Share

Bab 9

Author: Lara Aksara
last update Last Updated: 2024-11-30 08:39:56

Satu minggu jelang kepulangannya ke Indonesia, Katon sudah mulai mempersiapkan diri. Saat akan membeli tiket, Morgan mendesakkan sesuatu padanya. Sebuah ide cemerlang, menurut Morgan. Bahwa ia harus ikut Katon ke Indonesia untuk mengawal sahabatnya.

Saat itu mereka berdua sedang berada di pusat perbelanjaan terbesar di New York. Di sebuah toko khusus peralatan olahraga. Keduanya berdiri di depan layanan pembayaran untuk membeli drysuit, masker diving dan regulator diving yang baru pesanan Katon. Pria ini baru saja berbelanja keperluan scuba diving yang terbaru setelah drysuit lamanya terkoyak karena tertusuk terumbu karang ketika ia menyelam di Great Barrier Reef, di pesisir timur laut Australia beberapa bulan lalu. 

“Kau. Mengawalku?” tanya Katon dengan wajah heran dan menunjuk dada Morgan maupun dadanya secara bergantian. Morgan mengangguk dengan mantap. Kedua tangannya yang berkacak pinggang makin menguatkan aura marinir atau bodyguard. Mereka berbicara seolah hanya berdua di ruangan tersebut, mengabaikan petugas kasir yang memindai barang belanjaan Katon sambil mengulum senyumnya.

“Biar kukatakan sekali lagi. Kau. Mengawalku??” ulang Katon sinis.

“Ya!” tukas Morgan tegas. Katon mengerutkan kedua alisnya. Lalu ia mulai membuka mulut.

“Saint Louis, Missouri. Aku yang menyelamatkan kepalamu dari Malcom. Detroit, Michigan. Semenit saja aku terlambat datang, kau tidak akan punya keturunan, Morg ….”

“Oh, shut up Katon! Lupakan Amerika ….”

“Lupakan Amerika katamu? Oke. Tokyo, dua tahun lalu, siapa yang membebaskan pantatmu dari Katana Kenji Kazuo? Saat terjadi pertempuran antar geng narkoba Amigos dos Amigos di Rio de Janeiro, tidak ada siapa-siapa di sisimu. Hanya aku ….”

“Maksudku, ajak aku ke Jakarta, kau belum pernah menyelamatkan aku di kota itu, sialan!” maki Morgan sebal.

Katon terbahak melihat wajah memberengut Morgan yang imut, tidak sesuai dengan tubuhnya yang tinggi besar. Ditambah lagi sedemikian cepat ia merubah alasan makin membuat Katon geli.

“Oh, tutup mulut, Katon! Mana Buoyancy Compensation Device-mu? Kau tidak membelinya?” Morgan berusaha mengalihkan pembicaraan agar Katon tidak terus mentertawakannya.

“Sudah di sini, Sir. Saya akan masukkan dalam tagihan sekalian,” kata petugas kasir sambil menunjukkan BCD jaket Katon yang baru.

“Oke, jujur sekarang. Kenapa ingin ikut ke Jakarta? Bagaimana dengan pekerjaanmu?” tanya Katon setelah menyelesaikan tawanya yang panjang.

“Menurutmu, apa yang terjadi dengan pekerjaanku selagi aku menguntitmu terus beberapa hari belakangan ini? Lagi pula, aku ingin bertemu Rosie. Sudah lama aku tidak melihatnya,” jawab Morgan malu-malu. Katon ternganga, pikirannya berputar berusaha mencerna kalimat jawaban Morgan. Pekerjaan Morgan tidak perlu dikhawatirkan, paling memungkinkan pria itu kehilangan pekerjaan lagi untuk kali sekian. Katon lebih fokus pada kalimat kedua, sedetik kemudian ia meraung.

“Ooh, tidak, tidak, tidak. Kamu TIDAK BOLEH!” kata Katon garang, mengenali kalau sahabatnya mungkin menyukai Rose. Membayangkan saja sudah membuat perut Katon mulas.

“Kau pikir aku akan melakukan apa?” tanya Morgan sambil mengangkat satu alis seperti kebiasaannya jika berdebat dengan Katon. 

“Malas aku membayangkannya! Pedekate, nembak? Ough! Pokoknya tidak!” seru Katon sambil bergidik. Morgan tergelak.

“C’mon! Little Rose bagaikan adik untukku.”

“Yeah, yang benar saja!” cibir Katon.

“Ayolah Katon, kau pikir aku berani macam-macam dengan wanita-wanita Anindito Collins? Sebelum kau maju, aku mungkin tinggal nama di tangan Uncle Satria,” kata Morgan pelan. Katon tertawa keras. Terpaksa mengakui kalau kalimat Morgan benar. Dan, mendadak Katon sangat merindukan Papanya.

Tapi pada akhirnya Katon meluluskan dan membeli dua tiket untuknya dan Morgan yang begitu bahagia, akhirnya bisa mengunjungi Indonesia yang terkenal indah.

Namun, masalah justru timbul hanya beberapa hari menjelang keberangkatan mereka ke Indonesia. Katon mendapat surat panggilan kepolisian untuk kerusuhan gangster yang terjadi di Brooklyn, beberapa hari sebelumnya.

“Sangat tidak masuk akal!” desis Morgan yang sudah tiba di apartemen Katon dan membaca surat panggilan itu.

“Apakah kau sudah mengurus atasan Alice dengan benar, Morg?” tanya Katon tanpa nada menghakimi. Ia duduk di sofa ruang tamu dan menatap ke arah Morgan yang berdiri sambil membaca surat panggilan kepolisian itu.

“Tentu saja! Kau lihat sendiri, bukan? Aku berikan kartu namamu, aku pastikan dia paham bahwa kau bersedia mengganti semua kerusakan yang timbul!” jawab Morgan nyaris tidak bisa menyembunyikan emosinya. Tangannya melambai-lambai selama ia berbicara.

“Kartu nama yang mana?” tanya Katon pelan, kedua tangannya bertaut di atas kedua kaki yang terbuka. Morgan diam sesaat. Katon tentu saja memiliki dua kartu nama. Salah satunya menunjukkan bahwa dia adalah salah satu pemegang saham di Growth Enterprise Company, perusahaan papanya.

“Kartu nama pribadimu, Ton. Yang tidak ada jejak Anindito maupun Collins!” desis Morgan memastikan.

Katon memang memiliki nama Katon Lanang Tenan dari lahir hingga ia berusia lima tahun. Nama itu adalah nama pemberian mamanya yang membawa lari Katon semenjak ia masih janin dalam kandungan karena Arini—mama Katon, khawatir dengan gaya hidup Satria—papa Katon, akan membahayakan janin yang dikandungnya. Setelah usia lima tahun, barulah Katon mendapat tambahan “Anindito” di belakang namanya. Dan baru saat usia dewasa, atau 17 tahun. Katon memutuskan membawa nama marga keluarga “Collins” di belakang namanya.

“Ok, then.” respon Katon biasa saja. Morgan kembali meneruskan membaca surat panggilan kepolisian tersebut termasuk alasannya.

Departemen Kepolisian New York telah menangkap 10 anggota geng terkenal di Queens, yang dianggap sebagai kota "paling berbahaya". Penangkapan dilakukan sehubungan dengan pengrusakan dan kerusuhan yang terjadi di Brooklyn Blend, beberapa malam sebelumnya. Diduga akibat perseteruan antara dua geng Crips di Woodside dan Queens lah yang menimbulkan perpecahan ketegangan di Brooklyn, yang justru berada di luar area kedua gangster. Anehnya, hanya Katon yang menerima panggilan. Sedangkan Morgan yang berkelahi bersama Katon, tidak mendapatkannya.

“Kurasa kau perlu bantuan Stuart,” kata Morgan sambil meletakkan surat panggilan itu di atas meja. Katon mendengus dan memalingkan wajah.

“Yeah, lalu dia akan tahu kalau kita berencana ke Indonesia, dan dia akan meminta ikut. Aku harus membawa dua moron. Bagus sekali, Morg,” omel Katon. Kali ini Morgan yang mendengus tertawa.

“Hei, pesta yang baik hanya bisa diwujudkan jika banyak orang di dalamnya, bukan?” ujarnya geli.

“Tidak, terima kasih. Aku pulang untuk bekerja, bukan berpesta!” tukas Katon. Ia berdiri dan berjalan meninggalkan ruang tamu.

“Kau pulang untuk berlibur. Kerjamu justru di luar Indonesia, Katon.” Morgan menyandarkan tubuhnya ke sofa dan berkata arogan. “Mau aku panggilkan Stuart?”

“Tidak. Dia pulang ke Yorkshire beberapa hari lalu dan mungkin akan tetap di sana untuk beberapa minggu.” Katon berkata sedikit keras karena dia mulai meninggalkan Morgan dan masuk ke kamar tidurnya.

Meskipun Morgan bisa saja mengikuti masuk, tapi pria besar itu memberikan ruang yang cukup untuk Katon memikirkan sarannya. Morgan memilih untuk bertahan di kamar yang memang disediakan Katon di dalam apartemennya sebagai kamar hiburan. Di sana ada satu dinding yang dipenuhi buku, karena Katon suka membaca. Di tengah ruangan ada meja bilyard, tempat Katon menghabiskan waktu bersama teman-temannya jika berkumpul. Di sisi yang berbeda dari jajaran buku, ada televisi layar datar cukup besar dan ditemani dengan home theatre lengkap yang siap menyajikan film ala bioskop mini.

Morgan memilih di sini dan membaca salah satu buku koleksi Katon sampai dia ketiduran di atas sofa model Chesterfield berlapis kulit berwarna gelap.

Di luar apartemen Katon.

Dalam kegelapan malam yang mendalam, sebuah keheningan menyebar di sekitar apartemen yang terletak di jantung kota. Cahaya gemerlap kota mulai memudar saat langit tertutup awan gelap, menciptakan atmosfer yang terasa mencekam. Tersembunyi di balik bayangan gedung-gedung pencakar langit, gerombolan gangster yang berasimilasi dengan geng Brad, bertekad menyerang apartemen Katon, membalaskan dendam kawan-kawannya.

Dengan hati-hati, para gangster merangsek masuk melalui pintu belakang yang terkunci rapat. Jelas mereka bekerjasama dengan staff keamanan apartemen, karena salah satu gangster dengan mudah membuka pintu terkunci itu menggunakan kartu akses.

Mereka melintasi lorong gelap, langkah mereka terdengar samar-samar di antara suara gemericik air dari sebuah kolam renang pribadi yang berada di tengah-tengah kompleks apartemen. Sejenak, mereka terhenti, merasakan ketegangan di udara yang semakin menebal.

Seketika, pintu gerbang apartemen meluncur terbuka dengan cepat, memperlihatkan seorang pria misterius yang berdiri di baliknya. Dalam kegelapan, wajahnya tak terlihat, hanya bayangan yang menakutkan. Benar saja, salah seorang staff keamanan apartemen keluar dari dalam gedung dan menghampiri gerombolan itu. Ia membukakan pintu akses masuk ke gedung bahkan menunjukkan jalur-jalur alternatif selain lift. Ada dua tangga darurat di masing-masing sisi gedung dan sekarang kelompok gangster terpecah menjadi dua lalu menyebar mulai menuju ke lantai lebih tinggi, tempat unit apartemen Katon Lanang Tenan berada.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   bab 10

    Satu persatu bayangan gelap bersenjata tongkat besi tiba di lantai unit apartemen Katon berada. Mereka bergerak secara sistematis melalui pintu darurat dan dengan ahli berusaha menghindari sorotan kamera CCTV yang letaknya sudah mereka ketahui berdasar informasi sekuriti apartemen yang bekerja sama dengan gangster. Satu orang berjongkok di depan pintu unit apartemen Katon dan mencongkel kunci pintu dari luar. Ia berhasil merusak nyaris tanpa suara dan pintu apartemen berhasil dibobol. Sekelompok orang ini, mengenakan pakaian hitam dari kepala hingga kaki, dengan gestur yang menunjukkan mereka sudah terbiasa melakukan kejahatan. Satu persatu mulai memasuki apartemen. Gerakan mereka lakukan dengan hati-hati dan sistematis. Langkah-langkah mereka hampir tidak bersuara, seolah-olah mereka telah berlatih berkali-kali untuk situasi ini. berpencar, mereka menyusuri koridor menuju berbagai ruangan dalam apartemen, dengan tujuan yang hanya mereka yang tahu. Di dalam apartemen tersebut, suasa

    Last Updated : 2024-12-01
  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 11

    Mendadak sambungan diangkat dan Katon mendengar dari telinganya, suara Alice yang terdengar mengantuk. “Choco Girl, are you okay?” tanya Katon khawatir. “Yea. I’m fine. Kenapa …?” “Choco Girl, amankan rumahmu. Pastikan keluargamu mengunci dengan baik dan bawa handphone dekat denganmu, hm? Hubungi polisi jika ada hal yang mencurigakan,” kata Katon. “Ada apa sebenarnya, Katon?” “Kurasa Brad masih belum selesai marah padaku, dia mengirim anggota genk lain ke apartemen.” “Apa?! Katon, kamu oke?” “Please Choco Girl. Aku sekuat Superman. Teman Brad yang jadi bubur. Aku matikan teleponnya, sweet baby. Aku perlu menghubungi polisi.” Tanpa menunggu jawaban Alice, Katon langsung mematikan sambungan untuk menghubungi pihak berwajib. Setelah penyerangan di apartemen Katon, polisi dan petugas medis berdatangan sesuai laporan kepolisian. Mereka berkumpul di lantai unit Katon hingga menyebar masuk ke seluruh ruangan milik pria itu. Katon dan Morgan yang hanya mengalami luka tidak serius, men

    Last Updated : 2024-12-02
  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 12

    Untungnya permasalahan tidak berlarut-larut sehingga membuat jadwal Katon untuk pulang ke Indonesia menjadi mundur. Brian Thomas Davis, pemilik Brooklyn Blend, bersedia menarik laporan setelah menerima ganti rugi dari Katon. Kelihatan jelas bahwa tindakannya melapor ke polisi hanya didasari ketidakpercayaan pada penampilan Katon dan Morgan kala itu. Sementara untuk kasus pengrusakan di apartemennya, Katon sudah menyerahkan segala urusan kepada Sersan Terence Monahan selama ia pulang kembali ke Indonesia. “Ponsel Anda harus bisa dihubungi selama 24 jam penuh ketika Anda berada di Indonesia, Sir,” kata Sersan Terence ketika Katon dan Morgan terakhir berkunjung ke NYPD untuk menyelesaikan laporan mereka. “Tentu saja, Sersan Monahan. Saya siap dihubungi 24 jam,” jawab Katon tegas seraya mengulurkan tangan kanan dan mengajak berjabatan. Pertanda dia tidak mau lebih lama lagi menghabiskan waktu di kantor NYPD. Katon dan Morgan meninggalkan NYPD untuk bergegas pergi ke Bandara Internasio

    Last Updated : 2024-12-03
  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 13

    Pria berwajah psikopat itu bernama Michael Warren, ia bergerak secepat kilat menyandera pramugari dan kelihatan sengaja melukainya. Cairan merah pekat mengalir dari luka di lengannya, membuat awak pesawat yang lain terkesiap ngeri dan sebagian penumpang menjerit ketakutan. “Diam kalian orang-orang tolol!” desis Warren dengan wajah mengerikan. Tiba-tiba, tiga orang misterius muncul dari sudut kabin pesawat. Mereka berbadan tegap dengan wajah datar dan dingin. Salah seorang di antaranya berjalan sambil melepas ikat pinggang. Semua mata menatap mereka dengan bingung. Satu di pikiran Katon, apakah tiga orang ini akan menjatuhkan si pria psikopat atau justru mereka adalah komplotannya. Pria yang melepas ikat pinggang dengan santai meraih botol minuman salah satu penumpang dan menumpahkan isinya membasahi ikat pinggang yang telah lepas dan terulur di tangannya. Mendadak, ikat pinggang silver itu mengencang dan berubah menjadi pedang. “Apa yang ...?” Katon menyentak dalam hati bersamaan d

    Last Updated : 2024-12-04
  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 14

    Bos pembajak mendenguskan kepuasan melihat perubahan wajah Teguh Putra. “Tentu saja kami paham. Kita punya waktu seharian di atas pesawat ini, bukan begitu Tuan Teguh? Nona! Tolong ambilkan sampanye untuk kami,” bos pembajak duduk di depan Teguh Putra dengan sikap arogan dan melambai pada Stella untuk melayaninya. Stella yang sedari tadi membeku di ujung kabin, berjengit ketakutan ketika bos pembajak meneriakinya. Suasana di kelas ekonomi yang memiliki lebih banyak penumpang, lebih tegang. Dua orang pembajak bersenjata pedang, berdiri di lorong terpisah untuk menjaga mereka dengan tatapan tajam dan kejam. Dua awak pesawat telah dilukai dan sekarang terduduk tak berdaya di bagian tengah kabin pesawat. Area khusus awak pesawat. Stella melirik ke kedua rekan kerjanya yang menahan luka dan berwajah pucat, “Pilot dan kopilot harus tahu kondisi di sini.” Stella memberanikan diri berhenti untuk menyampaikan pendapatnya dalam bisikan. “Tidak sekarang, Stella. Aku akan mencari kesempatan n

    Last Updated : 2024-12-05
  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 15

    Katon dibantu Morgan meminggirkan mayat kedua dan menumpuk di atas mayat pertama. Untung Morgan sigap menangkap tangan pembajak yang membawa pedang yang membahayakan Katon. Pria itu juga dengan cepat menarik mayat ke belakang sebelum darah pembajak mengotori kabin. “Kau, oke?” tanya Morgan kepada Katon. Morgan paham, Katon menjadi sedemikian kejam karena terprovokasi kalimat pembajak yang menghina Katon yang memiliki gen China dari neneknya. “Aku, oke,” jawab Katon setelah memeriksa tubuhnya. Ia tidak memeriksa luka, ia memeriksa jejak darah pembajak yang mungkin mengotori pakaiannya. “Ayo!” Morgan mengajaknya memburu si psikopat. Dengan bersenjata pedang rampasan. Mereka meminta penumpang yang lain untuk menutup mulut. Katon dan Morgan berjalan pelan menuju sang psikopat berada. Ternyata di ruang crew pesawat hanya ada pramugara yang membantu menutup luka pramugari senior. Tidak ada jejak psikopat. “Di mana orang gila itu?” tanya Morgan pada Edward—Pramugara. “Dia masuk ke ke

    Last Updated : 2024-12-06
  • PLAYBOY KENA BATUNYA   bab 16

    Ia kembali menerjang Morgan dengan murka. Katon yang hendak membantu Morgan, dikejutkan oleh Warren yang tiba-tiba sudah bangkit dan mengayunkan pedang ke arah Katon yang hendak menyeberang ke lorong Morgan. “Ah! Shit!” Katon berteriak terkejut ketika kelebat pedang mengarah ke muka nyaris mengiris hidung mancungnya. Untung Katon menarik mundur tepat waktu. Warren tidak memberi Katon kesempatan. Pedangnya kembali berkelebat naik dan Katon menangkis dengan pedang yang dibawanya. Warren menyeret turun lalu kembali menyabet ke atas. Katon kembali menangkis. Dua pedang kembali beradu. Katon terus-menerus diserang secara membabi buta dan Katon bisa langsung menilai. Warren gila dan sadis tapi ia tidak memiliki ilmu bela diri. Semua gerakannya acak dan ngawur. Katon perlu menyelesaikan pertarungan lebih cepat dan membantu Morgan. Katon mundur dan membuang pedangnya jauh dari jangkauan siapapun. “Hahaha ... kau menyerah? Kau ingin aku mengiris-irismu? Sini bocah tampan, main sama om.” Ka

    Last Updated : 2024-12-07
  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 17

    AKP Ahmad Soebani—Kasatreskrim Polres Cengkareng, turun langsung ke TKP untuk mengterogasi Katon perihal dua pembunuhan yang dilakukannya. “Kami butuh kehairan Anda berdua di Polres untuk melengkapi keterangan, Pak Katon dan Mister Morgan.” Teguh Putra yang mendengar kalimat polisi segera ikut bicara, “Pak Ahmad, tindakan yang dilakukan oleh Katon dan Morgan murni pembelaan diri dan untuk menyelamatkan saya, Pak.” “Benar sekali, kalau Katon tidak bertindak, entah apa yang terjadi pada kami, Pak.” Stella yang masih ada di sana dan setia mendampingi Katon, berani ikut bicara. “Saya selaku captain pesawat ini bersedia menjadi penjamin. Saya akan melengkapi sekaligus dengan surat resmi dari maskapai. Berkat Katon, penerbangan tetap berlangsung lancar dan tidak ada korban jiwa dari pihak penumpang.” David—pilot pesawat terbang juga menyampaikan pendapatnya. “Saya juga bersedia menjadi penjamin. Jika diperlukan, saya akan menyediakan pengacara untuk Katon. Hanya satu permintaan saya. I

    Last Updated : 2024-12-08

Latest chapter

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 244

    Acara pertunangan malam itu berlangsung meriah, penuh kehangatan dan kemewahan. Alunan musik jazz yang dimainkan secara live mengiringi setiap percakapan dan tawa yang bergaung di sepanjang taman villa. Di tengah-tengah taman, Rosalind dan Morgan berdiri sebagai pusat perhatian. Mereka berdua tampak bahagia. Bersama menyambut tamu-tamu yang datang dari berbagai belahan dunia. Saling memperkenalkan anggota keluarga, dan sesekali berbagi canda bersama para tamu yang mendekati mereka. Sebuah panggung kecil dengan latar belakang laut dan langit yang berhiaskan bintang menambah kesan romantis malam itu. Di atas panggung, band jazz memainkan lagu-lagu klasik yang mengiringi tamu-tamu saat mereka berdansa di lantai dansa yang dibentuk dari marmer putih berkilau. Para pelayan dengan seragam hitam-putih elegan bergerak luwes membawa nampan-nampan berisi minuman anggur terbaik, koktail tropis, dan mocktail segar untuk dinikmati oleh tamu. Hidangan yang disajikan sangat bervariasi, mulai d

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 243

    Suasana berbeda tampak di sebuah villa megah di Riviera Maya yang berdiri anggun di atas tebing, langsung menghadap Laut Karibia. Dikelilingi oleh pohon-pohon palem tinggi dan taman tropis yang rimbun, villa bergaya arsitektur kolonial modern dengan dinding putih bertekstur, pilar-pilar marmer, dan balkon-balkon melengkung yang langsung menghadap pemandangan laut tak terbatas. Tambahan tampak mencolok dengan lampu-lampu pesta, untaian bunga dan hiasan khas sebuah pertunangan mewah, dilengkapi dengan karpet merah yang menyambut setiap tamu yang hadir. Katon, yang belakangan ini sibuk dengan tanggung jawabnya di New York, tidak ikut mengurus pesta pertunangan adik dan sahabatnya dan hanya hadir bersama Ratih sebagai tamu undangan. Ia baru saja turun dari limousine, mengancingkan jas sambil mengedarkan pandangan ke atas, tempat villa menjulang dengan indah, sesaat kemudian, ia ulurkan tangan ke arah limousine yang terbuka dan membimbing sang istri keluar dari sana. Bersama, dalam ke

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 242

    Ratih menelengkan kepala, balas menatap suaminya, “Tujuan orang menikah memang biasanya untuk memiliki keturunan, Mas. Kecuali dari awal sudah bersepakat untuk child free.” Wanita itu diam sejenak untuk mengenali ekspresi suaminya. Saat Katon juga diam, Ratih melanjutkan kalimatnya. “Aku, tidak mau hamil selama ini karena enggan kuliah dengan perut besar. Aktifitas kampus tidak cocok untukku yang berbadan dua walau untuk sebagian orang lain mungkin tidak masalah. Sekarang, saat tidak ada lagi tuntutan kuliah, aku siap saja jika harus hamil. Mas Katon tidak ingin memiliki anak?” “Bagaimana kalau anak kita membawa genku, Ratih?” tanya Katon galau. Ratih menatap wajah suaminya yang tampan, jarang sekali wajah ini terlihat kalut. Tetapi sekarang Ratih melihat, Katon juga bisa rapuh. Ia merengkuh wajah suaminya, memberikan senyum paling tulus untuk menguatkan. “Maka anak kita akan seperti papanya. Kuat, ganteng, dan mampu menghadapi apapun.” Katon mendesah sebal, memutar matanya ke at

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 241

    Columbia University of New York sedang menunjukkan kesibukan luar biasa. Saat ini mereka sedang dalam masa Commencement week. Yaitu, minggu-minggu menjelang wisuda dilangsungkan. Upacara wisuda di Columbia University berlangsung dengan berbagai acara selama Commencement Week. Dimulai dengan setiap sekolah di bawah Columbia university menyelenggarakan upacara Class Day masing-masing, di mana nama setiap lulusan dipanggil, memberi kesempatan untuk momen yang lebih personal. Beberapa acara lain juga diselenggarakan, seperti Baccalaureate Service—upacara lintas agama yang melibatkan musik, doa, dan refleksi multikultural untuk merayakan pencapaian lulusan sarjana dari Columbia College dan Barnard College, serta sekolah-sekolah lainnya di bidang teknik dan sains. Tradisi unik lainnya adalah penyanyian lagu Alma Mater Columbia oleh seluruh komunitas, sebagai simbol kebersamaan dan perpisahan. Columbia juga memberikan University Medals for Excellence kepada individu yang berprestasi dan m

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 240

    Sebagai bisnis fashion yang menyasar level menengah ke bawah, Starlight Threads berlokasi strategis di Harlem, 214 West 125th Street, Suite 2A. Ke sanalah Katon membawa istrinya. Pagi Sabtu yang cerah menyelimuti Harlem. Matahari menyorot dari celah-celah gedung perkantoran yang sederhana tetapi berkarakter di kawasan ini. Katon membimbingnya dengan tangan yang mantap menuju bangunan tiga lantai di ujung jalan, sebuah gedung dengan dinding bata merah yang terlihat kokoh namun tidak berlebihan. Di balik kaca jendela yang lebar di lantai dua, papan nama kecil berwarna emas dengan tulisan elegan “Starlight Threads” menggantung, menandakan kegunaan bangunan ini. Ratih memperhatikan detail itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Meskipun sederhana, bangunan itu memiliki daya tarik tersendiri. Tangga menuju lantai atas diselimuti perabot industrial yang chic, dekorasi modern berpadu dengan sisa-sisa gaya klasik yang membuat tempat itu berkesan unik. Studio ini bukan hanya sekadar toko

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 239

    Katon sangat terkejut dan spontan melepaskan pelukan wanita tersebut. Katon menangkap kedua bahu wanita berbaju merah dan mendorongnya menjauh. Ia tidak memiliki keinginan melihat, siapa gerangan wanita itu. Ia lebih khawatir kepada istrinya, Katon menoleh ke arah Ratih dan mendapati wajah istrinya berubah menjadi penuh amarah dan kekecewaan. “Katon, apa kabar?” tanya Alice manis, ia tak mengindahkan Katon yang berusaha lepas dari pelukannya, mendorongnya menjauh. Bagi Alice, bertemu Katon adalah keberuntungan luar biasa. Pria ini pernah dekat dengannya, menolongnya, memberikan uang perlindungan yang tidak sedikit dan berkat Katon pula, ia selamat bahkan sekarang menjadi bagian dari wanita sukses di Manhattan. Alice Wellington. Dari bukan siapa-siapa menjadi bintang berkat Katon. Uang pemberian Katon ia manfaatkan untuk kuliah dan membuka usaha. Kini, Alice Wellington adalah pemilik Starlight Threads sebuah startup fashion yang memadukan gaya modern dengan sentuhan klasik, mengkh

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 238

    Ratih dan Katon telah kembali ke New York. Segera, mereka disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Katon segera memimpin Growth Earth Company yang berada di Park Avenue. Pertikaiannya dengan Satria entah bagaimana menjadi perang dingin. Mungkin campur tangan Arini yang membuat Satria tidak datang menghukum langsung putera sulungnya. Yang Katon tahu, beberapa bulan ini papanya sibuk dengan kantor Growth Earth Company yang ada di Canada. Membuat Rosalind sibuk dengan Growth Earth Company yang berpusat di Jakarta. Hampir keteteran dengan bisnis skincare-nya sendiri. “Gak pengen pulang, Mas? Pegang GEC Jakarta dan kendalikan New York dari sini.” Rosalind saat menghubungi Katon melalui panggilan telepon sekedar bertukar kabar. “Tidak, terima kasih. Ratih sedang menyelesaikan tugas akhir. Dia harus fokus di sini. Masa kutinggal. Enak saja!” Rosalind menghela napas. “Kenapa , sih? Glowing Beauty-mu kan sudah jalan?” Katon memastikan kepada adiknya. Glowing Beauty ada di bawah Growth E

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 237

    Pagi pertama mereka di Maldives dimulai dengan keajaiban pemandangan matahari terbit dari bungalow di atas air yang langsung menghadap laut. Katon, yang sudah bangun lebih dulu, menyiapkan sarapan di teras pribadi mereka. Hidangan lokal seperti mas huni, campuran tuna segar dengan kelapa yang wangi, tersaji di meja bersama kopi hangat yang mengepul. Angin laut meniup lembut, menyelimuti mereka dalam suasana pagi yang sejuk dan menyegarkan. Ratih tersenyum sambil menatap jauh ke horizon, di mana matahari mulai naik perlahan, mewarnai langit dengan semburat oranye keemasan. Ia telah duduk di teras, emnikmati layanan Katon, sebagai ganti layanannya semalam. "Mas," katanya sambil mengambil seteguk kopi, "aku pengen seperti ini bisa kita bagi bersama semua keluarga, suatu hari nanti." Katon menoleh, menatapnya dengan mata bertanya. "Maksudmu, liburan besar bersama mereka di tempat seperti ini?" Ratih mengangguk. "Ya, bukankah indah rasanya kalau semua orang bisa berkumpul di sini? Mam

  • PLAYBOY KENA BATUNYA   Bab 236

    Di dalam kamar tidur mereka, di bungalow mewah yang mengapung di atas perairan Maldives, Katon dan Ratih tengah menikmati malam pertama bulan madu yang tertunda. Malam itu, kamar tidur mereka terisi oleh suasana yang sempurna. Dinding kaca besar di depan tempat tidur menampakkan hamparan laut lepas berwarna biru pekat, dihiasi kilauan bintang dan rembulan yang menggantung anggun di langit. Suara ombak yang lembut menjadi irama pengantar yang menenangkan, membawa mereka ke dalam dunia penuh keintiman dan keheningan yang hanya mereka berdua miliki. Di lantai kamar, lilin-lilin aromaterapi tersebar. Masing-masing memiliki pendar kecil yang hangat, mengisi ruangan dengan aroma melati dan kayu manis lembut. Cahaya lilin yang berpendar-pendar membuat bayangan hangat di sekitarnya, mempertegas lantai kayu di sekitar lilin dengan kilaunya. Semilir angin laut masuk melalui celah balkon, membelai lembut rambut Ratih yang tergerai di pundak hingga punggung. Wanita itu sedang berada di atas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status