Share

PART EMPAT

Penulis: Lavender
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-15 18:29:21

KEMBANG DESA YANG TERNODA

PART 4

“Da, apa ndak sebaiknya awak lanjutkan besok saja?” usuk Izan, salah satu pemuda yang ikut mencari Nek Kamsiah. Ia sebenarnya ragu masuk ke hutan itu, tapi paksaan dari Nasir membuatnya mau tak mau harus ikut juga.

“Jika menunggu besok bisa-bisa kehilangan jejak awak, Zan. Kau laki-laki, tapi cepat menyerah,” ledek Nasir sambil memukul pundak Izan, hingga pemuda itu bergeser dari tempat berdirinya.

“Bukannya menyerah, Da. Susah mencari orang di hutan seluas ni, apalagi dalam keadaan gelap serupa ni, bukan Inyiak Kamsiah nanti yang akan awak temukan, Da, tapi inyiak balang (harimau).” Ocehan Izan langsung disambut dengan gelak tawa oleh orang-orang yang berada di sana.

“Sstt, jangan sebut-sebut nama tu, nanti dia ke sini.” Salah seorang warga mengingatkan sembari meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

 Warga yang tadi tertawa langsung diam, membekap mulut masing-masing. Inyiak Balang adalah sebutan untuk harimau di nagari itu. Mitos di sana, kata-kata “harimau” memang tidak boleh diucapkan sembarangan, apalagi di tengah hutan. Sama saja dengan memanggilnya untuk datang.

“Jangan dipakai juga mental kerupuk tu, Zan. Kapan lagi awak bisa bebas dari penjajahan jika mental kamu saja serupa tu,” ledek Nasir. Izan hanya menunduk. Terpaksa ia ikut melanjutkan perjalanan dari pada menanggung malu dan menjadi bahan olok-olokan teman-temannya. Lagipula, balik seorang diri ke kampung pun ia tak berani karena perjalanan mereka sudah cukup jauh.

Akhirnya, Nasir membagi warga menjadi empat kelompok. Mereka menyisir ke empat arah yang berbeda agar pencarian bisa dilakukan lebih cepat. Izan, Siyon, dan tujuh orang warga di perintahkan mencari ke arah gua, sedangkan Nasir mencari ke tempat lain.

“Licik benar uda tu, giliran ke tempat-tempat menyeramkan, awak yang disuruhnya,” gerutu Izan. Merinding ia memikirkan akan pergi ke gua yang menyeramkan malam-malam seperti ini.

“Sudahlah, Zan. Lakukan sajalah perintah uda tu. Jangan banyak mengeluh. Lagipula awak ‘kan ramai. Kalau kau diculik setan, kami ndak akan tinggal diam,” balas Siyon yang dari tadi pusing dengan gerutu-gerutu Izan.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju tempat yang diperintahkan Nasir. Walaupun masing-masing memegang obor, tapi tetap saja beberapa kali mereka terpeleset karena jalanan yang licin sehabis diguyur hujan. Selain itu, di hutan itu sungguh banyak jurang-jurang curam, sehingga mereka harus berjalan dengan sangat hati-hati.

“Da, lihat ndak uda rumput tu bergerak-gerak?” tanya Izan memegang erat lengan Siyon. Matanya tertuju pada setumpuk rumput-rumput kering yang bergerak-gerak ditemaramnya cahaya obor.

Siyon mengarahkan pandangannya ke tempat yang dimaksud Izan, tapi gerakan rumput kering itu langsung terhenti.

“Kau terlalu ketakutan, Zan. Makanya bertambah rabun mata kau tu,” cela Siyon semakin kesal dengan ketakutan Izan yang dianggapnya berlebihan. “Sudahlah, jangan bicara yang aneh-aneh lagi, biar awak cepat menemukan Inyiak tu,” lanjutnya lagi.

Memang, dari tadi Izan sering melihat hal-hal aneh. Sebelumnya ia juga berteriak karena melihat sesosok mirip manusia menggantung di pohon pisang, hingga teman-temannya yang lain ketakutan dan lari tunggang langgang. Setelah dicek Siyon, ternyata sosok mirip manusia itu adalah daun pisang kering yang menjuntai dari batangnya. Jikalau bukan karena drama yang dibuat Izan, mungkin mereka sudah sampai di atas bukit sana.

“Da, tolonglah uda perhatikan lagi. Awak indak berbohong. Memang rumput tu bergerak-gerak,” rengek Izan seperti anak kecil.

“Ondeh mande, Zan, lebih baik tadi kau indak ikut daripada mengacau terus seperti ni,” balas Siyon dibarengi gelengan kepala  teman-temannya yang lain.

Dengan kesal Siyon mendekati rumput itu, lalu mengobrak abrik dengan kakinya agar Izan puas dan perjalanan mereka segera lanjut.

Saat kesekian kalinya kaki Siyon menendang rumput kering itu, menguiklah seekor babi hutan seukuran anak sapi dari dalamnya, dibarengi dengan suara-suara beberapa ekor anaknya. Tampaknya babi itu baru saja melahirkan. Pucat pasi wajah mereka saat saling bertatapan dengan induk babi. Siyon yang tepat berada di depan hewan itu tak bisa mengelak dari serudukannya, hingga membuatnya jatuh terlentang. Sedangkan teman-temannya yang lain lari ke atas pohon menghindari amukan binatang itu.

Habislah Siyon diseruduk babi hingga luka di beberapa bagian tubuhnya. Setelah puas melampiaskan amarah, babi itu pergi bergerombol dengan anaknya yang masih merah.

***

Siyon dan teman-temannya akhirnya sampai di puncak bukit di dekat gua. Mereka telisik bagian-bagian sekitar gua, di lokasi-lokasi yang kemungkinan bisa dijadikan tempat persembunyian.  Beberapa kali mereka meneriaki nama Nek Kamsiah, meminta wanita tua itu menyerah, tapi Nek Kamsiah bukanlah wanita yang lemah. Semakin kencang teriakan memanggil namanya, semakin ia eratkan pelukan ke cucunya. Iya yakin, untuk saat ini gua itu adalah tempat persembunyian terbaik.

“Siapa yang akan masuk ke dalam?” tanya Siyon menatap temannya satu per satu. Ia sendiri tampak ragu melontarkan pertanyaan itu. Serangan babi hutan tadi membuat nyalinya sedikit ciut.

Tak ada yang menanggapi pertanyaan Siyon. Mereka hanya menunjukkan ekspresi bergidik sambil melihat ke sekelilingnya. Jangankan malam-malam seperti ini, siang pun tak ada yang berani menapaki gua itu.

“Kalau uda saja yang masuk sendiri bagaimana?” tawar Izan dengan polosnya, membuat teman-temannya yang lain menyembunyikan senyum.

“Yang benar saja, Zan,” balasnya sambil menepuk keras bahu Izan.

Akhirnya demi keadilan, mereka memutuskan untuk masuk ke dalam gua bersama-sama. Menepis rasa takut tak berkesudahan. Berjejer mereka berjalan, sambil memegang bahu temannya. Siyon berada di posisi paling depan, menunjukkan kalau ia adalah orang paling berani di kelompok itu.

   Sedangkan Nek Kamsiah, samar-samar mendengar rencana Siyon untuk tetap masuk ke dalam gua. Saat ini, tak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa. Ia sudah berusaha semampunya untuk menyelamatkan nyawa cucunya, selebihnya, ia serahkan kepada sang Pemilik Jiwa mereka.

Dalam ketakutan, Nek Kamsiah memberanikan diri mengangkat dagunya, ia edarkan pandangan ke seluruh sisi gua yang gelap gulita. Gua yang dari dulu, bahkan dari semenjak Nek Kamsiah kecil, sudah terkenal dengan keangkerannya. Konon cerita yang didapat oleh Nek Kamsiah dari orang tuanya dan warga kampung, gua itu menjadi tempat tinggal binatang-binatang buas dan makhluk halus. Seumur hidup Nek Kamsiah, tidak pernah ia mendengar ada orang yang berani masuk ke sana. dan malam ini, ia tak menyangka bisa berada di tempat yang sangat ditakuti orang-orang itu, sebagai buronan yang entah sebentar lagi akan tertangkap.

Dari luar, Siyon memasukkan sedikit ujung obornya ke dalam mulut gua, hingga tampaklah sisi bagian depan gua, membuat rasa takut mereka sedikit berkurang karena tidak terlihat sesuatu yang mengerikan di dalam sana. Mereka terus melangkah pelan ke sisi bagian dalam, tempat di mana Nek Kamsiah meringkuk memeluk cucunya.

Bab terkait

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART LIMA

    KEMBANG DESA YANG TERNODAPART 5Saat sudah menginjakkan kaki di bagian dalam gua, tiba-tiba beterbanganlah segerombolan kelelawar menabrak muka mereka. Mungkin hewan itu kaget karena sarang mereka tiba-tiba diterpa cahaya obor. Siyon dan teman-temannya lari kocar kacir mencari jalan ke luar.Bagai ditalu-talu jantung Nek Kamsiah mendengar teriakan mereka, seperti sudah di balik telinganya. Apalagi cucunya sempat kaget dan menggeliat.Menyadari Siyon dan teman-temannya berteriak karena ketakutan, sedikit tenang hati Nek Kamsiah. Hal itulah yang membuatnya merasa yakin gua itu aman dijadikan tempat persembunyian. Karena butuh nyali besar untuk masuk ke dalam sana.Dalam ketenangan itu, tiba-tiba Nek Kamsiah tertegun. Ia merasakan ada sesuatu yang bergerak menjalar dan mendesis di kaki telanjangnya. Bercucuran keringat dinginnya menahan takut. Saat itu ia yakin, bergerak sedikit saja bisa membahayakan nya

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-15
  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART ENAM

    Secepat kilat Nek Kamsiah membawa lagi bayi itu ke gendongannya. Ia tangkupkan bayi itu ke dadanya, lalu ditepuk-tepuknya bokong sang bayi. Bukannya diam, tangisannya malah semakin keras. Mengerti cucunya kehausan, Nek Kamsiah memasukkan ibu jari bayi itu ke mulutnya. Sejenak ia diam, menghisap ibu jari sendiri. Namun, tidak lama kemudian, tangisnya pecah lagi. Mungkin karena jari yang ia kira bisa melepas dahaganya tak juga kunjung mengeluarkan ASI.Bersiap Nek Kamsiah keluar dari pondok untuk mencari air, sebelum keberadaan mereka tercium oleh Nasir. Ia kuatkan lagi ikatan tingkuluaknya yang sudah mulai longgar di tubuh sang bayi. Ia takut cucunya akan masuk angin.Saat membuka pintu pondok, terkesiap Nek Kamsiah mendapati di depan sana berdiri Nasir dan teman-temannya, menatap dengan seringai miring. Rupanya tangisan sang bayi menjadi petunjuk keberadaan Nek Kamsiah.“Serahkan sajalah bayi tu, Nyiak. Jang

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART TUJUH

    “Apakah sudah kau bunuh Nurlaila dan keluarganya?” tanya Edrik pada Nasir saat Nasir berkunjung ke benteng pertahanan Belanda di Batusangkar yang terletak di pusat kota. Pagi-pagi sekali, Nasir sudah berpakaian rapi demi mengunjungi Edrik.“Eeee Nurlaila dan Kamsiah sudah mati, Tuan. Anaknya untuk sementara dalam pengasuhan istri ambo. Mirip betul anak itu dengan Tuan, terlebih warna mata dan rambutnya. Sayang betul Istri ambo pada anak Tuan tu, benar-benar dirawatnya dengan baik,” jawab Nasir dengan mata berbinar-binar. Ia bermaksud menyenangkan hati tuannya. Kembang kempis hidungnya karena merasa bangga dengan pekerjaannya.“Kurang ajar,” hardik Edrik dalam Bahasa Belanda sambil menggebrak meja, hingga jatuh berserakanlah gelas yang ada di meja itu. Wajahnya merah padam menatap Nasir penuh amarah. Nasir yang duduk di depan orang Belanda itu terlonjak kaget melihat amukan Edrik. “Kenapa tak kau bunuh sekalian bayi itu?&r

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART DELAPAN

    Keesokan harinya, dua orang suruhan Nasir menjemput bayi Nurlaila.“Kalian bunuh dengan ini, atau kubur saja hidup-hidup!” Nasir menyodorkan sebilah pisau yang sebelumnya sudah ia asah. Pastilah mampu memutus leher sang bayi dalam satu tebatas saja, saking berkilaunya mata pisau itu.Siyon dan Munir saling berpandangan. Siyon bergegas meraih pisau yang disodorkan Nasir. Ia mengangguk takzim terhadap tuannya itu. Baginya, melaksanakan perintah Nasir adalah sesuatu yang membanggakan. Layaknya prajurit menjalankan perintah panglimanya. Segala hajatnya akan ia tunda. Bahkan, tubuhnya yang masih penuh luka karena diseruduk induk babi tempo hari ia abaikan demi menerima amanah Nasir. Nasir pun tau kesetiaan Siyon. Itu sebabnya Siyonlah orang pertama yang ia panggil untuk melancarkan misinya.Sedangkan Munir tak yakin bisa tega membunuh bayi tak berdosa itu. Sungguh pun ia anak Belanda yang telah membunuh keluarga m

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART SEMBILAN

    Pelan Nek Kamsiah membuka kedua kelopak matanyanya yang terasa berat. Tidak ada sedikit pun cahaya yang tertangkap oleh korneanya, hingga membuat wanita tua itu memutuskan menutup netra kembali. Badannya terasa remuk redam, bagai diinjak berton-ton beban berat.Namun, Ia masih mengingat dengan pasti insiden yang terakhir kali dialaminya. Bagaimana Nasir menyiksanya dengan arogan hingga ia tak sadarkan diri. Lebih getir dari itu, masih lekat di ingatannya bagaimana putri Nurlaila diregang paksa dari dekapannya. Lalu dibawa pergi entah ke mana.Apakah ini alam kubur? Ia membatin. Perlahan ia menggerakkan jemarinya yang lemah. Jari-jari yang sudah tersumbur urat-urat kasar. Ia lalu menggoyang-goyang pelan kedua kakinya, masih dalam kondisi mata terpejam. Beratnya penyiksaan Nasir, membuatnya sangsi bahwa ia masih hidup.“Dewi … pencuri itu sudah bangun,” teriak seorang

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART SEPULUH

    “Apa syaratnya?” tanya Nek Kamsiah penasaran. Sepasang matanya berpendar, seperti mendapat angin segar.“Jika inyiak memutuskan untuk tinggal selamanya di sini, maka Inyiak indak bisa lagi berinteraksi dengan manusia. Fisik inyiak akan berubah seperti kami. Inyiak akan menjadi kasat mata dan hanya bisa dilihat oleh sesama bangsa bunian. Namun, seandainya Inyiak memilih kembali ke bangsa manusia, maka ambo akan menghilangkan ingatan tentang istana bangsa bunian dari kepala inyiak. Inyiak bisa melanjutkan kembali hidup sebagai manusia biasa.”Lama Nek Kamsiah tercenung. Pilihan itu membuatnya seperti makan buah simalakama. Jika memilih untuk tinggal di istana yang menjanjikan segala kenikmatan, ia tidak bisa membalaskan dendamnya kepada Nasir dan semua orang yang telah menyakitinya. Namun, jika kembali ke kehidupan manusia, ia pun tak yakin bisa melawan Nasir dengan kondisi tubuh yang kian rentah.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART SEBELAS

    “Awak indak mau lagi terlibat hal yang berhubungan dengan keluarga Nurlaila,” ringis Munir kepada Nasir dan teman-temannya. Ia mengelus goresan-goresan di tubuhnya karena beberapa kali terjatuh akibat peristiwa tempo hari.“Siyon tu diterkam harimau, Nir. Bukan karena hal lain. ‘Kan kalian lihat sendiri jasadnya, banyak bekas cakaran harimau,” ujar Nasir mengedarkan pandangannya kepada beberapa laki-laki yang hadir. Disambut anggukan pembenaran dari mereka.“Tapi, Da, manalah mungkin harimau bisa menidurkan Siyon begitu rapih di atas batu tinggi tu. Padahal sebelumnya putri Nurlailalah yang ditidurkan Siyon di sana. Pastilah ada sesuatu yang terjadi,” jawab Munir begitu yakin. Ia menirukan bagaimana posisi terakhir Siyon sore itu menggenaskan di atas batu.“Lalu, kau pikir Siyon digendong oleh bayi Nurlaila ke atas batu yang tinggi tu?” Nasir terkekeh, mengejek, pun t

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   DUA BELAS

    “Awak indak mau lagi terlibat hal yang berhubungan dengan keluarga Nurlaila,” ringis Munir kepada Nasir dan teman-temannya. Ia mengelus goresan-goresan di tubuhnya karena beberapa kali terjatuh akibat peristiwa tempo hari.“Siyon tu diterkam harimau, Nir. Bukan karena hal lain. ‘Kan kalian lihat sendiri jasadnya, banyak bekas cakaran harimau,” ujar Nasir mengedarkan pandangannya kepada beberapa laki-laki yang hadir. Disambut anggukan pembenaran dari mereka.“Tapi, Da, manalah mungkin harimau bisa menidurkan Siyon begitu rapih di atas batu tinggi tu. Padahal sebelumnya putri Nurlailalah yang ditidurkan Siyon di sana. Pastilah ada sesuatu yang terjadi,” jawab Munir begitu yakin. Ia menirukan bagaimana posisi terakhir Siyon sore itu menggenaskan di atas batu.“Lalu, kau pikir Siyon digendong oleh bayi Nurlaila ke atas batu yang tinggi tu?” Nasir terkekeh, mengejek, pun t

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31

Bab terbaru

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART DUA EMPAT

    “Itu adalah Surah yang sering Inyiak lafazkan dulu.” Zahara terguguh, ikut bersimpuh di belakang Nurlian. Ia sengaja mengikuti Nurlian karena melihat gelagat aneh cucunya itu dari kemarin. Tadinya ia berniat menghukum Nurlian karena telah berani menemui Aswir secara sembunyi-sembunyi seperti ini. Tapi keindahan suara Aswir membacakan Surah At-tin beserta terjemahan malah membuat jiwanya bergetar. Zahara ingat, Surah itu adalah surah yang ia baca saat menghatamkan Al-quran pertama kali. Angannya berputar ke masa lalu. Puluhan tahun silam, derap langkah sejumlah anak-anak terlihat mantap melangkah menuju surau untuk mengikuti Khatam Al-quran. Satu di antaranya adalah Kamsiah kecil. Bagi masyarakat sana, prosesi khatam Alquran dihelat dengan cukup meriah. Anak-anak yang telah tamat mengaji 30 juz akan diarak keliling kampung diiringi tabuhan rebana, sebagai wujud dari rasa syukur. Laki-laki mengenakkan pakaian kebesaran berupa gamis ditambah sorban. Sedangkan perempuan memakai gaun dipa

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART DUA TIGA

    “Apa tujuanmu datang ke sini?” tanya Zahara dengan tatapan sinis. Dilihatnya Aswir sedang duduk di pojok ruang penjara yang sempit. Seketika laki-laki itu berdiri melihat Zahara datang.“U-uni …,” lirih Aswir. Ia terkesiap mendapati Nurlian ada di belakang wanita dengan tumit menghadap ke depan itu.Kemarin, Ia melihat Nurlian masuk ke dalam gua, lalu diam-diam mengikutinya. Sementara Basri memilih untuk lebih dulu meninggalkan hutan. Ia tak berani mengikuti Aswir masuk ke dalam gua yang nyata-nyata banyak menyimpan cerita misteri.Sesampainya di dalam gua, Aswir tak menemukan lagi gadis itu. Padahal tak ada jalan lain masuk ke sana selain mulut gua bagian depan. Dari situ, mengertilah Aswir ada sesuatu yang aneh dengan orang yang sedang diikutinya.Rumor masyarakat tentang orang bunian penghuni gua langsung terlintas di benaknya. Namun, nalurinya mengatakan bahwa Nurlian bukanlah orang bunian. Nurlian manu

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART DUA DUA

    “Sudah berapa lama kau mengenal manusia?” Zahara menekan suaranya. Takut masalah itu di dengar Dewi atau pelayan istana.Tentulah pimpinan Orang Bunian itu akan murka jika mengetahui warganya berhubungan dengan manusia di luar sana.” Oh, pantaslah kau sering ke hutan tu belakangan ni, ya. Ada sesuatu rupanya di sana,” tuduhnya tak memberi kesempatan Nurlian bicara. Sementara gadis itu hanya menunduk, takut membela diri. Ia mendengar saja ocehan neneknya.“Kau mau dicelakai? Kau mau diperkosa? Atau dibakar seperti ibumu?” Wanita itu terus melontarkan pertanyaan, tapi tak memberi kesempatan Nurlian untuk menjawab.“Indak Nyiak, orang tu ndak berbuat jahat pada Nur. Bahkan mereka telah menyelamatkan nyawa Nur,” balas Nurlian gemetaran saat punya celah untuk menjawab.“Belum taukah kau manusia punya banyak muka? Mereka banyak menyimpan kebusukan di balik topeng kebaikannya. Hari ini mereka baik, esok atau lusa mer

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART DUA SATU

    “Jangan keluar dulu, Nur. Kau belum benar-benar pulih.” Zahara mencegat saat Nurlian hendak keluar dari kamarnya. Ia ingin gadis itu istirahat hingga benar-benar segar.“Nur sudah mulai pulih, Nyiak. Di kamar terus malah akan membuat semakin sakit. Nur butuh udara bebas,” jawabnya.“Dengarkanlah inyiak! Minumlah obat ni. Inyiak merasa indak enak dengan Dewi jika ritualmu terus diundur!” Wanita bermata bulat itu menarik lengan Nurlian, dan menuntunnya ke bibir ranjang. Segelas ramuan herbal diulurkannya ke mulut Nurlian. Aromanya yang menyengat membuat Mual gadis belia itu. Tetapi Zahara terus memaksa menghabiskannya.“Nyiak, bolehkah Nur bermain di hutan lagi?” tanyanya setelah menyesap hingga tandas segelas ramuan pahit itu.“Kau indak boleh ke mana-mana lagi hingga ritual dilaksanakan!” Cepat Zahara menjawab. “Inyiak taku

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART DUA PULUH

    “Nyiak, apakah ndak ada seorang pun manusia yang baik?” selidik Nurlian tiba-tiba saat Kamsiah hendak beranjak meninggalkannya. Bayangan Aswir selalu membuntuti ke mana ia pergi. Terlebih aroma khas laki-laki itu masih melekat di tubuhnya. Membuatnya menjadi semakin penasaran dengan manusia.“Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu?” Kamsiah balik bertanya, mengerti ke mana arah pertanyaan Nurlian. Berkerut kening wanita itu menunggu jawaban dari cucunya. Ia tampak tak senang. Kamsiah memang tak pernah bercerita tentang kebaikan manusia.“Apakah kau meragukan ceritaku selama ini?” lanjutnya, balik menodong Nurlian dengan pertanyaan.“B-bukan begitu, Nyiak. Nur hanya ingin meyakinkan diri, bahwa ini adalah pilihan yang tepat. Hingga di kemudian hari ndak ada lagi penyesalan terkait asal usul Nur. Bagaimanapun ini adalah keputusan yang besar.” Nurlian memegang kedua tangan

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   SEMBILAN BELAS

    Dalam posisi demikian genting, Aswir menatap wajah Nurlian yang saat ini tepat berada di bawah wajahnya. Jantungnya berdegup tak karuan. Ini adalah kali pertamanya ia berada dalam posisi yang begitu dekat dengan wanita, hingga menimbulkan debaran-debaran aneh di hatinya. Walaupun perempuan dengan hidung mancung dan bibir merah muda itu terus saja memejamkan mata.Ia lalu memalingkan wajahnya dan berulang kali beristigfar, memohon ampunan Allah karena harus bersentuhan seperti itu dengan wanita yang tak seharusnya ia sentuh.Aswir terus berusaha naik dan mengerahkan segenap tenaga, bulir-bulir keringat yang membasahi wajahnya jatuh di pelupuk mata Nurlian, memberikan dorongan pada Nurlian untuk membuka kelopak matanya yang terbingkai bulu mata panjang nan lentik. Merona pipinya menyadari saat ini wajahnya saling bersitatap dengan wajah Aswir. Laki-laki yang ia takuti, pun tak ia pungkiri ketampanannya.Kali ini Aswir fokus kepada tebin

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   DELAPAN BELAS

    “T-Tenanglah Uni, kami bukan orang jahat,” bujuk Aswir sembari bergerak menjaga jarak, ia tau wanita itu takut dengan mereka. Setelahnya, mulut Aswir tampak komat kamit melafalkan sesuatu.Dengan masih terbatuk, Nurlian tak lepas memandang ketiga laki-laki itu secara bergantian, dari ujung kaki sampai kepala. Ini adalah kali pertama ia melihat fisik seseorang yang sama dengannya. Biasanya, sepanjang hari ia hanya melihat orang-orang dengan kaki terbalik. Bahkan kaum laki-lakinya mempunyai dua tanduk kecil di kepala.Ketakutan begitu menyelimuti hatinya. Teringat cerita-cerita neneknya tentang bagaimana jahatnya manusia. Ia takut akan diperlakukan oleh mereka sebagaimana dulu neneknya diperlakukan.“As, jangan terlalu banyak bicara, awak ndak tau dia manusia atau bukan,” bisik Rizal di balik telinga Aswir. Ia masih belum sepenuhnya yakin jika wanita cantik yang ketakutan di hadapannya adalah seorang manusia. Model pakaian yang dikena

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART TUJUH BELAS

    Nurlian menajamkan pendengarannya. Memastikan suara yang samar-samar ia dengar. Namun, teriakan itu ditelan oleh bisingnya dentaman air yang jatuh ke batu. Mungkin hanya perasaanku saja,” batinnya.Seperti biasa, Nurlian berenang di kolam terjun beraliran jernih itu. Sesekali ia duduk persis di bawah jatuhnya air, menikmati setiap dentaman-dentaman air yang jatuh di kepalanya. Membuat kepala gadis itu bagai di pijit-pijit. Keasyikan menikmati dinginnya air pegunungan, Nurlian abai terhadap arak-arakan awan hitam. Ia masih asyik mengejar ikan-ikan yang bersembunyi di balik batu, teman bermainnya setiap kali datang ke sana.Akhirnya, awan hitam yang sedari tadi sudah memberi peringatan, kini benar-benar memuntahkan isi perutnya. Bukannya segera keluar, Nurlian malah bertambah senang berenang di tengah hujan yang turun semakin deras. Ia memang sangat menyukai hujan, karena di Negri Bunian tidak pernah terjadi hujan. Selain itu, ia

  • PUTRI BUNIAN YANG TERNODA   PART ENAM BELAS

    Di pinggir telaga Kubangan, duduklah sesosok bunian wanita menggendong seorang bayi. Beberapa kali ia menciumi dan mendekap erat bayi tersebut, melepas rindu setelah sekian lama tak bertemu. Bunian itu amatlah cantik dibanding bunian lainnya. Rambutnya panjang dan hitam legam, menjuntai hingga ke betis. Kulitnya halus bak porselen. Dan wajahnya cerah layaknya bulan purnama. Belakangan, kecantikannya menjadi buah bibir di kalangan laki-laki bunian. Wanita itu adalah primadona baru di bangsa tersebut. Dialah Nek Kamsiah, yang telah menjelma menjadi wanita cantik usia tiga puluh tahun. Setelah menuntaskan urusannya dengan manusia dan berhasil menggagalkan pembunuhan cucunya, Nek Kamsiah melakukan ritual berendam di Telaga Kubangan selama tiga hari berturut-turut. Mereka menyebutnya “ritual ngapuang”, yang dipimpin oleh ratunya kaum bunian, Dewi. Selain berubah menjadi belia, ritual itu ber

DMCA.com Protection Status