“Selamat pagi Mayang” Sapa Pak Rendra saat aku mengunci pintu rumah hendak ke kantor.
“Pagi juga Pak” aku menundukkan kepala sambil tersenyum.
Pak Rendra jalan keluar membuka gerbang “Mau ke kantor kan? Mau bareng? Kan kita di kantor yang sama?” Pak Rendra menawarkan untuk aku bisa bareng lagi dengan beliau, tapi aku tau diri.
“Tidak Pak terima kasih, saya bisa berangkat sendiri. Kemarin karena kesiangan aja sampai harus naik ojol” Aku menolak halus dan membuka pintu gerbang rumah. “Saya duluan ya pak.” Aku langsung masuk mobil setelah pintu gerbang sudah yakin terkunci.
Pagi ini jalan menuju kantor selalu ramai. Untuk memecah kebosananku, aku memutar lagi yang ada di flasdisk mobil. Lagu dari Happy Asmara kali ini yang baru viral membuat aku geleng-geleng sambil menyetir. Menikmati syair lagu yang begitu pas. Apalagi menggunakan Bahasa Jawa yang maknanya lebih mengena karena aku sendiri orang jawa. Sesampainya di kantor aku langsung menuju pantry dan mengambil cangkir untuk menuang kopi yang tadi aku sedu di rumah.
Aku duduk menyalakan laptop dan menuang kopi dari termos kecil. Bau semerbak kopi langsung menguar di ruangan ini. Aku juga mengeluarkan dua potong roti Maryam yang tadi pagi aku bikin karena belum sempat sarapan di rumah aku memutuskan untuk membawanya ke kantor. Saat aku akan menyesap kopi tiba-tiba sapaan terdengar. “Selamat pagi semua” aku hafal suara siapa itu, benar kan suara Pak Rendra. Aku, Gadis, dan Danu langsung berdiri membungkukkan badan “Selamat Pagi Pak Rendra” Jawab kami serentak.
“Wah bau kopinya sepertinya enak. Siapa yang pagi-pagi sudah bikin kopi ini?” Pak Rendra bertanya dan mengarahkan mata ke kami bertiga.
“Mayang, Pak” Jawab Danu. “Dia kalau gak sempat sarapan selalu ngopi pagi-pagi pak, jadi bapak jangan kaget jika besok-besok selalu mencium bau kopi di pagi hari.”
Pak Rendra berjalan ke arah mejaku “Kopinya masih?” Pak Rendra bertanya kepadaku.
Aku mengangkat termos yang tadi pagi aku isi dengan kopi “Masih Pak, bapak mau? Tau yang ini varian brown sugar”.
“Boleh, kamu antar ke ruangan saya ya. Sama itu kue nya sepertinya enak.” Pak Rendra langsung masuk ke ruangannya.
Gila gila, ini bos kenapa jadi seperti ini. Padahal baru kemarin ketemu kenapa jadi seperti ini. Aku langsung ke pantry mengambil cangkir dan lepek untuk meletakkan kue maryam yang tadi akan aku makan belum jadi. Karena hari ini aku bawa dual embar maka yang satu akan aku berikan pak Rendra sepasang dengan kopi. Aku langsung masuk ke ruangan Pak Rendra dan meletakkan kopi dan roti maryam di meja beliau. Beliau hanya mengangguk sebagai persetujuan. Aku langsung keluar dan mengerjakan beberapa target buku hari ini. Karena hari ini aku punya dua buku yang harus aku baca dan harus aku revisi. Ya beginilah kerjaan sebagai editor. Membaca dan merevisi. Tapi aku senang sih sama saja membaca buku gratis dan buku itu baru akan diterbitkan.
Tanpa sadar waktu jam makan siang sebentar lagi tiba, karena aku mager untuk keluar aku gofood gado-gado langgananku. Aku memainkan media sosial sambil makan, kurang pas saja kalau makan tanpa lihat media sosial apalagi dengan pekerjaanku yang fokus depan laptop.
“Kalau makan jangan main Ponsel.” Aku langsung mendongak melihat siapa yang barusan menegurku. Aku hanya bisa melihat bahunya dari belakang. Ternyata Pak Rendra. Mungkin mau keluar untuk makan siang. Aku langsung melanjutkan kegiatanku, selesai makan aku langsung ke mushola kantor untuk sholat zuhur. Tepat pukul satu Gadis dan Danu sampai di ruangan, mereka terlihat sangat dekat, sedekat nadi. Halah.
Aku jadi iri dengan mereka, walaupun kami bertiga berteman tapi Danu lebih dekat ke Gadis daripada ke aku. Aku bisa merasakan itu. Mungkin karena Danu baru mencoba mendapatkan hati Gadis. Aku sih tidak masalah kalau mereka pacaran yang terpenting tidak merusak persahabatan kami. Karena memiliki sahabat seperti di aitu sangat sulit apalagi aku yang notabennya di kota ini hidup sebatang kara. Tanpa sodara.
Pekerjaanku selesai pukul tiga sore. Masih ada waktu satu jam untuk bisa pulang. Target hari ini terpenuhi jadi aku tidak ada acara lembur untuk hari ini. Aku memutuskan untuk ke pantry untuk membuat teh. Menunggu jam pulang kantor sambil minum teh akan terasa nikmat daripada harus duduk di ruangan meratapi kesendirian yang tak kunjung henti.
Aku duduk sendiri sambil menghirup aroma teh melati yang aku bikin sore ini. Baunya sangat menenangkan jiwa dan raga. Jiwaku saja yang butuh ketenangan. Aku memang merindukan suasana seperti ini, sepertinya nanti malam melakukan me time dengan ngopi sendiri dan menikmati aroma kopi dan udara malam akan lebih nikmat daripada aku rebahan di Kasur yang ujung-ujungnya aku akan keingat Rifki. Ahhh padahal lima hari lagi dia mau nikah, tapi partner kondangan belum dpaat juga. Aku juga belum bilang ke Danu karena akhir-akhir ini dia baru melakukan pendekatan dengan Gadis. Kalau pun nanti tidak ada yang menjadi partnerku, aku terpaksa harus berangkat sendiri dengan menanggung semua rasa malu karena sampai saat ini belum menemukan pengganti dia.
Pukul empat kurang sepuluh menit aku bergegas keluar pantry dan masuk ke ruangan untuk beres-beres barang yang akan aku bawa pulang. Suama perlengkapan seperti ponsel, dompet, dan make up sudah aku masukkan ke tas. Aku langsung turun untuk absen pulang.
Aku melihat Danu dan Gadis masih sibuk dengan laptopnya masing-masing.
“Duluan ya, kalian jangan sampai lembur.” Aku pamit ke mereka dan segera turun.
Lagi dan lagi aku sangat benci suasana macet seperti ini. Akan membuat emosi dan bete. Aku akhirnya menepikan mobil di kedai minuman yang lagi viral “Esque” aku memesan beberapa varian rasa. Setelah menunggu lima belas menit aku Kembali ke mobil dan menjalankan mobil yang masih agak macet. Untung macetnya tidak semakin parah.
Satu jam kemudian aku sampai rumah dan bersih-bersih diri. Sambil menunggu azan maghrib aku duduk di teras depan, di ayunan yang kemarin malam aku gunakan ngobrol dengan Pak Rendra. Aku mengambil esque yang tadi aku beli, sambil aku menggoreng dimsum yang aku bikin dua hari yang lalu.
Saat aku sedang asyik melihat media sosial ada suara yang membuka gerbang rumah. Aku kaget ternyata Pak Rendra yang datang. Masih lengkap dengan pakaian kerjanya. Aneh sih, dia seperti datang ke rumahnya sendiri.
Sejujurnya aku juga rishi kalau tiap hari dia selalu seperti ini. Aku bingung mau nanggepi apa. Secara kita sudah beda kasta.
“Ehh Bapak, ada apa ya pak?” Aku masih berbicara sopan bagaimanapun beliau adalah bosku terlepas dari kenyataan kalau dulu dia kakak tingkatku.
“Aku lihat kamu melamun, sendirian. Saya jadi gak tega makanya aku mampir. Ternyata setelah aku pastikan kamu baik-baik saja.”
Bapak yang terlalu baik apa aku yang kepedean dengan sikap bapak ya. Tolong jangan sampai buat aku baper pak batinku.
Yogyakarta, 2 Agustus 2021
Suasana kantor pagi ini masih terlihat sepi. Aku memang sengaja berangkat lebih pagi biar tidak ditawari berangkat bareng dengan Pak Rendra. Aku memasuki lobi kantor pukul tujuh, baru OB yang terlihat dan masih mengepel lantai.“Selamat pagi Pak Hadi” Aku menyapa Pak Hadi yang terlihat sedang menggosok lantai.Pak Hadi terlihat kaget melihat aku datang sepagi ini “Pagi Mbak Mayang, tumben jam segini sudah sampai kantor mbk, biasanya mepet.” Pak Hadi cekikian.Pak Hadi tau kalau aku selalu berangkat mepet jam kerja.“Iya Pak, tadi bangunnya kepagian terus bingung di rumah mau ngapain.” Jawabku bohong.“Makanya segera cari pendamping mbak, biar kalau pagi tidak bingung mau ngapain.”“Doain segera dapat ya Pak.”Pak Hadi memang paling baik dan ramah, aku Sudah menganggapnya sebagai orang tuaku karena dia selalu baik dan perhatian denganku. Aku langsung ke ruang ker
RendraMenggantikan Papa memimpin penerbit yang telah Papa dirikan dua puluh tahun yang lalu awalnya membuat aku ingin menolak. Aku tidak mau langsung menjabat sebagai CEO. Aku hanya ingin memimpin di bagian editor yang sesuai dengan pasion ku. Awalnya aku juga menolak, masak aku kerja di kantor Papa. Nanti aku tidak ada usaha. Tapi Mama memaksa aku untuk mencobanya dulu selama satu bulan. Akhirnya aku memenuhi permintaan Papa.Tepat hari ini aku dikenalkan dengan semua karyawan khususnya bagian editor, tapi ada satu nama yang hari ini belum hadir. Ada satu nama yang membuat aku bertanya tanya “Clarissa Mayang” nama itu seperti tidak asing bagiku. Hingga aku meminta Pak Edi untuk menyuruh Clarissa Mayang datang ke ruangan beliau. Aku yakin kalau dia akan haidr hari ini. Dan aku yakin nama itu sama dengan perempuan yang selama ini aku cari.Ketika dia masuk ke ruangan Pak Edi, dia tidak sadar kalau aku ini a
RendraPagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu.Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana.Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. Aku memesan tongseng
Mayang Siang ini aku ijin kerja setengah hari karena aku harus pulang ke Solo. Sejak tadi pagi Mama sudah meneror ku dengan puluhan pesan dan telepon. Aku tau kalau keluargaku sangat rindu denganku. Mana ada yang tidak rindu dengan anak gadis satu-satunya. Sebelumnya aku belum cerita tentang keluargaku. Aku tiga bersaudara. Kakakku yang nomor satu sudah menikah dan tinggal dengan istrinya di Karanganyar dekat dengan tempat kerja kakakku. Aku nomor dua dan yang nomor tiga adikku laki-laki saat ini baru kuliah semester empat di Universitas Malang. Awalnya aku meminta adikku mendaftar di Jogja biar bisa tinggal denganku, tapi dia tidak tertarik lebih tertarik kuliah di Malang. Mama dan Papa ku yang saat ini hanya tinggal berdua. Dulu keinginan Mama ketika aku lulus kuliah aku bisa kembali dan bekerja di Solo, tapi aku lebih betah tinggal di kota ini. Mama kesehariannya jualan di Pasar Klewer sedangkan Papa seorang sekretaris desa tempat kami tingg
Masih di Solo dan masih mengingat semua kenangan yang sampai saat ini masih terikat jelas. Sabtu pagi ini aku ingi gowes sampai Pasar Klewer. Pasar Klewer adalah pasar tekstil terbesar di Kota Surakarta. Pasar yang letaknya bersebelahan dengan Keraton Surakarta ini juga merupakan pusat perbelanjaan kain batik yang menjadi rujukan para pedagang dari Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Pasarini juga pusat batik yang menjadi tempat kulakan para pedagang di wilayah Solo dan sekitarnya bahkan di Jawa Tengah. Berdiri sejak tahun 1970,Pasar Klewertetap menarik untuk dikunjungi.Berangkat dari rumah pukul enam dan sampai di Pasar Klewer pukul tujuh, seharusnya tidak selama ini karena aku snegaja mengayuh sangat pelan. Gowes sendiri itu rasanya gabut banget. Tidak ada yang diajak ngobrol. Sampai di Pasar Klewer aku istrirahat sejenak sebelum nanti sarapan. Tak pernah ketinggalan ketika aku pulang ke
Rendra Pagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu. Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana. Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. A
“Ma, Pa, Mayang balik ke Jogja dulu ya.” Aku pamitan dengan kedua orang tuaku, gak tega sebenarnya meninggalkan mereka.“Hati-hati ya Nduk, kalau tidak ada teman gak usah datang ke nikahan Rifki.” Papa mengingatkanku.Aku hanya mengangguk dan segera menyalami mereka. Aku memeluk mereka. Harus kuat dan ga boleh nangis. Aku meninggalkan mereka yang masih menatapku sampai mobil yang aku kendarai menghilang.Suasana dalam mobil sangat sepi. Aku menyalakan musik dari flasdisk. Tak pernah kudugaSemuanya berubahSaat kau memandangkuBergetar hati iniKau berikan harapan tentang oh..Warna warni harikuSemenjak ada dirimuDunia terasa indahnyaSemenjak kau ada disiniKu mampu melupakannyaKini aku tak sabarIngin hati kau untukkuKat
Memandang hotel yang saat ini menjadi tempat resepsi Rifki dan istrinya membuat hatiku pilu. Seharusnya aku yang mengadakan pesta tapi kenyataan berkata lain. Saat ini aku dan Danu masih di antri salaman dengan pengantin. Aku diam sejak berangkat tadi. Danu pun tidak berani menggangguku, biasanya dia akan membully ku habis-habisan jika menyangkut Rifki. Padahal hanya beberapa kali Danu dan Gadis bertemu dengan Rifki. Itu dulu waktu Rifki masih jadi pengangguran dan sering menjemputku di Jogja. Ahh sudah lupakan. Saatnya melupakan dia dan mencari yang serius.Danu menepuk bahuku saat antrian semakin menipis. “Yakin siap? Kalau gak siap kita bisa langsung pulang?”Aku hanya mengangguk. Beberapa among tamu juga masih saudara Rifki yang masih mengingatku. Bahkan ketika mereka menatapku pun seperti ada tatapan kekecewaan. Aku belum bertemu dengan Mbak Sinta, kakak Rifki yang nomor satu. Mbak Sinta lah yang tidak bisa terima saat Rifki memutuskan hubunga
Kehadiran dan kedatangan Rendra kali ini memang membuatku bingung dengan sikapnya. Walau aku sudah tau semua kisahnya selama ini, tapi aku belum yakin dengan perasaanku dengan menerima dia kembali. Seperti halnya aku yang masih ragu dengan perasaanku, apakah hanya sebatas suka atau kasihan dengan kisahnya. Walau waktu di puncak aku sempat menerima cincin darinya, tapi bukan bearti hati ini sudah menetap untuk memilihnya kembali. Aku hanya perlu memikirkan dan membuat keputusan secepat itu, karena aku tidak ingin Rendra menunggu. walau kenyataannya dia yang selama ini membuatku terus menunggu.Aku pernah berada di posisi menunggu, dan itu sungguh tidak adil bagiku. Ketika Rendra memintaku bagaimana caranya aku tidak akan membiarkan dia menunggu, walau kenyataannya hatikulah yang lagi-lagi dibuat sakit. Kali ini bukan sakit karena menunggu, tapi sakit atas keputusanku, apakah sudah benar atau tidak? Apakah Rendra juga menginginkan hal yang sama? Atau dia hanya ingin membalas kebaikanku?
Curahan Hati MayangBagaimana perasaan kalian saat ditinggal dan diberi harapan palsu dengan orang yang dicintai? Pasti sakit hati bukan.Itulah yang ku rasakan hampir satu tahun ini. Orang tersayang bukan hanya Rendra yang menghilang, tetapi Gadis dan Danu juga menghilang.Aku sampai bingung harus menghubungi mereka lewat apa? Karena setiap kali aku kirim pesan baik di whatsapp atau sosial media yang lain pasti tidak pernah dibalas.Aku bingung apa yang membuat mereka seperti ini? Kalau hanya Rendra aku tidak ada mempermasalahkan karena memang dia masih punya istri. Tapi dengan Danu dan Gadis membuatku jadi bertanya-tanya, ada apa dengan mereka?Di saat aku membutuhkan dukungan untuk menjalani hidup yang jauh dari orang-orang tersayang, mereka semua menghilang, tapi aku bersyukur ada Galang yang selalu menemaniku saat itu. Dia menjadi orang pertama dan di garda terdepan saat aku terjadi suatu hal. Dia juga y
Sore ini kami semua langsung berangkat ke Puncak. Liburan yang tidak pernah aku rencanakan sebelumnya. Semua ini kejutan dari Rendra. Aku gak nyangka kalau dia punya ide seperti ini.Sampai puncak sudah malam hari, kami langsung masuk ke kamar masing-masing. Rendra yang memesan villa ini. Villa ini terdapat empat kamar tidur. Ayah dan Ibu satu kamar, Clara dan Mama, Rendra dan Danu, sedangkan aku dan Gadis.Kami semua tidak ngobrol santai dulu karena sudah terlalu capek. Aku bahkan di perjalanan tadi pun sempat tidur.Pukul sebelas malam aku kebangun karena haus, aku lupa membawa botol minum di kamar. Padahal biasanya aku selalu menyiapkan minum di kamar agar tidak keluar kamar malam-malam.Aku melihat televisi ruang tengah masih nyala, padahal tadi kami semua sudah masuk ke kamar masing-masing. Aku perlahan berjalan mendekati cahaya lampu televisi, ingin memastikan siapa yang menonton televisi malam-malam.“Loh Mas, bukan
Sebelum pulang ke kost, kami melakukan foto studio dulu. Aku padahal tida booking untuk foto studio, ternyata Rendra yang sudah melakukan dan merencanakan semua ini.Foto pertama, fotoku dengan Ayah dan Ibu, ke dua fotoku sendiri, ketiga Ayah, Ibu, dan Rendra. Dan yang terakhir fotoku dengan Rendra. Beberapa kali pose kami lakukan. Aku kikuk jika foto berdua dengan Rendra, karena belum pernah kami melakukannya. Dia juga beberapa kali pose memeluk pinggangku erat. Malu di lihat Ayah dan Ibu.Dirasa sesi foto cukup, kami segera pulang. Tapi aku mengajak untuk makan siang terlebih dahulu, tapi di tolak oleh Rendra. Padahal aku sudah sangat lapar.“Kenapa gak boleh mampir makan sih, aku laper.”“Nanti di kost aja ya.” Katanya lembut.“Aku gak masak tadi Mas.” Kataku dengan nada geli. Masih risih saat menyebut dengan sebutan “Mas”.Rendra langsung senyum senyum dan melaj
Hari ini, hari yang ku tunggu-tunggu. Iya. Aku wisuda pagi ini. Ibu dan Ayah sudah datang dari Solo sejak kemarin siang. Aku menggunakan kebaya modern warna merah maroon senada dengan kebaya ibu. Dan rok batik yang sama dengan Ibu dan Kemeja Ayah. Ibu tampak bahagia melihatku pagi ini.“Duh, ayune anak ibu.” Ibu senyum-senyum melihatku.Aku hanya membalas senyuman ibu.Ketika kemarin siang ibu sampai di sini, ibu dan Ayah langsung membahas lamaran Rendra, awalnya aku tidak terima dnegan Ayah yang begitu saja menerima tanpa menanyaiku terlebih dahulu. Tapi alasan Ayah menerima Rendra membuatku yakin kalau pilihan Ayah tidak pernah salah.Tapi, sampai saat ini aku belum memberikan jawaban ke Rendra. Dia juga rutin mengirimkan pesan untukku karena dia sudah ku usir dari sini beberapa hari yang lalu. dia hanya akan ngrecokin ketika aku mengerjakan revisi tesis bareng Galang. Ada saja alasannya agar dia bisa menganggu k
Harusnya hari ini Rendra dan yang lainnya pulang ke Jogja karena mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan terlalu lama, apalagi penerbitan yang di rintis Rendra baru seumur jagung. Tapi yang pulang hanya Ratu, Gadis, dan Danu. Sedangkan Rendra masih di Bandung katanya ingin menemaniku. Halah padahal dulu dia seperti apa. Aku Sudah mencoba mengusirnya karena kalau dia di sini, nanti hanya akan mengangguku menyelesaikan revisi tesis, padahal aku aku hanya diberi waktu satu minggu untuk menyelesaikan.“May, kami pulang dulu ya. Hati-hati, ada buaya di sini.” Kata Gadis sambil terkikik.Aku tau yang di maksud buaya adalah Rendra.“Santai, paling bentar lagi juga Gue usir.” Kataku.Setelah mereka pergi, mereka pulang ke Jogja menggunakan mobil Rendra. Rendra sengaja menyuruh mereka membawa mobilnya biar nanti REndra ke Jogja menggunakan mobilku. Aku paham maksudnya. Memang dari dulu Rendra selalu tidak mengijinkanku untuk
Aku tidak menjawab pertanyaan Rendra, buat apa aku menjawab kalau akhirnya dia tidak menjelaskan apapun yang sudah terjadi selama ini. Di juga menghilang. Dia pikir aku perempuan seperti apa yang bisa seenaknya dia singgahi begitu saja.Hingga dia menghentikan mobilnya di daerah braga. Kawasan ini sangat ramai jika malam hari, aku sudah sering ke sini dengan Galang. Bahkan kami sering menghabiskan malam minggu di tempat ini, selain untuk menghilangkan penat karena tesis yang menyita pikiran dan waktu, tempat ini juga nyaman untuk ngobrol.Rendra turun dari mobil, rasanya aku malas turun tapi mau bagaimana lagi aku gak mau jika dikunci dalam mobil. Rendra jalan ke arah Kopi Magma, tempat ini yang biasa aku datangi dengan Galang, selain tempatnya nyaman menunya juga enak dan ramah untuk mahasiswa seperti aku apalagi anak kostan.“Selamat Malam Neng Mayang.” Sapa seorang karyawan yang datang membawa buku menu.“Malam A’, saya pesan se
Malam ini kami makan penyetan yang dipesan Gadis, kami makan di ruang depan. Ruang ini tadi Danu sulap menjadi tempat istirahat Gadis, Danu, dan Ratu sedangkan Rendra malah menyusulku istirahat di kamar dan menyebabkan kejadian yang luar biasa. Dia belum bilang apa-apa, tapi dari yang dia lakukan ke aku itu menandakan kalau dia memang saat ini sudah resmi cerai dari Ratu.Kami makan dalam diam, tidak ada percakapan atau guyonan seperti biasa. Bahkan Danu dan Gadis yang biasanya selalu becanda, kesempatan makan malam ini mereka diam seribu bahasa.Selesai makan, aku selaku tuan rumah membereskan sampah bekas makanan. Aku membuangnya di tempat sampah depan kost biar tidak menumpuk di dapur. Aku sengaja berlama-lama di luar karena aku merasa canggung dan seperti orang asing di antara mereka.Takut mereka pada curiga aku langsung melangkahkan kaki masuk ke kost. Mereka baru fokus dengan ponselnya masing-masing. Aku segera ke dapur untuk cuci tangan.
“Sayang, maafin aku ya.” Berulang kali Rendra mengucapkan kalimat itu, aku memiliki rasa bersalah saat ini karena di luar ada istrinya. Dia malah menyusulku ke kamar. Di mana letak rasa pengertiannya dengan istrinya. Aku mulai melepas tangannya yang ada di perutku. Risih sekali sudah lama kami tidak komunikasi tiba-tiba dia datang-datang langsung meluk. “saya sudah maafin bapak. Bapak tunggu di luar ya. Saya mau ganti baju dulu.” Aku tak menoleh ke arahnya. Rasanya ingin melihat reaksi wajahnya, tapi aku urungkan. “Belum, kamu belum bisa memaafkan ku.” Katanya lagi. Dia memang orang yang keras kepala. “Sudah Pak, semua sudah berakhir. Saya sudah memaafkan bapak sejak dulu. Jadi jangan berfikir kalau saya belum bisa memaafkan bapak.” Kataku. Aku sengaja memanggilnya “bapak” karena itu lebih sopan daripada aku memanggil nama. Tiba-tiba dengan paksa Rendra membalikkan badanku. Dia langsung memegang kedua pip