Share

5. kamar kami

"Ini Adalah kamar kita," ucapnya sambil membuka pintu kamar yang luasnya 5 kali luas kamarku di rumah. Tentu saja aku terpesona karena interior di dalamnya sangat indah dan mewah, perabotan terbuat dari kayu dan kamar di set dengan tema rustic yang elegan

"Wah luas sekali, Pak. Kataku sambil menghempaskan diri di sofa yang empuknya belum pernah kucoba selama hidupku.

"Sofa ini nyaman, aku bisa tidur di sini."

"Terserah kau saja, tapi seperti yang aku katakan, kau bebas tidur di ranjang."

"Tapi ranjangnya adalah ranjang Pak Aldi."

Ia menghampiriku menjongkokkan diri hingga wajahnya sejajar dengan wajahku perlahan ia dekatkan wajah itu sehingga mau tidak mau aku memundurkan diri sambil melirik ke kanan dan ke kiri berusaha menetralisir debaran di dalam hati, tatapan matanya seakan akan membuatku seperti es batu yang ditimpa sinar mentari.

"Kita suami istri 'kan?" tanyanya dengan penuh penekanan.

"Settingan 'kan?" Balasku hati hati.

Dia mengangguk sambil tersenyum lalu menjauhkan dirinya sambil tertawa "Iya tentu saja."

"Apanya?" Aku mengernyit.

"Status kita hanya hubungan profesional ya, aku ingat kembali karena beberapa saat yang lalu aku hampir lupa bawa kau adalah ...."

"Adalah apa?"

"Istri kontrak."

Aku mengangguk sambil membuang napas kasar.

Ia membuka jendela, memperlihatkan keindahan kebun belakang rumahnya yang luas seperti lapangan golf mini disertai kolam renang dan pepohonan yang rindang.

"Saya tidak menyangka dibalik megahnya rumah ini ada kebun yang luas, saya pasti betah."

"Kau betah?" Ia tertawa memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi, "buatlah dirimu sebetah mungkin, dan ya, tadi kau panggil aku Mas, kini kau panggil lagi Pak, berusahalah untuk konsisten."

"Oh ya, baik Pak, eh, Mas." Aku gugup.

"Ada makan malam dengan keluarga besar nanti malam, bersiaplah, stylist keluarga akan datang mendandaniku?"

"Makan mulu lagi bukankah semalam udah ada resepsi yang megah?"

"Makan malam yang anggotanya hanya keluarga dekat, semua ini dilakukan agar kita semakin dekat dan akrab."

"Sungguh aku harus melakukan itu?" tanyaku dengan mata membulat.

"Bersikaplah sewajarnya seorang istri yang berbahagia dengan pertemuan lalu membaur dengan keluarga suaminya, apa susahnya kau mau uang kan?"

Gue nervous, es balok.

"Soal stylist apakah keluarga Mas punya stylist pribadi?"

Ia mengangguk pasti.

"Wah, aku akan merasa beruntung didandani."

"Ingat, aku sudah menyuruh asistenku untuk mengirim Photo dan nama, serta data keluarga dekat Papa dan Mamaku, kau tinggal hafalkan dan hindari menyebut nama yang salah pada om atau tanteku."

Antusiasku tiba-tiba berubah menjadi kelesuan.

Bayangkan aku harus menghafal dan arrggg ... Sebal sekali.

"Apa?"

"Ya kau juga harus membantu melayani menuangkan teh, sebagai simbol keramahanmu sebagai menantu, dan kau harus hafalkan makanan kesukaan masing masing anggota keluarga dan usahakan tidak tertukar karena beberapa dari mereka mengidap penyakit diabetes dan jantung."

Lagi? seketika tenggorokan kering.

"Berapa banyak anggota keluarga yang akan hadir?"

"sekitar 10 orang paman dan bibi, beserta anak-anak mereka."

Omaigod.

"Kenapa Anda tidak memberi tahu tidak kemarin?"

"Aku lupa."

"Aduh ...." aku menepuk keningku sendiri.

Tadinya aku pikir aku hanya akan berenang cantik dan duduk manis kini aku mendapatkan tugas yang begitu berat.

"Oh Tuhan ....." Aku mengeluh.

"Sesuai dengan gaji kan?"

tanyanya sambil tersenyum mengangkat sebelah alis untuk menggodaku.

"Eh iya, iya ... betul." Aku menyeringai gugup.

"Bersiaplah dari sore jam 4, pastikan kau menggunakan pakaian dan aksesorismu dengan rapi dan tunjukkan bahwa kau adalah wanita yang elegan dan cocok bersanding denganku."

"Tenang saja Pak, eh, Mas." Aku menutup mulut dengan jari.

"Kau bisa bahasa Inggris?"

"Kenapa?" Kini feelingku tidak nyaman.

"Beberapa sepupuku adalah lulusan sekolah luar negeri jadi mereka pasti akan menggunakan bahasa Inggris karena terbiasa, usahakan kau berinteraksi dengan mereka."

"Tapi saya tidak terlalu mahir," ucapku yang tiba tiba berkeringat dingin.

"Itu masalahmu, aku tak ingin sikapmu sampai mempermalukanku dan keluargaku."

"Mengapa tidak mengatakan bahwa kontrak menjadi istri mas sangat berat?" Aku mengerutu.

"Kalau dikatakan dari awal, tidak ada yang mau." Dia tertawa lalu keluar dari kamar dan menutup pintu bersamanya.

Aku terperangah sambil terduduk lesu. Mempertimbangkan semua itu rasanya ingin kabur saja, tapi mengingat bahwa ibu membutuhkan biaya untuk cuci ginjal tiap Minggu, aku harus bertahan, aku harus bisa.

Tring ..

"Halo, Assalamualaikum Nak," sapa ibuku dari seberang sana.

"Waalaikumsalam Bu , apa kabar Ibu?" balasku pelan.

"Baik Nak, kamu baik baik di sana?"

"Iya, Bu. Aku udah ketemu mertua dan mereka baik kok Bu."

"Jadi menantu orang kaya dan pengusaha tidak mudah Nak, kau harus pandai membawa dirimu."

"InsyaAllah Bu aku akan jaga diri dan menjaga sikapku."

"Yo wes, ibu tutup teleponnya ya, assalamualaikum," ucap ibu yang sesaat kemudian sambungan telepon berakhir.

Kuhela napas untuk membuang gundah dan ragu dalam dada, aku akan bertekad untuk berbuat dan memberikan yang terbaik baginya, aku pasti bisa.

*

Sore pukul tiga aku memutuskan untuk mandi karena menurut jadwal aku akan didandani satu jam lagi, jadi aku harus mandi terlebih dahulu.

Ketika kubuka pintu kamar mandi, aku semakin terpana dengan keindahan interior kamar mandi yang baknya menggunakan jacuzzi. Sementara jendelanya luas dan langsung ke pemandangan luar sana.

"Duh, sabunnya mana ini?" Sambil kuedarkan pandangan ke seluruh deretan lemari. Kupindai semua tempat namun tak kutemukan sabun yang sering kupakai di rumah, sabun batangan.

Aku terduduk lesu di pinggir bathtub sambil membatin dan menutup wajah.

"Ah, jadi orang kaya mendadak sangat tidak nyaman dan menyulitkan. Harusnya aku tahu ini dari awal. Kemewahan yang ditawarkan Mas Aldi tidak cocok denganku, aku harus banyak belajar dan menyesuaikan diri."

Ya, mulai sekarang segalanya akan diatur, gaya berpakaian, gaya rambut, cara duduk hingga bicara juga sepertinya diatur, aku juga harus mengambil kelas bahasa Inggris dan table manner, agar terlihat sebagai orang yang terdidik dan besar di lingkungan terbaik. Katanya aku tidak boleh mempermalukan Mas Aldi, sebab dia adalah sumber uang dan ATM berjalanku.

Aku tidak boleh membuatnya marah atau kecewa, aku tidak boleh membuat kesalahan, sebab jika Mas Aldi marah maka boleh jadi aku akan dipecat sebagai istrinya.

"Setidaknya izinkan aku untuk menikmati semua kemewahan yah tersaji di depan mata, aku benar benar sedang diberi kesempatan bagus oleh Tuhan untuk berbahagia."

Memang hidupku penuh dengan tantangan dan tidak ada kebahagiaan yang benar-benar aku tidak boleh merasa tertekan atau merasa teraksa karena itu akan menghancurkan kinerja dan fokus ke sebagai istri yang pura-pura bahagia. Aku harus bersikap mesra, baik, manis dan manja di depan keluarganya. Setelah rangkaian pesta dan pertemuan berakhir, maka semua kepalsuan juga ikut berakhir. Ya, aku yakin aku bisa.

Tring ...

Ponselku berdering.

"Iya, Mas?" Aku langsung menjawab seperti itu karena sudah tahu yang menelpon adalah Mas Aldi.

"Apalah stylist sudah datang?"

"Sebentar lagi, mereka di jalan."

"Jangan sampai terlambat."

"Iya, Mas."

"Oh ya, sebentar lagi ada pengajar bahasa Inggris yang akan melatihmu dengan cara tercepat, dia akan mengajarimu konversasi sederhana yang bisa kau gunakan di pesta nanti."

"Apa?"

"Iya, Kenapa kau terdengar tercengang?"

"Ti-tidak juga."

Padahal sebenarnya tenggorokanku seakan ditumbuhi duri duri yang tajam.

Ah, capek deh

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status