Setelah malam yang penuh dengan mimpi dan refleksi, hari-hari Agatha terus berjalan dalam ketidakpastian. Rafka masih terbaring tak sadarkan diri di ruang perawatan intensif, dan setiap hari Agatha menghabiskan waktunya di rumah sakit, menunggu berita tentang perkembangan kondisi pria yang dicintainya itu.Setiap kali dia melihat Rafka yang lemah di ranjang rumah sakit, hatinya terasa sakit. Dia teringat akan saat-saat indah yang mereka bagi bersama, tapi juga perasaan bersalah dan penyesalan yang membayangi pikirannya. Dia ingin bisa mengulang waktu, mengubah segala keputusan yang pernah diambilnya. Tapi yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah berdoa dan memberikan dukungan pada Rafka.Setelah Ivan bekerja dan Ayra ke sekolah, Agatha menitipkan Alvi di rumah Raina, Kemudian Agatha kembali ke rumah sakit untuk menemui Rafka. Di lorong rumah sakit yang sepi, langkah Agatha berjalan pelan. Dia merasa berdebar-debar ketika mendekati pintu ruang perawatan intensif. Pintu itu terbuka, dan
Hari-hari terus berlalu dengan lambat di rumah sakit. Agatha setia mengunjungi Rafka setiap harinya, duduk di samping tempat tidurnya, meskipun pria itu masih belum sadarkan diri. Ruang perawatan itu menjadi tempat di mana Agatha melepaskan segala perasaannya, tempat di mana dia berbicara seperti Rafka bisa mendengarnya.Agatha duduk di samping tempat tidur Rafka, tangannya menggenggam tangan pria itu dengan lembut. Di antara bunyi mesin medis dan cahaya redup, Agatha akan berbicara kepada Rafka. Dia akan berbicara tentang segala hal, mengingatkan pria itu tentang kenangan-kenangan yang mereka bagikan bersama . Dalam percakapan yang hanya satu arah ini, Agatha mencoba merangkul Rafka dengan kata-kata dan cinta, berharap bahwa pesan-pesannya bisa mencapai hati Rafka, bahkan jika pria itu belum bisa membukanya.Air matanya mengalir deras tanpa henti, suara isak tangisnya pecah dalam keheningan ruangan. Dia menyesali segala kata-kata dan tindakan yang terjadi di antara mereka, merasa seo
Karina dengan hati-hati mendekati Rafka, berusaha menciptakan suasana yang lebih nyaman di antara mereka. Dia ingin mengatasi ketegangan yang terasa begitu kentara di ruangan itu. Dengan hati-hati, dia mengambil kursi dan duduk di samping tempat tidur Rafka. Matanya penuh dengan kelembutan dan perhatian saat dia memandang putranya."Bagaimana keadaan kamu, Raf? Bagaimana perasaan kamu sekarang?" tanya Karina dengan nada perhatian.“Sudah lebih baik, Ma. Mama jangan khawatir,” ujar Rafka.“Sebenarnya apa yang terjadi, Ma? Kenapa Rafka bisa ada di sini?” tanya Rafka dengan bingung, sambil berusaha mengingat apa yang telah dia alami.“Kamu mengalami kecelakaan, Raf. Hari ini kamu baru aja sadar.” “Kecelakaan?” Rafka memandang Karina dengan ekspresi tidak percaya. Karina mengangguk dengan pengertian. Dia mencoba merangkul perasaan Rafka, memberikan waktu dan ruang untuk dia mengingat kembali apa yang telah terjadi.“Sudah berapa lama Rafka di sini, Ma?” tanya Rafka lagi, mencoba mencari
Agatha masih terdiam di depan ruangan Rafka, pandangannya kosong seolah tenggelam dalam kerumitan pikirannya. Dia merasakan hiruk-pikuk emosi yang sulit diurai. Tak lama kemudian, langkah kaki lembut mendekatinya, dan Adiva duduk dengan lembut di sampingnya. Dia merasa kekhawatiran Agatha dan berusaha memberikan dukungan."Apa yang lagi kamu pikirkan, Tha?" tanya Adiva dengan lembut, mencoba membuka percakapan.Agatha menoleh kepada Adiva, raut wajahnya mencerminkan kebingungan dan kegelisahan. Agatha menatap Adiva dengan mata penuh pertanyaan, tak lama kemudian dia menghela nafas dan menjawab, "Aku bingung, Div. Aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan. Bagaimana aku harus menghadapi Rafka dan Ivan nantinya?"Adiva menatap Agatha dengan pandangan penuh pengertian. “Aku pikir yang terpenting sekarang adalah kejujuran, Tha. Kamu harus bicara sama Rafka, kasih tahu dia apa yang telah terjadi selama lima tahun terakhir. Dan terhadap Ivan, kamu juga harus bicara terbuka. kalau cinta dan
Waktu terus berlalu di rumah sakit. Setelah beberapa minggu perawatan intensif, Rafka akhirnya dinyatakan cukup stabil untuk diizinkan pulang. Raut wajahnya yang lelah dan penuh dengan bekas luka semakin membaik, meskipun perjalanan pemulihan masih panjang. Setiap hari, Rafka menjalani berbagai terapi dan latihan fisik untuk membantu mengembalikan kondisinya.Hari yang ditunggu-tunggu tiba, hari kepulangan Rafka. Ketika hari yang dinanti-nanti itu tiba, Agatha dan Ayra telah bersiap di apartemen yang dulu pernah menjadi tempat tinggal Rafka dan Agatha. Dinding-dinding apartemen itu mungkin menyimpan banyak kenangan, baik yang indah maupun yang pahit. Agatha telah memutuskan untuk memainkan peran sebagai istri Rafka dalam upaya untuk membantu pemulihannya.Ayra melihat sekeliling dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Mama, kenapa kita tinggal di sini?"Agatha tersenyum lembut pada Ayra, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Kita tinggal di sini karena Papamu sakit, sayang. Dia butuh
Sementara di tempat yang lain, Adiva akhirnya mengambil langkah penting untuk membantu Agatha. Setelah berdiskusi dengan Agatha, Adiva memutuskan untuk berpura-pura menjadi Agatha dan tinggal bersama Ivan dan Alvi, dengan harapan agar Agatha bisa lebih fokus menjaga dan mendukung Rafka sampai ingatan pria itu kembali.Agatha memberikan instruksi kepada Adiva tentang semua informasi dan kebutuhan yang berkaitan dengan Ivan dan Alvi. Ia berbicara dengan jelas tentang rutinitas, makanan favorit Ivan, kebiasaan Alvi, dan hal-hal lain yang perlu diketahui Adiva. Adiva memperhatikan semua petunjuk Agatha dengan seksama, berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan.Adiva berusaha menyesuaikan diri di hari pertamanya menjadi ‘Agatha’. Seperti halnya yang ia lakukan hari ini. Setelah memandikan Alvi, Adiva bergegas menuju dapur. Dia sudah menyiapkan bahan-bahan untuk memasak makan malam. Dengan berbekal informasi yang Agatha berikan tentang kebiasaan dan kebutuhan keluarga ini, Adiva merasa t
Malam harinya tiba, dan setelah Ayra tertidur, Agatha kembali ke kamarnya. Jantungnya berdetak kencang saat menyadari Rafka sedang menantinya di atas tempat tidur. Ketika melihatnya, Agatha merasakan getaran campur aduk dalam hatinya — kegembiraan, gugup, dan rindu yang begitu mendalam. Dia tidak menyangka bahwa mereka akan berdua dalam satu ruangan lagi setelah sekian lama.Gugup melanda, Agatha memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Dia ingin menenangkan dirinya sejenak sebelum menghadapi Rafka. Ketika air hangat mengalir melalui tubuhnya, dia merenungkan tentang segala yang telah terjadi. Perasaannya yang rumit tentang Rafka dan situasi yang mereka alami selama ini mengacaukan pikirannya.Ketika dia merasa cukup tenang dan hendak keluar dari kamar mandi, tiba-tiba pintu terbuka perlahan dan memperlihatkan siluet Rafka. Agatha terkejut, dan refleksnya segera menutup tubuhnya dengan kedua tangannya. Kecemasan yang tidak terkira memenuhi pikirannya saat dia berusaha memahami situasi
Waktu berlalu begitu cepat, membawa perubahan dalam kehidupan Agatha, Rafka, dan Ayra. Meskipun perlahan ingatan Rafka belum juga kembali, kondisinya telah membaik secara fisik dan semakin stabil. Agatha terus menjalani rutinitas harian bersama Rafka dan Ayra, menciptakan momen-momen bahagia dalam setiap langkah kecil yang mereka ambil. Pagi itu matahari terbit dengan lembut, menerangi kamar tidur yang penuh dengan hangat dan cinta. Cahaya matahari yang hangat memasuki jendela apartemen, memberikan semangat baru untuk memulai hari. Agatha bangun dengan senyuman di wajahnya, merasa syukur atas setiap pagi yang diberikan kepadanya. Dia meraih ponsel di meja samping tempat tidurnya dan melihat pesan singkat dari Adiva yang memberi kabar bahwa dia dan Alvi sudah siap di bawah untuk sarapan pagi.Agatha bangkit dari tempat tidur, mengenakan gaun tidurnya yang nyaman, dan berjalan ke kamar Ayra."Ayra, sayang, ayo bangun. Sudah waktunya untuk sekolah," panggil Agatha lembut. Dalam sekeja