Berhari-hari berlalu begitu cepat. Pekerjaan kian menumpuk di bahu Alice seorang diri. Dan ia terpaksa hanya berhubungan dengan sang putra lewat panggilan video.Begitu pun dengan malam ini. Alice saat ini tengah mengangkat panggilan telepon dari Hugo, dengan ponsel yang diapit di salah satu bahu. Dan jemari lentik wanita itu tengah sibuk mencoret-coret serius pada sebuah desain gambar robot.“Aku sepertinya akan pulang lebih malam lagi, Hugo. Kamu dan Rose tak perlu menungguku ikut makan malam. Kamu jangan lupa minum obat.” Alice menghela napas lelah, saat ekor matanya menangkap beberapa layar komputer yang menyala.“Kau tahu, aku sudah sangat merindukan pekerjaan.”Hugo yang sudah pulang dari rumah sakit tiga hari yang lalu, kini tampak bersandar di sandaran tempat tidur. Dia mengangguk kecil mendengar suara Alice di seberang sana.Namun, tiba-tiba tubuhnya terlonjak kaget saat mendengar pintu kamarnya yang dibuka kasar. Dan seketika membuat ekspresi tenang lelaki itu berubah
“Biarkan aku di sini. Jangan tarik aku lagi.” Duduk jongkok dengan wajah memerah basah ditenggelamkan di antara lutut, membuat Luis menghela napas. Keadaan Alice benar-benar membuat lelaki itu pusing, “kalian para pria memang tukang pembohong! Kalian pembual!”“Setidaknya aku tidak selicik temanmu itu. Jadi, mau ikut aku pulang atau tidak?”“Tidak butuh! Aku masih punya kaki, dan sahabatku satu-satunya, Rose. Dia akan terus bersamaku. Aku tidak butuh bantuanmu.”Luis membuang pandangan ke arah lain, lantas menarik kasar kedua tangan dari dalam saku celana panjangnya. Jawaban Alice sudah cukup mengukur kesabaran Luis yang tak lebih tebal dari tisu basah terbelah tiga.“Baiklah. Selamat mencari tempat tinggal baru.”Beberapa detik berlalu, jawaban Luis masih menyusup ke telinga Alice, membuat wanita itu terdiam dengan tetap mempertahankan tangis sesenggukannya.Namun, hal itu tak bertahan lama sampai suara pintu mobil dibanting kasar serta deruman mesin mobil menyala membuat kelop
“Tuan Besar sudah tiba!” Seruan itu membuat semua orang yang ada di ruang tengah tersentak pelan. Seketika kesadaran mereka naik penuh.“Sudah mengantuk seperti ini, kenapa masih tidak mau tidur?” bisik Alice pada sang putra yang mendusel di antara kaki yang terduduk di sofa, “tidur, ya?”Gerald tetap menggeleng dengan beberapa kali menguap lebar, membuat Alice mengembuskan napas panjang sembari menyeka bulir bening di sudut mata sang putra.“Tidak mau Mommy. Gerald tidak mau tidur.”“... Mommy tidak akan pergi lagi kan? Nanti kalau Gerald tutup mata, Gerald takut Mommy pergi.”“Tenang saja. Mommy tidak akan pergi lagi, Gerald.” Puncak kepala bocah laki-laki itu dielus Luis, “kau senang sekarang?”Kepala Gerald mengangguk cepat. “Iya. Senang sekali, Dad. Terima kasih, Mommy.”Dahi Alice berkerut menoleh ke arah Luis yang masih tak memandang wanita itu.“Apa maksud pria itu? Kenapa dia memberi janji pada Gerald seperti itu?” dengkus Alice dalam hati.Suara ketukan tongkat me
Keadaan menjadi sangat buruk dan tak pernah terpikirkan jika orang yang telah dipercaya berpuluh-puluh tahun akan diam-diam menyimpan belati di balik genggaman.Hugo, lelaki baik yang seharusnya menjaga Alice. Namun, sayangnya, rasa cinta lelaki itu seketika berubah menjadi mata pisau yang menikam sadis.“Andai ini mimpi ... aku akan percaya dan tak akan sesedih ini. Hugo, saat kamu kembali, hubungan pertemanan kita sudah hilang.”***Sinar matahari hangat mengintip dari celah rumbai korden. Sepasang tangan Alice ditarik ke atas, dengan tubuh menggeliat nyaman di atas tempat tidur.Ia berbalik miring. Tangan kanannya jatuh di sisi tempat tidur yang kosong. Eh, kok kosong?Jemari lentik Alice kembali bergerak meraba-raba dengan mata masih memejam.Kerutan di dahi semakin menebal, saat jemarinya tetap menangkap angin kosong.“Eumhh ... Gerald, di mana kamu?” “Apa kamu pergi ke kamar mandi? Kenapa tidak memanggil Mommy?” Suara parau khas bangun tidur di pagi hari menguar di rua
Berbeda dengan apa yang terjadi di luar rumah sakit dua puluh menit lalu. Tiba-tiba saja Gerald menangis kencang memberontak ketika mereka telah tiba di depan ruang bedah.“Tidak mau! Gerald tidak mau masuk ke ruangan itu!”“Gerald, tidak mau disuntik lagi. Tidak mauuu!”Luis mendekap erat tubuh mungil sang putra yang bergetar. Ia terus-menerus mengusap lembut kepala belakang, lantas berdesis pelan di depan telinga kecil bocah laki-laki itu guna menenangkan.Begitu pun Alice yang mendadak ikut panik. Kecemasan dan ketakutan seketika menghujam relung hati terdalamnya sebagai seorang ibu.Ia tahu apa yang ditakutkan sang putra. Alice mengubah pandangan nanarnya ke arah pintu ruangan yang berada di depan mereka.Entah sudah ke berapa kali sang putra menatap pintu ruangan itu.“Tidak ada yang akan menyuntik Jagoan Daddy. Kita datang hanya untuk bermain, dan mendapatkan hadiah.”“Da-Daddy bohong. Semua orang dewasa suka berbohong!” jerit Gerald kian memberontak dalam gendongan, mem
Mentari pagi masih bertengger dengan anggun, tetapi sebuah ruangan sudah dipenuhi oleh desah dan erangan yang menghasilkan aliran deras keringat, membasahi dua tubuh manusia yang saling tindih menindih.“Hu-Hugo eumhh ....”“Apa kamu masih dendam pada Luis, karena dia sudah membunuh calon anak kita?” Devina mengulurkan tangan menyentuh rahang tegas basah Hugo yang sedikit terbuka.Tubuh indah Devina menggeliat, erangan dahsyat kembali melengking saat jemari kokoh Hugo meraup kasar dadanya yang bergoyang indah. Lelaki itu meremas kasar, lantas melahap sangat rakus.“Hugo! Aaaah!”“Aku sangat membenci pria itu, tapi aku juga tidak punya pilihan. Luis pikir, anak yang aku kandung adalah anaknya,jadi dia membuatku keguguran. Dan dia, malah memberiku uang. Brengsek!” umpat Devina dengan rahang menegang. Sorot mata Devina memancarkan binar kebencian ketika mengingat, bagaimana wajah iblis Luis sama sekali tak berdosa saat membunuh benih cinta Devina dan Hugo.Kala itu, Luis memeri
Kelopak mata yang sempat terpejam dengan bayangan menggelap, perlahan menjadi terang saat Luis membuka mata seiring dengan guncangan pada bahunya. Senyum kecil menghiasi bibir Luis. Terlihat seseorang telah terduduk di sisi brankar rawat lelaki itu.“Alice? Kau di sini?”Di detik itu juga garis lengkung sabit yang sempat melebar menghiasi bibir merah bata Luis, seketika menyusut menjadi seutas garis lurus saat merasakan tusukan benda tumpul di sebelah rahangnya.“Alice, Alice ... buka matamu yang lebar, dan lihat siapa aku.”“Seperti ini?” Kelopak mata Luis benar-benar dibuka selebar yang dia bisa, tetapi sosok itu masih tetap Alice di mata Luis. Sepertinya efek obat bius masih membuat Luis setengah tersadar.Tak jauh dari tempat itu, Frans dan Ronaldo dengan kompak menundukkan kepala sembari mengulum tawa, yang hampir saja pecah.“Kurang lebar!”“Lebih lebarkan lagi.”“Ini sudah lebar! Kurang lebar apa lagi? Kau jangan buat aku emosi.” Sudut bibir Luis berkedut kesal. Hampi
Berhari-hari kehidupan Alice hanya keluar masuk rumah Luis dan kembali lagi ke rumah sakit. Kini Alice tak hanya memiliki satu bayi, melainkan dua.Lelaki yang dulu menginjak-nginjak harga diri Alice, kini berubah menjadi anak kucing yang seakan tak bisa lepas dari induknya.“Aku keringatan, Alice.”“Keringatan? Kau punya tangan kan?” Mendengar balasan ketus Alice, bibir tebal Luis terangkat kesal. Padahal ia hanya ingin Alice lebih dekat dengan Luis.“Bukan itu maksudku. Aku ingin,–”“Tanganmu tidak terluka sama sekali, Luis. Lagi pula nanti sore kita sudah bisa pulang.”“Ada tisu basah di atas meja. Kamu bisa gunakan itu,” imbuh Alice dengan suara tenang tanpa menoleh ke arah sang mantan suami yang sudah memukul-mukul udara kosong.Alice memang sangat-sangatt tidak pekaaa!“Pfttt!”“Apa?! Kau sedang menertawakan apa? Kusumpal juga mulutmu.” sambung sengit Luis pada sang sahabat, yang baru saja terduduk sepuluh menit lalu.Luis tak sadar jika ada tamu tak diundang di ruang
Tiga bulan berlalu.Rintik hujan yang semakin deras meninggalkan genangan di tanah luar rumah sakit, membuat Alice menggigit bibir bawahnya dengan kepala menunduk dalam.Meski bulan demi bulan telah berganti, tapi perasaan sedih masih memenuhi hati dan tak pernah bisa diobati dengan cara apa pun. Banyak orang kehilangan nyawa dalam peperangan antara keluarga Pietro dan Delano saat kematian Dokter Nelson.Dua marga itu terlalu besar dan kuat. Namun, bisnis kotor yang dijalani keluarga Delano selama beberapa dinasti menjadikan keluarga itu benar-benar lenyap setelah kalah dalam pertempuran berdarah dengan keluarga Pietro.Pihak kepolisian telah menangkap seluruh keluarga Delano, termasuk Tuan Hendrick dan Nyonya Hanni.“Alice ....” Kepala Alice terangkat. Ia menoleh pada pusat suara lemah yang memanggil namanya lirih. Di detik itu juga seutas garis lengkung terbentuk di bibir merah Alice, “bagaimana keadaan putra kita? Apa dia baik-baik saja?”Tubuh Alice berbalik sempurna. Ia m
“Luis!” Suara panggilan itu membuat sang pemilik nama dengan cepat menoleh. Wajah pucat Luis terpampang jelas saat ditatih oleh Frans ketika akan memasuki mobil. “Lepaskan aku!” “Luis, aku sudah menemukan Gerald!” Suara Alice begitu jelas masuk ke telinga dan hati Luis. Luis memberontak dan begitu saja lepas dari penjagaan Frans, lantas mencoba berlari ke arah sang pemilik suara. Namun, langkah lelaki itu seketika terhenti saat melihat siapa yang ada di belakang punggung Alice dan sang putra. “Alice, Gerald!” “Aghh!” jerit Alice tertahan. “Da-Daddyy!” Hugo mencekik leher Alice dengan sebuah lengan dari belakang, sedang Gerald dicekik oleh anak buah Hugo. “Brengsek, lepaskan mereka!” berang Luis dengan menatap penuh aura membunuh. Ia kembali menyeret kakinya untuk mendekati Hugo, dan berusaha mengembalikan kesadaran yang seharusnya sudah lenyap sejak tadi. “Lu-Luis ... jangan mendekat! Hugo menodongkan pistol ke arahmu dari balik punggungku!” kata Alice penuh peringatan di san
Karena jadwal makan tak teratur dan selama satu minggu Luis tak tidur mencari keberadaan Alice dan Gerald, pula melakukan penghancuran di mana-mana, membuat tubuh lelaki itu mendadak menjadi lemah saat ini. Luis merasakan kram yang begitu menyakitkan di perutnya ketika mendapat pukulan dari Tuan Hendrick.Keringat dingin Luis seketika mengucur deras memenuhi wajah. Ia benar-benar merasa sekujur tubuhnya kesakitan saat ini. Apa benar Luis akan dikalahkan hanya dengan beberapa pukulan saja?Terlihat Tuan Hendrick kembali berlari kencang, tanpa mempedulikan darah yang keluar dari luka tembak di kaki. Lelaki itu mengangkat kaki kanan ke depan, lantas memusatkan ke arah dada Luis. “Mati kau, Luis!”“... kupastikan kau tak akan lagi bisa bertemu dengan istri dan putramu!” pekik Tuan Hendrick penuh dendam.Namun, dengan cepat, tubuh Luis mengguling. Ia memaksa tubuhnya bergerak berdiri, lantas mengubah posisi menjadi di belakang punggung Tuan Hendrick kemudian mengayun lengan untuk
“Hendrick!” “Wow, putra Ken Pietro datang lagi ke kediaman keluarga Delano. Kali ini kau ingin menghancurkan apa lagi? Biar aku pribadi yang memberi bukti pada tetua keluarga Pietro, dan memperlihatkan siapa yang memulai peperangan,” tanggap Tuan Hendrick dengan suara mengejek.Lelaki yang lebih muda dari Tuan Hendrick itu memang selalu terlihat garang dan menakutkan, dengan rahang tinggi serta sorot mata tajam melurus mematikan bak busur panah diselimuti api yang diluncurkan pada sasaran target.Terlihat dengan jelas, jika Alice dan Gerald memang kelemahan paling fatal dari seorang Luis Pietro. Tapi, ternyata, kekuatan lelaki muda itu masih saja begitu kuat meski dia seperti kehilangan setengah sayap.Tuan Hendrick tak bisa lagi berpikir, bagaimana jika di samping Luis ada istri dan putranya? Sudah pasti Tuan Hendrick akan dengan mudah dimusnahkan oleh Luis. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Nelson harus segera menikahi Alice.“Kau membuat istriku sekarat. Dia sekarang seperti ma
Glock diturunkan perlahan, dengan tatapan dingin Luis melurus ke dada wanita di depannya, yang kini telah benar-benar tersungkur jatuh dengan dada berlumuran darah. “Katakan pada suamimu, dan juga putra doktermu itu, kalau dia tak akan bisa mengeluarkan peluru khususku yang sebentar lagi akan menghancurkan dadamu.” “A-APA?! I-INI TIDAK MUNGKIN. KA-KAMU SANGAT KEJAM, LUIS PIETRO!” *** Satu minggu berlalu. Keadaan bukan bertambah baik, kota Berlin justru sedang dilanda kekhawatiran. Para pebisnis mengalami kemunduran serta kekalahan telak atas kekejaman Luis, yang terus mendapatkan proyek besar serta mengalahkan para rival perusahaan raksasa. Termasuk mendapatkan tender besar yang tengah diperebutkan perusahaan di bawah naungan keluarga besar Delano. Tak hanya orang luar yang kelimpungan, tapi karyawan perusahaan induk dan para pelayan rumah Luis sudah kelelahan dengan sistem kerja gila Luis. Luis tak tidur dan tak makan teratur hanya demi mencari keberadaan Alice dan Gerald yang
“Gerald, ini Daddy! Gerald!” “... kau di mana, Gerald?” “GERALD!” Sejauh apa pun Luis bergerak menghancurkan seisi rumah tua terbengkalai ini dan berteriak sekencang apa pun, nyatanya sang putra kandung tak ada di mana pun. Para anak buah Tuan Hendrick sudah lebih dulu mengamankan Gerald dan Aline, setelah mendapat laporan jikalau salah satu anak buah yang diperintah memata-matai Luis telah ditangkap. “Gerald, ... Ini Daddy, kau ada di mana? Daddy, mohon jawab Daddy!” ulang Luis yang berteriak kian lemah, penuh nada kefrustrasian. Ia merasa tak berdaya sebagai seorang ayah, yang lagi dan lagi, harus gagal menyelamatkan darah dagingnya. “Tuan Luis, saya menemukan ini ... pensil elektrik milik Tuan Kecil!” Kepala tertunduk Luis langsung terangkat saat mendengar suara sang asisten pribadi, “sepertinya Tuan Kecil sengaja menjatuhkan pensil ini untuk memberitahu kita, kalau Tuan Kecil memang sempat disekap di tempat ini.” Frans berhenti tepat di depan Luis. Lelaki itu menyerahkan pe
Luis juga melepaskan tali yang mengikat tangan dua bocah yang sepertinya memang seumuran dengan sang putra.Tangan lelaki tampan itu mengusap lembut puncak kepala keduanya, yang seketika langsung menangis kencang.“Hiksss ... terima kasih, Paman Baik. Aku sangat takut pada paman-paman jahat tadi.”“Bokong kami terus dipukul oleh paman jahat tadi kalau kami sampai menangis dan bersuara. Jadi kami tidak berani menangis. Hiksss! Mamaaaa!”“Ya sama-sama, kalian sekarang sudah aman, sebentar lagi kalian akan bertemu orang tua kalian.”“... bawa dua anak ini ke mobil. Dan antar ke kantor polisi. Frans, seret tubuh anak buah Hendrick untuk menemui putraku. Pastikan dia tidak boleh mati, kalau mati aku akan membunuh seluruh keluarganya.” Lanjut Luis langsung membalik tubuh, dan berjalan tergesa ke arah mobil setelah Frans kembali mengangguk paham akan tugasnya.“Doa anti bujang lapuk apanya, kalian saja sudah jadi daging panggang!” cibir Frans sebelum meninggalkan tempat itu. Dia me
Dua penculik tadi telah bangkit berdiri, dan berjalan sembari sesekali mengerang bercampur desisan mendekati keberadaan para koper uang. Satu persatu koper uang mulai diperiksa dengan sorot mata penuh keserakahan. Begitu pun dengan tumpukan uang dolar dari atas ke tumpukan paling bawah, yang tanpa sadar mereka tengah berada dalam rencana Luis. Setelah lamanya memastikan seluruh uang-uang di sana, dua orang itu bangkit berdiri lantas kembali berjalan mendekati sang ketua. “Kita bisa segera pergi, Bos. Mereka ternyata menuruti perintah kita,” bisik salah satu dari dua orang itu. Tambahan anggukan dari mereka berdua membawa senyum sumringah sang ketua. Sebuah tepuk tangan tunggal membawa seorang dari komplotan mereka muncul dari sebuah mobil dengan memanggul dua tubuh anak kecil dengan kepala yang ditutupi kain hitam. “Katamu kau hanya tiga orang, hah?!” sengit Frans ingin maju mengayun kepalan tangan, tapi dengan cepat ditahan Luis, yang membuat Frans mau tak mau kembali melangkah
“Tuan Luis, mereka datang.” “Cepat keluar sesuai rencana.” Luis membalas dengan mata tajam tak berpindah sedikit pun dari kaca mobil sisi tubuhnya. Langit telah gelap, angin mendadak begitu kencang. Tiba-tiba hati Luis tak tenang. Entah karena apa, tapi fokusnya benar-benar sedang sedikit kacau saat ini. Frans menoleh cemas pada sang tuan yang mendadak terdengar menggeram dengan tangan menekan dada. “Apa yang terjadi pada, Tuan Muda? Apa perlu saya bawa Tuan ke rumah sakit?” “Bodoh! Istri dan putraku sekarang berada di bawah ancaman, dan kau memintaku bersantai di rumah sakit? Ingin kupenggal kepalamu?” “... dadaku tiba-tiba sesak. Kau keluarlah dulu. Aku akan menyusulmu sebentar lagi.” Perkataan dan omelan Luis membawa anggukan kepala takut-takut Frans yang bergerak patuh. Sebelum benar-benar dipenggal, lebih baik Frans memilih jalan aman. Kabur. Empat koper hitam sudah terlihat dibawa keluar oleh anak buah keluarga Pietro dari mobil lain. Frans pun ikut bergegas keluar. Lela