Di depan Instalasi Rawat Darurat sebuah rumah sakit swasta ternama di Yogyakarta, Mbak Honey terlihat sangat kecewa, karena Giga nggak memberikan tanggapan baik atas apa yang menjadi kepentingan daruratnya sekarang. Bahkan, nggak berusaha untuk mencari tahu apa yang terjadi. Dengan chat, misalnya. Malah, ketika Mbak Honey meneleponnya lagi, ponselnya sudah nggak aktif. Chat-nya juga checklist dan yang membuatnya merasa aneh, SMS pun nggak ada notifikasi delivered. Padahal, Giga sendiri yang meminta padanya untuk segera menghubungi kalau ada hal-hal yang bersifat darurat. Tapi ini, sekarang ini, di saat Mbak Honey benar-benar membutuhkan bantuan dia malah mengingkari ucapannya sendiri. Batin Mbak Honey memprotes sakit, 'Mana yang katanya walaupun sudah menikah, dia tetap menyediakan dua puluh empat jam penuh waktunya untukku? Mana yang katanya aku tetap menjadi prioriatas tertingginya? Giga bohong, jahat!'
Betapa terkejutnya Giga ketika membaca semua chat Mbak Honey di kantor, keesokan harinya. Sama sekali nggak menyangka kalau ternyata separuh jiwanya itu tengah terhempas badai permasalahan yang luar biasa besarnya. Tanpa berpikir panjang dan berliku-liku, Giga segera mengemasi tas kerja dan berpamitan pada Irfan, kalau pagi ini dia ada meeting penting dengan klien baru. Tentu saja, Irfan hanya bisa memasang sikap percaya dan patuh pada pimpinannya itu. Bagaimanapun, Giga 1000 lah mata air kehidupannya. Jadi, jangankan harus menggantikan Giga untuk memberikan briefing kepada seluruh karyawan, andai harus membersihkan semua kamar mandi pun dia rela. Terpenting, kepercayaan Giga padanya tetap terjaga dengan baik, begitu juga dengan uangnya, mengalir deras sebagai bonus tambahan. Nah, yang ke dua itu intinya. Namanya juga Irfan sang pemburu bonus dan tiket tutup mulut. Hehe.
"Mbak Honey," panggil Giga dengan suara bergetar dan napas terengah-engah, "Gimana, Mbak? Ada apa, apa yang sebenarnya terjadi?"Dengan langkah gontai, Giga mendekati Mbak Honey yang menangis tersedu-sedu di depan ruang Intensive Care Unit, menyentuh pundaknya yang terguncang-guncang, "Mbak Honey!"Baru kali ini Giga melihat Mbak Honey hancur berkeping-keping, seperti toples kaca yang terjatuh dari puncak rak piring, sehingga hatinya pun ikut hancur. Bagaimana tidak? Selama ini dia hanya menginginkan kebahagiaan untuk Mbak Honey, sang Kekasih Sejati. Meskipun sudah diberikan Peony sebagai pendamping hidup namun baginya Mbak Honey adalah segala-galanya. Nggak ada satu orang pun yang bisa menggantikan posisi Mbak Honey di hatiny
"Tapi …?" Mama bertanya dengan getar-getar lembut dalam suaranya, "Ada apa Peony, cerita sama Mama?"Peony meniup peluit dalam hatinya, mengatur segenap perasaan yang berserakan, saling menabrak dan berbenturan. Dia nggak mau, gara-gara dia, Mama jadi sakit. Mama menderita hypertension, jantung koroner dan juga asthma. Tiga penyakit itu nggak bisa berbenturan dengan situasi yang emosional, termasuk menggembirakan. Terlalu sedih, bisa sakit. Terlalu marah, lebih-lebih. Nah, terlalu gembira pun bisa sakit juga. Jadi, Peony berusaha untuk menyesuikan diri dengan kondisi kesehatan Mama. Jangan sampai Mama terjatuh sakit hanya gara-gara dia yang nggak pandai membawa diri. Tapi bagaimana caranya? Dia bingung sekarang, apa yang harus dilakukan. Menyesal juga, karena tadi terlanjur mengungkapkan sedikit tentang masalah yang tenga
Di ruang Intensive Care Unit, Prameswari terlihat panik, ketakutan dan bingung. Dipandanginya satu per satu dokter, perawat, Mbak Honey dan Giga yang mengelilingi tempat tidur. Bibirnya yang kering dan pucat terekat kuat satu dengan yang lainnya seolah-olah belum pernah mengenal kata senyum dalam hidupnya. Jari-jari tangannya terlihat pucat dan berkeringat, serupa dengan wajah dan sekujur tubuhnya. Sebenarnya, Mbak Honey sudah nggak sabar lagi untuk menyapa dan memeluk adik angkatnya itu tapi dokter belum memberikan kode apapun seperti yang telah mereka sepakati sebelumnya. Takut. Mbak Honey takut kalau sikapnya yang gegabah dan terburu-buru justru akan merusak ketenangan dan suasana hati Prameswari.Jauh di dasar hatinya, Mbak Honey tertawa kecil karena sekarang pemandangan mencekam itu sudah nggak dijumpainya lagi pada Prames
Dengan sabar, walaupun nggak bisa dikatakan sepenuhnya sabar, Mbak Honey menunggu Prameswari terbangun di sisi tempat tidurnya. Harap-harap cemas, dia terus menggenggam jari-jemari tangan kiri adik angkatnya yang masih terlihat pucat dan terasa dingin. Tanpa lelah, dia terus memandangi wajah Prameswari yang terlihat lelap, berharap tiba-tiba matanya mengerjap-ngerjap lalu terbuka dan tersenyum manis untuknya. Bukan hanya itu yang diharapkan Mbak Honey, sungguh. Meskipun mustahil, tapi dia terus berdoa semoga diagnosa dokter tentang amnesia itu salah. Salah besar. Dalam hati Mbak Honey bergumam, 'Kalau seperti ini, Mytha terlihat baik-baik saja. Seperti orang yang nggak terkena amnesia. Oh, Allah, kenapa semua ini harus terjadi?'Satu detik, dua detik hingga sekian menit berlalu, Prameswari belum juga terbangun. Mbak Honey
Meskipun masih tergenggam rasa ragu, bingung, khawatir dan takut akhirnya Prameswari bisa menerima kenyataan kalau dirinya adalah Mytha, Paramitha Angelina. Mau nggak mau, siap nggak siap dan rela nggak rela. Perlahan-lahan, seiring berjalannya waktu, dia juga mulai bisa mengakui Mbak Honey sebagai kakak angkatnya. Pahlawan terhebat dalam hidupnya. Ya, yaaahhh, walaupun masih terlalu sulit untuk mempercayai semua cerita yang disampaikan Mbak Honey tentang kehadirannya di Yogyakarta."Mbak pulang dari kafe yang di Jalan Kaliurang waktu itu, Mytha." jelas Mbak Honey sambil sesekali mendesah berat atau menghela napas panjang, "Eh, tiba-tiba lihat ada kerumunan di sekitar halte bus trans. Kamu, sudah dikerubungi banyak orang Mytha. Berdasarkan keterangan orang-orang, kemungkinan besar kamu sudah jadi korban penculikan!
Penuh rasa terima kasih dan harapan untuk kesembuhan luka-luka Prameswari, Mbak Honey menyalami tangan Dokter Amoxa yang terasa dingin. Mungkin karena terlalu lama berada di ruangan ber-AC. Senyum ketabahan, memulas wajah Mbak Honey yang terlihat pucat karena kurang tidur. Semenjak aksi percobaan bunuh diri Prameswari kemarin, dia mengalami gangguan tidur yang cukup parah. Sampai-sampai, setiap harinya Hanya tidur selama beberapa jam saja, kurang dari tiga jam. Padahal, bagaimanapun masih harus ke kafe, meskipun hanya sebentar. Tentu saja, semua karyawan membutuhkan motivasi, bimbingan dan pengawasannya secara langsung. Beruntung, kesehatan fisiknya nggak langsung drop walaupun Dokter Amoxa juga memberinya vitamin C, supplement dan obat tidur dosis ringan. Mencegah lebih baik dari pada mengobati, bukan?"Kalau begitu, say
Seperti apa rasanya, ketika tiba-tiba rasa cinta itu bertumbuh subur di hatimu?Padahal, dia, seseorang yang membuat kamu jatuh cinta itu adalah orang asing yang baru saja hadir dalam kehidupanmu. Bagaimana rasanya, ketika hatimu semakin terjatuh dan tak berdaya untuk berpindah tempat? Dia, malah semakin menikmati setiap rasa dalam kisah yang terangkai menjadi satu. Membentuk sebundel besar harapan manis dan indah tentang sebuah kehidupan bersama di masa depan.Rasa itulah yang sekarang ini bergejolak, memporak-porandakan hati Prameswari yang kosong melompong. Benar-benar kosong, bahkan Mas Eiden yang dulu, bertahun-tahun lamanya merajai segenap hatinya pun kini hilang entah di mana. Jangankan di dalam hati, dalam ruang pemikirannya pun Mas Ei