Sunyi. Sepi. Seolah-olah nggak berpenghuni.
Itulah yang dirasakan Prameswari ketika kedua kakinya yang gemetar melangkah ke luar gudang menuju dapur. Perlahan-lahan, dengan sangat hati-hati, dia terus melangkah ke sana. Hanya ada satu hal yang mengisi benaknya saat ini, dia harus segera pergi dari rumah kontrakan Mbak Honey. Sesegera mungkin karena inilah kesempatan emas itu. Kesempatan yang sudah dinantikannya sejak tadi pagi, berjam-jam. Perjuangan yang nggak mudah dan terasa begitu panjang, dalam deraan kegelisahan, ketakutan dan kebingungan. Menahan haus dan lapar yang nggak sedikit, hingga perutnya melilit sakit.
Dia yakin sekarang, Mbak Honey sudah pergi karena tadi sekitar dua menit yang lalu, terdengar suara mobilnya b
Di dalam mobil, sepulangnya dari panti asuhan Mutiara Jiwa di Jalan Godean, Giga tercenung untuk beberapa saat lamanya. Benar, apa yang dikatakan pemilik panti itu memang benar adanya. Kalau dia dan Peony bersungguh-sungguh mau mengadopsi anak, harus dengan niat dan perjuangan yang ikhlas Lillahita'ala. Bukan karena ingin mendapatkan momongan yang terlahir dari benih cinta mereka semata-mata. Kalaupun akhirnya Allah memberikan kepercayaan untuk mereka memiliki anak, itu bonus. Sudah sedari dulu Giga memahami akan hal itu.Lalu, masalah apa yang telah membuatnya tercenung? Karena Peony memiliki pemahaman yang bertolak belakang darinya. Menurut Peony, yang namanya anak pancingan, ya berarti harus difungsikan sebagaia pancing. Dipelihara dengan baik tapi tetap dijadikan pancing. Jadi, ya, hanya sebatas itu. Nggak lebih
Dengan kebahagiaan yang bermekaran di taman hati, Mbak Honey memarkir mobil di depan rumah bercat merah bata yang terletak di antara mini market Murah Jaya dan rumah makan padang Masakan Bundo. Rumah tiga lantai yang terlihat bersih, terawat dan mewah, istana Mbak Honey hasil dari jerih payahnya mengelola keuntungan dari Honey Karaoke and Cafe. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Itulah peribahasa yang menjadi pelajaran berharga sekaligus prinsip hidupnya selama ini. Benar baginya, usaha dan kerja keras takkan pernah mengkhianati hasil. Meskipun hasil akhirnya tetap Allah yang punya kuasa, tapi usaha dan perjuangan itu sesuatu yang mutlak, bukan? Sebisa mungkin, semampunya.Sejenak, wanita cantik dengan rambut ikal sebahu itu memandangi Prameswari yang tertidur lelap di sebelahnya sambil memeluk Tata, bone
Semenjak berteman dengan Mas Eiden di facebook, Prameswari terlihat lebih bersemangat menjalani hari demi hari. Sebenarnya banyak chat yang masuk di messenger dari orang-orang terdekat dalam hidupnya, tapi diabaikannya. Tak sedikit pun terbersit dalam hati Prameswari, niat untuk membalas chat mereka, entah mengapa. Padahal jauh di lubuk hatinya, tercipta sebentuk rasa bahagia, haru sekaligus rindu, karena merasa telah mendapatkan perhatian yang begitu besar dari keluarganya di Al-Hidayah. Tetapi, di sisi yang lain, Prameswari nggak ingin balasannya nanti justru menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Karena bisa jadi, Abah dan Ummi masih terus menyebar orang-orang kepercayaan untuk mencari dan menemukannya. Membawa pulang dan tetap memaksanya menikah dengan Ustadz Rayyan. Tentu saja Prameswari nggak menginginkan hal paling pahit dan menyakitkan itu terjadi dalam hidupnya.
Di meeting room yang masih sepi, Giga terlihat semrawut. Kesemrawutan yang bisa dikatakan langka dalam hidupnya, jika sedang berada di lingkungan kantor atau di depan umum. Giga bukan model orang yang suka menunjukkan suasana hati atau permasalahan pribadi. Giga Daneswara, pribadi yang meng-copy paste filosofi sebatang lilin. Rela meleleh, mencair dan habis untuk menerangi sekitar.Apa yang membuat Giga semrawut di pagi yang cerah dengan cahaya matahari menyiram penuh? Peony. Ya, Peony-lah yang telah mengacak-acak seluruh suasana hati yang telah mati-matian di susun dalam waktu separuh malam terakhir tadi. Pagi-pagi sekali, Peony sudah menyerangnya dengan mempertanyakan masalah sikapnya yang mendadak dingin dan beku. Sebenarnya Giga sudah memberikan alasan dengan keterangan lengkap, selengkap buku skripsi tapi Peony
Gemetar, Prameswari menerima KTP barunya yang disodorkan Mbak Honey dengan senyumnya yang khas, ramah dan hangat. Dalam hatinya bermunculan perasaan terkejut, takjub sekaligus takut yang sama besarnya. Bergumul menjadi satu, menciptakan sebentuk pemberontakan tak kasat mata yang begitu dahsyat. Dengan rembesan air hangat dari pelupuk matanya yang pedih, dia memandangi kartu mungil yang selanjutnya akan menjadi kartu identitasnya, seumur hidup. Dalam hati yang nyaris habis tergerus oleh konfliknya dengan Abah, dia membaca deret demi deret tulisan yang tertera di sana.Nama: Paramitha AngelinaTempat Tanggal Lahir: Yogyakarta, 31 Desember 2003Jenis Kelam
Gemetar, Prameswari membaca ulasan tentang Ladies Companion. Wanita yang bekerja melayani tamu di kafe-kafe. Tapi karena sebagian besar Ladies Companion ini bekerja di kafe-kafe yang buka di malam hari, sering kali disalah artikan. Dianggap sebagai wanita malam. Padahal, pekerjaan mereka ya hanya melayani tamu atau pengunjung kafe."Subhanallah! Jadi, itu artinya Ladies Companion?" gumam Prameswari dengan perasaan lega, "Tapi, kenapa harus berpakaian seperti itu, ya? Memangnya nggak bisa ya, memakai hijab?"Lagi, Prameswari membaca ulasan-ulasan tentang Ladies Companion dengan kebingungan yang bertambah besar. Mengapa kemudian banyak yang beranggapan kalau Ladies Companion itu wanita malam? Karena pernah ada kasus, seorang LC
Tiba-tiba, hati Prameswari bergejolak. Padahal Honey Karaoke and Cafe sudah berada di depan mata. Tinggal beberapa detik lagi, mereka akan segera sampai di pelataran parkir. Dia merasa ada yang salah dengan keputusan yang telah diambilnya. Salah besar tapi nggak tahu, apa? Sejenak, hatinya menduga-duga dengan segenap perasaan pedih yang mendera. 'Salahku, karena nggak jadi melarikan diri dari rumah kontrakan Mbak Honey. Oh, nggak. Salahku, yang pasti, karena nekat pergi. Iya, kan?'Mbak Honey menepuk-nepuk lutut Prameswari yang terlihat putih mulus tanpa setitik noda dan tersenyum simpul, "Sudah sampai!"Di tempat duduknya, Prameswari terlihat seperti seseorang yang jiwanya terbagi menjadi tujuh. Satu si sini, satu di Tangeran
"Kamu jahat Wari, kamu sudah jadi anak durhaka!""Kamu jahat Wari, sampqi hati kamu tinggalkan Abah dan Ummi!""Kamu jahat, Wari! Lihatlah, abah dan ummimu sakit keras!""Abangmu juga jadi susah, mencari kamu sampai ke seluruh pelosok negeri. Tidakkah kamu tahu?""Gara-gara kamu, semua orang jadi susah! Apa yang sudah merasuki hatimu Wari, apa yang sudah meracuni otakmu, ha?""Bisa-bisanya kamu tersenyum dan tertawa, seolah-olah nggak pernah terjadi apa-apa!"