“Aku bilang pergi.” Suara serak Luis kembali berdengung mengulang, tetapi Gerald justru menatap dirinya tajam, membuat Luis justru tertarik melempar pertanyaan lagi, “Ada apa?”“Paman Kaya, bisakah kamu membawaku ke toilet?”“Toilet? Tidak. Aku tidak sedang ingin ke toilet. Pergi sana, pergi ke kamarmu atau ke mana pun, asal tidak di sini.”Baru bermimpi buruk untuk kesekian kali, eh ... anak kecil ini justru membuat kepala Luis semakin pusing. Astaga, ingin sekali Luis berteriak mengusir.Lengan panjangnya bergerak maju untuk mengambil gelas minum di atas meja nakas, tetapi gerakan tangan itu seketika berhenti di tengah jalan, saat sorot mata Gerald ternyata tak kunjung teralih dari wajah datar Luis.Kedua alis tebal Luis berkerut menyatu, ia melirik dari sudut mata menerka-nerka tentang arti dari tatapan sang putra kandung.Dan ia masih tak mengerti.Ada apa dengan bocah ini?“Kau bertanya padaku ‘kan? Aku tidak ingin pergi ke toilet. Dengar?! Aku bukan anak kecil sepertimu,
Di balik semua kesusahan yang dialami Luis, ada Tuan besar Levon yang bersembunyi di ruang kendali keamanan CCTV. Lelaki separuh baya itu dan sang asisten pribadi kini saling bertos senang karena rencana mereka berhasil.“Aku tidak tahu kalau pelayan rumahku memiliki bakat akting yang bagus.” Tuan Levon memuji, saat tak ada satu pun pelayan yang berani membuka mata ketika Gerald beberapa jam lalu meminta tolong untuk diantar ke kamar mandi.“Bukankah ini sedikit keterlaluan, Tuan?”“Memang. Tapi, aku terpaksa melakukan ini. Dokter juga mengatakan kondisi Gerald tidak apa, hanya tinggal penyembuhan lukanya saja.” Tuan Levon menjawab, yang sebenarnya tak benar-benar lega. Ia pun juga dilema.Akan tetapi, jika sang cucu bodoh tak disadarkan dengan cara seperti ini, Luis akan terus membenci semua anak kecil di dunia ini. Termasuk anak kandungnya sendiri.“Segera lakukan tes DNA, Ronaldo. Aku yakin Gerald cicitku.”“Kalau Gerald bukan cicit Tuan Besar, bagaimana?” Kemungkinan terburu
“Sudah sampai.” Jemari berotot Luis terselip di sela pangkal lengan sang putra, dengan punggung sedikit tertekuk. Ia menurunkan tubuh kecil Gerald tepat di depan pintu mobil yang masih terbuka, “sekarang kau bebas. Kau bisa pergi ke mana pun.”Lagi-lagi perkataan sang tuan membuat Frans yang sudah ikut turun melongo, dengan kelopak mata mengerjap-ngerjap.Luis memasang kacamata hitam dengan gerakan tangan penuh arogan, tepat di sisi Gerald yang berdiri dengan wajah mendongak.“Fra ....” Panggilan untuk sang asisten pribadi itu seketika terpotong, saat merasakan ada jemari tangan mungil yang menggenggam jari Luis. Ia sontak menurunkan pandangan, dengan wajah tampan yang telah terhiasi kacamata hitam.“Kau takut? Hari ini pria tua itu memaksaku membawamu. Dan sekarang kau bebas bermain di kantor ini.”“Lalu Paman Kaya mau ke mana? Tidak mau bermain denganku?”“Bermain? CK, sejak kapan seorang Luis Pietro bermain dengan anak kecil?”“... aku akan ke lantai atas. Kau tidak bisa iku
Alice mengerutkan dahi dengan kelopak mata menyipit melirik ke sepanjang dirinya berjalan. Telinganya terus saja berdengung mendengar sayup-sayup para karyawan saling berbisik heboh membahas kedatangan ... putra sang pewaris?“Ada apa, Alice?” tanya Hugo yang menyadari keanehan pada sikap sang pujaan hati, “kamu juga dengar masalah itu?”Tanpa ragu Alice mengangguk. Di detik selanjutnya, ia memalingkan wajah, mencoba tak mempedulikan berita yang tengah hot trending di kalangan para karyawan meski batinnya memberontak ingin tahu.Apa itu benar anak dari pernikahan Luis dan Devina? Jadi mereka sudah terang-terangan di depan publik? Ah, bodoh sekali. Kenapa ia malah memikirkan hal ini? Lupakan-lupakan! Pikir Alice merutuki sisi lemah pada dirinya.Kalau Luis sampai tahu Alice masih penasaran dengan hidup lelaki itu, ia yakin seribu persen kalau kepala Luis akan menjadi besar, sebesar labu kuning. Cih.“Kata beberapa karyawan, yang mendapat kesempatan emas bertemu dengan Tuan Muda Ke
“Tak mungkin. Ini tak mungkin. Ba-bagaimana bisa?” Alice bermonolog dalam hati. Ia terus menyangkal pada apa yang yang ia lihat saat ini.Deru napas Alice kian membuncah panas. Jemari tangan yang terbuka di sisi tubuh seketika bergerak mengepal kuat. Seakan bisa menghancur apa pun dalam sekali genggaman. Anak kecil itu seperti Gerald? Apa Tuan Muda Kecil yang dimaksud oleh para karyawan ... adalah anaknya?Dan dia sedang digendong Luis? Lelucon apa lagi ini?“Alice, kenapa kau diam saja? Ayo katakan, apa yang ingin kau lapork—”“Gerald!” Alice memanggil cepat sang putra dengan nada bergetar. Ia tak mempedulikan bagaimana dahi Luis yang tampak berkerut bingung.“Gerald? Kenapa kau bisa tahu nama anak ini?” Luis menyambar cepat dengan bola mata bergerak linglung, memindai dari posisi sang mantan istri menuju ke bocah laki-laki yang seketika menggeliat dari gendongan Luis saat namanya dipanggil oleh suara yang begitu familiar di telinga.Mata sayu Gerald seketika melebar berbinar
“Masih tidak mau bicara?” Suara Kakek Sam terdengar rendah menekan garang dengan tambahan geraman. Ia menatap tajam Kakek Levon yang terduduk lemas dengan wajah jatuh di depan meja salah satu anggota polisi.“Katakan saja, Tuan Levon. Jangan sampai Tuan Besar menginap di penjara.” Seorang polisi ikut menyahut. Kepalanya menggeleng lelah dengan punggung yang telah terhempas kasar di sandaran kursi.Dua kakek tua ini benar-benar telah membuat seluruh anggota polisi di ruangan pemeriksaan menghela napas frustrasi. Sudah lima jam, tetapi masalah mereka tak kelar-kelar.“Aku tak tahu apa yang kalian maksud, Pak Polisi. Anak kecil ... anak kecil siapa?” Wajah tua Tuan Levon sengaja bergerak naik, mengarahkan sorot mata polosnya pada semua orang yang ada di sana, agar kebohongan lelaki separuh baya itu tak terbongkar.“Tuan Sam dengar? Kami memang juga tidak menemukan bukti apa pun tentang keberadaan cicit Tuan Sam saat menggeledah rumah Tuan Levon. Jadi, apa kalian ingin berdamai saja?”
Satu kata perintah dari Luis sudah pasti akan menjadi berita terheboh di kalangan para karyawan. Apalagi pendeklarasian mengenai sosok Gerald, yang sudah sejak pagi menjadi buah bibir di setiap lantai gedung MNK GROUP.Kini mantan pasangan suami istri itu bergegas masuk ke lift dengan wajah yang sama-sama tegang, memikirkan kakek mereka. Meski Kakek Levon selalu mengisi hari-hari Luis dengan omelan, tetapi tak bisa dipungkiri jika dirinya saat ini sedang dihujani rasa khawatir.Namun, tiba-tiba sebuah pertanyaan terlintas di kepala Luis. Sejak kapan kedua lelaki tua itu kembali berhubungan?“Kemarikan putraku!” Tubuh Gerald coba diambil alih oleh Alice dari gendongan Frans. Di sana juga ada Hugo yang tadi memaksa ikut. Dan mau tak mau Luis menyetujui, karena lelaki sialan itu mendapat izin dari Alice.“Kenapa? Kamu takut aku membawa putraku kabur dari tuanmu?”“... Tuan Frans, kamu tidak berpikir dangkal seperti tuanmu bukan?”Bahasa tubuh Frans jelas sekali jika tengah menola
“Ini memang salahku.”“Yang bilang itu bukan salahmu siapa?” dengkus kasar Kakek Levon sembari melirik kesal sang cucu, yang terduduk saling bersandar memunggungi satu sama lain di atas lantai penjara dengan wajah kusut Luis yang menunduk.“Kalian sudah mau makan belum?”“ ... kalau kalian tidak segera pergi menyusul untuk makan, jatah kalian akan diberikan pada yang lain.”Mendengar pertanyaan itu, cucu dan kakek itu kompak mengangkat wajah angkuh.Sejak kapan anggota keluarga Pietro harus mengantre, dan berdesak-desakan hanya demi satu piring makanan?Penghinaan. Ini sungguh penghinaan.“Apa yang kalian lihat? Berani kalian pada anggota polisi? Sudah salah, masih berani menatap begitu tak tahu diri.”“... hampir mencelakai anak di bawah umur, memukuli orang sampai sekarat. Pengadilan seharusnya mengadili kalian sampai dua puluh tahun.”Luis bangkit. Lelaki itu berdiri dengan tubuh jangkungnya menjulang tinggi. Ia melangkah panjang hingga salah satu lengan berotot lelaki tam