Share

6. bingung

Aku tidak menemukan sabun seperti yang aku cari jadi aku buka lemari yang menyimpan barang-barang kebutuhan mandi mas Aldi. Ada shaving cream, ada shampo khusus laki-laki serta alat pencukur dan semua botol yang memperhatikan yang ku asumsikan mungkin adalah sabun mandi yang dituang ke dalam bak mandi.

Karena tidak ada pilihan lain maka akupun menuangkan sabun itu ke dalam rendaman ku agak banyak agar sesuai dengan jumlah air yang hampir penuh dalam bathtub.

"Apa Mas Aldi lupa kalau sekarang aku sudah satu rumah dengannya sehingga ia lupa meminta kepada asisten yang untuk menyiapkan kebutuhan mandiku?"

Sialnya, aku pun lupa memasukkan sabunku di hotel tadi karena terburu-buru diajak pergi olehnya.

busa sabun mulai timbul dan aku dengan gembira merendam di dalam air hangat yang mengeluarkan aroma wangi mewah tersebut.

"Wah, nyaman sekali," ujarku sambil merebahkan diri menikmati hangatnya bak pemandian sembari menikmati pemandangan di luar sana.

Karena saking nyamannya aku menyedihkan kepala dan tidak menyadari bahwa diriku tertidur hingga ku sadarkan diri ketika tiba-tiba kurasakan hidung ini kesulitan bernafas.

Ketika kubuka mata, aku terkesiap karena aku tidak bisa melihat sekelilingku.

Semuanya busa dan aku tak tahu harus keluar dari mana, sekuat apapun menyibak busa itu tetap saja gagal, busa sudah memenuhi ruangan kamar mandi berlantai parquet tersebut.

"Apakah aku tadi terlalu banyak membubuhkan bubuk sabun?"

Kini, kusesali diri yang ceroboh dan kampungan ini.

Aku mencoba berteriak minta tolong tapi busa-busa itu seorang menghalangi suaraku makan aku sendiri kesulitan untuk mendengar.

"Ya Tuhan, kenapa aku bisa ketiduran?"

"Tolong ... Tolong ...." Aku outus asa dan ayahnya mampu berteriak sambil meraba raba di mana kiranya keran air sehingga aku bisa menyiram semua busa yang mengembang ini? Sialnya aku tak memakai sehelai benangpun di badan.

Aku tak bisa menemukan handukku.

Aku jatuh dalam keputus-asaan sambil mengais sisa udara yang mungkin bisa kugunakan untuk bertahan.

Sesak rasanya napas ini, kepalaku juga mulai pusing menghirup busa sabun, perlahan lahan kurasakan keadaanku mulai menurun.

Hingga tiba tiba pintu kamrandi terdengar terbuka, suara orang orang ramai memanggil dan derap langkah mereka. Lalu aku lupa segalanya.

*

Aku mengerjap perlahan sambil berusaha membuka mata, kusesuaikan cahaya terang yang kini seakan menembus kelopak mata.

"Apa kamu sudah sadar?" Kudengar suara suamiku bertanya.

"Apa aku masih hidup?"

Ia lantas tertawa terbahak-bahak melihatku, "Ya Tuhan kau membuatku takut saja."

"Kenapa?" tanya aku seolah tidak berdosa padahal aku saat ini sangat malu padanya.

"Kalau kamu tidak mengerti cara penggunaan bubuk mandi kenapa harus membubuhkan sebanyak itu? jika aku tidak segera pulang mungkin kau sudah mati di dalam kamar mandi." Ia menatapku seksama di sampingku sedang aku berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain agar tak gugup menatapnya.

"Terima kasih karena Mas Aldi menyelamatkanku."

"Iya aku harus menyelamatkanmu karena kau adalah istriku," balasnya yang entah mengapa kata-katanya tadi membuat hatiku tersentak bahagia.

"Apa?" aku ingin mencoba memastikan ucapannya.

"Maksudku kita punya kesepakatan dan kalau kau meninggal maka kata-kata kita akan batal."

Jadi hanya itu yang dia pikirkan?

"Kupikir batal di menyelamatkanku karena perduli," ucapku dengan nada sedih.

"Tentu saja aku peduli aku peduli padamu dan juga khawatir dan ibumu jika ada apa-apa pasti dia akan mencariku dan aku tidak bisa menanggung semua itu."

Hanya tentang itu? kupikir ada yang lain di hatinya? Tapi mustahil juga aku berharap dia akan membalas perasaan sukaku, mustahil. pemuda tampan yang kaya juga mapan pasti juga mencari wanita yang berkelas cantik dan elegan ada Mungkin ia akan mencari istri golongan menengah kebawah dan hidup di kampung lagi mengontrak, ah terlalu muluk-muluk jika aku berharap ia menyukaiku.

Jujur, caranya yang dingin tapi perhatian membuatku gemas, suka dan makin penasaran.

"Apa kamu lapar?" tanyanya memecah lamunanku.

"Ya, Mas aku lapar."

"Aku tak meminta pelayan untuk membawakan makanan," ucapnya sambil bangkit dan meraih kunci mobil.

"Mau ke mana Mas?"

"Ada urusan dan kau harus ingat lain kali jangan bertanya aku akan kemana dan mau apa itu bukan urusanmu," ucapnya sambil berlalu dan menutup pintu di belakangnya.

Pria kaku itu terkadang membuatku sakit hati dengan keangkuhannya tapi di sisi lain aku menyukai cara ia mengurusi dan memberiku perhatian.

Tiba-tiba pintu kembali terbuka dan wajahnya menyembul dari sana.

"Kau makanlah terlebih dahulu tidak usah menungguku karena aku akan pulang larut."

"Aku tidak akan menunggumu, Pak, karena itu bukan tugasku."

Raut wajahnya berubah tidak suka, seperti kehilangan tenaga dan dominasinya sebagai suami.

"Jadi ...." kini Dia terlihat ragu, "kamu mau dibawakan apa?"

Apa? apa aku tidak salah dengar barusan? Dia menawariku sesuatu?

"Tidak ada yang saya inginkan, Pak, hati-hati di jalan," ucapku sengaja dengan ucapan formal sambil membalikkan badan.

"Kamu marah?"

"Tidak, mana mungkin ada bawahan yang memarahi atasannya, tidak mungkin kan Pak?"

Tiba- tiba ia terlihat termenung sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status