PILIH KASIH
2. Luka Mas Abi~Aksara Ocean~Hari masih pagi saat Ibu datang ke rumahku, bahkan aku baru saja bersiap memasak untuk sarapan pagi.Tidak mau membuat Ibu menunggu, aku segera membuka pintu dan terlihatlah wajah Ibu mertuaku yang tengah mengipasi wajahnya.“Bi! Abi!” Ibu langsung nyelonong masuk dan duduk di sofa, sofa butut milikku.Eh, milik Ibu sebenarnya. Karena dia sudah membeli sofa baru yang lebih mahal dan juga cantik, jadi sofa bobrok ini dilungsurkan padaku. Sofa yang sudah banyak bolongnya, busanya sudah keluar, dan beberapa per besi mencuat hingga terkadang menyakiti bokong indahku ketika tak sengaja mendudukinya.“Mana Abi, An?” tanya Ibu pelan.Dia menatapku dari atas ke bawah dengan pandangan menyelidik, kemudian dia bangkit dan mendekatiku sambil menelisik. Bibir tuanya mencebik sinis dan tangannya terulur menuju wajahku, aku memejamkan mata.Apa aku akan dipukul? Selama ini Ibu hanya melontarkan kata-kata pedas, tetapi apa kali ini dia akan melayangkan tangannya kepadaku untuk pertama kalinya. Tapi, kok tidak sakit ya?Eh! Aku langsung membuka mataku saat Ibu menyentuh rambut panjangku yang tergerai, dia kemudian memegang dan melemparkan tatapan sinis. Tatapan yang sudah sangat aku hafal.“Bukankah sudah Ibu bilang? Untuk sekarang ini, kalian belum pantas untuk memiliki anak!” katanya dengan ketus. “Kurangi intensitas kalian untuk bersama,” katanya lagi.Deg! Aku menelan ludah, ketimbang malu dengan hal privasi yang Ibu lontarkan. Aku lebih sakit hati dengan kata-katanya sewaktu di awal, belum pantas? Bukankah seharusnya beliau bahagia jika kami bisa memberi cucu untuknya? Aku menelan ludah dengan susah payah dan menatap Ibu dengan pandangan nanar, mengumpulkan keberanian di dalam hatiku dan berusaha meneguhkan keyakinan untuk membalas ucapan Ibu.“Bu, Ana dan Mas Abi memang sudah bicara dan kami ingin mempunyai anak secepatnya,” kataku sambil menelan ludah. “Apa?!” tanya Ibu dengan nada kesal, matanya membelalak kaget dan menatapku dengan pandangan membunuh. “Kamu ini kalau ngomong dipikir dulu atau tidak, sih?” tanya Ibu lagi.Dia lalu mendengus dan kembali duduk di sofa,mengangkat satu kakinya dengan angkuh di atas kaki lainnya. “Mana Abi? Panggil dia ke sini!” ujar Ibu dengan angkuh.“Mas Abi sedang di belakang, Bu,” balasku dengan ragu."Panggil dia!" katanya dengan ketus.Aku hanya mengangguk ragu dan memanggil Mas Abi, setelahnya aku segera membuatkan segelas teh hangat untuk Ibu dan kembali ke dapur untuk memasak. Bagaimanapun juga, jam setengah delapan nanti Mas Abi sudah harus berangkat bekerja. Karena tempat dia bekerja saat ini lumayan jauh dari tempat tinggal kami, sekitar dua puluh menit mengendarai motor."Bu," sapa Mas Abi sambil duduk, dia menatapku sebentar kemudian mengangguk kecil.Jarak dapur dan ruang tamu memang sangat-sangat dekat, bahkan nyaris tidak bersekat. Hanya dipisahkan oleh sebuah meja kusam yang diatasnya ada televisi tabung yang sudah jarang dihidupkan.Bukannya tidak mau menontonnya, tapi karena warna televisiku ini merah menyala. Aku juga tidak tahu kenapa, tapi saat aku tanya ke tukang servis televisi dia bilang agar aku membeli televisi baru saja.Aku hanya menganggap kalau abangnya sedang melawak saat itu, aku dapat uang dari mana beli televisi baru? Ada-ada saja!"Bukankah sudah Ibu bilang? Kalian belum pantas untuk memiliki anak, Bi!" Ibu langsung mencecar Mas Abi dengan sergapan kata-kata yang menyakitkan sama seperti yang dia lontarkan barusan untukku. "Maksud Ibu apa, sih?" tanya Mas Abi dengan santai.Suamiku itu benar-benar sangat santai menghadapi Ibunya, dia bahkan tidak terlihat terluka dan biasa saja. Apa hanya aku yang bersikap berlebihan?Sambil mengiris buncis, aku memasang telingaku dengan awas. Walau tangan bekerja dengan tekun, tapi telinga juga harus mendengar dengan jelas."Loh, kan sudah sering Ibu bilang, Bi! Masak kamu lupa, sih?" tanya Ibu dengan nada gemas. "Mempunyai anak itu butuh biaya yang besar, dimulai dari hamil! Ana itu makannya banyak, rakus, Bi! Bayangkan, dia pasti akan mengidam banyak makanan dan itu artinya uang kamu akan habis untuk menyenangkannya!" kata Ibu panjang lebar.Mas Abi hanya diam mendengarkan, dan Ibu mendengus dengan keras. "Kamu itu kalau dinasehati, cuma diem! Tapi aslinya ngeyel, nggak bisa dibilangin!" ujar Ibu kesal."Ya Allah, Bu. Kalau aku jawab, Ibu marah. Aku diam, Ibu bilang ngeyel. Terus aku harus gimana?" tanya Mas Abi frustasi.Ibu mencebikkan bibirnya, menggerakkan ke kanan dan ke kiri. "Belum lagi melahirkan, Bi! Iya kalau bisa normal, kalau harus cesar bagaimana? Bisa habis uangmu!" ujar Ibu berapi-api."Ya Allah, Bu. Doakan yang baik-baik untuk istriku, bukannya mendoakan dia yang buruk-buruk!" jawab Mas Abi dengan cepat."Hah! Jawab terus kalau orang tua ngomong!" sahut Ibu emosi. "Ibu ini tidak mendoakan, tetapi biasanya yang durhaka pada orang tua akan sulit melahirkan!" katanya sambil melirikku dengan sinis."Ibu!" Mas Abi memekik kesal. "Lah, memang iya, kan?" tanya Ibu menantang. "Wong disuruh kerja saja dia tidak mau, apa itu namanya kalau bukan durhaka?" tanya Ibu sinis.Aku menelan ludah, kalau tidak ingat aku sedang memetik cabai maka aku akan mengusap mataku yang sudah mulai berembun. Karena takut pedas, maka aku hanya bisa mendongakkan wajahku dan berusaha menahan air mata itu mati-matian."Jadi istri harus pinter nyari peluang buat bantu suami, Bi! Contoh Masmu, istrinya bantu cari nafkah! Masmu cuma ongkang-ongkang kaki pun mereka bisa makan enak, punya mobil bagus, punya rumah mewah, punya kehidupan yang mumpuni. Lah kamu?" Ibu langsung melihat ke sekeliling. "Rumah reot, motor butut, dan juga kehidupan yang blangsak! Karena apa? Karena istrimu tidak mau bantu mencari nafkah!" ujar Ibu dengan sinis.Walau Ibu berbicara dengan Mas Abi tapi aku yakin kalau kata-kata itu sepenuhnya untukku, perkara anak, mengatai aku rakus, dan mendoakan aku melahirkan cesar, sekarang beliau kembali mengungkit aku yang harus bekerja membantu mencari nafkah. Ibu benar-benar membuat pagiku menjadi suram!"Istriku tidak akan pernah bekerja! Aku masih sanggup untuk menghidupinya!" ujar Mas Abi dengan tegas. "Bukankah kita sudah membahas ini ratusan kali, atau ribuan? Dan jawabanku akan tetap sama, Ana akan tetap berada di rumah!" Lanjutnya lagi.Ah, suamiku benar-benar keren. Mas Abi memang selalu menolak ide Ibu yang menyuruh aku untuk bekerja, dan sering sekali penolakannya berujung dengan Ibu yang merajuk dan Mas Aji yang akan datang ke sini dan menasihati kami panjang lebar kalau Ibu adalah makhluk lemah yang harus dihormati dan ditaati."Kamu terlalu bebal, Bi! Istri itu tidak bisa terlalu dimanja, nanti kepalamu akan diinjak-injak olehnya!" Ibu masih berusaha mempengaruhi. "Kamu itu suami, seharusnya istrimu yang patuh padamu, bukan malah sebaliknya!" Lanjutnya sambil menunjuk-nunjuk Mas Abi."Diinjak? Seperti Mas Aji sekarang ini?" tantang Mas Abi dengan nada santai. "Yang diinjak-injak oleh Mbak Lisa, hanya karena Mbak Lisa itu pegawai negeri?" tanya Mas Abi berani."Abi! Kamu keterlaluan!" Ibu memekik marah. "Jangan sekali-kali kamu menghina Lisa dan Aji, mereka adalah anak kesayangan Ibu!" ujar Ibu lagi.Aku menelan ludah, ikut sakit ketika melihat sorot sedih di mata suamiku. Mas Abi tersenyum kecil, dan kemudian menatap Ibu dengan pandangan dalam."Itulah yang membedakan aku dengan Mas Aji, Bu. Dia anak kesayangan Ibu, dan aku bukan!" ujarnya dengan senyum tulus yang terlihat menyakitkan.~Aksara Ocean~PILIH KASIH3. Kedatangan Mbak Lisa dan Mas Aji~Aksara Ocean~“Masak apa, An?” Mbak Lisa bertanya padaku, dia masuk ke dapur sambil membawa ponselnya.Aku mengangkat wajahku dan mataku langsung bisa melihat wajah cantiknya yang merengut saat melihat keadaan dapurku, apa yang salah? Aku ikut mengedarkan pandanganku, dan menurutku tidak ada yang salah, dapurku bersih dan tidak ada sampah maupun piring kotor yang berceceran.Lalu apa alasannya sehingga dia melemparkan tatapan jijik saat ini? “Masak sayur lodeh sawi putih, Mbak. Ada sambal terasi juga dan ikan asin,” sahutku pelan, sambil mengaduk cangkir berisi teh hangat yang akan aku hidangkan ke depan.Sedangkan di depan sana, Mas Abi dan juga Ma Aji sedang berbincang-bincang. Entah ada angin apa sehingga kedua pasangan terhormat ini mau menginjakkan kaki mereka yang suci ke dalam gubukku, karena biasanya hanya Mas Aji yang akan datang jika mereka membutuhkan bantuan, ataupun untuk menasehati kami.Lagipula, setahuku biasanya hari m
PILIH KASIH4. Amarah Mas Abi (Bagian A)~Aksara Ocean~"Hah?!" Aku berteriak lantang. "Siapa yang mau jadi TKW? Aku?" Aku menunjuk wajahku sendiri."Mas Aji nyuruh aku kerja jadi TKW begitu?" tanyaku lagi, karena tidak ada yang menjawab ucapanku. "Atau aku yang salah tanggap?" Lanjutku dengan nada yang mengancam.Semuanya terdiam dan kembali sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, Mas Abi masih menatap Mas Aji dan juga Mbak Lisa dengan pandangan membunuh, sedangkan kakak kandung suamiku itu mengalihkan pandangannya ke arah jendela.Mbak Lisa kembali sibuk dengan kegiatannya mengambil gambar, berkali-kali dia berganti gaya dan juga pose agar terlihat bagus. Tapi setelah apa yang mereka katakan tadi, aku sama sekali tidak bisa melihat sesuatu yang bagus dari Mbak Lisa maupun Mas Aji.Mereka tidak lebih seperti suami istri kejam yang ada di sinetron-sinetron ikan terbang! Sialan!"Kalian tidak mau menjawab pertanyaanku? Hah?!" Habis sudah kesabaranku, Mbak Lisa dan Mas Aji terperanj
5. Amarah Mas Abi (Bagian B)“Lalu aku pernah menyusahkan? Begitu maksud, Mbak?” sambarku dengan cepat.Nafasku kembali menderu, emosi tadi yangs mepat reda kembali memuncak. Apa maksud kata-katanya? Kapan aku menyusahkan orang lain?“Kamu menyusahkan Abi!” ujarnya menudingku. “Kamu juga menyusahkan Ibu, An!” katanya lagi.“Hah?” Aku melongo, luar biasa bingung dengan kata-katanya. “Aku menyusahkan Mas Abi dan juga Ibu? Kapan, Mbak? Aku masih bisa pipis sendiri, masih bisa buang air sendiri, masih bisa makan sendiri, berjalan dan bahkan berlari aku juga masih bisa. Di bagian mana aku menyusahkan?” tanyaku mengejek.Mas Abi tergelak kecil, dan menepuk puncak kepalaku dengan lembut. Raut tegang yang dari tadi menggelayuti wajah tampannya sudah menghilang, terganti dengan raut geli yang menularkan tawa padaku.“Mbak, aku ini dari segi mana kalian anggap menyusahkan?” tanyaku mencoba bersikap terbuka.“Kamu itu tidak bekerja! Hak itu membuat gaji Abi habis hanya untukmu, dan Ibu keberatan
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant!)6. Ana yang Meledak! (Bagian A)*******“Ya ampun, Abi! Kenapa kau menjadi berlebihan seperti ini, sih?” Mas Aji memekik dengan kuat, wajahnya terlihat menyebalkan lengkap dengan mulutnya yang menganga lebar.Sialan! Tiba-tiba aku menjadi amat jijik dengan wajahnya itu, benar-benar wajah orang yang tidak memiliki rasa malu dan juga wajah orang tidak memiliki otak! Apa katanya tadi? Berlebihan? Wahhhh, aku yakin ada sesuatu yang salah dengan otak dari kakak suamiku ini.Aku langsung melirik Mas Abi setelahnya, dan suamiku itu hanya bisa menghela nafas lelah sambil mengusap kedua wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Aku bahkan bisa ikut merasakan, apa yang suamiku itu rasakan.Frustasi, jijik, marah, dan juga kecewa, bercampur aduk menjadi satu. Dasar keluarga toxic, aku bahkan tidak percaya akan mengalami sendiri kehidupan seperti drama-drama indonesia di stasiun televisi ikan terbang yang fenomenal itu.Tapi keny
7. Anna yang meledak (Bagian B)Aku menyunggingkan senyum kecil, jangan macam-macam sama orang pendiam. Sekali marah, kelar hidup kalian. Suamiku itu bucin nya sudah tingkat dewa langit dan juga dewa lautan. Yang tinggi dan luasnya tak terhingga."Eh, eh, jangan kau bandingkan istriku dan istrimu, Bi. Istriku pegawai negeri, beda sama Istrimu yang tidak bekerja!" sahut Mas Aji dengan nada tidak terima.Mbak Lisa mengangguk membenarkan, sungguh pasangan yang sangat klop. Suami istri sama-sama tidak tahu diri dan sama-sama tidak punya otak, pantas saja mereka berjodoh!Memang apa hebatnya pegawai negeri? Hanya menang gaji banyak, sertifikasi, dan juga tunjangan hari raya. Eh! Hebat sekali, tapi kan tidak seharusnya menyombong dan merendahkan orang lain. Banyak kok, pegawai negeri di desa ini yang rendah hati dan juga bersahaja. Tidak seperti Mbak Lisa ini.Angkuh! Merasa paling hebat dan juga paling di atas, tidak tahu saja kalau semua itu hanya titipan Allah SWT. Kenapa Allah tidak men
PILIH KASIH 8. Ke rumah Emak! (Bagian A) Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian cangkir teh yang aku hantamkan ke meja dan berakhir dengan perginya Mbak lisa dan juga Mas Aji dari rumahku. Kini aku akhirnya bisa menikmati hidup tenangku tanpa gangguan mertua julid dan juga ipar rese. Aman, tentram, dan juga bahagia. Ya Allah, nikmat mana lagi yang aku dustakan? Ibu juga tidak merecoki hidupku lagi, dia bahkan tidak pernah datang lagi ke rumah ini. Padahal biasanya ada saja yang disuruhnya pada Mas Abi, yang inilah, yang itulah, tapi kali ini aman! Suamiku bisa istirahat sepulang bekerja dan aku juga bisa mengistirahatkan telinga juga hatiku dari ucapan-ucapan ketusnya. Oh, Ibu. Andai saja kau selalu seperti ini, maka aku akan sangat beruntung! Batinku berteriak senang di dalam hati, sambil bersenandung kecil aku mengupas bawang dan juga memetik cabai. Aku mau buat gulai ayam kampung, kebetulan Mas Abi dapat rezeki lebih karena dia membantu tuan rumah mengangkat batangan bambu
9. Ke Rumah Emak (Bagian B)Melihat dia yang pergi menjauh, aku langsung kembali ke dapur dan menuangkan santan ke kuali, sebentar lagi Mas Abi akan pulang dan kami akan makan bersama. Segera aku hidangkan nasi, dan juga sambal di atas meja kecil yang dibuat Mas Abi untuk tempat rice cooker. Setelah semuanya siap, aku ikut menghidangkan gulai ayam kampung yang baru saja aku masak ke atas meja. Sambil menunggu Mas Abi, aku memainkan ponsel dan saat membuka aplikasi Whatsapp aku menemukan ada pesan dari adikku.[Mbak, disuruh Emak pulang!] Katanya to the point.Benar-benar tipikal adikku yang sama sekali sulit berbasa-basi dan maunya tembak langsung kalau ngomong, adikku ini sudah menikah juga dan ikut dengan suami dan mertuanya. Namun adikku lebih beruntung, suami dan mertuanya amat menyayanginya dan hidupnya tidak pernah ada masalah yang berarti.“Kamu di rumah Emak?” balasku ingin tahu, kebetulan dia masih online.[Iya, ke sinilah! Kebetulan si Aina pulang!] Tulisnya di ujung sana.
10. Ke Rumah Emak (Bagian C)“Ayo, Dek! Cepat!” ujar Mas Abi, sambil memindahkan gulai yang aku masak tadi ke dalam rantang lengkap dengan sambalnya sekalian. Dia sangat telaten dan juga baik, beruntung sekali aku punya suami seperti dirinya.Aku masih berselancar di dunia maya, dan menemukan status Mbak Lisa yang baru saja di postingnya lima belas menit yang lalu. Sebuah foto yang benar-benar membuat hatiku dipenuhi kecemburuan, foto sebuah motor matic besar keluaran terbaru.[Pengen beli motor baru, soalnya yang lama sudah ketinggalan jaman. Tapi apalah daya, uangnya kurang. Untung saja ditambahin sama Ibu mertua ku yang baik, jadi kebeli deh! Motor ini cash ya, no credit-credit!] Tulisnya dengan emoticon ngakak lima buah.Ya Allah, Astaghfirullah. Enak sekali hidupnya!“Dek! Ayo, kok malah bengong, sih?” tanya Mas Abi sambil menghampiriku.Aku menatapnya dengan pandangan nanar, Mas Abi langsung mengerutkan dahinya dan menatapku dengan pandangan meminta maaf. Dia lalu duduk di sampi