Share

Malam pertama yang terbengkalai

Huft!

Arash mengangkat telapak tangannya menghentikan langkah Aisha yang berjalan mendekat. Lelaki yang dipenuhi tato di bagian tangan dan tubuhnya perlahan berjalan mundur.

"Jangan harap aku akan menyentuhmu," ucap Arash. Ia menatap nyalang pada Aisha yang menggunakan baju putih. Namun, niqabnya  belum ia buka. Bukan apa, Aisha hanya ingin Arash yang akan pertama untuk membukanya sekaligus persembahan diri bahwa Aisha telah resmi jadi istri dari preman pasar yang di takuti oleh semua orang.

Aisha mengangkat sedikit wajahnya menatap penuh tanya pada suaminya sehingga nampak iris mata coklat itu terlihat jelas oleh Arash.

Arash mengeram. Ia menghentakan kakinya dan melewati Aisha yang menatap kosong pada lantai. Bulir bening dalam kelopak matanya saling berdesakan meluncur keluar. Sedangkan, Arash. Ia tak pedulikan dengan keadaan kamar yang sudah Aisha sulap seperti kamar putri istana. Kelopak bunga mawar, yang terhampar di atas ranjang sertan lilin kecil dan tirai putih tak juga mengetuk hatinya.

Arash mengubrak-abrik isi lemarinya, menjatuhkan semua pakaian yang tak lain terdiri dari kaos oblong atau baju yang di sablon gambar elang, naga atau nama kebangaanya "THE BULUX" itu.

Lelaki yang menggunakan tindik hitam di telinganya memakai baju kemeja dan celana jeans yang sudah di robek-robek, lalu keluar kamar dengan melewati Aisha yang masih menunduk dengan membekap mulut.

"Oh, ya. Satu lagi!"

Arash menghentikan langkah lalu berbalik menoleh ke belakang.  membuka dompet lalu melemparkan lembaran uang berwarna merah tepat di wajah Aisha lalu berhamburan ke lantai.

"Kau gunakan uang itu untuk memasak dan keperluan di rumah ini." Arash mendekat lalu menekan dagu Aisha sehingga wajahnya menengadah." Ingat, Bukan nafkah ya!"

Lelaki yang penuh tato itu tersenyum menyeringai dan melepaskan tangannya dari dagu wanita itu dengan kasar. Ia melangkah pergi meninggalkan Aisha tanpa peduli bahwa malam ini adalah malam pertama mereka. 

'Kuat kamu Aisha. Kuat, harus ambil konsekuensi atas pilihanmu, sampai waktu itu tiba, Aisha." gumam Aisha sambil menatap punggung lelaki preman itu yang hilang dari pandangan setelah masuk ruang tengah.

Aisha memunggut lembaran uang di lantai. Sesekali, ia menatap ke arah ranjang dan sedikit ada rasa yang sulit di artikan. Ia tidak menyangka jika suaminya tak tertarik padanya. Padahal, Aisha sering mendengar bahwa Arash selalu memaksa wanita untuk memuaskan nafsu birahinya. Lantas kenapa malam ini malah menolak secara terang-terangan?

Arash yang sudah terbangkitkan jiwa kelelakiannya hanya duduk di atas kursi untuk meredakan rasa yang membuat ia meremang. Bagaimana tidak? Melihat kamar yang sudah di sulap menjadi kamar pengantin juga harum pewangi ruangan yang menyeruak membuat jiwa kejantanannya terbangun.

Namun, ia tak akan pernah melakukan hal itu sebelum ia tahu apa yang telah di rencanakan wanita yang telah nekad untuk melamar orang bejad seperti dirinya. Pun, mengingat perlakuan ibunya yang berselingkuh dengan pejabat dan tega membunuh suaminya sendiri membuat Arash berfikiran sama terhadap wanita. Sekalipun ia sering memaksa wanita untuk memenuhi hasrat birahinya. Bukan berati ia lupa pada kejadian itu. Justru, itu adalah caranya untuk balas dendam yakni dengan merenggut kesucian gadis dan ia akan meninggalkan bekas luka meskipun ia berikan uang.

"Ayah, kematianmu yang tragis itu membuat aku tak takut lagi ancaman penjara. Membuat anakmu ini membenci setiap pejabat dan menganggap murah pada nyawa manusia," gumamnya menatap photo sang ayah yang terpampang jelas di dinding.

Arggh!

Arash menjambak rambutnya kasar. Ia merasa dunianya kini terbalik. Bagaimana pun, ia tiba-tiba di lamar oleh wanita yang terlihat shalehah tanpa tahu apa misteri di dalamnya.

🍁🍁🍁

"Bi, bagaimana ini? Ummi khawatir sama Aisha, bagaimana sekarang nasib dia?" ucap Rasyidah sambil menatap kosong ke sudut ruangan.

Hj. Karim yang baru menyuap beberapa sendok makanan menggenggam jemari istrinya untuk menguatkan. Bagaimana pun, ia juga sebagai seorang ayah merasakan hal yang sama.

"Ummi doakan saja putri kita, semoga ia baik-baik saja," ucapnya menatap lekat wajah sang istri. " Ummi sekarang sebaiknya makan! Jangan menyiksa tubuh dengan seperti ini!"

"Bagaimana aku bisa makan, Bi. Sedangkan, Aisha disana belum tentu menemukan makanan!" ucap wanita yang wajahnya kini sedikit terlihat pucat pasi. Tubuhnya kering karena baru satu malam ia melepaskan putrinya, sudah tak mau memasukkan makanan dan minum. 

Hj Karim merasa pilu melihat istrinya yang hanya melamun. Bukan mereka tak pernah melepaskan putrinya. Bahkan, beberapa tahun di Kairo itu tidak menjadikannya sebagai masalah.

Hanya saja, Kini. mereka melepaskan putrinya dan memindahkan tanggung jawabnya pada laki-laki yang bahkan untuk jalan mesjid saja lupa, Apalagi harus membimbing sang istri untuk mencapai pintu syurga.

Tugas seorang ayah adalah menikahkan putrinya pada lelaki yang baik agamanya. Yang akan menggantikan tanggung jawabnya. Tanggung jawab atas dirinya, tanggung jawab atas masa depannya serta bisa membimbing menuju jalan akherat. Namun, yang terjadi pada putrinya sebaliknya.

Hj Karim merangkul Rasyidah yang tiba-tiba menangis semakin tersedu. Pengusiran secara tidak langsung yang dilakukan oleh kakaknya tidak seberapa, di bandingkan dengan kekhawatirannya pada sang putri.

"Ummi tenang saja. Aisha punya butik muslimah miliknya. Abi yakin, bahwa Aisha bisa memenuhi kebutuhannya jika suaminya tak menafkahi," ucap Hj Karim menguatkan hati Ummi Rasyidah meskipun dirinya pun masih dilanda gelisah.

Baik Hj Karim maupun ummi Rasyidah. Keduanya sama-sama tidak bisa membantah, jika menantu yang memintanya agar Aisha diboyong itu menerangkan sebuah hukum bahwa wanita yang sudah menikah harus taat pada suami. Meskipun, mereka masih mempertanyakan berandalan tapi tahu pada sebuah keterangan.

"Bi, apa kita coba sahja jenguk Aisha?" tanya ummi Rasyidah sambil menengadah. Ia segera menyeka sudut matanya yang basah.

"Terserah Ummi. Abi akan turuti. Sekarang, makanlah ya! Kita akan kesana, akan pertanyakan sebenarnya apa yang membuat Aisha lebih memilih Arash dibandingkan Gus Faruq,"

Hj Karim mengambil satu sendok nasi serta lauk pauknya. Ia menyuapkan pada Ummi Rasyidah yang begitu terlihat tidak bersemangat.

Mendengar nama Faruq Ummi Rasyidah merasa ada sesuatu yang mencabik-cabik hatinya. Seharusnya, Aisha memilih Gus Faruq yang akan melamarnya di waktu dekat ini. Namun, dalam waktu bersamaan, Aisha malah menyampaikan niatnya untuk melamar sang preman pasar.

"Ya, Ummi harus kesana. Menanyakan kenapa Aisha lebih memilih preman berandalan itu. Apa dia sudah ditutup mata hatinya," gumam Ummi Rasyidah dengan mengertak dan menekankan garfu pada meja makan yang terbuat dari kaca.

Meskipun ia pernah menduga bahwa Aisha diakibatkan karena terluka atas pengkhianatan Gus Fahmi. Laki-laki yang lama menjalin komitmen dengan Aisha untuk membina rumah tangga. Bukan hanya Fahmi yang mengikat. Namun, orang tuanya langsung. Hingga, akhirnya. Ia lebih memilih untuk menarik semua janjinya dan memilih wanita lain.

🍁🍁🍁

Sesuai dengan rencana. Siang ini pasangan suami istri yang sudah dua puluh satu tahun membina rumah tangga ini melajukan mobilnya untuk menjenguk Aisha yang selama ini jadi biang kekhawatiran mereka. Tak bisa makan, dan sulit tidur pun menyerang mereka.

Sengaja, mereka tidak mengabarkan akan kedatangannya pada Aisha. Hanya ingin tahu apa yang terjadi tanpa pengawasan mereka. Pasalnya, Banyak anak yang kurang harmonis dalam rumah tangga berpura-pura baik-baik saja saat kedatangan orang tua mereka. Baik dari suami. Ataupun orang tua istri.

Pasangan Hj Karim Zainal Ilmi dan Ummi Rasyidah An-nuroniah memang memiliki harta yang cukup melimpah. Sehingga saat mereka pergi dari rumah yang ada di pesantren ayahnya. Lebih memilih untuk menempati rumah milik almarhum orang tuanya. Sekalipun, Hj. Karim mampu membeli rumah yang jauh lebih mewah dan harga yang fantastis.

Arash yang sudah menggunakan celana jeans robek-robek di bagian lututnya, mengurung niatnya untuk membuka pintu mobil saat melihat mobil berwarna merah melaju terlihat dari kejauhan beberapa meter. Ya, karena rumah Arash berada di kompleks yang cukup strategis. Dan tak jauh dari jalan raya.

Lelaki yang menggunakan tindik hitam itu segera berlari mendekati ke arah Aisha yang tengah menjemur pakaian.

"Mas?" Lirih Aisha saat tiba-tiba Aras merangkul dari belakang.

"Ingat, orang tuamu datang. Bersikaplah layaknya suami istri yang baik!" Bisik Arash tepat di telinga  dengan sinis. "Terimalah konsekuensi apapun, kau sengaja menjerumuskan diri ke dalam neraka, Aisha,"

Aisha mengerjapkan mata sesaat. Ia tahu pasti ibunya akan khawatir. Naluri sang ibu tidak bisa dibohongi bahwa anaknya tidak diperlakukan layak oleh sang suami. Bahkan, Aisha kini tengah menyandang gelar sebagai pembantu tanpa gaji. Bukan istri yang diperlakukan bagai peri.

Tapi, ia juga tak mungkin melanggar perintah suami. Pun, ini adalah pilihannya. maka Aisha harus mempertanggungjawabkan atas pilihannya.

"Baik, Mas!"

.

.

.

.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status