Malam harinya, para pengawal membawa Agatha pergi. “Ke mana kalian akan membawa aku?” tanya Agatha sambil berusaha melepaskan diri tetapi tidak ada satu pun yang menjawabnya. Suasana di dalam mobil sangat hening membuat Agatha bosan. Namun, matanya melebar saat mobil berhenti dan menurunkan Agatha tak jauh dari rumah Rafka. Gadis itu segera berlari menjauh dari para pengawal itu. Saat sampai di depan gerbang Agatha melihat Rafka tengah memarahi para penjaga keamanan dan para pelayan. “Menjaga satu orang saja kalian tidak becus!” hardik Rafka dengan tangan mengepal.“Ke mana kalian semua sampai tidak menyadari istri saya meninggalkan rumah ini?” tanya Rafka kemudian. “Maaf Tuan saat itu ada beberapa pengawal yang katanya ditugaskan untuk menjemput Nyonya. Kami ingin mengkonfirmasi tetapi kami tidak dapat menghubungi Tuan. Jadi, kami langsung mempersilahkan mereka masuk. Sekali lagi maafkan kami Tuan,” jelas salah satu penjaga keamanan sambil menundukkan kepalanya sementara Rafka men
“Mungkin lebih baik kalau kita bercerai,” jawab Rafka sambil menatap wajah Agatha dengan pandangan yang sulit diartikan dan membuat jantung Agatha seperti terhantam sesuatu yang sangat menyakitkan.“Seharusnya kamu senang mendengar ini, Tha. Tapi, mengapa rasanya sakit sekali saat Rafka mengatakan ini? Bahkan kita pun belum menikah. Tapi mendengar kata cerai membuat hati aku sangat sakit seolah aku adalah istri kamu,” batin Agatha.“Aku nggak mau bercerai, Mas. Kita saling mencintai satu sama lain, kenapa kita harus berpisah?” tanya Agatha lalu memeluk Rafka dan membenamkan wajahnya di dada milik Rafka. “Lebih baik untuk sementara kita memikirkan semuanya. Apakah rasa cinta yang kita miliki saja sudah cukup untuk mempertahankan rumah tangga ini,” balas Rafka lalu melepaskan pelukan Agatha darinya.Saat Rafka menjauh Agatha merasakan kepalanya pusing dan pandangannya menjadi buram lalu beberapa detik kemudian tubuhnya terjatuh. Rafka menghentikan langkahnya lalu berlari ke arah Agath
Malamnya sebelum tidur Rafka memutuskan untuk menyegarkan tubuhnya sementara Agatha menunggunya sambil menonton film kesukaannya yang sudah ia tonton berkali-kali. Tak lama, Rafka keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Agatha menatap tubuh Rafka dari ujung kepala sampai ke ujung kakinya tanpa berkedip. Rambutnya yang masih setengah basah dan tetesan air yang mengalir di tubuh bagian atasnya.Rafka berjalan menuju lemari dan memilih pakaian tidurnya. “Kamu mau ngapain, Mas?” tanya Agatha spontan.“Mau pakai baju, memangnya apa lagi yang bisa aku lakukan kalau sudah di depan lemari begini,” jawab Rafka lalu menarik kaos berwarna hitam.“Jangan dipakai!” seru Agatha sementara Rafka menatapnya sambil mengerutkan dahinya.“Ada apa memangnya?” tanya Rafka.“Aku mau peluk kamu malam ini … tapi aku maunya kamu nggak pakai baju,” balas Agatha dengan wajah memelas.Rafka mengangkat satu alisnya. “Yakin cuma nggak pakai baju aja?” tanya Rafka sambi
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang akhirnya Agatha pergi ke rumah sakit bersama dengan Rafka. Sesampainya di rumah sakit Rafka mendapat panggilan bahwa Ravindra ingin bertemu dengannya.“Ada apa, Mas?” tanya Agatha.“Aku ada urusan sebentar. Tapi nanti aja, aku mau nemenin kamu dulu,” balas Rafka sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.“Kamu pergi aja, Mas. Lagipula nama aku juga belum dipanggil, nanti aku telepon kamu kalau aku udah mau masuk ruangan,” ujar Agatha sambil memegang bahu Rafka.“Kamu yakin?” tanya Rafka yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Agatha.“Kalau gitu aku pergi sebentar ya, telepon aku jangan lupa!” sambung Rafka lalu mengecup kening Agatha dan melangkah pergi. Agatha menghela napas pelan saat menatap punggung Rafka yang semakin menjauh. Tak lama Agatha dipanggil.“Adiva Zea Amanda,” panggil seorang perempuan dengan pakaian berwarna biru dan terdapat logo rumah sakit di bagian atas bajunya.Agatha melangkah masuk ke dalam rua
Agatha terkesiap saat merasakan seseorang memeluknya dari belakang dengan tangan yang melingkar di perutnya. Awalnya ia berpikir bahwa itu Rafka karena saat pria itu menariknya Agatha tidak sempat melihat wajahnya. Suara pria itu sangat asing di telinga Agatha sehingga membuatnya refleks memberontak tetapi pelukan pria itu malah semakin erat di tubuhnya. “Lepas!” seru Agatha sambil mencoba melepaskan tangan pria itu dari perutnya namun Agatha kalah tenaga dengannya.“Cepat lepas atau saya akan teriak,” sambung Agatha dengan geram.“Aku mohon, Div. Sebentar aja … biarkan kita seperti ini,” lirih pria itu yang kemudian membenamkan wajahnya di pundak Agatha.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Agatha dengan mendengus kesal. Tak lama ponsel di saku celana Agatha berdering, dari nada panggilan khusus yang ia gunakan Agatha langsung mengetahui bahwa Rafka yang menelponnya.Samar-samar ia mendengar suara Rafka, dengan sekuat tenaga Agatha menginjak kaki pria itu sehingga dia memekik kesakitan
Setelah makan siang bersama Rafka mengantar Agatha menuju rumah Riana. Sesampainya di sana Agatha menemukan Bella dan Riana tengah duduk bersama di ruang TV. Rafka langsung mencium tangan mertuanya itu di ikuti dengan Agatha yang berada di belakangnya. Agatha langsung duduk di lantai dan menaruh kepalanya di paha Riana. “Rasanya aku kangen banget sama Ibu,” ujar Agatha.“Ada suami kamu di sini masa kamu manja ke Ibu,” balas Riana lalu menyilahkan Rafka untuk duduk.“Biarin, habisnya punya suami juga aku ditinggal terus,” sahut Agatha lalu terdiam saat menyadari anehnya mengakui Rafka sebagai suaminya.“Hussh, mana boleh kamu bicara begitu. Rafka kerja juga kan untuk membahagiakan kamu,” tegur Riana.“Tau nih kenapa Kakak jadi manja begini sih sama Kak Rafka,” timpal Bella.“Kakak suka kok dia manja begitu,” pungkas Rafka membuat Agatha tersenyum dan menjulurkan lidahnya pada Bella.“Sirik aja sama hubungan orang,” protes Agatha membuat Bella cemberut.“Udah nggak usah cemberut, tuh K
Malamnya Rafka dan Agatha tengah duduk bersama di dalam kamar. Sejak tadi Agatha hanya memainkan game di ponselnya sambil sesekali melirik ke arah Rafka yang sedang fokus pada laptop di hadapannya. Agatha menghela napas beberapa kali karena merasa Rafka tidak peduli padanya.“Katanya tadi mau menghabiskan waktu berdua, tapi kenyataannya dia malah kencan sama pekerjaannya,” batin Agatha.“Mau ke mana?” tanya Rafka saat menyadari Agatha bangkit dari tempat di sebelahnya.“Mau mandi, badan aku udah lengket rasanya,” jawab Agatha sambil menoleh ke arah Rafka yang kini memindahkan laptopnya ke atas meja lalu Rafka ikut berdiri.“Kamu mau ngapain?” tanya Agatha dengan heran.“Katanya kamu mau mandi, ” balas Rafka sambil melepas beberapa kancing atas kemejanya.“Iya, terus kenapa jadi kamu yang lepas kemeja?” tanya Agatha.Rafka tidak menjawab dan mulai mendekat ke arah Agatha membuat gadis itu terdiam di tempatnya. Tangan Rafka mulai mendekati dan melepas tali yang ada di pakaian atas Agath
Setelah Rafka berangkat kerja tak lama Agatha kembali tertidur. Sejak hamil Agatha merasakan tubuhnya cepat lelah dan sering mengantuk. Entah karena bawaan bayi atau memang kebiasaannya saja yang jarang bangun pagi. Tetapi kedua alasan tersebut seperti saling melengkapi.Selesai mencuci wajahnya Agatha melangkah keluar menuju dapur dan tidak menemukan siapa pun di sana. Ia hanya menemukan sebuah note di depan kulkas. ‘Jangan lupa makan, Div. Tadi Ibu sudah buatkan makanan kesukaan kamu, nanti kalau kamu sudah bangun tinggal dihangatkan.’Agatha tersenyum membaca pesan yang Riana tinggalkan untuknya. Agatha langsung membuka kulkas dan menemukan beberapa wadah makanan. Agatha mengambilnya lalu bergegas memanaskan makanan tersebut.Sepuluh menit kemudian Agatha menikmati makanannya dengan perasaan senang karena masakan buatan Riana sangat enak. Ketika tengah sibuk menghabisi sisa makanan di piringnya Agatha mendengar suara ketukan pintu. Dengan waspada Agatha berjalan ke arah pintu, ia
Rafka menatapnya dengan mata penuh air mata. Tangannya yang besar dan kuat menggenggam tangan Agatha dengan lembut. "Aku mencintai kamu. Aku selalu mencintai kamu, dan aku akan terus mencintai kamu, Tha."Agatha merasa hatinya hangat mendengar kata-kata itu. Meskipun dalam kondisi yang rapuh, cinta mereka tetap mengalir begitu kuat di antara mereka. Agatha menatap mata Rafka dengan pandangan lembut, bibirnya terangkat dalam senyuman yang penuh makna. "Aku juga mencintai kamu, Rafka."Tangan mereka saling berpegangan erat, menyampaikan dukungan, cinta, dan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Agatha merasakan kehangatan dalam genggaman tangan Rafka, seolah-olah itu adalah tali yang mengikat hati mereka.Agatha merasakan rasa sakit yang semakin memburuk. Dia tahu bahwa waktu mereka sangatlah terbatas. Dengan suara yang lemah, ia berbicara lagi, kali ini dengan serius, "Rafka, kamu harus kuat."Rafka menatap Agatha dengan rasa takut yang tidak tersembunyi. "Apa yang kamu bic
Beberapa hari berlalu, kondisi Agatha tetap kritis. Rafka terus menghabiskan waktu di rumah sakit, bergantian menjaga bayi perempuannya dan mengunjungi Agatha. Dia merasa seolah hidupnya berada dalam titik balik yang kritis. Perasaannya bercampur antara rasa harapan dan kegelisahan yang tak terbayangkan.Selama berhari-hari ini, Rafka terus menjaga putrinya dengan penuh kecintaan dan tekad. Dia bersama keluarganya dan keluarga Agatha bergantian menjaga Agatha, berdoa dan berharap agar wanita itu segera pulih dan bisa bersama mereka lagi.Ruang perawatan Agatha juga menjadi tempat di mana para keluarga mereka bergantian menjaga. Karina dan Ravindra, yang penuh kehangatan, seringkali mengambil giliran menjaga Agatha ketika Rafka perlu beristirahat sejenak. Adiva juga ada di sana, membantu dengan segala hal yang dibutuhkan. Meskipun situasinya tidak mudah, atmosfer di dalam ruangan itu penuh dengan kasih sayang dan semangat perjuangan.Ketika hari beranjak malam, Rafka masih terjaga, mem
Rafka berusaha untuk tenang dan kuat di hadapan Ayra. Gadis kecil itu masih belum paham betapa seriusnya situasi ini, dan Rafka ingin melindungi perasaannya. Dia menundukkan badan untuk berada pada tingkat mata Ayra ketika gadis kecil itu menatapnya dengan mata penuh pertanyaan. "Papa, apa yang terjadi sama Mama?" tanyanya dengan nada khawatir.Rafka membungkukkan tubuhnya untuk berada sejajar dengan Ayra. Dia menyeka air mata yang hampir jatuh dari mata kecil Ayra dengan lembut, mencoba memberikan senyum lembut. "Ayra, Mama sedang sakit dan sedang dirawat oleh dokter. Papa dan semua orang sedang berusaha yang terbaik untuk membantu Mama."Ayra menggigit bibirnya, terlihat cemas. "Mama akan baik-baik saja, kan, Papa?" tanyanya dengan penuh harapan.Rafka mengecup kening Ayra lembut. "Kita berdoa bersama-sama, sayang. Mama sangat kuat dan Mama juga ingin cepat kembali bersama kita."Tak lama kemudian, semua keluarga berdatangan ke rumah sakit. Karina dan Ravindra datang dengan wajah pe
Agatha terus menjalani rawat inap di rumah sakit, dipantau dengan ketat oleh para dokter dan perawat. Setiap detik waktu terasa berharga bagi Rafka dan semua orang yang peduli dengan Agatha. Rafka duduk di samping tempat tidur Agatha, matanya tidak pernah lepas dari wanita yang sedang berjuang ini. Dia merasakan ketidakpastian yang semakin mendalam, kekhawatiran yang tak terkendali.Agatha terbaring lemah di tempat tidurnya, wajahnya pucat dan matanya terlihat letih. Pendarahan yang dialaminya telah membuat kondisinya semakin memburuk. Meskipun Agatha mencoba menjaga semangatnya, tetapi tubuhnya semakin tak mampu mempertahankan. Rafka merasa frustasi karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Agatha. Dia ingin sekali bisa menghapus semua rasa sakit yang Agatha rasakan, namun dia tahu dia hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik.Rafka menggenggam tangan Agatha dengan erat, merasakan getaran kelemahan dalam genggaman itu. Dia merasa hatinya teriris melihat Agatha yang
Di dalam ruang perawatan yang hening, mata Agatha perlahan terbuka dan tatapannya memandang wajah lelah Rafka. Luka lebam di pipi pria itu memperoleh perhatiannya, dan segera Agatha mengeluarkan pertanyaan khawatir dari bibirnya. "Wajah kamu kenapa?"Namun, jawaban yang ia terima bukanlah tentang luka lebam itu. Rafka hanya menatapnya dengan ekspresi yang rumit, seolah ada banyak hal yang ingin ia sampaikan, tetapi dia kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. Agatha bisa merasakan kecemasan yang menghantui Rafka, dan ia tahu bahwa saat ini mereka harus menghadapi kenyataan bersama."Bagaimana kondisimu?" tanya Rafka, suaranya lembut namun penuh dengan kekhawatiran. Agatha terpancar kekaguman dalam tatapannya saat melihat perasaan Rafka yang terangkum dalam raut wajahnya.Agatha mencoba tersenyum lemah, meskipun rasa sakit dan kebingungannya masih menghantui. "Aku baik-baik saja," jawabnya pelan.Namun, perhatian Rafka beralih dari kesehatannya sendiri dan dengan penuh kekhawatiran ia
Dalam keheningan ruang perawatan, setelah berbicara dengan Agatha, Ivan merasa seolah dia tenggelam dalam gelombang perasaan yang tak tertahankan. Dia berusaha memproses semua yang telah terjadi, memahami pilihan-pilihan yang sulit yang telah dibuat oleh Agatha, dan merasa terhempas oleh kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada wanita itu dan bayi yang dikandungnya.Namun, pandangannya tiba-tiba terganggu oleh sosok yang mendekat dari kejauhan. Rafka, dengan wajah yang penuh kekhawatiran, berjalan menuju Ivan dengan langkah tergesa-gesa. Ivan bisa merasakan adanya ketegangan di udara saat Rafka semakin mendekat. Tatapan mereka bertemu dalam keheningan yang berat.Tak lama setelah Rafka berada di depan Ivan, pria itu seolah melepaskan semua ketegangan yang ada dalam dirinya. Ia langsung mencengkeram kerah baju Ivan dengan kasar, menggeramkan pertanyaan yang memancar dari dalam hatinya. "Apa yang kamu lakukan kali ini?"Ivan menatap tajam Rafka, mencoba membaca perasaan yang ada di
Ivan berdiri di samping tempat tidur Agatha, pandangannya tetap terfokus pada wanita yang terbaring di sana. Hatinya terasa berkecamuk, sulit untuk mengurai perasaan yang datang menghujam. Ia melihat Agatha, seorang wanita yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya, sekarang tengah mengalami hal yang begitu serius. Dia merasa bingung, marah, dan khawatir dalam waktu yang bersamaan.Dokter yang berbicara dengannya tampak serius dan penuh perhatian. Ivan mencoba untuk tetap tenang dan mendengarkan penjelasan dokter dengan seksama. Dokter menjelaskan bahwa masalah yang Agatha alami adalah plasenta previa, di mana plasenta berada di dekat atau menutupi rahim bagian bawah. Kondisi ini bisa berisiko tinggi, terutama ketika mendekati waktu persalinan.Ivan merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar bahwa kondisi ini berbahaya bagi Agatha dan bayinya. Dia merasa tidak ingin kehilangan Agatha, terlebih lagi dengan keadaan yang semakin rumit setelah semua yang terjadi. Namu
Setelah meninggalkan rumah Karina dan Ravindra, Agatha merasa perasaannya masih dalam keadaan campur aduk. Namun, dia tahu bahwa ada satu hal lagi yang harus dia lakukan. Dia pergi ke rumah Ivan untuk menemui Adiva dan Alvi. Sesampainya di sana, dia melihat Adiva dan Alvi sedang bermain dengan penuh kebahagiaan.Agatha tersenyum melihat pemandangan itu. Alvi, bayi yang dulunya begitu tenang berada dipelukannya, kini sudah tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Dia sudah mulai berjalan dan berbicara, dan Agatha bisa melihat betapa Adiva merawatnya dengan penuh cinta.Agatha merasa bahagia melihat keakraban antara Adiva dan Alvi. Melihat Alvi tumbuh sehat dan bahagia membuat hatinya hangat."Adiva," panggil Agatha dengan suara lembut. Adiva menoleh dan tersenyum melihat Agatha. Mereka bertatap mata, dan Agatha bisa merasakan campuran antara rasa bersalah dan rasa terima kasih di dalam hatinya.Alvi melihat Agatha, dan meskipun dia masih kecil, wajahnya sudah penuh dengan keceriaan. "
Beberapa minggu kemudian, setelah Rafka berangkat bekerja dan Ayra pergi ke sekolah, Agatha memutuskan untuk mengunjungi rumah ibunya. Sudah lama sejak terakhir kali dia menghabiskan waktu dengan Riana, dan Agatha merasa butuh pelukan dan nasihat ibunya. Begitu Agatha memasuki rumah, aroma kue hangat langsung menyambutnya. Ibu Agatha, Riana, dengan senyum hangatnya, sudah menanti di ruang tamu.Sesampainya di rumah, Agatha disambut dengan senyuman hangat oleh Riana. Wanita itu terlihat begitu bahagia melihat putrinya. Mereka duduk di ruang tamu yang nyaman, dikelilingi oleh bunga-bunga dan foto-foto keluarga di dinding.Agatha menghabiskan waktu berjam-jam bersama ibunya. Agatha mulai bercerita tentang kesehariannya, tentang bagaimana dia mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan Rafka dan Ayra. Dia bercerita tentang momen-momen kebersamaan yang berhasil mereka ciptakan, meskipun rasa bersalah masih menghantuinya. Agatha juga menceritakan tentang kehamilannya yang semakin membesar,