“Sudah sampai.” Jemari berotot Luis terselip di sela pangkal lengan sang putra, dengan punggung sedikit tertekuk. Ia menurunkan tubuh kecil Gerald tepat di depan pintu mobil yang masih terbuka, “sekarang kau bebas. Kau bisa pergi ke mana pun.”Lagi-lagi perkataan sang tuan membuat Frans yang sudah ikut turun melongo, dengan kelopak mata mengerjap-ngerjap.Luis memasang kacamata hitam dengan gerakan tangan penuh arogan, tepat di sisi Gerald yang berdiri dengan wajah mendongak.“Fra ....” Panggilan untuk sang asisten pribadi itu seketika terpotong, saat merasakan ada jemari tangan mungil yang menggenggam jari Luis. Ia sontak menurunkan pandangan, dengan wajah tampan yang telah terhiasi kacamata hitam.“Kau takut? Hari ini pria tua itu memaksaku membawamu. Dan sekarang kau bebas bermain di kantor ini.”“Lalu Paman Kaya mau ke mana? Tidak mau bermain denganku?”“Bermain? CK, sejak kapan seorang Luis Pietro bermain dengan anak kecil?”“... aku akan ke lantai atas. Kau tidak bisa iku
Alice mengerutkan dahi dengan kelopak mata menyipit melirik ke sepanjang dirinya berjalan. Telinganya terus saja berdengung mendengar sayup-sayup para karyawan saling berbisik heboh membahas kedatangan ... putra sang pewaris?“Ada apa, Alice?” tanya Hugo yang menyadari keanehan pada sikap sang pujaan hati, “kamu juga dengar masalah itu?”Tanpa ragu Alice mengangguk. Di detik selanjutnya, ia memalingkan wajah, mencoba tak mempedulikan berita yang tengah hot trending di kalangan para karyawan meski batinnya memberontak ingin tahu.Apa itu benar anak dari pernikahan Luis dan Devina? Jadi mereka sudah terang-terangan di depan publik? Ah, bodoh sekali. Kenapa ia malah memikirkan hal ini? Lupakan-lupakan! Pikir Alice merutuki sisi lemah pada dirinya.Kalau Luis sampai tahu Alice masih penasaran dengan hidup lelaki itu, ia yakin seribu persen kalau kepala Luis akan menjadi besar, sebesar labu kuning. Cih.“Kata beberapa karyawan, yang mendapat kesempatan emas bertemu dengan Tuan Muda Ke
“Tak mungkin. Ini tak mungkin. Ba-bagaimana bisa?” Alice bermonolog dalam hati. Ia terus menyangkal pada apa yang yang ia lihat saat ini.Deru napas Alice kian membuncah panas. Jemari tangan yang terbuka di sisi tubuh seketika bergerak mengepal kuat. Seakan bisa menghancur apa pun dalam sekali genggaman. Anak kecil itu seperti Gerald? Apa Tuan Muda Kecil yang dimaksud oleh para karyawan ... adalah anaknya?Dan dia sedang digendong Luis? Lelucon apa lagi ini?“Alice, kenapa kau diam saja? Ayo katakan, apa yang ingin kau lapork—”“Gerald!” Alice memanggil cepat sang putra dengan nada bergetar. Ia tak mempedulikan bagaimana dahi Luis yang tampak berkerut bingung.“Gerald? Kenapa kau bisa tahu nama anak ini?” Luis menyambar cepat dengan bola mata bergerak linglung, memindai dari posisi sang mantan istri menuju ke bocah laki-laki yang seketika menggeliat dari gendongan Luis saat namanya dipanggil oleh suara yang begitu familiar di telinga.Mata sayu Gerald seketika melebar berbinar
“Masih tidak mau bicara?” Suara Kakek Sam terdengar rendah menekan garang dengan tambahan geraman. Ia menatap tajam Kakek Levon yang terduduk lemas dengan wajah jatuh di depan meja salah satu anggota polisi.“Katakan saja, Tuan Levon. Jangan sampai Tuan Besar menginap di penjara.” Seorang polisi ikut menyahut. Kepalanya menggeleng lelah dengan punggung yang telah terhempas kasar di sandaran kursi.Dua kakek tua ini benar-benar telah membuat seluruh anggota polisi di ruangan pemeriksaan menghela napas frustrasi. Sudah lima jam, tetapi masalah mereka tak kelar-kelar.“Aku tak tahu apa yang kalian maksud, Pak Polisi. Anak kecil ... anak kecil siapa?” Wajah tua Tuan Levon sengaja bergerak naik, mengarahkan sorot mata polosnya pada semua orang yang ada di sana, agar kebohongan lelaki separuh baya itu tak terbongkar.“Tuan Sam dengar? Kami memang juga tidak menemukan bukti apa pun tentang keberadaan cicit Tuan Sam saat menggeledah rumah Tuan Levon. Jadi, apa kalian ingin berdamai saja?”
Satu kata perintah dari Luis sudah pasti akan menjadi berita terheboh di kalangan para karyawan. Apalagi pendeklarasian mengenai sosok Gerald, yang sudah sejak pagi menjadi buah bibir di setiap lantai gedung MNK GROUP.Kini mantan pasangan suami istri itu bergegas masuk ke lift dengan wajah yang sama-sama tegang, memikirkan kakek mereka. Meski Kakek Levon selalu mengisi hari-hari Luis dengan omelan, tetapi tak bisa dipungkiri jika dirinya saat ini sedang dihujani rasa khawatir.Namun, tiba-tiba sebuah pertanyaan terlintas di kepala Luis. Sejak kapan kedua lelaki tua itu kembali berhubungan?“Kemarikan putraku!” Tubuh Gerald coba diambil alih oleh Alice dari gendongan Frans. Di sana juga ada Hugo yang tadi memaksa ikut. Dan mau tak mau Luis menyetujui, karena lelaki sialan itu mendapat izin dari Alice.“Kenapa? Kamu takut aku membawa putraku kabur dari tuanmu?”“... Tuan Frans, kamu tidak berpikir dangkal seperti tuanmu bukan?”Bahasa tubuh Frans jelas sekali jika tengah menola
“Ini memang salahku.”“Yang bilang itu bukan salahmu siapa?” dengkus kasar Kakek Levon sembari melirik kesal sang cucu, yang terduduk saling bersandar memunggungi satu sama lain di atas lantai penjara dengan wajah kusut Luis yang menunduk.“Kalian sudah mau makan belum?”“ ... kalau kalian tidak segera pergi menyusul untuk makan, jatah kalian akan diberikan pada yang lain.”Mendengar pertanyaan itu, cucu dan kakek itu kompak mengangkat wajah angkuh.Sejak kapan anggota keluarga Pietro harus mengantre, dan berdesak-desakan hanya demi satu piring makanan?Penghinaan. Ini sungguh penghinaan.“Apa yang kalian lihat? Berani kalian pada anggota polisi? Sudah salah, masih berani menatap begitu tak tahu diri.”“... hampir mencelakai anak di bawah umur, memukuli orang sampai sekarat. Pengadilan seharusnya mengadili kalian sampai dua puluh tahun.”Luis bangkit. Lelaki itu berdiri dengan tubuh jangkungnya menjulang tinggi. Ia melangkah panjang hingga salah satu lengan berotot lelaki tam
Alice sudah kehilangan kata-kata untuk mengusir Luis. Semakin diusir, lelaki itu semakin menampakkan kegigihan untuk ada di sini.“Duduklah, untuk apa kau masih berdiri?” Sangat tak tahu malu. Lelaki itu bahkan bersikap tenang seperti tak memandang kejadian beberapa jam lalu.“Luis, menyingkir dari putraku.”“Putramu? Dia juga putraku. Aku daddy-nya. Bukan pria di rumah sakit itu. Ayo ikut Daddy pulang Gerald.” Kepala Luis sengaja dimiringkan pada sang putra. Ia melirik meledek ke arah Alice. Seakan tengah membuktikan omongannya tadi.Mata panas Alice semakin terbuka lebar, saat mendengar ajakan Luis. Langit gelap belum juga berganti, tetapi ia sudah akan dipisahkan lagi dengan sangat putra? Jangan harap.“Kamu masih punya muka setelan hampir menjatuhkan Gerald dari lantai gedungmu?”“Aku tidak benar-benar melakukan itu. Jika anak lain, mungkin aku tidak akan segan melempar tanpa berpikir dua kali. Tapi, Gerald putraku. Pewarisku..,apa kau tidak melihat banyak anak buahku mela
Curah hujan yang tak biasanya turun, entah kenapa hari ini turun begitu deras. Kota Berlin malam ini sedang basah kuyup, diguyur hujan menyeluruh. Daun-daun pepohonan tampak bergoyang seiring ritme keceriaan malam ini. Alice termenung di depan jendela dengan secangkir cokelat panas di tangan. Pandangan yang sudah lama melurus, kini ia jatuhkan pada uap kecil yang menari-nari di atas minuman hangat itu. Ia menghela napas dalam, lantas kembali membuang pandangan lelah ke depan. Menatap curah hujan yang bak tirai putih menutupi sepenjuru kota, ditemani suara gemuruh pelan yang justru sedikit menenangkan kegelisahan Alice. “Dia pasti sudah gila,” gumam berbisik Alice sembari menggeleng kecil, “jadi selama ini dia belum menikahi Devina? Kenapa bisa?” “Alice!” Suara melengking dari luar kamar membuat sang pemilik nama menoleh ke belakang, menatap tenang pada sumber suara yang sudah bisa dikenali. Walaupun Alice harus menutup mata, “aku membawa selimut tambahan! Diperintah kakekmu!” imbu