Gemetar, Prameswari membaca ulasan tentang Ladies Companion. Wanita yang bekerja melayani tamu di kafe-kafe. Tapi karena sebagian besar Ladies Companion ini bekerja di kafe-kafe yang buka di malam hari, sering kali disalah artikan. Dianggap sebagai wanita malam. Padahal, pekerjaan mereka ya hanya melayani tamu atau pengunjung kafe.
"Subhanallah! Jadi, itu artinya Ladies Companion?" gumam Prameswari dengan perasaan lega, "Tapi, kenapa harus berpakaian seperti itu, ya? Memangnya nggak bisa ya, memakai hijab?"
Lagi, Prameswari membaca ulasan-ulasan tentang Ladies Companion dengan kebingungan yang bertambah besar. Mengapa kemudian banyak yang beranggapan kalau Ladies Companion itu wanita malam? Karena pernah ada kasus, seorang LC
Tiba-tiba, hati Prameswari bergejolak. Padahal Honey Karaoke and Cafe sudah berada di depan mata. Tinggal beberapa detik lagi, mereka akan segera sampai di pelataran parkir. Dia merasa ada yang salah dengan keputusan yang telah diambilnya. Salah besar tapi nggak tahu, apa? Sejenak, hatinya menduga-duga dengan segenap perasaan pedih yang mendera. 'Salahku, karena nggak jadi melarikan diri dari rumah kontrakan Mbak Honey. Oh, nggak. Salahku, yang pasti, karena nekat pergi. Iya, kan?'Mbak Honey menepuk-nepuk lutut Prameswari yang terlihat putih mulus tanpa setitik noda dan tersenyum simpul, "Sudah sampai!"Di tempat duduknya, Prameswari terlihat seperti seseorang yang jiwanya terbagi menjadi tujuh. Satu si sini, satu di Tangeran
"Kamu jahat Wari, kamu sudah jadi anak durhaka!""Kamu jahat Wari, sampqi hati kamu tinggalkan Abah dan Ummi!""Kamu jahat, Wari! Lihatlah, abah dan ummimu sakit keras!""Abangmu juga jadi susah, mencari kamu sampai ke seluruh pelosok negeri. Tidakkah kamu tahu?""Gara-gara kamu, semua orang jadi susah! Apa yang sudah merasuki hatimu Wari, apa yang sudah meracuni otakmu, ha?""Bisa-bisanya kamu tersenyum dan tertawa, seolah-olah nggak pernah terjadi apa-apa!"
Gemetar karena menahan marah, Peony mengangkat voice call dari Giga. Malam ini, lagi-lagi dia terlambat pulang, sama seperti tiga malam sebelumnya membuat Peony semakin uring-uringan. Tentu saja, dia merasa semakin kesepian. Biasanya, sepulang Giga dari kantor, mereka makan malam bersama lalu duduk-duduk santai sambil menonton film atau video-video lucu di ruang keluarga. Nah, kalau Giga pulang sampai larut malam, otomatis semuanya buyar. Nggak mungkin kan, mereka begadang semalam suntuk hanya untuk menonton fim atau video? Wah, bisa-bisa keesokan paginya mereka berantakan kacau balau."Ya, Mas?" bersungut-sungut, Peony menyapa Giga yang sudah menunggunya di teras, menunggu dibukakan pintu, "Gimana, Mas?""Kamu gimana sih Dek, aku s
Di depan Instalasi Rawat Darurat sebuah rumah sakit swasta ternama di Yogyakarta, Mbak Honey terlihat sangat kecewa, karena Giga nggak memberikan tanggapan baik atas apa yang menjadi kepentingan daruratnya sekarang. Bahkan, nggak berusaha untuk mencari tahu apa yang terjadi. Dengan chat, misalnya. Malah, ketika Mbak Honey meneleponnya lagi, ponselnya sudah nggak aktif. Chat-nya juga checklist dan yang membuatnya merasa aneh, SMS pun nggak ada notifikasi delivered. Padahal, Giga sendiri yang meminta padanya untuk segera menghubungi kalau ada hal-hal yang bersifat darurat. Tapi ini, sekarang ini, di saat Mbak Honey benar-benar membutuhkan bantuan dia malah mengingkari ucapannya sendiri. Batin Mbak Honey memprotes sakit, 'Mana yang katanya walaupun sudah menikah, dia tetap menyediakan dua puluh empat jam penuh waktunya untukku? Mana yang katanya aku tetap menjadi prioriatas tertingginya? Giga bohong, jahat!'
Betapa terkejutnya Giga ketika membaca semua chat Mbak Honey di kantor, keesokan harinya. Sama sekali nggak menyangka kalau ternyata separuh jiwanya itu tengah terhempas badai permasalahan yang luar biasa besarnya. Tanpa berpikir panjang dan berliku-liku, Giga segera mengemasi tas kerja dan berpamitan pada Irfan, kalau pagi ini dia ada meeting penting dengan klien baru. Tentu saja, Irfan hanya bisa memasang sikap percaya dan patuh pada pimpinannya itu. Bagaimanapun, Giga 1000 lah mata air kehidupannya. Jadi, jangankan harus menggantikan Giga untuk memberikan briefing kepada seluruh karyawan, andai harus membersihkan semua kamar mandi pun dia rela. Terpenting, kepercayaan Giga padanya tetap terjaga dengan baik, begitu juga dengan uangnya, mengalir deras sebagai bonus tambahan. Nah, yang ke dua itu intinya. Namanya juga Irfan sang pemburu bonus dan tiket tutup mulut. Hehe.
"Mbak Honey," panggil Giga dengan suara bergetar dan napas terengah-engah, "Gimana, Mbak? Ada apa, apa yang sebenarnya terjadi?"Dengan langkah gontai, Giga mendekati Mbak Honey yang menangis tersedu-sedu di depan ruang Intensive Care Unit, menyentuh pundaknya yang terguncang-guncang, "Mbak Honey!"Baru kali ini Giga melihat Mbak Honey hancur berkeping-keping, seperti toples kaca yang terjatuh dari puncak rak piring, sehingga hatinya pun ikut hancur. Bagaimana tidak? Selama ini dia hanya menginginkan kebahagiaan untuk Mbak Honey, sang Kekasih Sejati. Meskipun sudah diberikan Peony sebagai pendamping hidup namun baginya Mbak Honey adalah segala-galanya. Nggak ada satu orang pun yang bisa menggantikan posisi Mbak Honey di hatiny
"Tapi …?" Mama bertanya dengan getar-getar lembut dalam suaranya, "Ada apa Peony, cerita sama Mama?"Peony meniup peluit dalam hatinya, mengatur segenap perasaan yang berserakan, saling menabrak dan berbenturan. Dia nggak mau, gara-gara dia, Mama jadi sakit. Mama menderita hypertension, jantung koroner dan juga asthma. Tiga penyakit itu nggak bisa berbenturan dengan situasi yang emosional, termasuk menggembirakan. Terlalu sedih, bisa sakit. Terlalu marah, lebih-lebih. Nah, terlalu gembira pun bisa sakit juga. Jadi, Peony berusaha untuk menyesuikan diri dengan kondisi kesehatan Mama. Jangan sampai Mama terjatuh sakit hanya gara-gara dia yang nggak pandai membawa diri. Tapi bagaimana caranya? Dia bingung sekarang, apa yang harus dilakukan. Menyesal juga, karena tadi terlanjur mengungkapkan sedikit tentang masalah yang tenga
Di ruang Intensive Care Unit, Prameswari terlihat panik, ketakutan dan bingung. Dipandanginya satu per satu dokter, perawat, Mbak Honey dan Giga yang mengelilingi tempat tidur. Bibirnya yang kering dan pucat terekat kuat satu dengan yang lainnya seolah-olah belum pernah mengenal kata senyum dalam hidupnya. Jari-jari tangannya terlihat pucat dan berkeringat, serupa dengan wajah dan sekujur tubuhnya. Sebenarnya, Mbak Honey sudah nggak sabar lagi untuk menyapa dan memeluk adik angkatnya itu tapi dokter belum memberikan kode apapun seperti yang telah mereka sepakati sebelumnya. Takut. Mbak Honey takut kalau sikapnya yang gegabah dan terburu-buru justru akan merusak ketenangan dan suasana hati Prameswari.Jauh di dasar hatinya, Mbak Honey tertawa kecil karena sekarang pemandangan mencekam itu sudah nggak dijumpainya lagi pada Prames