"Pokoknya saya minta Teteh tanggung jawab!" ucap Irpan kekeh."Udah gak war*s ini mah," cibirku."Gara-gara Teteh saya udah gak perjaka," lirihnya lemas."Lah, saya udah gak perawan gara-gara kamu." balasku sengit."Makanya saya mau nikahin Teteh. Ayo Teh coba pikirin kalau teteh hamil gimana?" tanyanya yang membuat aku termenung.Deg! Kenapa aku baru teringat akan hal satu itu? Aku begitu ceroboh seharusnya aku pikir-pikir dulu sebelum melakukannya."Tenang aja, kalau saya hamil ya tinggal di g u g u r i n" jawabku bohong.Karena nyatanya aku tidak akan setega itu mengugurkan darah dagingku sendiri. Walaupun ia terlahir dari sebuah kesalahan, aku akan tetap menyayanginya, sebab ini semua terjadi pun karena kebodohanku sediri."Nyebut Teh, nyebut!" ucap Irpan memegang pundakku dan mengguncang nya pelan."Teteh emang gak takut dosa? Teteh itu udah ngelakuin hubungan terlarang, dan sekarang dengan gampangnya Teteh mau gugurin janin yang tak berdosa itu." tambah Irpan pria itu terlihat s
Satria merebahkan tubuhku di atas kasur."Neng sekarang bisa tidur nyenyak, tapi kalau udah nikah jangan harap. Karena Akang pasti bakalan ketagihan minta jatah sama kamu," bisiknya di telingaku yang langsung meremang.Kang Satria menyeringai menatap wajahku yang sudah pucat. Apa dia tengah membongkar rahasianya?"Pokoknya Neng harus kuat nanti," ucapnya dengan nada genit.Aku tersenyum sinis, menatap punggung tegapnya yang melangkah pergi dari kamarku. 'Dikira aku gak tahu apa rencana busuk kalian,' ucap batinku.Mungkin kalau aku tidak tahu aku akan dag dig dug saat mengkhayalkan malam pertama yang panjang, dan syahdu di antara kami. Setalah mendengar ucapannya tadi, namun yang sebenarnya itu adalah malam terpedih, dan menyakitkan bagiku.____Tinggal satu hari lagi pernikahanku dan Kang Satria di laksanakan, maka aku pun di larang keras oleh ibu tiriku untuk keluar rumah. Sedangkan Ayah setuju-setu
Aku mengangguk 'Memangnya apa yang harus aku kagetkan' tanya batinku."Iya-" jawabku.Lalu Rani memberi isyarat untuk wanita itu membuka cadarnya dan jrenggg jrengggg...."Astaghfirullah, kamu!" jeritku sampai aku terduduk di atas kasur.Aku benar-benar terkejut bukan main, saat mengetahui siapa yang berada di balik cadar itu."Teh!" lirih Irpan yang sekarang sudah melepas cadar yang di kenakannya."Rani, maksud kamu apa bawa dia kesini? Dan ini lagi--" ucapku menjeda pertanyaanku.Aku menatap Irpan dari atas hingga bawah. 'Sumpah aku baru nemuin pria paling konyol di muka bumi ini,' batinku."Pakaiannya kenapa begini?" tambahku."Saya terpaksa memakainya, Teh. Karena saya pengen ketemu sama Teteh," jawab Irpan aku mengalihkan pandanganku pada Rani."Put, dia hanya ingin ketemu sama kamu untuk yang terakhir kalinya. Karena dia tahu, bahwa besok kamu akan menikah dengan pria lain." uca
"Sudah?" tanya Rani pada Irpan.Aku mengintip mereka dari celah pintu kamarku.Pria itu hanya mengangguk lalu menunduk kembali."Ran, kamu mau pulang sekarang?" tanya Mega."Iya, Bu Melda saya pamit pulang ya." ujar Rani pada ibu tiriku.Saat Rani dan Irpan melangkah. Mega menghentikan mereka dengan mencekal lengan Rani."Ini siapa? Temen baru?" tanya Mega, wanita itu juga merasa heran dengan penampilan Irpan."Ini saudara jauh aku," jawab Rani."Oh pantes baru lihat," ucap Mega."Iya dia baru datang kemarin malam," ujar Rani."Oh namanya siapa?" tanya Bu Melda."Namanya--" sebelum Rani menjawabnya, aku keluar dari kamar." Meimei, Rani! Kalian belum pulang?" panggilku yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.Aku lihat Rani berusaha menahan tawanya saat aku memanggil Irpan dengan sebutan Meimei."Belum, ini lagi ngobrol dulu sama Bu Melda." jawab Ra
"Maaf Kak aku gak sengaja, soalnya perutku sakit banget lagi semilang jadi gak sadar pegang tangan Kakak sekuat itu." Ujar Mega sambil."Lain kali jangan kayak gitu lagi," ketus Kang Satria. "Kang, udah aku gak apa-apa kok." ucapku lembut."Mega kalau kamu gak kuat di dalam aja," pintaku lembut sambil tersenyum untuk membalas sandiwara mereka.Mega mengangguk ,dan pergi dengan wajah masam.'Emang enak di marahin sama Ayang' ucap batinku."Ayo segera kita mulai acara akadnya." ujar Pak Penghulu."Mempelai wanita silahkan duduk, mendampingi mempelai pria untuk mengucapkan ijab kabul." perintah Pak Penghulu.Kang Satria mengulurkan tangannya untuk menuntunku, namun tidak aku hiraukan.Aku justru mengedarkan pandanganku menatap sekeliling sudut, mencari seseorang yang semalam mengusik pikiranku.'Dimana dia? Apa dia teramat kecewa, lalu mundur begitu saja sampai ia tidak datang?
"Saya--" ucap Irpan dengan suara lantang.Pria bertubuh tegap itu berjalan menghampiri Pak Ridwan.Semuanya terkejut dan langsung mengalihkan tatapan mereka pada Irpan."Apa maksudmu?" tanya Pak Ridwan pada Irpan."Maaf, Pak. Saya pria yang sudah menodai Putri Bapak," jawab Irpan jujur.Para tamu saling berpandangan-pandangan tak percaya, bagaimana ada pria yang berani mengakui perbuatannya di hadapan banyak orang."Kok berani banget ya? Ngaku di hadapan banyak orang," bisik Ibu-ibu."Ini nih baru yang namanya laki." "Pantes aja si Putri khilaf," celetuk salah satu ibu-ibu."Maksudnya Bu?""Ya siapa coba yang gak bakal nahan, melihat ketampanannya si Bambang yang aduw aduwww!" celetuk ibu-ibu heboh."Ho,oh wajahnya kaya opa-opa korea. Sarangheayo." Aku menggeleng-gelengkan kepalaku ternyata bukan para gadis muda saja yang kejang-kejang pas ngelihat wajah tampan bab
"Kenapa gak kuat nahan malu atau gak kuat sama amukan mereka?" tanyaku sambil tersenyum sinis pada Mega dan Kang Satria."Huuuhuu wajah tebal." "Ular bermuka dua!""Pria biad*b." seru para ibu-ibu dan Bapak-bapak yang ada di sini. Suasana semakin begitu gaduh dan ricuh, komentar para tamu terdengar sudah tak terkendali.Aku tersenyum getir melihat Mega menangis dan keluarga Kang Satria di kerumuni dengan sumpah sarapah dan lemparan batu serta sampah dari semua orang yang ada di sini."Teh sudah," ucap Irpan pria itu berusaha menenangkanku."Iya Kang," ucapku pada Irpan.Aku menarik nafas panjang dan tersenyum menatap wajah tampan Irpan, kenapa tiba-tiba aku merasa nyaman didekat pria ini."Putri yang sabar ya." ujar Rani, wanita itu keluar dari balik layar LED tadi lalu memeluk tubuhku berusaha menguatkanku menghadapi kenyataan ini."Tenang Bapak-bapak, ibu-ibu kita jangan main haki
"Loh, kenapa pada ngelihat saya kayak gitu?" tanya Irpan pada semua orang."Akang beneran pengen di nikahin sama Pak Kades? Akang bukan--" aku menatap wajah Irpan penuh selidik."Astaghfirullah, bukan itu Teh saya masih normal, sumpah Teh!" ujar Irpan dengan melas, ia langsung tahu arti tatapanku.Semua orang terkekeh melihat wajah prustasi Irpan, selain itu ekspresi wajah pria itu juga lucu dan mengemaskan saat semua orang menuduhnya sebagai gay."Akang ngomongnya gimana tadi coba?" tanyaku."Maksud saya, Pak Kades jadikan nikahin kita Teh, bukan saya minta dinikahin sama Pak Kades." jawab Irpan, membeberkan maksudnya agar aku dan semua orang tak salah paham."Oh begitu, saya kira kamu mau di nikahin sama saya." goda Pak Kades."Saya masih lempeng Pak!" ujar Irpan sambil mengerigidik."Kita tanya coba sama Neng Putri-nya, mau gak nikah sama kamu?" tanya Pak Kades padaku."Putri, apa kamu mau