melirik ke arah Adimas yang masih menatapnya dengan tatapan aneh. “Iya pak, sama-sama! Kalau begitu saya permisi dulu!” setelah memb
“Acaranya sekitar dua minggu lagi, kamu akan menemani pak Adimas disana!” ujar Bima.“Pak Adimas?” Celin berusaha menyadarkan dirinya kalau dia salah dengar nama.“Iya betul!” Celin merasakan kalau jantungnya akan copot sekarang juga. Dari kemarin dia berusaha untuk menghindari laki-laki itu, tapi dia malah disuruh untuk menemani Adimas.((((Celin terduduk lemas. Dia masih berpikir bagaimana dia bisa bersama dengan Adimas nanti. Celin menarik rambutnya. “Ahhhhh!” dia merasa pusing sekarang ditambah dengan ada rasa sedikit menyesal dia menggantikan Kamila yang membuat dia merasa pusing seperti ini.“Celin, kamu kenapa?” tanya ibu Celin.Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam dan Celin sedang berada di warung milik keluarganya yang letaknya tidak jauh dari lokasi rumahnya. Celin yang sedang duduk menghadap ke etalase makanan pun langsung membalikkan badannya dan melihat ibunya sedang berdiri tepat di belakang. Celin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ah.. enggak kok bu, Cel
“Kamu sedang apa?” tanya Celin, dia melihat Adimas yang berjalan sambil memengang handphonenya.“Ah.. ini aku mau melihat ada karyawan lobby yang akan ikut dalam acara pembukaan hotel!”Celin membulatkan matanya, itu artinya Adimas akan melihat data dirinya. Karena tidak ingin Adimas tau tentang dirinya, Celin reflek menepuk handphone Adimas sehingga jatuh ke lantai.Adimas melihat ke arah handphonenya yang sudah rusak di lantai. “Apa-apaan sih?” kenapa kamu rusak handphone saya?” tanya Adimas tidak terima.Celin pun tidak tau kalau pukulannya akan membuat handphone milik Adimas langsung rusak seperti itu. “Ah… itu tadi aku liat ada lalat di atas handphone kamu jadi aku pukul tapi malah handphone kamu yang rusak!” alibi Celin.Adimas menghela nafasnya, dia berjongkok lalu mengambil handphonenya. “Den, biar bibi saja yang ambil!” kata seorang pembantu yang sudah membawa sapu dan serokan.“Ah iya boleh bi!” Adimas pun kembali berdiri. “Lain kali hati-hati!”“Iya maaf!” jawab Celin.Adim
“Yaudah kamu pulang, jangan nginep di sana. Besok kamu kerja Celin!”“Iya bu!” setelah itu Celin mematikan sambungan teleponnya.“Celin?”Celin mematung saat mendengar ada seseorang dari belakang dirinya memanggil namanya. Jantung Celin berdegup sangat kencang dan tidak karuan, walau pun begitu Celin tetap akan memastikan siapa yang ada di belakangnya. Dengan perlahan Celin membalikkan badannya seraya berdoa kalau itu bukan Adimas. Kalau benar Adimas yang ada di belakangnya, Celin tidak tau harus berbohong seperti apalagi.Celin mengembangkan senyumannya, saat melihat orang yang di belakangnya itu sesuai harapan dia. “Ah, anda siapa yah?” tanya Celin. Tentu saja Celin berpura-pura tidak mengenali lelaki yang ada di depannya ini.Zidan berjalan mendekati Celin, hal itu membuat Celin mundur saat Zidan mendekatinya. “Kenapa anda menjauh dari saya?” tanya Zidan.“Ah… itu karena…” Celin menggaruk lehernya, bingung dan ragu kalau dia akan menjawab pertanyaan Zidan dengan benar karena dia ter
Celin membulatkan matanya saat melihat Adimas sudah berdiri di sana tak lupa juga dengan Zidan yang selalu berada di samping Adimas. “Kamu ikut ke ruangan saya sekarang juga!”Seketika Celin langsung melongo, bagaimana bisa dia tidak menyadari kalau Adimas sudah ada di depannya. “Apa?” tanya Celin dengan raut wajah kagetnya.Adimas menatap Celin dengan tatapan tajam. “Perlu saya ulangi perkataan saya?”“Pak Adimas menyuruh kamu untuk berbicara di ruangannya, Celin!” bantu jawab Zidan.Menyadari hal itu, Celin langsung buru-buru menundukkan wajahnya. Antara malu dan juga tidak ingin wajahnya keliatan oleh Adimas.Karena tidak ada reaksi dari Celin, Vani yang ada di samping Celin pun langsung menyenggol Celin dengan sikutnya. “Pak Adimas nyuruh kamu buat ikut ke ruangan dia!” bisik Vani.“Ikut ke ruangan saya sekarang ada yang ingin saya bicarakan sama kamu.!” ucap Adimas dan Zidan pun lalu dia pergi.Saat Adimas pergi. Celin pun kembali menegakkan kepalanya lagi. “Aku harus ke ruangan
Adimas hampir aja melempar sepatu sebelah yang ada di sampingnya itu kepada Zidan. “Kalau begitu kenapa kamu melakukannya sekarang? Wanita itu jadi salah paham sama kita!”Zidan mendesah kasar. “Nanti saya salah lagi, nanti bapak marahin saya lagi!” gerutu Zidan.Adimas mengerutkan keningnya, “Emang saya sering marahin kamu?” tanya Adimas tidak terima.“Gak sering pak, tapi sering banget!”Adimas hampir saja melemparkan vas bunga yang ada di depannya itu ke arah Zidan. Tapi, Adimas berpikir kalau dia melempar vas itu kepada Zidan dan membuat dia cedera Adimas sendiri yang rugi karena dia harus membayar semua perawatan Zidan.“Kamu keluar sekarang! Lalu pastikan kalau karyawan yang bernama Celin tadi mau ikut acara pembukaan itu, saya tidak mau ada masalah dengan kakak saya!”“Siap pak!” Zidan pun pergi meninggalkan Adimas.Adimas membenarkan baju serta kemejanya, setelah itu dia kembali duduk di kursi kerjanya yang ada di belakang dia. Saat Adimas sedang memeriksa beberapa dokumen yan
“Astaga!” Celin langsung terjengkang ke belakang, dia melihat Adimas tepat berada di samping meja yang menutupi dirinya.Adimas berdiri dari jongkoknya, lalu dia mengulurkan tangannya kepada Celin, “Mau saya tolong?”Celin menatap uluran tangan Adimas itu, Celin sama sekali tidak menerima uluran tangan dari Adimas itu. Dia berdiri sendiri lalu membersihkan pakaiannya. “Ada apa?”Adimas tersenyum simpul, dia menarik kursi di sampingnya. “Duduk dulu!” suruh Adimas.Celin menghela nafasnya, dengan sangat terpaksa dia duduk. Celin tiba-tiba merasa sangat gugup sekali, sampai dia pun tidak sadar kalau dia menggigit bibir bawahnya tak lupa juga dengan jarinya yang memetik-metik tasnya.Adimas melihat itu hanya bisa menahan senyumannya wanita di depannya itu sangat lucu kalau gugup. Tapi tak lama kemudian Adimas pun mendatarkan wajahnya kembali. “Kamu tau kenapa saya bisa ada di sini?”Celin menggelengkan kepalanya sambil berusaha untuk tidak melihat Adimas. “Tidak tau!” jawab Celin.“Mau pe
Tanpa pikir panjang Adimas pun langsung menelepon balik, tak lama panggilannya diangkat. “Pak, bapak kemana aja? Saya nungguin bapak dari tadi!”Adimas mengerutkan keningnya, “Kenapa kamu menunggu saya Kamila?”Adimas tentu saja sangat bingung dan keheranan kenapa Kamila palsu memanggilnya dengan sebutan “pak”. Hal itu membuat Adimas menaruh curiga kepada Celin. “Hallo?” panggil Adimas karena Celin hanya diam tidak merespon.“Ah…. Salah sambung!” jawab Celin.Adimas mengangkat satu alisnya, “Salah sambung?”“I…iya salah sambung! Mohon maaf, aku tutup teleponnya dulu!” Celin langsung mematikan panggilan teleponnya.“Eh tunggu!” tapi panggilan telepon itu sudah terputus. Adimas masih menatap layar handphone dengan kerutan di keningnya. “Ada apa dengan dia?” tak lama, Adimas pun tersenyum miring. Sepertinya dia mengetahui sesuatu.((((“Bodoh, bodoh, bodoh!” gerutu Celin pada dirinya sendiri, “Gimana aku bisa lupa coba kalau pak Adimas tau nomor aku kan sebagai Kamila, lalu dengan bodohn
Adimas hendak pergi ke tempat pembukaan hotel tersebut, tapi dia mendapatkan kiriman video dari Zidan yang dimana isi dari video tersebut adalah percakapan Lydia dengan mamahnya.Adimas yang tersurut emosinya pun saat melihat mamahnya terlihat sekali tertekan. “Sialan!” umpat Adimas. Dia langsung masuk ke dalam mobilnya, bukan untuk pergi ke hotel barunya, melainkan ke bandara. Tapi sebelum itu, dia sempat menyuruh Zidan untuk memberitahu kepada pengatur acara kalau dia tidak akan datang dan akan di wakilkan oleh Celin.((((Celin mondar-mandir sambil menggingit jarinya. “Lama banget sih, perasaan deket deh tempat nginepnya!” gerutu Celin. “Jangan bikin saya khawatir dong pak!” Celin menatap kearah depan, dia sangat berharap kalau Adimas datang saat ini juga. “Kenapa belum datang juga sih?”Celin langsung mengeluarkan handphonenya, untuk menelepon Adimas tanpa dia ingat kalau dia sangat menghindari hal itu. Tapi sayangnya, Adimas sama sekali tidak mengangkat telepon darinya. “Kemana s
Adimas menatap Celin. “Dorong mobil ini! Mobil ini mogok!”“Hah? Dorong mobil?”Celin menatap Adimas, dia sama sekali tidak habis pikir dengan manajernya ini. Masa dia menyuruh seorang wanita untuk mendorong mobil. “Loh kok saya yang dorong pak? Saya mana kuat buat dorong mobil pak!”“Kalau saya yang dorong, terus siapa yang nyertir mobilnya?” Pertanyaan dari Adimas membuat Celin diam. “Saya bisa nyetir pak!” jawab Celin. Sedangkan Adimas, dia menatap Celin ragu. “Serius pak, saya bisa cuma emang gak punya mobil jadi gak pernah bawa mobil pak!” curhat Celin.Adimas menatap ke jalanan depan, ternyata tak jauh dari sana Adimas melihat ada bengkel mobil. “Yasudah, kamu masuk ke dalam biar saya yang coba dorong!” ucap Adimas.“Serius pak?” Celin memastikan.Adimas menunjukkan ke arah bengkel mobil, “Di sana ada bengkel! Cepetan kamu masuk ke dalam, setir yang bener!”“Iya pak!” Celin pun masuk ke dalam mobil.Walaupun jarak bengkel mobil itu terbilang dekat, tetapi karena hanya Adimas s
Adimas berdecih saat melihat Kamila masih saja diam tidak berbicara, dia lalu melipat kedua tangannya di dada. “Jawab pertanyaan saya!”Kamila tersentak, dia berusaha untuk menelan ludahnya tapi Kamila mengalami kesulitan. Tenggorokannya terasa sangat kering sekarang. “Emm… begini!” Kamila menjadi sangat gugup sekali.Adimas melipat kedua tangannya di dada. “Silahkan!”Kamila menarik nafasnya panjang. Lalu dia melirik kea rah Zidan yang sama-sama sedang menatapnya. “Saya…” Kamila menggelengkan kepalanya, “Wanita yang menggantikan saya itu…..” jeda Kamila. “Wanita itu adalah….. teman saya!” jawab Kamila. Dia langsung merasa sangat lemas, dengan terpaksa Kamila jujur karena keadaannya sekarang tidak memungkinkan untuk dia berbohong lagi.Adimas memiringkan kepalanya, “Teman kamu? Siapa nama dia?” tanya Adimas.Kamila langsung menggelengkan kepalanya, walaupun dia sudah mengakui kalau itu bukan dia tapi Kamila tidak akan pernah memberitahu nama Celin. Kamila juga tidak ingin kalau Celin
Celin tetap memaksakan dirinya untuk berjalan, walaupun sepatu itu sangat sempit di kakinya dan membuat dia merasa sakit pada tumitnya. Saat ini Celin sudah berada di depan pintu ruangan Adimas. Dengan pelan Celin mengetuk pintu itu. tak lama kemudian Celin mendengar kalau Adimas mempersilahkan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan.Celin pun masuk ke dalam ruangan itu, dan di dalam ruangan sudah ada Adimas dan juga Zidan.“Selamat siang pak!” sapa Celin kepada Adimas dan juga Zidan.“Selamat siang!” jawab Adimas, sedangkan Zidan hanya mengangguk sambil tersenyum kepada Celin, Celin pun membalas senyuman Zidan.“Kamu tau kenapa saya memanggil kamu kesini?” tanya Adimas.Walaupun Celin memiliki dua dugaan yaitu Adimas sudah mengetahui dirinya dan yang kedua tentang dia harus mengikuti pembukaan hotel. Tapi sepertinya opsi pertama itu tidak mungkin. Tapi, Celin tetap saja tidak mengetahuinya maka dengan itu juga dia menggelengkan kepalanya. “Enggak tau pak!” jawab Celin.“Pak Adimas men
Adimas mengepalkan tangannya dengan sangat kencang ketika melihat seseorang yang ada di depannya. Adimas sangat membenci kajadian seperti ini, dengan cepat Adimas menghampiri dia dan saat sudah dekat, Adimas langsung menarik tangannya dengan paksa dan Adimas pun tidak memperdulikan suara rintihan yang dikeluarkan akibat rasa sakit di tangan yang sedang Adimas cengkram itu.Setelah berhasil menyeretnya ke depan rumah, Adimas melepaskan cengkramannya dengan kasar yang membuat Lydia semakin merasa sakit di pergelangan tangannya. “Ngapain kamu ada disini?” tanya Adimas. Dia baru saja pulang dan sampai ke rumahnya sudah melihat Lydia yang akan memasukki rumahnya.Untuk mengantisipasi agar dia tidak bisa bertemu dengan mamahnya, Adimas menghalangi Lydia.”Jawab saya, kamu mau ngapain kesini?” tanya Adimas tidak sabar.Lydia masih mengelus-ngelus tangannya, Lydia tersenyum manis kepada Adimas. Tapi sayang Adimas tidak menanggapi senyuman itu, dia malah menatap Lydia dengan tatapan tajamnya. “E
Adimas hampir aja melempar sepatu sebelah yang ada di sampingnya itu kepada Zidan. “Kalau begitu kenapa kamu melakukannya sekarang? Wanita itu jadi salah paham sama kita!”Zidan mendesah kasar. “Nanti saya salah lagi, nanti bapak marahin saya lagi!” gerutu Zidan.Adimas mengerutkan keningnya, “Emang saya sering marahin kamu?” tanya Adimas tidak terima.“Gak sering pak, tapi sering banget!”Adimas hampir saja melemparkan vas bunga yang ada di depannya itu ke arah Zidan. Tapi, Adimas berpikir kalau dia melempar vas itu kepada Zidan dan membuat dia cedera Adimas sendiri yang rugi karena dia harus membayar semua perawatan Zidan.“Kamu keluar sekarang! Lalu pastikan kalau karyawan yang bernama Celin tadi mau ikut acara pembukaan itu, saya tidak mau ada masalah dengan kakak saya!”“Siap pak!” Zidan pun pergi meninggalkan Adimas.Adimas membenarkan baju serta kemejanya, setelah itu dia kembali duduk di kursi kerjanya yang ada di belakang dia. Saat Adimas sedang memeriksa beberapa dokumen yan
Celin membulatkan matanya saat melihat Adimas sudah berdiri di sana tak lupa juga dengan Zidan yang selalu berada di samping Adimas. “Kamu ikut ke ruangan saya sekarang juga!”Seketika Celin langsung melongo, bagaimana bisa dia tidak menyadari kalau Adimas sudah ada di depannya. “Apa?” tanya Celin dengan raut wajah kagetnya.Adimas menatap Celin dengan tatapan tajam. “Perlu saya ulangi perkataan saya?”“Pak Adimas menyuruh kamu untuk berbicara di ruangannya, Celin!” bantu jawab Zidan.Menyadari hal itu, Celin langsung buru-buru menundukkan wajahnya. Antara malu dan juga tidak ingin wajahnya keliatan oleh Adimas.Karena tidak ada reaksi dari Celin, Vani yang ada di samping Celin pun langsung menyenggol Celin dengan sikutnya. “Pak Adimas nyuruh kamu buat ikut ke ruangan dia!” bisik Vani.“Ikut ke ruangan saya sekarang ada yang ingin saya bicarakan sama kamu.!” ucap Adimas dan Zidan pun lalu dia pergi.Saat Adimas pergi. Celin pun kembali menegakkan kepalanya lagi. “Aku harus ke ruangan