Betapa terkejutnya Giga ketika membaca semua chat Mbak Honey di kantor, keesokan harinya. Sama sekali nggak menyangka kalau ternyata separuh jiwanya itu tengah terhempas badai permasalahan yang luar biasa besarnya. Tanpa berpikir panjang dan berliku-liku, Giga segera mengemasi tas kerja dan berpamitan pada Irfan, kalau pagi ini dia ada meeting penting dengan klien baru. Tentu saja, Irfan hanya bisa memasang sikap percaya dan patuh pada pimpinannya itu. Bagaimanapun, Giga 1000 lah mata air kehidupannya. Jadi, jangankan harus menggantikan Giga untuk memberikan briefing kepada seluruh karyawan, andai harus membersihkan semua kamar mandi pun dia rela. Terpenting, kepercayaan Giga padanya tetap terjaga dengan baik, begitu juga dengan uangnya, mengalir deras sebagai bonus tambahan. Nah, yang ke dua itu intinya. Namanya juga Irfan sang pemburu bonus dan tiket tutup mulut. Hehe.
"Mbak Honey," panggil Giga dengan suara bergetar dan napas terengah-engah, "Gimana, Mbak? Ada apa, apa yang sebenarnya terjadi?"Dengan langkah gontai, Giga mendekati Mbak Honey yang menangis tersedu-sedu di depan ruang Intensive Care Unit, menyentuh pundaknya yang terguncang-guncang, "Mbak Honey!"Baru kali ini Giga melihat Mbak Honey hancur berkeping-keping, seperti toples kaca yang terjatuh dari puncak rak piring, sehingga hatinya pun ikut hancur. Bagaimana tidak? Selama ini dia hanya menginginkan kebahagiaan untuk Mbak Honey, sang Kekasih Sejati. Meskipun sudah diberikan Peony sebagai pendamping hidup namun baginya Mbak Honey adalah segala-galanya. Nggak ada satu orang pun yang bisa menggantikan posisi Mbak Honey di hatiny
"Tapi …?" Mama bertanya dengan getar-getar lembut dalam suaranya, "Ada apa Peony, cerita sama Mama?"Peony meniup peluit dalam hatinya, mengatur segenap perasaan yang berserakan, saling menabrak dan berbenturan. Dia nggak mau, gara-gara dia, Mama jadi sakit. Mama menderita hypertension, jantung koroner dan juga asthma. Tiga penyakit itu nggak bisa berbenturan dengan situasi yang emosional, termasuk menggembirakan. Terlalu sedih, bisa sakit. Terlalu marah, lebih-lebih. Nah, terlalu gembira pun bisa sakit juga. Jadi, Peony berusaha untuk menyesuikan diri dengan kondisi kesehatan Mama. Jangan sampai Mama terjatuh sakit hanya gara-gara dia yang nggak pandai membawa diri. Tapi bagaimana caranya? Dia bingung sekarang, apa yang harus dilakukan. Menyesal juga, karena tadi terlanjur mengungkapkan sedikit tentang masalah yang tenga
Di ruang Intensive Care Unit, Prameswari terlihat panik, ketakutan dan bingung. Dipandanginya satu per satu dokter, perawat, Mbak Honey dan Giga yang mengelilingi tempat tidur. Bibirnya yang kering dan pucat terekat kuat satu dengan yang lainnya seolah-olah belum pernah mengenal kata senyum dalam hidupnya. Jari-jari tangannya terlihat pucat dan berkeringat, serupa dengan wajah dan sekujur tubuhnya. Sebenarnya, Mbak Honey sudah nggak sabar lagi untuk menyapa dan memeluk adik angkatnya itu tapi dokter belum memberikan kode apapun seperti yang telah mereka sepakati sebelumnya. Takut. Mbak Honey takut kalau sikapnya yang gegabah dan terburu-buru justru akan merusak ketenangan dan suasana hati Prameswari.Jauh di dasar hatinya, Mbak Honey tertawa kecil karena sekarang pemandangan mencekam itu sudah nggak dijumpainya lagi pada Prames
Dengan sabar, walaupun nggak bisa dikatakan sepenuhnya sabar, Mbak Honey menunggu Prameswari terbangun di sisi tempat tidurnya. Harap-harap cemas, dia terus menggenggam jari-jemari tangan kiri adik angkatnya yang masih terlihat pucat dan terasa dingin. Tanpa lelah, dia terus memandangi wajah Prameswari yang terlihat lelap, berharap tiba-tiba matanya mengerjap-ngerjap lalu terbuka dan tersenyum manis untuknya. Bukan hanya itu yang diharapkan Mbak Honey, sungguh. Meskipun mustahil, tapi dia terus berdoa semoga diagnosa dokter tentang amnesia itu salah. Salah besar. Dalam hati Mbak Honey bergumam, 'Kalau seperti ini, Mytha terlihat baik-baik saja. Seperti orang yang nggak terkena amnesia. Oh, Allah, kenapa semua ini harus terjadi?'Satu detik, dua detik hingga sekian menit berlalu, Prameswari belum juga terbangun. Mbak Honey
Meskipun masih tergenggam rasa ragu, bingung, khawatir dan takut akhirnya Prameswari bisa menerima kenyataan kalau dirinya adalah Mytha, Paramitha Angelina. Mau nggak mau, siap nggak siap dan rela nggak rela. Perlahan-lahan, seiring berjalannya waktu, dia juga mulai bisa mengakui Mbak Honey sebagai kakak angkatnya. Pahlawan terhebat dalam hidupnya. Ya, yaaahhh, walaupun masih terlalu sulit untuk mempercayai semua cerita yang disampaikan Mbak Honey tentang kehadirannya di Yogyakarta."Mbak pulang dari kafe yang di Jalan Kaliurang waktu itu, Mytha." jelas Mbak Honey sambil sesekali mendesah berat atau menghela napas panjang, "Eh, tiba-tiba lihat ada kerumunan di sekitar halte bus trans. Kamu, sudah dikerubungi banyak orang Mytha. Berdasarkan keterangan orang-orang, kemungkinan besar kamu sudah jadi korban penculikan!
Penuh rasa terima kasih dan harapan untuk kesembuhan luka-luka Prameswari, Mbak Honey menyalami tangan Dokter Amoxa yang terasa dingin. Mungkin karena terlalu lama berada di ruangan ber-AC. Senyum ketabahan, memulas wajah Mbak Honey yang terlihat pucat karena kurang tidur. Semenjak aksi percobaan bunuh diri Prameswari kemarin, dia mengalami gangguan tidur yang cukup parah. Sampai-sampai, setiap harinya Hanya tidur selama beberapa jam saja, kurang dari tiga jam. Padahal, bagaimanapun masih harus ke kafe, meskipun hanya sebentar. Tentu saja, semua karyawan membutuhkan motivasi, bimbingan dan pengawasannya secara langsung. Beruntung, kesehatan fisiknya nggak langsung drop walaupun Dokter Amoxa juga memberinya vitamin C, supplement dan obat tidur dosis ringan. Mencegah lebih baik dari pada mengobati, bukan?"Kalau begitu, say
Seperti apa rasanya, ketika tiba-tiba rasa cinta itu bertumbuh subur di hatimu?Padahal, dia, seseorang yang membuat kamu jatuh cinta itu adalah orang asing yang baru saja hadir dalam kehidupanmu. Bagaimana rasanya, ketika hatimu semakin terjatuh dan tak berdaya untuk berpindah tempat? Dia, malah semakin menikmati setiap rasa dalam kisah yang terangkai menjadi satu. Membentuk sebundel besar harapan manis dan indah tentang sebuah kehidupan bersama di masa depan.Rasa itulah yang sekarang ini bergejolak, memporak-porandakan hati Prameswari yang kosong melompong. Benar-benar kosong, bahkan Mas Eiden yang dulu, bertahun-tahun lamanya merajai segenap hatinya pun kini hilang entah di mana. Jangankan di dalam hati, dalam ruang pemikirannya pun Mas Ei
Begitu cepat waktu berlalu, seolah-olah roket yang lepas landas menuju bulan. Luka-luka di wajah, leher dan kepala Prameswari sudah sembuh dan kering. Akhirnya, setelah hampir dua bulan menunggu, hari spesial itu pun datang juga. Apakah itu? Operasi plastik untuk wajah dan lehernya. Sebenarnya, Prameswari nggak menginginkan operasi itu, bahkan cenderung menolak. Karena prinsipnya, biarlah tampil apa adanya. Nggak perlu ditutup-tutupi. Kalau memang kelak sudah sampai pada garis-Nya, maka sang Jodoh pun datang meminang. Begitu juga dengan soal rezeki. Meskipun penampilannya seperti ini sekarang, berbeda dengan yang ada di foto KTP dan wallpaper dia yakin, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang.Berseberangan dengan prinsip Mbak Honey yang memandang kalau selain inner beauty, wanita juga harus memperhatikan outer be
"Neng Wari, sekarang kamu sudah sah menjadi istri Ustadz Rayyan." Abah memegangi kedua pundak Prameswari. "Abah bermaksiat kepadamu, jadilah istri yang shalihah ya, Neng Wari? Taatilah suamimu, jangan kecewakan hatinya. Semoga Allah menjadikan kalian keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah dan barakah."Tak urung jua, air mata Abah merembes hangat. Menetes-netes deras, selayaknya gerimis sehingga Prameswari tersentuh keharuan yang begitu mendalam. Tak terasa, tangisnya pun merebak. Membuncah tumpah ruah dalam pelukan kasih sayang Abah."Neng Wari, sudah Neng." ucap Abah lirih, sembari melepaskan pelukannya, "Abah yakin, ini yang terbaik dari Allah untuk kamu. Insya Allah Ustadz Rayyan hamba yang shalih dan amanah, Neng. Kamu tak perlu khawatir. Ada Allah yang akan selalu menjaga dan melindungi kamu. Ingat ya Neng, kalau kamu
"Wa Wari!" Audry memanggil dengan suara parau, "Tunggu, Wari?"Prameswari menghentikan langkah, memutar setengah badan menghadap Audry. "Ya, Audry?"Prameswari berusaha menggambar senyum untuk sahabat baik sekaligus Ummi barunya itu, menghalau rasa sesak yang memaksa masuk ke dalam rongga dada. Ini bukan kesalahan Audry, bukan. Siapa yang punya kuasa untuk mengusik kehendak Allah? Berat seperti apa pun, Prameswari mengharuskan diri untuk bisa menerima Audry sebagai umminya. Toh, selama ini mereka sudah bersahabat baik, bukan? Tak ada hal yang perlu disangsikan lagi. Satu lagi, Ummi sudah tenang dan bahagia di alam sana. Tak ada kaitan apa-apa lagi dengan kehidupan dunia."Wa Wari sudah makan?" tanya Audry penuh perhatian, "Maaf ya, tadi aku eh Ummi diajak Abah ke
"Syukurlah, suhu tubuh kamu sudah mulai normal, Yuka!" Prameswari memberi tahu sahabat dekatnya itu sembari menggambar senyum simpul gembira, "Kami khawatir banget tahu, semalam?" sebagai pemanis rasa syukur, Prameswari mencubit kecil pinggang Yuka. Gadis berdarah Jepang - Indonesia itu pun meringis kesakitan, namun tawa lirihnya terdengar melegakan."Duh, makasih ya Wari?" ungkap Yuka dengan mata berkaca-kaca merah, "Audry juga. Eh ke mana dia, Wari? Oooh, ehem ehem baru siap-siap ya? Nanti malam kan, ada yang mau datang. Hihihi … Wari, kita harus cepet-cepet nyari kado spesial nih, buat si Calon Pengantin?"Audry pura-pura marah dan menjerit menja dari balik gorden pembatas kamar, "Iiihhh, Yuka!"Bukan Yuka namanya kalau tidak malah tertawa cekikik
"Ning Wari?" tak ada lagi keberanian yang tersisa dalam diri Evan, meskipun hanya untuk sekadar mengangkat wajah. Hanya bisa menunduk malu oleh karena perbuatan jahatnya pada Prameswari dulu.Sebenarnya Prameswari sempat ragu untuk menyapa Evan, tetapi akhirnya terucap juga dari mulutnya yang kering dan pahit. "Evan!"Resmilah sudah, itu adalah sapaan pertama Prameswari untuk Meyka palsu setelah pertemuan singkat mereka di Al-Hidayah beberapa bulan yang lalu. Pertemuan singkat yang mampu mengungkap segala tindak kejahatan Evan. Lebih tepatnya setelah Abang menjebloskannya ke dalam penjara."Apa kabar kamu, Evan?" Prameswari bertanya sambil menarik pandangan turun ke lantai ruang pengunjung nara pidana. Tercekat lagi kerongkongannya sehingga hanya itu yang m
Dari tempatnya berdiri, tak jauh dari rak buku di belakang Prameswari, Ustadz Rayyan menatap malu-malu. Dia hanya mengambil hak pandangan pertamanya, lalu menunduk lagi setelah itu. Membaca baris-baris kalimat yang tertulis dengan apik dan rapi di buku motivasi yang ingin dibelinya nanti.Tak pernah menyangka sebelumnya, kalau di sore yang gerimis ini, akan bertemu dengan Prameswari, sungguh. Jangankan berharap, sedangkan untuk sedikit memikirkan pun Ustadz Rayyan tak memiliki cukup keberanian. Sampai detik ini, semenjak tragedi perjodohan yang ditawarkan Abah dulu, sebisa mungkin dia melupakannya.Pasrah. Menyerahkan urusan itu pada Allah. Terlebih setelah menyadari kalau Prameswari mengalami sesuatu yang bernama amnesia atau hilang ingatan. Dia selalu berjuang untuk mengutuhkan tawakal dalam dada. Percaya sepenuhnya, kalaulah
"Wari!" Yuka memanggil dari balik gorden yang membatasi kamar mereka, "Kamu sudah tidur belum, Wari?"Sebenarnya Wari sudah mengantuk tapi karena Yuka memanggil, dia kembali duduk di tepi tempat tidur. Memandang ke arah tempat tidur Yuka sambil memeluk selimut yang masih terlihat rapi."Ada apa, Yuka?" Prameswari bertanya dengan memelankan suara, takut mengganggu Audry. Di antara mereka bertiga, Audry-lah yang memiliki jam tidur paling awal."Aku boleh ke kamarmu, sebentar?" Yuka balik bertanya membuat Prameswari tersenyum geli."Boleh," sahut Prameswari dengan dahi berkerut. Selama mereka menuntut ilmu di AISYAH baru kali ini Yuka seperti ini. Biasanya, menunggu pagi dulu baru menemui Prameswari. Kecual
"Mytha," Mbak Honey memanggil lembut dan manja, "Kamu tahu nggak kenapa Mbak nakal?" kali ini Mbak Honey mengalihkan seluruh pandangan dan konsentrasi pada Prameswari yang tak dapat menutupi rasa terkejutnya. Dalam hati ia membatin, 'Kenapa tiba-tiba Mbak Honey bertanya seperti itu, ada apa?'Prameswari menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak Mbak, Mytha nggak tahu. Enggg tapi menurut Mytha, Mbak Honey nggak nakal, kok. Mbak Honey baik, kok. Baik banget malah."Penuh sayang, Mbak Honey mencuil pipi Prameswari. "Hehehehe … Bisa aja nih, adek Mbak yang cantik kayak embun pagi?"Karena Mbak Honey mengembalikan pandangan ke kaca jendela, Prameswari pun melakukan hal yang sama. Menembus kaca jendela dengan kata bulat besar dan beningnya yang mulai terasa hangat. Terharu sekali
Prameswari masih terlihat lemas di tempat tidur tapi tetap saja menggambar senyum tipis yang manis begitu tahu kalau Yuka datang menjenguknya. "Yuka … Kangen banget, tahu?"Tanpa basa basi dalam bentuk apa pun lagi, Yuka mendekati tempat tidur Prameswari. Menarik kursi tunggu dan menghempaskan tubuh langsingnya seolah-olah itu kasur empuk. Tak dirasakan lagi, bagaimana tulang ekornya terasa berdenyut saat itu terpenting bisa segera memeluk sahabat dekatnya. Ya, walaupun belum berani memeluk erat-erat seperti biasa, sih. Karena kan, luka bekas operasi di perut Prameswari masih belum sembuh. Masih belum dilepas pun perbannya. Alhasil, hanya pelukan pelepas rindu sajalah yang tercipta. Itu pun sudah sangat pantas untuk disyukuri. Sebab bagaimanapun Allah masih memberikan keselamatan pada Prameswari. Jika tidak?"Maaf,
To: Prameswari Shalihatun NisaAssalamu'alaikum Warrahmatullahi WabarakatuhIzinkan saya, Hayyina Khansa memilih engkau untuk menjadi pendamping hidup suami saya, Eiden Malik. Jika engkau bersedia menerima apa yang menjadi maksud dan tujuan saya ini, tolong segera memberi kabar di nomor chat room ini: 082 … 272 atas nama Hayyina Khansa.Demikian surat ini saya tulis karena Allah Ta'ala. Semoga Allah memudahkan dan memberkahi setiap urusan kita. Aamiin Yaa Allah.Assalamu'alaikum Warrahmatullahi WabarakatuhFrom: Hayyina KhansaLagi dan lagi, Prameswari membaca surat dari Mbak Hayyina. Surat pina