"Ini Adalah kamar kita," ucapnya sambil membuka pintu kamar yang luasnya 5 kali luas kamarku di rumah. Tentu saja aku terpesona karena interior di dalamnya sangat indah dan mewah, perabotan terbuat dari kayu dan kamar di set dengan tema rustic yang elegan
"Wah luas sekali, Pak. Kataku sambil menghempaskan diri di sofa yang empuknya belum pernah kucoba selama hidupku. "Sofa ini nyaman, aku bisa tidur di sini." "Terserah kau saja, tapi seperti yang aku katakan, kau bebas tidur di ranjang." "Tapi ranjangnya adalah ranjang Pak Aldi." Ia menghampiriku menjongkokkan diri hingga wajahnya sejajar dengan wajahku perlahan ia dekatkan wajah itu sehingga mau tidak mau aku memundurkan diri sambil melirik ke kanan dan ke kiri berusaha menetralisir debaran di dalam hati, tatapan matanya seakan akan membuatku seperti es batu yang ditimpa sinar mentari. "Kita suami istri 'kan?" tanyanya dengan penuh penekanan. "Settingan 'kan?" Balasku hati hati. Dia mengangguk sambil tersenyum lalu menjauhkan dirinya sambil tertawa "Iya tentu saja." "Apanya?" Aku mengernyit. "Status kita hanya hubungan profesional ya, aku ingat kembali karena beberapa saat yang lalu aku hampir lupa bawa kau adalah ...." "Adalah apa?" "Istri kontrak." Aku mengangguk sambil membuang napas kasar. Ia membuka jendela, memperlihatkan keindahan kebun belakang rumahnya yang luas seperti lapangan golf mini disertai kolam renang dan pepohonan yang rindang. "Saya tidak menyangka dibalik megahnya rumah ini ada kebun yang luas, saya pasti betah." "Kau betah?" Ia tertawa memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi, "buatlah dirimu sebetah mungkin, dan ya, tadi kau panggil aku Mas, kini kau panggil lagi Pak, berusahalah untuk konsisten." "Oh ya, baik Pak, eh, Mas." Aku gugup. "Ada makan malam dengan keluarga besar nanti malam, bersiaplah, stylist keluarga akan datang mendandaniku?" "Makan mulu lagi bukankah semalam udah ada resepsi yang megah?" "Makan malam yang anggotanya hanya keluarga dekat, semua ini dilakukan agar kita semakin dekat dan akrab." "Sungguh aku harus melakukan itu?" tanyaku dengan mata membulat. "Bersikaplah sewajarnya seorang istri yang berbahagia dengan pertemuan lalu membaur dengan keluarga suaminya, apa susahnya kau mau uang kan?" Gue nervous, es balok. "Soal stylist apakah keluarga Mas punya stylist pribadi?" Ia mengangguk pasti. "Wah, aku akan merasa beruntung didandani." "Ingat, aku sudah menyuruh asistenku untuk mengirim Photo dan nama, serta data keluarga dekat Papa dan Mamaku, kau tinggal hafalkan dan hindari menyebut nama yang salah pada om atau tanteku." Antusiasku tiba-tiba berubah menjadi kelesuan. Bayangkan aku harus menghafal dan arrggg ... Sebal sekali. "Apa?" "Ya kau juga harus membantu melayani menuangkan teh, sebagai simbol keramahanmu sebagai menantu, dan kau harus hafalkan makanan kesukaan masing masing anggota keluarga dan usahakan tidak tertukar karena beberapa dari mereka mengidap penyakit diabetes dan jantung." Lagi? seketika tenggorokan kering. "Berapa banyak anggota keluarga yang akan hadir?" "sekitar 10 orang paman dan bibi, beserta anak-anak mereka." Omaigod. "Kenapa Anda tidak memberi tahu tidak kemarin?" "Aku lupa." "Aduh ...." aku menepuk keningku sendiri. Tadinya aku pikir aku hanya akan berenang cantik dan duduk manis kini aku mendapatkan tugas yang begitu berat. "Oh Tuhan ....." Aku mengeluh. "Sesuai dengan gaji kan?" tanyanya sambil tersenyum mengangkat sebelah alis untuk menggodaku. "Eh iya, iya ... betul." Aku menyeringai gugup. "Bersiaplah dari sore jam 4, pastikan kau menggunakan pakaian dan aksesorismu dengan rapi dan tunjukkan bahwa kau adalah wanita yang elegan dan cocok bersanding denganku." "Tenang saja Pak, eh, Mas." Aku menutup mulut dengan jari. "Kau bisa bahasa Inggris?" "Kenapa?" Kini feelingku tidak nyaman. "Beberapa sepupuku adalah lulusan sekolah luar negeri jadi mereka pasti akan menggunakan bahasa Inggris karena terbiasa, usahakan kau berinteraksi dengan mereka." "Tapi saya tidak terlalu mahir," ucapku yang tiba tiba berkeringat dingin. "Itu masalahmu, aku tak ingin sikapmu sampai mempermalukanku dan keluargaku." "Mengapa tidak mengatakan bahwa kontrak menjadi istri mas sangat berat?" Aku mengerutu. "Kalau dikatakan dari awal, tidak ada yang mau." Dia tertawa lalu keluar dari kamar dan menutup pintu bersamanya. Aku terperangah sambil terduduk lesu. Mempertimbangkan semua itu rasanya ingin kabur saja, tapi mengingat bahwa ibu membutuhkan biaya untuk cuci ginjal tiap Minggu, aku harus bertahan, aku harus bisa. Tring .. "Halo, Assalamualaikum Nak," sapa ibuku dari seberang sana. "Waalaikumsalam Bu , apa kabar Ibu?" balasku pelan. "Baik Nak, kamu baik baik di sana?" "Iya, Bu. Aku udah ketemu mertua dan mereka baik kok Bu." "Jadi menantu orang kaya dan pengusaha tidak mudah Nak, kau harus pandai membawa dirimu." "InsyaAllah Bu aku akan jaga diri dan menjaga sikapku." "Yo wes, ibu tutup teleponnya ya, assalamualaikum," ucap ibu yang sesaat kemudian sambungan telepon berakhir. Kuhela napas untuk membuang gundah dan ragu dalam dada, aku akan bertekad untuk berbuat dan memberikan yang terbaik baginya, aku pasti bisa. * Sore pukul tiga aku memutuskan untuk mandi karena menurut jadwal aku akan didandani satu jam lagi, jadi aku harus mandi terlebih dahulu. Ketika kubuka pintu kamar mandi, aku semakin terpana dengan keindahan interior kamar mandi yang baknya menggunakan jacuzzi. Sementara jendelanya luas dan langsung ke pemandangan luar sana. "Duh, sabunnya mana ini?" Sambil kuedarkan pandangan ke seluruh deretan lemari. Kupindai semua tempat namun tak kutemukan sabun yang sering kupakai di rumah, sabun batangan. Aku terduduk lesu di pinggir bathtub sambil membatin dan menutup wajah. "Ah, jadi orang kaya mendadak sangat tidak nyaman dan menyulitkan. Harusnya aku tahu ini dari awal. Kemewahan yang ditawarkan Mas Aldi tidak cocok denganku, aku harus banyak belajar dan menyesuaikan diri." Ya, mulai sekarang segalanya akan diatur, gaya berpakaian, gaya rambut, cara duduk hingga bicara juga sepertinya diatur, aku juga harus mengambil kelas bahasa Inggris dan table manner, agar terlihat sebagai orang yang terdidik dan besar di lingkungan terbaik. Katanya aku tidak boleh mempermalukan Mas Aldi, sebab dia adalah sumber uang dan ATM berjalanku. Aku tidak boleh membuatnya marah atau kecewa, aku tidak boleh membuat kesalahan, sebab jika Mas Aldi marah maka boleh jadi aku akan dipecat sebagai istrinya. "Setidaknya izinkan aku untuk menikmati semua kemewahan yah tersaji di depan mata, aku benar benar sedang diberi kesempatan bagus oleh Tuhan untuk berbahagia." Memang hidupku penuh dengan tantangan dan tidak ada kebahagiaan yang benar-benar aku tidak boleh merasa tertekan atau merasa teraksa karena itu akan menghancurkan kinerja dan fokus ke sebagai istri yang pura-pura bahagia. Aku harus bersikap mesra, baik, manis dan manja di depan keluarganya. Setelah rangkaian pesta dan pertemuan berakhir, maka semua kepalsuan juga ikut berakhir. Ya, aku yakin aku bisa. Tring ... Ponselku berdering. "Iya, Mas?" Aku langsung menjawab seperti itu karena sudah tahu yang menelpon adalah Mas Aldi. "Apalah stylist sudah datang?" "Sebentar lagi, mereka di jalan." "Jangan sampai terlambat." "Iya, Mas." "Oh ya, sebentar lagi ada pengajar bahasa Inggris yang akan melatihmu dengan cara tercepat, dia akan mengajarimu konversasi sederhana yang bisa kau gunakan di pesta nanti." "Apa?" "Iya, Kenapa kau terdengar tercengang?" "Ti-tidak juga." Padahal sebenarnya tenggorokanku seakan ditumbuhi duri duri yang tajam. Ah, capek dehAku tidak menemukan sabun seperti yang aku cari jadi aku buka lemari yang menyimpan barang-barang kebutuhan mandi mas Aldi. Ada shaving cream, ada shampo khusus laki-laki serta alat pencukur dan semua botol yang memperhatikan yang ku asumsikan mungkin adalah sabun mandi yang dituang ke dalam bak mandi.Karena tidak ada pilihan lain maka akupun menuangkan sabun itu ke dalam rendaman ku agak banyak agar sesuai dengan jumlah air yang hampir penuh dalam bathtub."Apa Mas Aldi lupa kalau sekarang aku sudah satu rumah dengannya sehingga ia lupa meminta kepada asisten yang untuk menyiapkan kebutuhan mandiku?" Sialnya, aku pun lupa memasukkan sabunku di hotel tadi karena terburu-buru diajak pergi olehnya.busa sabun mulai timbul dan aku dengan gembira merendam di dalam air hangat yang mengeluarkan aroma wangi mewah tersebut."Wah, nyaman sekali," ujarku sambil merebahkan diri menikmati hangatnya bak pemandian sembari menikmati pemandangan di luar sana.Karena saking nyamannya aku menyedihk
Pukul 9 malam Mas Aldi pulang aku menyadari kehadirannya karena saat itu memang aku belum tertidur."Kau sudah tidur?" tanyanya yang sedang meletakkan dua kantong plastik di atas meja."Aku tidak menjawabnya sama sekali.""Kalau belum tidur bangunlah dan makan martabak yang aku bawakan untukmu, aku juga bawakan nasi goreng spesial."Aku sudah makan tadi." Tanpa sengaja Aku menjawab ucapannya di balik selimutSejenak ia tertawa lalu kemudian duduk di meja kerja dan membuka komputernya."Jangan bohong, nanti kau lapar.""Aku bilang aku sudah makan.""Tapi si Bibi mengatakan kalau kau belum makan dan tidak turun sama sekali ke bawah, apa yang terjadi?""Aku sedang tidak mood untuk turun ke mana-mana," jawabku."Kamu adalah pengantin di rumah ini dan seharusnya kau membaur dengan mertua dan kedua iparmu," ujarnya sambil menekuni layar laptopnya."Oh ya, aku belum bertemu dengan mereka.""Itu adikku memang sibuk dan hanya berada di rumah di akhir pekan.""Apa yang mereka lakukan?""Merek
Aku terbangun ketika matahari bersinar sangat cerah, saat aku membuka mata aroma kopi menguar menyentuh penciumanku, di meja tak jauh dari pembaringanku aneka roti sarapan telah dibawakan pelayan.Aku kagum dengan gaya hidup orang kaya, bangun tidur pun mereka langsung menikmati sarapannya, tanpa berpikir harus mencari uang dari mana untuk membeli bahan makanan lalu menyiapkan, luar biasa!"Kamu sudah bangun?"Suamiku datang menghampiri Ia terlihat segar seusai mandi, masih mengenakan handuk model kimono melilit tubuhnya yang atletis. Ya Tuhan, gairahku tumbuh melihat wajah seksi itu basah oleh titik titik air.Astaga, pikiranku jalan jalan lagi.Ia menggeser pintu lemari, mengeluarkan pakaiannya, lalu sesaat kemudian handuk yang ia pakai ditanggalkannya, tentu saja melihat itu aku terpekik, tidak kuduga sebelumnya, jika suamiku yang berwajah tampan, dengan rambut basah dan dada bidangnya yang berotot menambah pesona dan keseksiannya berani melepas handuk di hadapanku."Hei, ada
kutatap pantulan diriku di kaca yang terlihat sangat berbeda dari sebelumnya, yang aku gunakan dari atas ke bawah, dari ujung kaki hingga ujung kepala outfit yang mahal dengan harga selangit. Ketika aku yang hanya sales show room ponsel biasa tiba-tiba menjadi seorang nyonya yang terlihat elegan dan berubah total."Nadia cepat turun mobil jemputan sudah datang," panggil ibu mertua dari bawah sana."Ya Nyonya," jawabku langsung mengambil tas dan segera mengenakan sepatu lalu menutup pintu kamar dan turun ke bawah."Jangan panggil nyonya lagi kau adalah menantu rumah ini tidak akan enak didengar orang lain seperti itu," katanya dengan nada serius."Iya Mama, Maaf aku lupa.""Di perusahaan nanti tidak perlu banyak bicara jika mereka bertanya tentang latar belakang mu, katakan saja kalau lulusan universitas dari Kanada dan orang tuamu adalah pengusaha batubara.'"Tapi jika mereka bertanya lebih lanjut bagaimana Mama?""Ada tim humas perusahaan kami yang akan selalu mendampingi kamu sebag
"kok cemberut aja?""Gak ada."Jawabku yang entah pagi-pagi ini merasa badmood."Kalau kamu ingin sarapan kamu tinggal pesan apa yang kamu inginkan, pembantu akan belikan, ataukah pengen jalan-jalan supir akan mengantar ke mana kau pergi," tawarnya.Aku hanya membuang nafas kasar sampai membalikkan badan lalu memeluk guling."Mestinya kau siapkan aku sarapan, karena posisimu adalah istriku.""Aduh Pak direktur anda punya banyak pembantu yang bisa siapkan makanan apapun yang anda inginkan, iya kan?" "Seingatku kau bekerja untukku," sanggahnya.Oh iya, aku lupa Aku adalah bawahannya, jadi dengan beringsut malas-malas aku turun dari ranjang dan pergi menyiapkan suamiku sarapan.Ah, suami, dia bukan suami, dia hanya orang yang kebetulan mengikatku dalam ikatan pernikahan, mana ada cinta atau hubungan selayaknya suami dan istri. Konyol!Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah ini lalu kembali menerawang, andai seseorang jadi menantu rumah ini dan mendapatkan cinta dari semua penghuni
Tatapan mata kami bertemu ketika aku membuka pintu kamar, dia masuk dengan langkah gontai namun ketika menatapku memakai baju tidur yang dihadiahkan salah satu Tante Mas Aldi, ia sedikit membulatkan mata.Gaun tidur satin warna merah maroon dengan sedokit pulasan make up natural dan sedikit percikan parfum dengan wangi yang sensual, membuatnya sulit mengalihkan pandangan mata.Berkali kali kulihat ia menelan ludah menatap belahan pakaian yang ukurannya di atas paha itu. Agaknya aku mengerti, dan mulai bersorak dalam hati berharap suamiku akan menyukai ini."Kenapa, Mas, ada yang aneh?""Tumben cantik banget," gumamnya pelan sambil melonggarkan ikatan dasi."Gak kok, aku coba mau cobain lingerie pemberian Tante Ririn," jawabku sambil tersipu pelan."Baju itu tipis, kamu gak masuk angin?"Duh, kalau dia bertanya seperti ini, aku jadi malu, dan terlihat konyol. Tidakkah dia mengerti bahwa aku mengenakan ini untuk menyenangkan pandangan matanya.Benar saja, Lima menit menatapku tanpa be
"Kamu harus lebih sering keluar kota sekarang, karena harus bertemu klien dan mengurus semua bisnis kita," ucap ayah Mas Aldi ketika kami sedang berkumpul di meja makan untuk makan malam."Iya Pa, aku ngerti," jawab Mas Aldi santai menyendokkan makanannya.Ada yang mengherankan di keluarga ini ketika keluarga lain bercengkerama dan penuh canda tawa di meja makan, mereka sebaliknya, hanya diam dan seolah tenggelam di dunianya sendiri.Mereka terdiam seribu bahasa dan tidak ada seorang anak pun yang berinisiatif memulai percakapan dan menceritakan kegiatan harinya dengan orang tua ataupun orangtua dengan lembut memberi wejangan terbaik kepada anak-anak mereka.Keluarga yang aneh."Ajaklah istrimu sekalian menghabiskan bulan madu kalian," suruh Papa mertua."Enggak penting Pa, aku akan pergi menemui klien lalu di segera kembali ke sini," jawabnya."Berlibur di villa keluarga kita akan menyenangkan untuk istrimu, Aku tidak ingin hubungan kalian kaku."unsur ayah mertua sangat bagus dan
"ayo cepat," ujarnya memberi isyarat dengan lambaian."Iya, Mas,. Bentar ... Nyangkut," jawabku pelan."Buruan."Ia kembali membalikkan badan, sambil tetap menarik roda koper, aku merutuk kenapa juga roda itu harus tersangkut, dan kenapa juga Mas Aldi begitu acuh dengan keadaan ini. Tidakkah dia memperhatikan bagaimana orang-orang menertawakanku?Selagi terus berusaha aku tak menyadari bahwa pria tampan dengan wangi parfum khas kayu kayuan elegan telah hadir di belakangku, melingkari tubuh kecil ini dengan posturnya dan ia menyentuh tanganku sambil membantuku mengangkat koper itu.Seketika orang yang tadinya tertawa jadi terdiam seketika."Maafkan kalo istri saya membuat kalian tertawa," ujar Mas Aldi sukses membuat orang sekitar yang duduk dan berlalu lalang jadi diam dan malu."Oh, istrinya Pak ... Saya kira asis ....""Dia istriku sayang," potong Mas Aldi sambil melingkarkan lengan di bahuku dengan hangat."Ayo, Sayang, kita masuk ke ruang tunggu.""Iya, Mas," jawabku lirih dan se
Aku tahu, memilih Mas Aldi dalam hidupku juga bukan hal yang mudah. Ada beberapa hal yang harus kuhadapi dengan sabar dan penuh kekuatan. Misalnya ibu tirinya yang hanya melihat uang sebagai sesuatu yang bernilai. Sedang hubungan dia dan Mas Aldi berjalan datar, terkesan berpura-pura baik dan dipaksakan agar nampak seperti ibu yang baik di depan suaminya.Aku tahu, adik-adik Mas Aldi akan mencibirku, begitu juga beberapa wanita yang pernah dekat dengannya, mereka tak akan berhenti untuk menggoda suamiku, sampai Mas Aldi kembali bertekutk lutut.*Kulangkahkan kaki, mencari pria yang menikahiku beberapa bulan lalu ke kantornya. Penampilanku yang hanya berkemeja kotak dan celana jeans serta sebuah tas selempang yang tersampir di bahu sangat kontras dengan tempat di mana aku berpijak saat ini.Resepsionis datang dan bertanya apa keperluanku--yang lusuh dan tidak elegan ini-- datang ke kantor mereka."Aku mencari suamiku," jawabku.Wanita berseragam rapi itu mengernyit, mungkin lupa ata
Aku ingin memilih sekarang dan mengakhiri kemelut cinta segitiga yang membuatku bingung memilih antar Mas Aldi atau Rizal. Terlebih ketika aku sudah berdamai dengannya beberapa saat tadi."Aku akan menyusul Mas Aldi malam nanti," gumamku setelah baru saja di antar olehnya pulang.Ketika masuk ke dalam rumah kudapati ibu sedang termenung sendiri di meja makan, wajahnya amat sedih dan sesekali ia mengusap deraian air mata di pipi."Ibu ... ibu kenapa?" tanyaku pelan sambil menghampiri dan menggenggam tangannya."Ibu hanya memikirkan bagaimana masa depan pernikahanmu Nadia, sedih sekali melihat ketika wanita sebayamu sedang berbahagia dengan rumah tangga mereka, sedangkan kamu terpisah dari suamimu sendiri dan berada di dalam ketidakpastian.""Sebenarnya aku sendiri yang membuat pernikahan ini berada dalam ketidakpastian, mudah untuk kembali dan berbahagia lagi tapi karena sakit hati aku membeli untuk berlarut-larut mendiamkan masalah ini. Tapi ibu tenang saja sekarang," jawabku pelan."
Selepas kepergiannya ada rasa kesepian yang tiba-tiba memenuhi dinding hatiku. Kemarin aku telah membencinya, berkali-kali muak padanya, tapi mendengar semua penuturan yang menyedihkan tadi, membuat sudut pandangku berubah dan seketika menjadi iba.Lalu bagaimana dengan perasaan hatiku yang tiba-tiba dicuri Mas Rizal dengan perhatian dan kelembutannya?Seharusnya tak kubiarkan ruang kosong di hati diisi cinta lain hingga statusku resmi menjanda, apa akibatnya sekarang setelah memutuskan jauh dari suami, kini aku dilema sendiri."Kalo kau mencintaiku maka tahanlah aku." Itu pintanya sesaat sebelum pergi.Aku tahu persis bahwa jika kali ini ia patah hati karena penolakanku, maka itu akan mengulang luka lama yang dia derita, sakitnya akan terbuka kembali, dan hatinya akan semakin ditutupi kegelapan abadi. Akan susah sekali untuk membuatnya tersenyum dan hangat lagi."Apa yang kamu lakukan Nak, kok kamu gitu sama suamimu?""Aku harus bagaimana, Bu?""Kenapa memutuskan berpisah sementara
Kususuri jalan trotoar dengan langkah gontai seolah-olah boneka, atau jasad yang tidak bernyawa. Hatiku terbelah menjadi dua dan aku tidak tahu harus kemana, suami dan pria itu, dua hal yang terus berputar dan menyita fokus otakku.Aku lelah memikirkan itu.Kubuka pintu, engsel berderit dan wajah tampan dengan cambang halus yang tumbuh di sekitar pipinya menoleh, menyunggingkan senyum manis yang tulus, senyum yang jarang kulihat ketika ia masih kanebo keringku, es batu yang melelehkan, ah patah hati mengingatnya Meski seni mencinta adalah cara paling mudah menyakiti diri sendiri, aku tetap melakukanny, dan tak pernah menyangka bahwa sakitnya akan seburuk ini. Bertubi tubi dan merenggut akalku.Kubuka pintu rumah, engsel berderit dan mengalihkan perhatian pria tampan dengan jambang halus yang mulai menumbuhi pipinya dia tersenyum memperlihatkan aksen paling manis di wajahnya, aksen yang jarang sekali kulihat ketika dia masih ku sebut sebagai kanebo kering milikku.Ah, kenapa aku bisa
Sedang sibuk menekuni semua tugas dalam memberi label pada hp yang sudah didaftarkan Imei-nya, tiba tiba pria yang selalu memiliki senyum hangat dan tatapan menggoda, datang dan meletakkan secangkir kopi dengan gelas kertas."Aku, udah merindukanmu dan memutuskan untuk langsung datang ke counter ini.""Tidak ada tempat untuk merindukan seseorang, ini adalah tempat penjualan HP," jawabku sambil tertawa."Sungguh aku tidak bisa mengalihkan diri dari memikirkan kamu," ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja lalu menopang dagunya, menatapku lekat."Jangan melihat aku seperti itu, aku akan merasa canggung," jawabku tersenyum."Hei, aku tahu aku salah merindukan milik orang lain, tapi aku tidak bisa menepis perasaanku, Nadia," ujarnya dengan tatapan penuh keseriusan. Aku juga tidak mendengar sebuah kebohongan dari nada bicaranya."Iya, situasi ini memang tidak menguntungkan untuk kita,"jawabku sambil tersenyum dan melanjutkan pekerjaan."Mengapa reaksi mengubah begitu santai
Bangunkan pria yang tertidur di depan TV sambil menepuk bahunya."Hei bangun, Ini sudah pagi,"ujarku dengan kesal karena di jam 8 di saat matahari sudah terik dia masih saja tertidur pulas.Ia menggeliat sesaat lalu berusaha mengerti akan membuka matanya."Apa sih istriku? Seorang Istri membangunkan suaminya dengan mesra memeluk lalu menyiapkan secangkir kopi, tapi kau malah membentakku," keluhnya sambil kembali memeluk bantal guling dan memejamkan mata."Bangun dan berangkatlah ke kantormu Aku tidak mau disalahkan ibu mertua karena kau tertidur di sini dan kau lalai dengan tugasmu.""Mengapa kau memanggilku dengan panggilan kau' padahal sebelumnya kalau selalu menyebut ku dengan kata sapaan Mas dan saat itu amat merdu terdengar di telingaku, ada apa kau berubah sedrastis ini?""Aku sudah katakan sebelumnya bahwa sejak Kau mengusirku dari hidupmu aku putuskan untuk menghapus semua perasaanku.""Sebelumnya kau punya perasaan?" tanyanya sambil mengulum senyum."Tidak." Aku membuang muka
Akan kukemanakan semua barang yang dibawa dari sebuah toko elektronik ternama di kota ini. Barang-barang tersebut sangat mewah tidak cocok dengan rumah kami yang sudah reot dan terbuat dari dinding triplek.Pria itu berdiri dengan wajah bangga sekaligus bersikap bahwa dirinya seolah memberikan sebuah jasa yang besar. Padahal sebaliknya aku sangat kesal, kini para tetangga berkerumun dan melihat mobil tersebut menurunkan barang-barang yang cukup membuat mereka berdecak kagum."Wah Mpok Zahra dapat menantu tajir, lihat buktinya, keren banget," ujar seorang ibu berdaster sambil menggendong anaknya."Iya, tapi aku ragu, jangan-jangan si menantunya dipelet mana mungkin pria tampan dan tajir melintir mau dengan si Nadia yang tidak begitu menarik itu, apalagi latarnya hanya orang miskin," timpal ibu yang lain."Eh, betul, jangan-jangan diguna-guna," bisik yang lain."Aduh, Ibu-ibu, saya pun tidak memaksa dia untuk menjadi suami saya, tapi dia sendiri yang bersikeras bahwa kami tidak boleh b
Kujemput ibuku dari sana setelah satu hari berdiam dan bermalam di rumahku, aku akan menjemputnya dan mengeluarkannya dari mansion mewah yang mengekang kebebasan kami.*Ketika sampai di depan gerbang dua orang penjaga membukakan pintu tanpa aba-aba mereka mempersilakanku masuk dengan penuh hormat dan mengawal ku sampai ke depan pintu utama."Terima kasih tapi saya tidak perlu dijaga Pak," ujarku sambil mengangguk dan tersenyum kepada mereka."Tidak apa-apa Nyonya itu memang sudah kewajiban kami," jawab Mereka."Tidak bisa Bang biasanya saya dipanggil Nadia saja, apakah kalian melihat ibu saya?""Ada tadi Nyonya, dia sedang menyiram bunga," jawab salah satu dari satpam itu."Terima kasih kalau begitu."Aku buka pintu lalu mengedarkan pandangan memindai ruangan yang berlantai full marmer gaya bangunan khas Eropa yang mewah serta warna putih yang mendominasi. Sofa meja dan perabotan berkilau dengan ornamen warna emas, serta pajangan yang juga terbuat dari emas dan perak."Benar-benar ru
"Kenapa kau membuang barang milikku, kenapa kau lancang sekali, Mas," ujarku dengan kesal."Kau tidak berhak mendapat hadiah dari orang lain selain dari suamimu sendiri," jawabnya."Tapi kau lancang sekali, kau tidak bertanya padaku dulu," gumamku sambil bangkit dan menjauhinya.Lancang sekali dia melakukan itu, meski dia suamiku harusnya dia tak bersikap sesuka hati, seolah-olah aku boneka yang dipermainkan begitu saja dan tidak punya hak untuk bicara."Nadia tunggu, ayo kita pulang, aku sudah menunggumu dari tadi," ajaknya."Pulanglah lebih dulu, aku masih ada kerjaan," jawabku ketus.Wajahnya terlihat kecewa namun tak urung dia pergi juga dari tempat kerjaku, aku tak mau semobil dengannya, rasanya risih diri ini terus berdua dengan pria yang semalam tadi telah ... ah, aku malu menyebutnya sendiri.*Kulangkahkan kaki menyusuri trotoar dengan langkah gontai, sambil membayangkan adegan pemaksaan tadi malam serta meresapi rasa sakit yang menekan di pangkal paha, terasa lengkap pende