PILIH KASIH
3. Kedatangan Mbak Lisa dan Mas Aji~Aksara Ocean~“Masak apa, An?” Mbak Lisa bertanya padaku, dia masuk ke dapur sambil membawa ponselnya.Aku mengangkat wajahku dan mataku langsung bisa melihat wajah cantiknya yang merengut saat melihat keadaan dapurku, apa yang salah? Aku ikut mengedarkan pandanganku, dan menurutku tidak ada yang salah, dapurku bersih dan tidak ada sampah maupun piring kotor yang berceceran.Lalu apa alasannya sehingga dia melemparkan tatapan jijik saat ini? “Masak sayur lodeh sawi putih, Mbak. Ada sambal terasi juga dan ikan asin,” sahutku pelan, sambil mengaduk cangkir berisi teh hangat yang akan aku hidangkan ke depan.Sedangkan di depan sana, Mas Abi dan juga Ma Aji sedang berbincang-bincang. Entah ada angin apa sehingga kedua pasangan terhormat ini mau menginjakkan kaki mereka yang suci ke dalam gubukku, karena biasanya hanya Mas Aji yang akan datang jika mereka membutuhkan bantuan, ataupun untuk menasehati kami.Lagipula, setahuku biasanya hari minggu begini mereka akan pergi untuk berjalan-jalan karena di hari minggulah Mbak Lisa libur dari rutinitasnya mengajar. Dan dihari minggu pula waktuku bisa seharian dihabiskan dengan Mas Abi, tapi malah mereka datang ke sini. Mengganggu saja! Batin ku berteriak kesal.“Ya Allah, An! Nggak ada gizinya itu!” balas Mbak Lisa sambil mencebik. “Ya mbok sesekali masak ayam, atau daging! Jangan ikan asin terus!” Lanjutnya kembali menceramahiku.Aku mengangkat kedua bahuku, tidak terlalu memperdulikan omongan Mbak Lisa. Aku suka ikan asin, apa masalahnya? Toh, untuk membeli ayam aku masih mampu, dan Mbak Lisa tidak tahu saja kalau di dalam lemari sana nun jauh di bawah tumpukan baskom-baskom milikku ada sepiring ayam lengkuas yang aku sembunyikan.Bila dibiarkan di sini, maka aku yakin kalau ayamku akan segera habis hanya dalam hitungan detik. Wong Mas Aji itu makannya banyak, dan dia tidak pernah memikirkan orang yang belum makan. Untung saja aku sempat mengamankan makanan favorit suamiku itu, kalau tidak dia bisa tidak kebagian!“Mau bagaimana lagi, Mbak. Aku ini kan, nggak kerja dan suamiku juga cuma kuli bangunan. Mana sanggup beli ayam!” ujarku merendah.“Iya, ya! Kasihan juga kamu, An. Pasti makan ayam kalau undangan doang!” ejeknya sambil tertawa kecil.“Iya, Mbak,” ujarku dengan lesu.“Kalau aku sih, ayam dan daging itu wajib, An. Tenggorokanku sakit kalau nggak nelen makanan mewah,” ujar Mbak Lisa sombong. “Perutku juga mual kalau yang aku kasukkan itu makanan orang susah, nggak digiling sama ususku, An!” Lanjutnya sambil terkekeh mencemooh.“Wah, kalau Mbak sih, aku udah nggak heran. Makan daging setiap harus juga pasti mampu, kalau aku bisa makan ikan asin aja udah bersyukur, Mbak,” balasku setengah hati. Aku memang tidak pernah menanggapi Mbak Lisa secara serius, dia ini tipe manusia yang suka ditinggakan dan di sanjung-sanjung. Aku tidak ada masalah dengan hal itu, tih posisi kami sama-sama menantu. Ujaran pedas Mbak Lisa sering kali hanya aku anggap angin lalu, asal belum kelewatan maka aku hanya tersenyum dan juga membalas ucapannya dengan puji-pujian untuknya.Lain lagi kalau yang berbicara adalah Ibu, maka aku hanya akan diam dan tidak membalas. Sebelum menikah, orang tuaku sudah mewanti-wanti diriku agar bisa menahan diri di keluarga Mas Abi. Harus memperlakukan Ibu mertuaku seperti aku memperlakukan orang tuaku, harus dihormati dan juga disayangi dengan sepenuh hati.Yah, walau aku sendiri juga ragu, sampai kapan aku bisa menahan dan diam dengan sikap Ibu yangs elalu memojokkan ku.“An, kamu ini pernah makan udang atau tidak, sih? Makan seafood gitu, loh!” tanya Mbak Lisa setelah kami diam untuk beberapa saat. “Ya kalau aku dan Mas Aji kan rutin beli persedian seafood ya, udang, kepiting, cumi-cumi. Kalau kamu dan Abi, pernah makan seafood atau tidak sih?” tanyanya lagi dengan penuh keingintahuan.Aku hanya menatapnya dengan pandangan aneh, apa dia mengira aku dan Mas ABi tidak pernah makan-makanan enak? Begitu? Wahhh, dangkal sekali pemikirannya. Walau Mas Abi hanya kuli bangunan, tetapi kehidupan kami tidak semenyedihkan itu. Mungkin untuk memperbaiki rumah, membeli motor baru, dan memperbaiki peralatan, kami memang kesulitan dan masih menabung untuk itu. Tapi kalau untuk makan, aku sama sekali tidak pernah membatasi. Gaji Mas Abi cukup untuk kami berdua makan, dan aku bahkan bisa menabung walau sedikit. Alhamdulillah kami tidak memiliki hutang dan kami hidup dengan nyaman. “Yah, aku sering makan yuyu sih, Mbak,” ujarku dengan cuek. “Yuyu?” tanya Mbak Lisa dengan mata yang membelalak kaget. “Iya!” kataku sambil mengangguk kecil. “Yuyu itu mirip kepiting kok.” Aku melanjutkan sambil menahan tawa.Mbak Lisa yang menampilkan wajah cengo benar-benar terlihat sangat lucu, matanya melotot dengan bibir yang terbuka lebar. Aku hanya mengedikkan bahu, dan meninggalkan iparku itu ke depan. Menghidangkan teh hangat pada Mas Abi dan Mas Aji.“Diminum, Mas,” kataku pada Mas Aji.Kakak kandung suamiku itu hanya mengangguk kecil dan kembali menatap Mas Abi dengan pandangan serius, aku juga ikut melihat ke arah suamiku itu dan setelahnya aku langsung termenung. Wajah Mas Abi mengeras, tangannya terkepal erat, sepertinya sementara kami di dapur tadi Mas Abi dan kakaknya tengah terlibat pembicaraan yang menegangkan.“Pikirkan lagi, Bi!” ujar Mas Aji sambil mengambil cangkir tehnya, dia menyesapnya sedikit sambil melirik ke arahku.Sementara Mas Abi masih diam, Mbak Lisa sudah kembali dari dapur dan duduk di sebelah Mas Aji. Tapi setelahnya, dia kemudian terlonjak berdiri dan memegang bokongnya.“Awww, apaan ini, sih?” tanyanya sambil memegangi per-besi yang mencuat. “Sakit, Mas!” katanya mengadu.“Oh, di bagian sana memang per-nya sudah rusak, Mbak. Sering keluar!” ujarku menjelaskan.“Beli yang baru lah, An. Kalau kayak gini ceritanya, bisa-bisa nggak ada yang mau bertamu ke rumah kalian! Soalnya semua takut, sepulang dari sini harus ke rumah sakit!” sahut Mbak Ana dengan ketus.“Iya, Mbak. Kami lagi nabung, kok!” jawabku sambil tersenyum kecil.“Kalau yang kamu tabung itu recehan, mau berapa puluh tahun baru bisa beli sofa baru? Belum lagi kalian harus beli motor, benerin rumah, dan beli perabotan yang lain,” ujar Mbak Lisa sambil melihat ke sekeliling.“Namanya juga baru bisa nabung recehan, Mbak. Ya doakan saja, biar kami bisa dapat rezeki dan mampu membeli semuanya,” balasku pelan.Mbak Lisa langsung terlihat mencebik dengan sinis, dia mengambil ponsel mahalnya dan mengarahkannya ke wajahnya. Ah, pasti sedang selfie. Mbak Lisa ini memang ratu sosmed, dia suka sekali memposting foto-foto dan kegiatannya di sosmed baik itu di aplikasi w******p dan juga f******k.Aku berteman dengannya di f******k, dan sering sekali aku melihat kemewahan dan juga kesenangan yang Mbak Lisa pamerkan.Benar-benar seperti sosialita, barang mewah dan branded, sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Sangat berbeda denganku yang sederhana menjurus ke miskin sebenarnya."Doa saja nggak mampu mengabulkan segalanya, An!" ujar Mbak Lisa, kali ini suaranya lebih tegas dan juga tajam. "Kita juga butuh usaha dan juga motivasi!" Lanjutnya lagi.Aku mengernyitkan dahiku tak mengerti, "ya, aku juga tahu, Mbak. Makanya uang gaji Mas Abi sebagian aku tabung," kataku cuek."Sebagian itu berapa sih jumlahnya, An? Nggak usah sebagiannya, semuanya kamu tabung pun nggak akan cukup untuk beli sofa dan mengganti perabotan yang lain. Nggak akan cukup untuk merubah kehidupan kalian," ujar Mbak Lisa dengan ketus. "Bukan apa-apa, berapa sih gaji seorang kuli bangunan? Aku ini bukannya sombong, tapi pastinya nggak sebanyak pegawai negeri, kan?" Lanjutnya menyebalkan.Aku menganga, apa maksudnya? Dia sedang menghinaku secara terang-terangan? Dan apa dia baru saja meremehkan penghasilan dan pekerjaan suamiku?"Makanya pikirkan apa yang baru saja aku bilang tadi, Bi! Hidupmu akan berubah!" ujar Mas Aji dengan cuek.Hidup Mas Abi akan berubah? Maksudnya apa? Aku menatap Mas Abi dengan bingung, dan suamiku itu masih diam dan menatap Mas Aji dengan pandangan membunuh."Aku memang miskin, Mas. Tapi aku tidak akan mengizinkan istriku menjadi TKW!" sahut Mas Abi dengan tegas.Tunggu! Tunggu dulu! Aku? Menjadi TKW? Gila! ~Aksara Ocean~PILIH KASIH4. Amarah Mas Abi (Bagian A)~Aksara Ocean~"Hah?!" Aku berteriak lantang. "Siapa yang mau jadi TKW? Aku?" Aku menunjuk wajahku sendiri."Mas Aji nyuruh aku kerja jadi TKW begitu?" tanyaku lagi, karena tidak ada yang menjawab ucapanku. "Atau aku yang salah tanggap?" Lanjutku dengan nada yang mengancam.Semuanya terdiam dan kembali sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, Mas Abi masih menatap Mas Aji dan juga Mbak Lisa dengan pandangan membunuh, sedangkan kakak kandung suamiku itu mengalihkan pandangannya ke arah jendela.Mbak Lisa kembali sibuk dengan kegiatannya mengambil gambar, berkali-kali dia berganti gaya dan juga pose agar terlihat bagus. Tapi setelah apa yang mereka katakan tadi, aku sama sekali tidak bisa melihat sesuatu yang bagus dari Mbak Lisa maupun Mas Aji.Mereka tidak lebih seperti suami istri kejam yang ada di sinetron-sinetron ikan terbang! Sialan!"Kalian tidak mau menjawab pertanyaanku? Hah?!" Habis sudah kesabaranku, Mbak Lisa dan Mas Aji terperanj
5. Amarah Mas Abi (Bagian B)“Lalu aku pernah menyusahkan? Begitu maksud, Mbak?” sambarku dengan cepat.Nafasku kembali menderu, emosi tadi yangs mepat reda kembali memuncak. Apa maksud kata-katanya? Kapan aku menyusahkan orang lain?“Kamu menyusahkan Abi!” ujarnya menudingku. “Kamu juga menyusahkan Ibu, An!” katanya lagi.“Hah?” Aku melongo, luar biasa bingung dengan kata-katanya. “Aku menyusahkan Mas Abi dan juga Ibu? Kapan, Mbak? Aku masih bisa pipis sendiri, masih bisa buang air sendiri, masih bisa makan sendiri, berjalan dan bahkan berlari aku juga masih bisa. Di bagian mana aku menyusahkan?” tanyaku mengejek.Mas Abi tergelak kecil, dan menepuk puncak kepalaku dengan lembut. Raut tegang yang dari tadi menggelayuti wajah tampannya sudah menghilang, terganti dengan raut geli yang menularkan tawa padaku.“Mbak, aku ini dari segi mana kalian anggap menyusahkan?” tanyaku mencoba bersikap terbuka.“Kamu itu tidak bekerja! Hak itu membuat gaji Abi habis hanya untukmu, dan Ibu keberatan
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant!)6. Ana yang Meledak! (Bagian A)*******“Ya ampun, Abi! Kenapa kau menjadi berlebihan seperti ini, sih?” Mas Aji memekik dengan kuat, wajahnya terlihat menyebalkan lengkap dengan mulutnya yang menganga lebar.Sialan! Tiba-tiba aku menjadi amat jijik dengan wajahnya itu, benar-benar wajah orang yang tidak memiliki rasa malu dan juga wajah orang tidak memiliki otak! Apa katanya tadi? Berlebihan? Wahhhh, aku yakin ada sesuatu yang salah dengan otak dari kakak suamiku ini.Aku langsung melirik Mas Abi setelahnya, dan suamiku itu hanya bisa menghela nafas lelah sambil mengusap kedua wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Aku bahkan bisa ikut merasakan, apa yang suamiku itu rasakan.Frustasi, jijik, marah, dan juga kecewa, bercampur aduk menjadi satu. Dasar keluarga toxic, aku bahkan tidak percaya akan mengalami sendiri kehidupan seperti drama-drama indonesia di stasiun televisi ikan terbang yang fenomenal itu.Tapi keny
7. Anna yang meledak (Bagian B)Aku menyunggingkan senyum kecil, jangan macam-macam sama orang pendiam. Sekali marah, kelar hidup kalian. Suamiku itu bucin nya sudah tingkat dewa langit dan juga dewa lautan. Yang tinggi dan luasnya tak terhingga."Eh, eh, jangan kau bandingkan istriku dan istrimu, Bi. Istriku pegawai negeri, beda sama Istrimu yang tidak bekerja!" sahut Mas Aji dengan nada tidak terima.Mbak Lisa mengangguk membenarkan, sungguh pasangan yang sangat klop. Suami istri sama-sama tidak tahu diri dan sama-sama tidak punya otak, pantas saja mereka berjodoh!Memang apa hebatnya pegawai negeri? Hanya menang gaji banyak, sertifikasi, dan juga tunjangan hari raya. Eh! Hebat sekali, tapi kan tidak seharusnya menyombong dan merendahkan orang lain. Banyak kok, pegawai negeri di desa ini yang rendah hati dan juga bersahaja. Tidak seperti Mbak Lisa ini.Angkuh! Merasa paling hebat dan juga paling di atas, tidak tahu saja kalau semua itu hanya titipan Allah SWT. Kenapa Allah tidak men
PILIH KASIH 8. Ke rumah Emak! (Bagian A) Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian cangkir teh yang aku hantamkan ke meja dan berakhir dengan perginya Mbak lisa dan juga Mas Aji dari rumahku. Kini aku akhirnya bisa menikmati hidup tenangku tanpa gangguan mertua julid dan juga ipar rese. Aman, tentram, dan juga bahagia. Ya Allah, nikmat mana lagi yang aku dustakan? Ibu juga tidak merecoki hidupku lagi, dia bahkan tidak pernah datang lagi ke rumah ini. Padahal biasanya ada saja yang disuruhnya pada Mas Abi, yang inilah, yang itulah, tapi kali ini aman! Suamiku bisa istirahat sepulang bekerja dan aku juga bisa mengistirahatkan telinga juga hatiku dari ucapan-ucapan ketusnya. Oh, Ibu. Andai saja kau selalu seperti ini, maka aku akan sangat beruntung! Batinku berteriak senang di dalam hati, sambil bersenandung kecil aku mengupas bawang dan juga memetik cabai. Aku mau buat gulai ayam kampung, kebetulan Mas Abi dapat rezeki lebih karena dia membantu tuan rumah mengangkat batangan bambu
9. Ke Rumah Emak (Bagian B)Melihat dia yang pergi menjauh, aku langsung kembali ke dapur dan menuangkan santan ke kuali, sebentar lagi Mas Abi akan pulang dan kami akan makan bersama. Segera aku hidangkan nasi, dan juga sambal di atas meja kecil yang dibuat Mas Abi untuk tempat rice cooker. Setelah semuanya siap, aku ikut menghidangkan gulai ayam kampung yang baru saja aku masak ke atas meja. Sambil menunggu Mas Abi, aku memainkan ponsel dan saat membuka aplikasi Whatsapp aku menemukan ada pesan dari adikku.[Mbak, disuruh Emak pulang!] Katanya to the point.Benar-benar tipikal adikku yang sama sekali sulit berbasa-basi dan maunya tembak langsung kalau ngomong, adikku ini sudah menikah juga dan ikut dengan suami dan mertuanya. Namun adikku lebih beruntung, suami dan mertuanya amat menyayanginya dan hidupnya tidak pernah ada masalah yang berarti.“Kamu di rumah Emak?” balasku ingin tahu, kebetulan dia masih online.[Iya, ke sinilah! Kebetulan si Aina pulang!] Tulisnya di ujung sana.
10. Ke Rumah Emak (Bagian C)“Ayo, Dek! Cepat!” ujar Mas Abi, sambil memindahkan gulai yang aku masak tadi ke dalam rantang lengkap dengan sambalnya sekalian. Dia sangat telaten dan juga baik, beruntung sekali aku punya suami seperti dirinya.Aku masih berselancar di dunia maya, dan menemukan status Mbak Lisa yang baru saja di postingnya lima belas menit yang lalu. Sebuah foto yang benar-benar membuat hatiku dipenuhi kecemburuan, foto sebuah motor matic besar keluaran terbaru.[Pengen beli motor baru, soalnya yang lama sudah ketinggalan jaman. Tapi apalah daya, uangnya kurang. Untung saja ditambahin sama Ibu mertua ku yang baik, jadi kebeli deh! Motor ini cash ya, no credit-credit!] Tulisnya dengan emoticon ngakak lima buah.Ya Allah, Astaghfirullah. Enak sekali hidupnya!“Dek! Ayo, kok malah bengong, sih?” tanya Mas Abi sambil menghampiriku.Aku menatapnya dengan pandangan nanar, Mas Abi langsung mengerutkan dahinya dan menatapku dengan pandangan meminta maaf. Dia lalu duduk di sampi
PILIH KASIH 11. Penjualan Tanah (Bagian A) Kenapa Aina lama sekali, sih? Aku bergerak tidak nyaman di tempatku duduk dan sesekali menatap ke belakang berharap adik bungsuku itu muncul dengan senyum mengembang, sehingga pembicaraan ini bisa dimulai. Kata-kata yang dikeluarkan oleh Aira tadi membuat rasa penasaranku melambung hingga ke ubun-ubun, cuan? Cuan dari mana? Kami ini hidup pas-pasan, walau tidak tergolong keluarga yang susah. Emak hanya bekerja di sawah peninggalan bapak, lumayan luas sehingga Emak bisa menyewakan sawahnya sebagian dan sebagian lagi digarap sendiri. Dari sanalah kami semua hidup dan juga bisa mengenyam pendidikan walau aku dan AIra hanya bisa sampai bangku sekolah menengah atas, makanya Emak bertekad agar Aina menjadi orang sukses. Setidaknya dia harus berkuliah, dan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Alhamdulillah, hasil panen Emak selalu melimpah dan juga bagus. Emak adalah satu-satu wanita yang paling aku hormati di dunia ini, Bapak meninggal saat Aina m