“Kau tau, aku hampir gila menunggumu Laurent, kau tega,” bisik Pras saat keduanya sudah bergelung di satu selimut yang sama. Saling memberikan kehangatan yang sungguh Pras rindukan. Ia mengecup lama kening Laurent yang berada di dalam pelukan hangat suami tercintanya. Memainkan jemari lentiknya dengan cat kuku warna krem di atas dada Pras yang tertutup kaos tipis.
“Masih belum yakin dengan kondisiku, Rent?” lirik Pras saat kedua matanya bertemu tatap dengan mata Laurent yang sayu.
“Kau masih belum pulih, Sayang. Aku ingin kita begini, tanpa melakukan hal lain dulu.” Pelukan Laurent erat, tangannya melingkar di pinggang Pras. Tangan Pras mengusap bahu Laurent yang terbalut baju lengan panjang. Mereka menatap pemandangan gunung bersalju dari balik jendela.
“Mereka tak tampak terkejut saat tau kau tiba di sini lagi?” tanya Pras pelan.
“Aku sudah bilang pada Andreas, dan Fausto, jika aku akan kembali mulai hari ini. Semua yang kupersiapkan sudah selesai.
Suasana bandara di kota Roma, Italy itu begitu ramai. Hiruk pikuk orang-orang yang berlalu lalang membuat Alexander harus sedikit berjinjit mencari sosok yang ia tunggu sejak satu jam lalu. Sejak semalam ia tak bisa tidur, memikirkan bagaimana ia akan bertemu Lily setelah dua minggu tak bersua. Alex tak sendiri, Uncle el ikut beserta para pengawal yang menjaga tersebar di sekitar ruang penjemputan itu.Pemuda itu membawa satu buket bunga mawar sebagai hadiah selamat datang untuk Lily. Ingatlah, pria Italy terkenal romantis dan bisa membuat luluh para kaum hawa dengan sejuta pesonanya, bukan? Alexander pun sama. Fausto tak ikut menjemput, ia di rumah, mempersiapkan kamar untuk Lily, makanan rumahan ala keluarga Italy dan juga tentang Belinda. Iya, wanita itu juga menjadi sosok yang dirindukan Fausto.Pintu kaca otomatis itu terbuka bergeser, satu persatu penumpang pesawat dari Zurich berjalan keluar dengan mendorong tas koper bahkan ada yang menggunakan troli untuk meng
Alex tak lepas menggandeng jemari tangan Lily setibanya mereka di lokasi kedai yang banyak menjual Gelato, makanan ringan hingga restoran mahal di kawasan elit kota Roma. Lily tak lepas tertawa saat Alex melempar candaan atau sekedar mengomentari apa yang ada disekitar mereka. “Gelato saja, Lex, sore ini cerah, tak hujan seperti sebelumnya,” ucap Lily. “Tapi cuaca dingin, Ly, sekarang bulan November,” sanggah Alex. “Aku mau Gelato, Sayangku. Temani aku jika kau tidak mau.” Lily melirik Alex lalu mendorong pintu masuk kedai. Alex hanya mendengkus, ia mengikuti kekasihnya masuk ke kedai itu. Lily memesan Gelato rasa cheese cake dan pistachio. Alex mengeluarkan uang tunai, untuk membayar sedangkan Lily menerima cup besar berisi dua gelato pesanannya dengan sendok di atasnya. “Kita duduk di luar,” ajak Lily. Alex menuruti. Lily duduk, ia tersenyum melihat gelato di hadapannya. Alex beranjak, ia ingin memakan Tramezzino, roti berbentuk segitiga, salah satu
Edmon bersandar pada body mobil patroli polisi yang ia kendarai, kini ia memarkirkannya di depan gedung apartemen mewah. Ia menunggu seseorang yang pada jam tersebut, biasa pergi meninggalkan gedung apartemen itu. Dre. Edmon menunggu pemuda itu yang semenjak libur sekolah, kegiatan mendadak mencurigakan untuk Edmon. Sudah tiga hari ia mengikuti dan mengintak secara diam-diam.lima belas meit berlalu, Edmon berjalan menghampiri Dre yang tak sadar akan kehadirannya. Pemuda itu berpakaian serba hitam juga menutup kepalanya dengan topi. Tak peduli jika Dre berontak, Edmon menodongkan pistol ke pinggang Dre yang terkejut.“Jalan, wajahmu jangan menunjukan hal mencurigakan atau kulepaskan peluru supaya bersarang ditubuhmu.” Bisik Edmon tegas.“Tapi anda polisi. Apa anda tidak takut, huh? Seorang opsir polisi melukai warga sipil.” Tantang Dre.“Untuk apa aku takut. Ayahmu yang seharusnya takut karena pembunuhan yang ia lakukan di de
Keduanya saling menatap, duduk berhadapan di meja makan menikmati sarapan mereka yang sudah disediakan pelayan. Namun siapa yang sangka, jika di bawah meja makan, kedua kaki pasangan kekasih itu saling menggoda, hal itu membuat Lily tak henti tertawa, pun Alex yang merasa tingkah laku mereka menggelikan.“Mau ke mana hari ini?” tanya Alex sambil mengunyah makanannya. Lily mengedikkan bahu, ia tak tau mau ke mana, di rumah pun tak masalah, ia ingin menghabiskan waktu dengan santai bersama Alex.“Kalau begitu, aku akan latihan lagi,” tukas Alex yang kemudian meminta pelayan menghubungi pelatihnya. Keduanya selesai sarapan, kini mereka duduk di teras halaman belakang, Lily membaca buku dengan posisi setengah tiduran, ia baru membeli buku itu yang belum sempat ia baca. Sofa berbahan rotan dengan alas busa empuk dan nyaman, membuat Alex yang ada di dekat Lily, justru kini merebahkan tubuhnya memeluk perut Lily.Gadis itu menutup bukunya, ia me
Menempuh perjalanan darat dari Roma menuju ke Vezza d’alba daerah provinsi Cuneo, Italy. Membuat Alex dan Lily terlelap dengan Alex yang merangkul bahu Lily, gadis itu tidur bersandar di dada bidang kekasihnya. Hari juga sudha berubah menjadi malam, Alex tak diberitau akan pergi ke mana. Mereka menggunakan mobil seperti van tapi ini mewah, dengan kursi nyaman layaknya pesawat kelas bisnis di dalamnya. El menyusul setelah merapikan urusan bisnisnya. Pria itu rekan lama Pras, maka wajar jika ia selalu di ajak jika Pras berada di Italy.“Lihat putramu, Pras, aku tak menyangka Alex kita sudah sedewasa ini,” tatapan Laurent begitu memuja putranya.“Ya, selain tampan, kekar dan jago bela diri, ia juga jago membuat birahi Lily naik sepertinya,” ucapan Pras membuat ia mendapat pukulan pelan di tangannya yang direspon kekehan.“Hei, Fausto, kenapa kau diam saja?” ledek Pras.“Diam Pras, apa kau tau rasanya ingin mene
Di Zurich, tepatnya tempat tinggal Kent yang terletak di kawasan elite, pria itu duduk dengan sebelah kaki bertumpang di kaki satunya, menatap Dre yang berdiri menatap Kent tanpa bisa tergambarkan arti tatapan itu. Bukan kemarahan, atau kecewa, justru tampang kosong. Kent menyecap wiski mahal digelas kristas yang ia pegang. Terkekeh sinis menatap Dre. “Kau pikir kau anakku? Aku memang membiarkanmu memanggilku Dad, dan hanya sebatas itu. Aku juga tidak sering berada di dekatmu bukan? Anak… pungut?” ucapan Kent membuat Dre seperti tertusuk hatinya. Ingatannya benar-benar tak bisa kembali saat ia dulu di stasiun, ia hanya ingat dirinya diurus pelayan dan hanya sesekali memang berkomunikasi dengan Kent secara langsung, semua fasilitas memang diberikan pria itu, tapi tak menyangka jika semuanya akan berakhir untuk membayarnya. Bukan dengan uang, tapi pengabdian demi tujuannya. “Aku terkejut kau mengetahui ini sekarang, jauh lebih cepat dari rencanaku. Kau sudah 17 tahun s
Liburan usai, Lily terpaksa harus berpisah dengan semua orang di negara Italy itu. Alex menatap Lily yang sedang merapikan pakaian di koper miliknya. Pemuda itu menatapnya dengan perasaan khawatir. Mengingat Lily sudah tau Dre siapa.“Jangan melihatku begitu, Lex? Aku akan terus menghubungimu,” ucap Lily seraya menatap Alex yang sendu. Gadis itu menutup koper, kemudian beranjak ke atas ranjang menghampiri Alex yang sudah merentangkan tangannya.“Aku akan sangat merindukanmu, Lex…” peluk Lily erat sembari merebahkan kepalanya ke dada bidang Alex. Alex mencium pucuk kepala Lily, memberikan ciuman yang lama sembari memeluk erat.“Aku juga, Sayang,” usapan Alex di punggung Lily membuat gadis itu terpejam. “Ingat, sebisa mungkin kau hindari Dre, jangan terlihat mencurigakan. Pengawal akan mengawasimu dari jauh, Ly, kau paham itu, kan?” Alex menunduk menatap Lily yang mengangguk lalu menatap mata kek
Gerold dan Kent berdiri dengan mantel bulu yang tebal di tengah hutan salju pegunungan Alpen yang tertutup dan tak akan ada orang yang menjamah daerah tersebut. Keduanya saling menatap dan tertawa sinis saat melihat kedatangan 4 orang yang menaiki motor salju menuju ke arah mereka.Pras datang, ia tak bersama Fausto atau Bruno, namun bersama El yang sehari sebelumnya sudah menemukan keberadaan Gerold. Pras dan El turun dari atas motor salju warna hitam itu, kedua pengawal yang juga menjadi pengendara motor itu di minta menjauh dari keduanya. Pras berjalan menghampiri, El mengikuti, keduanya juga sudah menyelipkan Glock masing-masing dengan peluru penuh. Jangan kira Pras tak akan sanggup mengarahkan peluru supaya bersarang di tubuh kedua orang yang merasa dendam kepadanya, jangan salahkan Pras jika sisi dirinya yang tidur kini terbangun demi menjaga dan melindungi keluarganya.Begitu pun dengan El yang tampak tenang, namun juga mematikan. Entah siapa yang bodoh di sini,