Kedatangan atasan baru yang super baik nih. Semoga selalu baik ya. Bukan karena ada maksud tertentu.
Selamat membaca.
“Ini alamat rumahmu mana Yang, kamu belum kasih tau dari tadi.” Pak Rendra bertanya tapi tatapannya masih lurus.
Apa tadi dia panggil aku Yang, wahh bisa baper ini. Tapi ya memang namaku kan Mayang. Hahaha gak boleh baper.
“Ohh Jalan Parangtritis pak, daerah ISI. Nanti saya arahin aja Pak.”
Pak Rendra hanya menggut-manggut.
Laki-laki yang saat ini di sampingku ini fokus lurus tanpa banyak bicara. Suasana di dalam mobil Kembali hening setelah dia memuji kalau suaraku bagus. Saat mobil sudah memasuki jalan Parangtritis aku sadar kalau sabunku habis, jadi lebih baik aku minta tolong Pak Rendra untuk berhenti di Meimart yang terletak di jalan Parangtritis.
“Pak, di Meimart depan nanti berhenti saja ya, saya turun disitu saja ada keperluan yang akan saya beli.” Pak Rendra menoleh heran.
“Rumah kamu daerah situ?” menjawab pertanyaanku tanpa menoleh ke wajahku.
“Bukan Pak, saya mau beli perlengkapan mandi, nanti dari situ saya bisa pesan ojol pak. Tidak jauh ko. Lagian ini bentar lagi azan maghrib nanti bapak ditunggu keluarga di rumah.” Aku bukan mengusir Pak Rendra , tapi tidak enak saja jika dia harus menunggu aku belanja kemudian mengantar pulang. Aku hanya karyawan biasa. Gak etis rasanya.
“Saya tungguin gak papa ko. Kamu tenang aja rumah saya kan juga di daerah sini juga.”
Aku membelakkan mata “Hah? Yang bener Pak? Bukannya rumah Pak Hilmawan di Jalan Kaliurang ya?” Karena setau saya memang rumah Pak Hilmawan di daerah Jalan Kaliurang.
“Itu rumah Ayah saya, kalau rumah saya di daerah Jalan Paris juga.” Pak Rendra menjelaskan. Aku mencerna baik-baik kalimatnya. Bearti rumah keluarga Pak Rendra , jadi beliau sudah nikah. Waduh tambah gak enak sama istrinya batinku.
“Oh rumah keluarga Bapak bearti ya?” Aku berusaha menyakinkan. “Gak enak saya sama istrinya bapak.”
Pak Rendra menepikan mobil tepat di depan Meimart “Saya belum menikah Yang. Jadi kamu tidak perlu sungkan dengan saya. Sudah sampai sana turun saya tunggu.” Perintah Pak Rendra .
Saya merasa sungkan dan tidak enak kalau Pak Rendra nunggu terlalu lama. Saya segera masuk dan buru-buru mengambil perlengkapan yang aku butuhkan. Untuk saja antrian kasir tidak Panjang jadi aku bisa segera selesai dalam waktu sepuluh menit. Saat aku masuk mobil, Pak Rendra sedang menelpon seseorang.
“Baik nanti saya hubungi lagi.” Suara Pak Rendra mengakhiri telepon dan menutupnya. “Sudah selesai? Ko cepet sekali, baru mau aku susul ke dalam.” Suara Pak Rendra mengagetkanku karena aku baru fokus membalas pesan dari Gadis.
“Iya Pak, gak enak kalau bapak nunggu terlalu lama. Ohh iya, tadi saya juga membelikan bapak camilan, saya kurang tau bapak suka atau tidak kalau tidak suka jangan dibuang ya pak. Kasihkan ke orang saja.”
“Loh, kamu malah repot-repot.”
“Tidak Pak, bapak yang malah repot-repot nganterin saya pulang ditambah nungguin saya belanja.”
Pak Rendra tidak menjawab tapi malah balik bertanya “Ini arahnya kemana Yang?”.
Ohh iya aku hampir lupa belum memberikan alamat rumah.
“Perum Sewon Indah nomor tiga puluh Pak.”
“Loh, kamu tinggal di situ?”
“Iya Pak.” Saat aku ingin menjawab pertanyaan Pak Rendra tiba-tiba ada telepon dari Mama. “Pak, saya boleh angkat telepon?”
“Silakan.”Pak Rendra mempersilakan.
“Assalamualaikum Ma.”
“Kamu kapan pulang ke Solo, sudah satu bulan tidak pulang. Tidak lupa kalau masih punya orang tua kan?” Mama bertanya dengan nada marah.
Aku tau kalau Mama memang merindukan anak gadisnya ini, karena hanya aku yang belum menikah sedangkan Mas Angga sudah menikah dan tinggal dengan istrinya, walau rumahnya tidak jauh dari rumah Mama.
“Iya Ma, Mama ko ngomong gitu. Nanti kalau hari Jumat kerjaan Mayang gak numpuk. Mayang pulang.”
“Nduk, kamu sudah tau kalau Rifki mau nikah? Kamu gak papa kan nduk?”
“Mama apa-apaan sih, Mayang gak papa Ma, Mayang dapat undangannya ko. Calonnya juga orang Jogja kan. Besok Mayang minta temenin Danu saja lah Ma, Mama jangan khawatirin Mayang.”
“Yau dah kalau gitu, kalau tidak sibuk sempatkan pulang. Papa Mama kangen kamu.”
“Iya Ma, Waalaikumsalam.”
“Ohh. Sudah sampai ya Pak, maaf ya Pak, bapak nunggu saya telepon lama. Kalau begitu terima kasih pak atas tumpangannya.
Pak Rendra hanya mengangguk dan ikutan turun, aku hanya membatin saja.
“Mayang, ternyata kita tetanggaan, rumah saya tuh di depan rumahmu. Saya nitip mobil sebentar di sini ya. Gak papa kan?”Aku kaget Ketika Pak Rendra mengatakan kalau rumahnya depan rumahku. Setauku rumah depan kosong lama, tapi beberapa hari ini dibersihkan saya kira ada yang mau mengontrak.
“Wahh, kenapa bisa kebetulan seperti ini ya Pak? Bapak sudah berapa lama tinggal di situ? Setau saya lama kosong?”
“Baru dua hari yang lalu, saat Papa meminta saya untuk membantunya di kantor, dan rumah ini memang rumah saya tapi dulu saya kontrakkan, karena jarak rumah Papa sampai kantor jauh, maka saya memutuskan untuk pindah disini. Ternyata malah dekat dengan kamu.”
“Duh, malah ngobrol di luar, bapak mau mampir dulu? Kan gak ada salahnya sebagai tetangga baru bapak mampir dulu sekedar minum teh atau kopi. Ehh Bapak suka kopi kan?” Aku tanya hati-hati, tidak enak kalau menyinggung perasaan Pak Rendra.
“Wah tawaran yang bagus, tapi saya mandi dan sholat maghrib dulu ya. Nanti setelah sholat isyak boleh lah saya main, sambil ngopi seperti yang kamu katakana tadi.”
“Boleh Pak, kalau bapak tidak keberatan saja, saya mah dengan senang hati kalau bapak mau main.” Aku senyum-senyum. Gila ini pak bos, manis juga kelakuannya tapi dari tadi aku belum melihat pak bos tersenyum. Mukanya datar. “Kalau begitu saya permisi masuk dulu ya pak.” Aku mengangguk pelan.
Kami terpisah oleh pintu rumah masing-masing. Jantungku langsung berdegup kencang. Tolong ya jantung main aman, jangan langsung bekerja seperti ini, aku belum siap kalau harus patah hati lagi batinku.
Aku merasa janggal saja, ada sesuatu yang aneh, kenapa tiba-tiba Pak Rendra bisa jadi tetangga, tapi memang rumah di depan itu sudah kosong hampir tiga bulan ini yang dulu tinggal pindah kontrakan. Tapi selama lima tahun aku tinggal di sini, tidak pernah sekalipun aku melihat Pak Rendra apalagi melihat Pak Hilmawan, seharusnya kan pernah datang. Kemudian tiba-tiba saja Pak Rendra menawarkan tumpangan pulang, padahal beliau belum tau di mana rumah saya, siapa tau tidak searah juga. Ada sesuatu yang tidak beres ini. Tapi aku harus bisa berpikir logis kalau semua itu hanya kebetulan. Biarkan semua ini mengalir.
Lebih baik sekarang aku mandi dan berendam, lebih merilekskan pikiran. Daripada aku memikirkan yang tidak-tidak.
Yogyakarta, 30 Juli 2021
Semoga hati Mayang baik-baik saja.Tepat pukul setengah delapan bel rumah berbunyi, tanpa bertanya-tanya aku sudah tau kalau yang datang itu Pak Rendra. Aku segera keluar kamar dan membuka pintu. Aku kaget Ketika Pak Rendra berdiri depan pintu sambaing memamerkan kresek yang aku Yakini isinya martabak.Penampilan beliau mala mini benar-benar seperti anak muda. Dia memakai celana pendek warna mocca dan kaos warna putih. Gila kelihatan ganteng banget. Ehh ingat Cuma atasan.“Mau berdiri di sini minum kopinya?” Suara Pak Rendra membuyarkan lamunanku.“Ehh silakan masuk pak,” Aku geser sedikit agar Pak Rendra bisa masuk “kenapa repot-repot bawa makanan segala pak.” Aku merasa sungkan Ketika atasan masuk rumahku, jelas-jelas hubungan hanya bawahan dan atasan. Tapi kalau seperti ini malah kesannya seperti sedang pendekatan. Halu doang sih.“Mau ngopi di depan, di ruang tamu ap
“Selamat pagi Mayang” Sapa Pak Rendra saat aku mengunci pintu rumah hendak ke kantor.“Pagi juga Pak” aku menundukkan kepala sambil tersenyum.Pak Rendra jalan keluar membuka gerbang “Mau ke kantor kan? Mau bareng? Kan kita di kantor yang sama?” Pak Rendra menawarkan untuk aku bisa bareng lagi dengan beliau, tapi aku tau diri.“Tidak Pak terima kasih, saya bisa berangkat sendiri. Kemarin karena kesiangan aja sampai harus naik ojol” Aku menolak halus dan membuka pintu gerbang rumah. “Saya duluan ya pak.” Aku langsung masuk mobil setelah pintu gerbang sudah yakin terkunci.Pagi ini jalan menuju kantor selalu ramai. Untuk memecah kebosananku, aku memutar lagi yang ada di flasdisk mobil. Lagu dari Happy Asmara kali ini yang baru viral membuat aku geleng-geleng sambil menyetir. Menikmati syair lagu yang begitu pas. Apalagi menggunakan Bahasa Jawa yang maknanya lebih mengena karena aku sendiri
Suasana kantor pagi ini masih terlihat sepi. Aku memang sengaja berangkat lebih pagi biar tidak ditawari berangkat bareng dengan Pak Rendra. Aku memasuki lobi kantor pukul tujuh, baru OB yang terlihat dan masih mengepel lantai.“Selamat pagi Pak Hadi” Aku menyapa Pak Hadi yang terlihat sedang menggosok lantai.Pak Hadi terlihat kaget melihat aku datang sepagi ini “Pagi Mbak Mayang, tumben jam segini sudah sampai kantor mbk, biasanya mepet.” Pak Hadi cekikian.Pak Hadi tau kalau aku selalu berangkat mepet jam kerja.“Iya Pak, tadi bangunnya kepagian terus bingung di rumah mau ngapain.” Jawabku bohong.“Makanya segera cari pendamping mbak, biar kalau pagi tidak bingung mau ngapain.”“Doain segera dapat ya Pak.”Pak Hadi memang paling baik dan ramah, aku Sudah menganggapnya sebagai orang tuaku karena dia selalu baik dan perhatian denganku. Aku langsung ke ruang ker
RendraMenggantikan Papa memimpin penerbit yang telah Papa dirikan dua puluh tahun yang lalu awalnya membuat aku ingin menolak. Aku tidak mau langsung menjabat sebagai CEO. Aku hanya ingin memimpin di bagian editor yang sesuai dengan pasion ku. Awalnya aku juga menolak, masak aku kerja di kantor Papa. Nanti aku tidak ada usaha. Tapi Mama memaksa aku untuk mencobanya dulu selama satu bulan. Akhirnya aku memenuhi permintaan Papa.Tepat hari ini aku dikenalkan dengan semua karyawan khususnya bagian editor, tapi ada satu nama yang hari ini belum hadir. Ada satu nama yang membuat aku bertanya tanya “Clarissa Mayang” nama itu seperti tidak asing bagiku. Hingga aku meminta Pak Edi untuk menyuruh Clarissa Mayang datang ke ruangan beliau. Aku yakin kalau dia akan haidr hari ini. Dan aku yakin nama itu sama dengan perempuan yang selama ini aku cari.Ketika dia masuk ke ruangan Pak Edi, dia tidak sadar kalau aku ini a
RendraPagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu.Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana.Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. Aku memesan tongseng
Mayang Siang ini aku ijin kerja setengah hari karena aku harus pulang ke Solo. Sejak tadi pagi Mama sudah meneror ku dengan puluhan pesan dan telepon. Aku tau kalau keluargaku sangat rindu denganku. Mana ada yang tidak rindu dengan anak gadis satu-satunya. Sebelumnya aku belum cerita tentang keluargaku. Aku tiga bersaudara. Kakakku yang nomor satu sudah menikah dan tinggal dengan istrinya di Karanganyar dekat dengan tempat kerja kakakku. Aku nomor dua dan yang nomor tiga adikku laki-laki saat ini baru kuliah semester empat di Universitas Malang. Awalnya aku meminta adikku mendaftar di Jogja biar bisa tinggal denganku, tapi dia tidak tertarik lebih tertarik kuliah di Malang. Mama dan Papa ku yang saat ini hanya tinggal berdua. Dulu keinginan Mama ketika aku lulus kuliah aku bisa kembali dan bekerja di Solo, tapi aku lebih betah tinggal di kota ini. Mama kesehariannya jualan di Pasar Klewer sedangkan Papa seorang sekretaris desa tempat kami tingg
Masih di Solo dan masih mengingat semua kenangan yang sampai saat ini masih terikat jelas. Sabtu pagi ini aku ingi gowes sampai Pasar Klewer. Pasar Klewer adalah pasar tekstil terbesar di Kota Surakarta. Pasar yang letaknya bersebelahan dengan Keraton Surakarta ini juga merupakan pusat perbelanjaan kain batik yang menjadi rujukan para pedagang dari Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Pasarini juga pusat batik yang menjadi tempat kulakan para pedagang di wilayah Solo dan sekitarnya bahkan di Jawa Tengah. Berdiri sejak tahun 1970,Pasar Klewertetap menarik untuk dikunjungi.Berangkat dari rumah pukul enam dan sampai di Pasar Klewer pukul tujuh, seharusnya tidak selama ini karena aku snegaja mengayuh sangat pelan. Gowes sendiri itu rasanya gabut banget. Tidak ada yang diajak ngobrol. Sampai di Pasar Klewer aku istrirahat sejenak sebelum nanti sarapan. Tak pernah ketinggalan ketika aku pulang ke
Rendra Pagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu. Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana. Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. A
Kehadiran dan kedatangan Rendra kali ini memang membuatku bingung dengan sikapnya. Walau aku sudah tau semua kisahnya selama ini, tapi aku belum yakin dengan perasaanku dengan menerima dia kembali. Seperti halnya aku yang masih ragu dengan perasaanku, apakah hanya sebatas suka atau kasihan dengan kisahnya. Walau waktu di puncak aku sempat menerima cincin darinya, tapi bukan bearti hati ini sudah menetap untuk memilihnya kembali. Aku hanya perlu memikirkan dan membuat keputusan secepat itu, karena aku tidak ingin Rendra menunggu. walau kenyataannya dia yang selama ini membuatku terus menunggu.Aku pernah berada di posisi menunggu, dan itu sungguh tidak adil bagiku. Ketika Rendra memintaku bagaimana caranya aku tidak akan membiarkan dia menunggu, walau kenyataannya hatikulah yang lagi-lagi dibuat sakit. Kali ini bukan sakit karena menunggu, tapi sakit atas keputusanku, apakah sudah benar atau tidak? Apakah Rendra juga menginginkan hal yang sama? Atau dia hanya ingin membalas kebaikanku?
Curahan Hati MayangBagaimana perasaan kalian saat ditinggal dan diberi harapan palsu dengan orang yang dicintai? Pasti sakit hati bukan.Itulah yang ku rasakan hampir satu tahun ini. Orang tersayang bukan hanya Rendra yang menghilang, tetapi Gadis dan Danu juga menghilang.Aku sampai bingung harus menghubungi mereka lewat apa? Karena setiap kali aku kirim pesan baik di whatsapp atau sosial media yang lain pasti tidak pernah dibalas.Aku bingung apa yang membuat mereka seperti ini? Kalau hanya Rendra aku tidak ada mempermasalahkan karena memang dia masih punya istri. Tapi dengan Danu dan Gadis membuatku jadi bertanya-tanya, ada apa dengan mereka?Di saat aku membutuhkan dukungan untuk menjalani hidup yang jauh dari orang-orang tersayang, mereka semua menghilang, tapi aku bersyukur ada Galang yang selalu menemaniku saat itu. Dia menjadi orang pertama dan di garda terdepan saat aku terjadi suatu hal. Dia juga y
Sore ini kami semua langsung berangkat ke Puncak. Liburan yang tidak pernah aku rencanakan sebelumnya. Semua ini kejutan dari Rendra. Aku gak nyangka kalau dia punya ide seperti ini.Sampai puncak sudah malam hari, kami langsung masuk ke kamar masing-masing. Rendra yang memesan villa ini. Villa ini terdapat empat kamar tidur. Ayah dan Ibu satu kamar, Clara dan Mama, Rendra dan Danu, sedangkan aku dan Gadis.Kami semua tidak ngobrol santai dulu karena sudah terlalu capek. Aku bahkan di perjalanan tadi pun sempat tidur.Pukul sebelas malam aku kebangun karena haus, aku lupa membawa botol minum di kamar. Padahal biasanya aku selalu menyiapkan minum di kamar agar tidak keluar kamar malam-malam.Aku melihat televisi ruang tengah masih nyala, padahal tadi kami semua sudah masuk ke kamar masing-masing. Aku perlahan berjalan mendekati cahaya lampu televisi, ingin memastikan siapa yang menonton televisi malam-malam.“Loh Mas, bukan
Sebelum pulang ke kost, kami melakukan foto studio dulu. Aku padahal tida booking untuk foto studio, ternyata Rendra yang sudah melakukan dan merencanakan semua ini.Foto pertama, fotoku dengan Ayah dan Ibu, ke dua fotoku sendiri, ketiga Ayah, Ibu, dan Rendra. Dan yang terakhir fotoku dengan Rendra. Beberapa kali pose kami lakukan. Aku kikuk jika foto berdua dengan Rendra, karena belum pernah kami melakukannya. Dia juga beberapa kali pose memeluk pinggangku erat. Malu di lihat Ayah dan Ibu.Dirasa sesi foto cukup, kami segera pulang. Tapi aku mengajak untuk makan siang terlebih dahulu, tapi di tolak oleh Rendra. Padahal aku sudah sangat lapar.“Kenapa gak boleh mampir makan sih, aku laper.”“Nanti di kost aja ya.” Katanya lembut.“Aku gak masak tadi Mas.” Kataku dengan nada geli. Masih risih saat menyebut dengan sebutan “Mas”.Rendra langsung senyum senyum dan melaj
Hari ini, hari yang ku tunggu-tunggu. Iya. Aku wisuda pagi ini. Ibu dan Ayah sudah datang dari Solo sejak kemarin siang. Aku menggunakan kebaya modern warna merah maroon senada dengan kebaya ibu. Dan rok batik yang sama dengan Ibu dan Kemeja Ayah. Ibu tampak bahagia melihatku pagi ini.“Duh, ayune anak ibu.” Ibu senyum-senyum melihatku.Aku hanya membalas senyuman ibu.Ketika kemarin siang ibu sampai di sini, ibu dan Ayah langsung membahas lamaran Rendra, awalnya aku tidak terima dnegan Ayah yang begitu saja menerima tanpa menanyaiku terlebih dahulu. Tapi alasan Ayah menerima Rendra membuatku yakin kalau pilihan Ayah tidak pernah salah.Tapi, sampai saat ini aku belum memberikan jawaban ke Rendra. Dia juga rutin mengirimkan pesan untukku karena dia sudah ku usir dari sini beberapa hari yang lalu. dia hanya akan ngrecokin ketika aku mengerjakan revisi tesis bareng Galang. Ada saja alasannya agar dia bisa menganggu k
Harusnya hari ini Rendra dan yang lainnya pulang ke Jogja karena mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan terlalu lama, apalagi penerbitan yang di rintis Rendra baru seumur jagung. Tapi yang pulang hanya Ratu, Gadis, dan Danu. Sedangkan Rendra masih di Bandung katanya ingin menemaniku. Halah padahal dulu dia seperti apa. Aku Sudah mencoba mengusirnya karena kalau dia di sini, nanti hanya akan mengangguku menyelesaikan revisi tesis, padahal aku aku hanya diberi waktu satu minggu untuk menyelesaikan.“May, kami pulang dulu ya. Hati-hati, ada buaya di sini.” Kata Gadis sambil terkikik.Aku tau yang di maksud buaya adalah Rendra.“Santai, paling bentar lagi juga Gue usir.” Kataku.Setelah mereka pergi, mereka pulang ke Jogja menggunakan mobil Rendra. Rendra sengaja menyuruh mereka membawa mobilnya biar nanti REndra ke Jogja menggunakan mobilku. Aku paham maksudnya. Memang dari dulu Rendra selalu tidak mengijinkanku untuk
Aku tidak menjawab pertanyaan Rendra, buat apa aku menjawab kalau akhirnya dia tidak menjelaskan apapun yang sudah terjadi selama ini. Di juga menghilang. Dia pikir aku perempuan seperti apa yang bisa seenaknya dia singgahi begitu saja.Hingga dia menghentikan mobilnya di daerah braga. Kawasan ini sangat ramai jika malam hari, aku sudah sering ke sini dengan Galang. Bahkan kami sering menghabiskan malam minggu di tempat ini, selain untuk menghilangkan penat karena tesis yang menyita pikiran dan waktu, tempat ini juga nyaman untuk ngobrol.Rendra turun dari mobil, rasanya aku malas turun tapi mau bagaimana lagi aku gak mau jika dikunci dalam mobil. Rendra jalan ke arah Kopi Magma, tempat ini yang biasa aku datangi dengan Galang, selain tempatnya nyaman menunya juga enak dan ramah untuk mahasiswa seperti aku apalagi anak kostan.“Selamat Malam Neng Mayang.” Sapa seorang karyawan yang datang membawa buku menu.“Malam A’, saya pesan se
Malam ini kami makan penyetan yang dipesan Gadis, kami makan di ruang depan. Ruang ini tadi Danu sulap menjadi tempat istirahat Gadis, Danu, dan Ratu sedangkan Rendra malah menyusulku istirahat di kamar dan menyebabkan kejadian yang luar biasa. Dia belum bilang apa-apa, tapi dari yang dia lakukan ke aku itu menandakan kalau dia memang saat ini sudah resmi cerai dari Ratu.Kami makan dalam diam, tidak ada percakapan atau guyonan seperti biasa. Bahkan Danu dan Gadis yang biasanya selalu becanda, kesempatan makan malam ini mereka diam seribu bahasa.Selesai makan, aku selaku tuan rumah membereskan sampah bekas makanan. Aku membuangnya di tempat sampah depan kost biar tidak menumpuk di dapur. Aku sengaja berlama-lama di luar karena aku merasa canggung dan seperti orang asing di antara mereka.Takut mereka pada curiga aku langsung melangkahkan kaki masuk ke kost. Mereka baru fokus dengan ponselnya masing-masing. Aku segera ke dapur untuk cuci tangan.
“Sayang, maafin aku ya.” Berulang kali Rendra mengucapkan kalimat itu, aku memiliki rasa bersalah saat ini karena di luar ada istrinya. Dia malah menyusulku ke kamar. Di mana letak rasa pengertiannya dengan istrinya. Aku mulai melepas tangannya yang ada di perutku. Risih sekali sudah lama kami tidak komunikasi tiba-tiba dia datang-datang langsung meluk. “saya sudah maafin bapak. Bapak tunggu di luar ya. Saya mau ganti baju dulu.” Aku tak menoleh ke arahnya. Rasanya ingin melihat reaksi wajahnya, tapi aku urungkan. “Belum, kamu belum bisa memaafkan ku.” Katanya lagi. Dia memang orang yang keras kepala. “Sudah Pak, semua sudah berakhir. Saya sudah memaafkan bapak sejak dulu. Jadi jangan berfikir kalau saya belum bisa memaafkan bapak.” Kataku. Aku sengaja memanggilnya “bapak” karena itu lebih sopan daripada aku memanggil nama. Tiba-tiba dengan paksa Rendra membalikkan badanku. Dia langsung memegang kedua pip