Beranda / Fiksi Remaja / PURA PURA JADIAN / BAB 1: Pengumuman dan Patah Hati di Kantin

Share

PURA PURA JADIAN
PURA PURA JADIAN
Penulis: SyafaSA

BAB 1: Pengumuman dan Patah Hati di Kantin

Penulis: SyafaSA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-11 17:49:26

---

Aku, Naila Rahma, siswi kelas XI IPA 2, sedang merasa seolah dunia berkonspirasi melawan aku. Semua dimulai pada pagi yang cerah ini, ketika aku duduk di kantin, memegang kotak makan siang yang rasanya lebih hambar dari biasanya. Sepertinya aku bisa merasakan awan gelap mengikutiku kemanapun aku pergi—atau mungkin itu cuma akibat kurang tidur.

Hari itu, kantin sekolah penuh dengan obrolan dan tawa. Namun, tiba-tiba, suara Alif, cowok yang sudah kusukai sejak kelas X, memecah keramaian. Suaranya yang biasa terdengar rendah dan santai, kini terasa seperti guntur yang mengguncang hati.

“Iya, aku resmi jadian sama dia,” kata Alif, sambil menggenggam tangan Rani, si ketua ekskul tari yang terkenal cantik dan ramah itu. Mereka berdiri di tengah kantin, seolah dunia milik mereka berdua.

Aku menelan ludah dan mencoba tetap terlihat santai. Padahal, hatiku rasanya seperti dihantam truk sampah. Satu-satunya yang bisa kulakukan adalah menatap mereka berdua dari kejauhan dengan ekspresi datar, padahal di dalam hati aku sedang merenung seperti orang yang baru saja disia-siakan.

Hana, sahabatku yang selalu tahu apa yang aku rasakan, sepertinya juga tahu apa yang sedang terjadi. Dia tiba-tiba muncul di sampingku, dengan wajah yang lebih dramatis dari biasanya. “Jadian mereka, Nail!” bisiknya sambil menepuk bahuku dengan keras. “Dengar itu! kamu masih suka dia, kan?”

Aku hanya mengangguk lemah. Kecewa, ya. Tapi aku tidak mau terlihat terlalu cengeng. Jadi, aku coba membuat wajah seolah tidak terpengaruh. Padahal, dalam hatiku, ada konser rock yang keras banget, bahkan lebih keras dari lagu-lagu metal yang pernah aku dengar.

Hana menyelidikiku dengan tatapan prihatin yang lebih mirip tatapan seorang ibu yang sedang mengawasi anaknya yang baru saja gagal ujian matematika. “Ya ampun, kamu harus move on, sih,” katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Udah deh, jangan jadi drama queen lagi. Ini bukan film India!”

Aku menatapnya dengan bingung. “Emangnya aku siapa, Cinta Laura?” balasku.

Hana menghela napas panjang dan menatapku dengan tatapan yang, sejujurnya, lebih membuatku merasa kesal daripada kasihan. “Nail, serius deh. Kamu harus move on. Cinta itu enggak selalu harus menang. Kadang, ya, kamu cuma butuh waktu untuk menerima kenyataan.”

Aku tertawa pahit. “Oh, jadi aku harus nunggu sampai waktu mengubah kenyataan, gitu?” tanyaku sambil menggigit sendok, seolah sendok itu bisa menyembuhkan hatiku yang patah.

Dia menatapku dengan serius, meski matanya masih ada senyum geli. “Kamu tahu, Nail, kalau hidup ini enggak akan berhenti cuma karena kamu gagal move on dari cowok. Jangan-jangan Alif itu cuma main-main. Lihat aja, dia aja baru ngakuin kalau dia suka sama Rani sekarang. Siapa tahu besok dia bosen, kan?”

Aku mengerutkan dahi. “Kalau dia bosen, berarti aku masih bisa jadi pilihan, dong?” tanyaku penuh harapan.

Hana hampir terjatuh dari kursinya mendengar jawabanku yang polos itu. “Serius deh, Nail! Kamu tuh enggak bisa nungguin cowok yang kayak gitu. Itu namanya menunggu nasi dingin. Masih panas aja udah enggak enak, apalagi dingin.”

Aku merengut. “Gak lucu, Hana. Itu terlalu dalam buat aku.”

Hana menepuk bahuku dengan penuh kasih sayang, lalu tertawa. “Yaudah, deh. Tapi aku nggak mau denger cerita kamu tentang Alif lagi, ya. Move on, dan temukan hal-hal seru lainnya. Lagian, aku tahu ada yang lebih baik dari Alif. Banyak, kok!”

Aku memutar mataku, merasa seperti ada yang menendang perutku. “Jangan ngarep deh, Hana. Aku ini bukan cewek yang langsung bisa nyari pengganti, kayak kamu yang gampang banget jatuh cinta sama cowok baru.”

Hana hanya mengangkat bahu dan mengunyah camilan. “Gak masalah, kok. Aku cuma mau kamu sadar kalau hidup enggak cuma tentang dia. Percayalah, kamu lebih dari sekedar 'penonton' dalam kisah cinta mereka.”

Aku menghela napas, mencoba menerima kata-katanya. Meskipun memang benar, rasanya sulit untuk mengabaikan kenyataan bahwa orang yang aku suka sekarang sedang menggenggam tangan orang lain di depanku, seperti menunjukkan kepada dunia betapa bahagianya mereka.

Tapi, aku juga tahu satu hal: untuk move on, aku harus memulai langkah pertama. Hanya saja, langkah pertama itu kadang terasa berat, seperti melangkah di atas pasir yang basah.

Dan pada akhirnya, aku hanya bisa berharap waktu akan membantu aku menemukan cara untuk melepaskan perasaan ini.

---

Bab terkait

  • PURA PURA JADIAN   BAB 2: Deal Konyol dengan Reyhan

    ---Pagi itu, setelah kejadian di kantin, aku memutuskan untuk mencoba melupakan Alif. Tapi, seperti biasa, hidup tidak pernah semudah itu. Apalagi, setelah pulang sekolah, aku bertemu dengan Reyhan di luar gerbang sekolah. Reyhan adalah teman sekelas yang paling hobi ngebanyol dan selalu punya ide-ide aneh yang kadang bikin kepala pusing."Lu tahu enggak, Nail?" tanya Reyhan dengan wajah yang seolah baru menemukan formula rahasia kehidupan. "Kunci buat bikin Alif cemburu adalah... pura-pura punya pacar."Aku menatapnya dengan alis terangkat. "Rey, serius deh, kamu ngomong apa? Ini bukan film drama, ya," jawabku sambil memutar mata.Reyhan tidak peduli dengan mataku yang seakan-akan ingin meledak itu. Dia malah melanjutkan dengan wajah serius—padahal seriusnya itu lebih mirip orang yang baru banget selesai nonton film superhero."Tapi serius, Nail. Cowok itu biasanya baru ngeh kalau mereka sebenarnya suka sama cewek yang mereka abaikan setelah cewek itu punya pacar," katanya sambil me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • PURA PURA JADIAN   BAB 3: Awal Drama Pura-Pura Jadian

    ---Keesokan harinya, Reyhan datang ke sekolah dengan gaya yang bikin aku hampir pingsan. Kalau ada penghargaan untuk penampilan paling aneh dan dramatis, dia pasti juaranya. Reyhan datang dengan jaket kulit hitam yang kelihatan kekecilan banget, seperti dia baru keluar dari lemari tua yang nggak pernah dipakai, celana jeans sobek-sobek di sana-sini—bukan karena keren, tapi karena memang sudah begitu—dan yang paling parah, dia mengenakan kacamata hitam besar yang bikin dia kelihatan seperti pengawal artis yang lagi nyamar jadi cowok biasa.Aku yang lagi duduk di bangku depan kelas hanya bisa menatapnya dengan mulut terbuka. "Rey, ini bukan film action, loh!" ucapku dengan suara pelan, meskipun hatiku sudah berteriak kencang.Dia tersenyum lebar, seolah-olah dia baru saja memenangkan lotre. "Kita harus bikin ini meyakinkan, Nail!" katanya sambil merangkul bahuku, seolah kami sedang berjalan di karpet merah."Rey, ini cuma pura-pura jadian, bukan audisi jadi aktor Hollywood!" bisikku ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • PURA PURA JADIAN   BAB 4: Masalah Muncul

    ---Awalnya, rencana pura-pura jadian ini berjalan cukup lancar. Reyhan dan aku memang tampil seperti pasangan kekasih yang serasi—meskipun hanya di depan orang lain. Bahkan, Alif mulai terlihat agak canggung setiap kali melihat kami berdua bersama. Kalau Alif melirik, Reyhan langsung meletakkan tangannya di bahuku atau bahkan memanggilku "Sayang" dengan suara yang berlebihan. Dan tentu saja, aku merasa seperti sedang berada di dalam dunia yang sangat aneh.Namun, seiring berjalannya waktu, masalah mulai muncul, dan semuanya dimulai dengan Rani, si ketua ekskul tari yang cantik dan ramah itu.Suatu hari, setelah latihan fisika yang sangat membosankan, Rani mendekat dan duduk di sampingku di kantin. Aku masih merasa agak canggung, karena dia tahu tentang hubungan palsu Reyhan dan aku, tapi aku tidak berharap dia akan begitu akrab."Kamu beruntung punya Reyhan," katanya sambil menatapku dengan tatapan penuh rasa kagum. "Dia lucu banget. Aku sampai iri, lho. Dia selalu bisa bikin orang k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • PURA PURA JADIAN   BAB 5: Akhir yang Tak Terduga

    ---Hubungan pura-pura ini membawa kami ke banyak momen tak terduga, dan semuanya terasa seperti rollercoaster—tapi rollercoaster yang dijalani sambil tertawa, teriak, dan kadang-kadang juga bingung. Mulai dari konflik dengan teman-teman sekelas yang mulai curiga, kehebohan di media sosial sekolah, sampai insiden lucu yang nggak pernah aku bayangkan sebelumnya. Pokoknya, dunia ini semakin aneh, dan aku semakin terjebak di dalam drama yang nggak pernah kurencanakan.Awalnya, teman-teman sekelas mulai memperhatikan kami. Mereka yang tadinya cuek-cuek aja, tiba-tiba kayak detektif swasta. Setiap kali Reyhan dan aku duduk berdua, mereka akan mengamati kami dengan pandangan penuh arti. "Kalian... udah pacaran beneran ya?" tanya Dina, teman sekelas yang super kepo. Aku cuma bisa nyengir kecut dan bilang, "Iya, iya, pura-pura doang kok."Tapi ternyata, pura-pura ini punya dampaknya sendiri. Di media sosial, foto-foto kami berdua mulai tersebar, dan tanpa sengaja kami jadi bahan pembicaraan d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • PURA PURA JADIAN   BAB 6: Keputusan yang Sulit

    ---Hari itu, aku duduk termenung di taman sekolah. Semua pikiran terasa seperti berlomba-lomba untuk mendapat perhatian—seperti pasar malam yang ramai dengan suara teriakan pedagang yang menawarkan barang dagangannya. Reyhan, yang dulunya cuma teman biasa, tiba-tiba jadi sosok yang sangat berarti. Tapi, Alif? Apakah aku bisa mengabaikan perasaan lama yang masih terpendam di sudut hatiku, yang rasanya lebih susah dihilangkan daripada noda tinta di baju putih?Saat aku sedang merenung dengan serius, mendengarkan suara burung berkicau di atas kepala (dan suara tembok yang tiba-tiba bersuara dari pikiranku), tiba-tiba muncul sosok yang sudah tidak asing lagi: Reyhan. Dia muncul entah dari mana, seperti superhero yang baru saja turun dari langit. Bedanya, kalau superhero biasanya pakai jubah, Reyhan malah pakai kaos oblong dan topi miring yang entah kenapa selalu membuatnya kelihatan seperti karakter dalam film komedi yang belum selesai syuting.Reyhan duduk di sampingku tanpa diminta, se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • PURA PURA JADIAN   BAB 7: Satu Langkah Lagi

    ---Beberapa hari setelah percakapan itu, aku akhirnya memutuskan untuk melakukan hal yang selama ini kutakutkan: berbicara dengan Alif. Selama ini aku selalu menghindari percakapan serius dengan dia, karena entah kenapa, aku merasa kata-kataku bisa berubah menjadi sepotong drama yang bikin hati sakit. Tapi kali ini, aku benar-benar harus melakukannya. Aku nggak mau terus-terusan terjebak dalam perasaan yang nggak jelas. Dan tempat yang paling tepat untuk percakapan ini, ternyata adalah... kantin sekolah. Ya, tempat yang seharusnya menjadi saksi awal dari kekecewaanku yang mendalam. Kalau kantin ini bisa bicara, mungkin dia bakal bilang, “Gue udah capek lihat lo nangis di sini, Nail.”Aku duduk di meja yang biasanya aku pilih untuk makan siang bersama Hana, sambil menunggu Alif. Tangan aku agak gemetar, entah karena takut atau karena perut yang mulai berontak karena lapar. Tapi lebih kepada ketakutan, sih. Mungkin aku harus nunggu sampai dia datang dengan bakso atau jus mangga, supaya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • PURA PURA JADIAN   BAB 8: Kejutan dari Reyhan

    ---Setelah perbincangan serius dengan Alif, aku merasa sedikit lebih ringan. Rasanya, semua perasaan yang selama ini aku pendam mulai sedikit demi sedikit menghilang, meskipun hatiku masih terasa seperti roller coaster yang sedang melaju cepat. Mungkin aku butuh waktu, tapi setidaknya, aku sudah bisa mulai menerima kenyataan.Namun, di tengah ketenangan itu, Reyhan justru tampak aneh. Biasanya dia ceria, suka bercanda, dan selalu punya cara untuk membuat suasana jadi lebih ringan, tapi kali ini dia terlihat serius—dan serius itu tidak cocok dengan Reyhan. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Aku curiga, dan entah kenapa, perasaan curigaku ini terasa seperti burung gagak yang terbang keliling di sekitar kepalaku, dengan riuhnya.Hari itu, setelah sekolah selesai, Reyhan mengajakku pergi ke sebuah kafe kecil yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Kafe ini penuh dengan lampu-lampu kecil yang berkilauan, menciptakan suasana yang hangat dan intim. Seharusnya ini tempat yang sempurna u

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • PURA PURA JADIAN   BAB 9: Cinta yang Tumbuh

    ---Beberapa minggu berlalu sejak aku dan Reyhan resmi "pacaran"—meskipun hubungan kami masih sering mendapat sorotan dari teman-teman sekelas, yang sudah tahu betul bahwa awalnya kami hanya berpura-pura. Tapi sekarang, semua terasa lebih nyata. Kami berbagi tawa, berbagi cerita, dan berbagi kebodohan. Kalau ada orang yang bilang pacaran itu harus serius, kami pasti akan tertawa keras-keras dan bilang, "Hah? Serius?"Hari-hari kami berlalu dengan penuh kebahagiaan dan kehebohan. Tidak hanya karena aku merasa lebih dekat dengan Reyhan, tapi juga karena aku akhirnya bisa melepaskan perasaan yang selama ini mengikatku pada Alif. Rasanya seperti berat yang hilang begitu saja, dan aku bisa bernapas lega. Alif adalah masa lalu, dan Reyhan adalah masa kini yang penuh warna.Meskipun hubungan kami penuh dengan lelucon dan kekonyolan, ada banyak momen yang menunjukkan bahwa Reyhan benar-benar serius. Misalnya, saat dia tiba-tiba datang dengan selembar kertas di tangannya."Nail, aku bikin puis

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12

Bab terbaru

  • PURA PURA JADIAN   BAB 10: Bahagia itu Sederhana

    ---Setelah semua drama, kebingungannya, dan konyolnya perasaan yang bolak-balik antara Alif dan Reyhan, akhirnya aku sadar satu hal yang sangat penting: kebahagiaan itu tidak rumit. Kebahagiaan itu bukan tentang siapa yang dulu kita suka, atau siapa yang kita impikan. Kebahagiaan itu lebih tentang memilih seseorang yang bisa membuat kita merasa lengkap, bahkan saat kita sedang dalam kondisi yang paling nggak sempurna sekalipun.Hari-hari dengan Reyhan memang penuh dengan kekonyolan dan kejutan. Dari dia yang tiba-tiba muncul di depan kelas dengan topi aneh dan t-shirt yang tertulis "I love Kucing", sampai kebiasaannya yang tidak bisa berhenti membuat lelucon, meskipun kadang aku sendiri nggak ngerti apa yang dia maksud. Tapi justru hal-hal seperti itu yang membuat aku tahu bahwa inilah kehidupan yang sesungguhnya—tidak selalu mulus, penuh tawa, dan lebih sering penuh dengan kegagalan yang malah jadi kenangan manis.Saat itu, hari sudah mulai sore, dan kami berjalan berdua di taman se

  • PURA PURA JADIAN   BAB 9: Cinta yang Tumbuh

    ---Beberapa minggu berlalu sejak aku dan Reyhan resmi "pacaran"—meskipun hubungan kami masih sering mendapat sorotan dari teman-teman sekelas, yang sudah tahu betul bahwa awalnya kami hanya berpura-pura. Tapi sekarang, semua terasa lebih nyata. Kami berbagi tawa, berbagi cerita, dan berbagi kebodohan. Kalau ada orang yang bilang pacaran itu harus serius, kami pasti akan tertawa keras-keras dan bilang, "Hah? Serius?"Hari-hari kami berlalu dengan penuh kebahagiaan dan kehebohan. Tidak hanya karena aku merasa lebih dekat dengan Reyhan, tapi juga karena aku akhirnya bisa melepaskan perasaan yang selama ini mengikatku pada Alif. Rasanya seperti berat yang hilang begitu saja, dan aku bisa bernapas lega. Alif adalah masa lalu, dan Reyhan adalah masa kini yang penuh warna.Meskipun hubungan kami penuh dengan lelucon dan kekonyolan, ada banyak momen yang menunjukkan bahwa Reyhan benar-benar serius. Misalnya, saat dia tiba-tiba datang dengan selembar kertas di tangannya."Nail, aku bikin puis

  • PURA PURA JADIAN   BAB 8: Kejutan dari Reyhan

    ---Setelah perbincangan serius dengan Alif, aku merasa sedikit lebih ringan. Rasanya, semua perasaan yang selama ini aku pendam mulai sedikit demi sedikit menghilang, meskipun hatiku masih terasa seperti roller coaster yang sedang melaju cepat. Mungkin aku butuh waktu, tapi setidaknya, aku sudah bisa mulai menerima kenyataan.Namun, di tengah ketenangan itu, Reyhan justru tampak aneh. Biasanya dia ceria, suka bercanda, dan selalu punya cara untuk membuat suasana jadi lebih ringan, tapi kali ini dia terlihat serius—dan serius itu tidak cocok dengan Reyhan. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Aku curiga, dan entah kenapa, perasaan curigaku ini terasa seperti burung gagak yang terbang keliling di sekitar kepalaku, dengan riuhnya.Hari itu, setelah sekolah selesai, Reyhan mengajakku pergi ke sebuah kafe kecil yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Kafe ini penuh dengan lampu-lampu kecil yang berkilauan, menciptakan suasana yang hangat dan intim. Seharusnya ini tempat yang sempurna u

  • PURA PURA JADIAN   BAB 7: Satu Langkah Lagi

    ---Beberapa hari setelah percakapan itu, aku akhirnya memutuskan untuk melakukan hal yang selama ini kutakutkan: berbicara dengan Alif. Selama ini aku selalu menghindari percakapan serius dengan dia, karena entah kenapa, aku merasa kata-kataku bisa berubah menjadi sepotong drama yang bikin hati sakit. Tapi kali ini, aku benar-benar harus melakukannya. Aku nggak mau terus-terusan terjebak dalam perasaan yang nggak jelas. Dan tempat yang paling tepat untuk percakapan ini, ternyata adalah... kantin sekolah. Ya, tempat yang seharusnya menjadi saksi awal dari kekecewaanku yang mendalam. Kalau kantin ini bisa bicara, mungkin dia bakal bilang, “Gue udah capek lihat lo nangis di sini, Nail.”Aku duduk di meja yang biasanya aku pilih untuk makan siang bersama Hana, sambil menunggu Alif. Tangan aku agak gemetar, entah karena takut atau karena perut yang mulai berontak karena lapar. Tapi lebih kepada ketakutan, sih. Mungkin aku harus nunggu sampai dia datang dengan bakso atau jus mangga, supaya

  • PURA PURA JADIAN   BAB 6: Keputusan yang Sulit

    ---Hari itu, aku duduk termenung di taman sekolah. Semua pikiran terasa seperti berlomba-lomba untuk mendapat perhatian—seperti pasar malam yang ramai dengan suara teriakan pedagang yang menawarkan barang dagangannya. Reyhan, yang dulunya cuma teman biasa, tiba-tiba jadi sosok yang sangat berarti. Tapi, Alif? Apakah aku bisa mengabaikan perasaan lama yang masih terpendam di sudut hatiku, yang rasanya lebih susah dihilangkan daripada noda tinta di baju putih?Saat aku sedang merenung dengan serius, mendengarkan suara burung berkicau di atas kepala (dan suara tembok yang tiba-tiba bersuara dari pikiranku), tiba-tiba muncul sosok yang sudah tidak asing lagi: Reyhan. Dia muncul entah dari mana, seperti superhero yang baru saja turun dari langit. Bedanya, kalau superhero biasanya pakai jubah, Reyhan malah pakai kaos oblong dan topi miring yang entah kenapa selalu membuatnya kelihatan seperti karakter dalam film komedi yang belum selesai syuting.Reyhan duduk di sampingku tanpa diminta, se

  • PURA PURA JADIAN   BAB 5: Akhir yang Tak Terduga

    ---Hubungan pura-pura ini membawa kami ke banyak momen tak terduga, dan semuanya terasa seperti rollercoaster—tapi rollercoaster yang dijalani sambil tertawa, teriak, dan kadang-kadang juga bingung. Mulai dari konflik dengan teman-teman sekelas yang mulai curiga, kehebohan di media sosial sekolah, sampai insiden lucu yang nggak pernah aku bayangkan sebelumnya. Pokoknya, dunia ini semakin aneh, dan aku semakin terjebak di dalam drama yang nggak pernah kurencanakan.Awalnya, teman-teman sekelas mulai memperhatikan kami. Mereka yang tadinya cuek-cuek aja, tiba-tiba kayak detektif swasta. Setiap kali Reyhan dan aku duduk berdua, mereka akan mengamati kami dengan pandangan penuh arti. "Kalian... udah pacaran beneran ya?" tanya Dina, teman sekelas yang super kepo. Aku cuma bisa nyengir kecut dan bilang, "Iya, iya, pura-pura doang kok."Tapi ternyata, pura-pura ini punya dampaknya sendiri. Di media sosial, foto-foto kami berdua mulai tersebar, dan tanpa sengaja kami jadi bahan pembicaraan d

  • PURA PURA JADIAN   BAB 4: Masalah Muncul

    ---Awalnya, rencana pura-pura jadian ini berjalan cukup lancar. Reyhan dan aku memang tampil seperti pasangan kekasih yang serasi—meskipun hanya di depan orang lain. Bahkan, Alif mulai terlihat agak canggung setiap kali melihat kami berdua bersama. Kalau Alif melirik, Reyhan langsung meletakkan tangannya di bahuku atau bahkan memanggilku "Sayang" dengan suara yang berlebihan. Dan tentu saja, aku merasa seperti sedang berada di dalam dunia yang sangat aneh.Namun, seiring berjalannya waktu, masalah mulai muncul, dan semuanya dimulai dengan Rani, si ketua ekskul tari yang cantik dan ramah itu.Suatu hari, setelah latihan fisika yang sangat membosankan, Rani mendekat dan duduk di sampingku di kantin. Aku masih merasa agak canggung, karena dia tahu tentang hubungan palsu Reyhan dan aku, tapi aku tidak berharap dia akan begitu akrab."Kamu beruntung punya Reyhan," katanya sambil menatapku dengan tatapan penuh rasa kagum. "Dia lucu banget. Aku sampai iri, lho. Dia selalu bisa bikin orang k

  • PURA PURA JADIAN   BAB 3: Awal Drama Pura-Pura Jadian

    ---Keesokan harinya, Reyhan datang ke sekolah dengan gaya yang bikin aku hampir pingsan. Kalau ada penghargaan untuk penampilan paling aneh dan dramatis, dia pasti juaranya. Reyhan datang dengan jaket kulit hitam yang kelihatan kekecilan banget, seperti dia baru keluar dari lemari tua yang nggak pernah dipakai, celana jeans sobek-sobek di sana-sini—bukan karena keren, tapi karena memang sudah begitu—dan yang paling parah, dia mengenakan kacamata hitam besar yang bikin dia kelihatan seperti pengawal artis yang lagi nyamar jadi cowok biasa.Aku yang lagi duduk di bangku depan kelas hanya bisa menatapnya dengan mulut terbuka. "Rey, ini bukan film action, loh!" ucapku dengan suara pelan, meskipun hatiku sudah berteriak kencang.Dia tersenyum lebar, seolah-olah dia baru saja memenangkan lotre. "Kita harus bikin ini meyakinkan, Nail!" katanya sambil merangkul bahuku, seolah kami sedang berjalan di karpet merah."Rey, ini cuma pura-pura jadian, bukan audisi jadi aktor Hollywood!" bisikku ke

  • PURA PURA JADIAN   BAB 2: Deal Konyol dengan Reyhan

    ---Pagi itu, setelah kejadian di kantin, aku memutuskan untuk mencoba melupakan Alif. Tapi, seperti biasa, hidup tidak pernah semudah itu. Apalagi, setelah pulang sekolah, aku bertemu dengan Reyhan di luar gerbang sekolah. Reyhan adalah teman sekelas yang paling hobi ngebanyol dan selalu punya ide-ide aneh yang kadang bikin kepala pusing."Lu tahu enggak, Nail?" tanya Reyhan dengan wajah yang seolah baru menemukan formula rahasia kehidupan. "Kunci buat bikin Alif cemburu adalah... pura-pura punya pacar."Aku menatapnya dengan alis terangkat. "Rey, serius deh, kamu ngomong apa? Ini bukan film drama, ya," jawabku sambil memutar mata.Reyhan tidak peduli dengan mataku yang seakan-akan ingin meledak itu. Dia malah melanjutkan dengan wajah serius—padahal seriusnya itu lebih mirip orang yang baru banget selesai nonton film superhero."Tapi serius, Nail. Cowok itu biasanya baru ngeh kalau mereka sebenarnya suka sama cewek yang mereka abaikan setelah cewek itu punya pacar," katanya sambil me

DMCA.com Protection Status