217. Konyol! (Bagian B)"Apaan sih, Dek? Nggak jelas! Tahu nggak, sih?" ujar Mas Abi dengan nada tidak suka."Fix! Fix!" Aku langsung bertepuk tangan sekali, dan memekik histeris."Apaan? Apanya yang fix?" tanya Mas Abi dengan bingung."Fix! Kamu bukan suamiku! Mana Mas Abi yang asli? Hah?!" tanyaku dengan nada ketus. "Di mana suamiku kau sembunyikan? Dasar makhluk jahanam!" teriakku lantang."Woi, apaan sih, Dek? Ya Allah! Ya Mas ini suamimu kamu, ini aku Abi!" kata Mas Abi dengan nada heran."Nggak! Nggak! Kamu pasti setan yang tengah menyerupai suamiku! Suamiku itu nggak mungkin berdiam diri seperti ini- dia pasti mengajak aku berbicara. Coba ucapkan Asyhadu An-la ilaha illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah! Baru aku akan percaya!" kataku dengan nada cepat."Asyhadu An-la ilaha illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah!" sahut Mas Abi dengan lancar."Coba bilang subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar!" pintaku lagi."subhanallah walhamdulillah
218. Konyol! (Bagian C)"Halah! Nggak usah! Udah basi, aku udah nggak mau lagi!" kataku sambil mengibaskan tanganku, kesal luar biasa dengan suamiku ini. "Dari tadi ke mana aja? Kenapa baru sekarang? Pas udah disindir-sindir?" Aku mendengus sebal."Mas di sini aja, kok!" sahut Mas Abi dengan santai, dan juga polos.Ya Allah! Ingin sekali aku mengikatnya, dan menghanyutkan suamiku ini ke sungai belakang rumah!~Aksara Ocean~"Mas, o Mas!" Mas Abi yang tengah duduk di meja kasir terlonjak kaget, dia akhir-akhir ini sangat sering melamun. Membuat orang menjadi bingung saja, dan tentunya menjadi sedikit takut. Aku takut suamiku itu kesurupan makhluk halus."Apa, Dek? Bisa nggak, sih? Kamu itu jangan ngagetin? Kalau Mas kena serangan jantung gimana?" tanyanya dengan ketus.Mas Abi kemudian kembali mengalihkan pandangannya, menatap jejeran shampo sachetan yang mungkin lebih terlihat menarik ketimbang istrinya sendiri."Ya mau gimana lagi, aku udah manggil dari tadi. Tapi, Mas nggak dengar,
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)219. Emosi! (Bagian A)“Bapak? Kenapa dengan Bapak?” tanya Mas Abi mencoba berkilah.Dia kembali memalingkan wajahnya, dan menatap jejeran shampo sachetan dan juga rentengan susu, moli, downa, molti, royci, masaki, yang tergantung rapi di batang besi yang dibuat oleh Mas Abi.Namun, sejauh apapun dia mengalihkan pandangannya, aku tetap bisa merasakan kegusarannya. Fix, dia dan juga Bapak tengah bertengkar. Tapi karena apa?“Mas! Kamu udah mau main rahasia-rahasiaan sama aku? Iya?” Akhirnya kesabaranku habis, dan semakin mencecarnya.Aku sengaja menggamit dagunya, agar dia kembali menatapku. Berhasil, wajahnya memang sudah berada di depanku. Tapi, sayangnya bola matanya malah bergulir ke arah jalanan. Dia benar-benar berusaha keras untuk melarikan tatapannya, agar tidak bersinggungan denganku.“Kamu kenapa sih, Mas?” tanyaku lagi.“Mas nggak kenapa-kenapa,” sahut Mas Abi dengan yakin.“Kenapa harus bohong, sih?” Aku mengeluh kesal
220. Emosi! (Bagian B)“Hah? Nggak lah, enak aja! Mas ikut, Mas juga rindu sama Emak, kok malah mau kamu tinggal. Jahat banget, sih!” katanya dengan ketus.Melihat wajah Mas Abi yang cemberut, sukses membuat aku tertawa kecil. Suamiku ini memang sangat dekat dengan Emak, dia sama sekali tidak menganggap Emak sebagai mertuanya, lebih seperti Ibunya sendiri.Tak ada perbedaan antara Ibu dan Emak di mata Mas Abi, mereka berdua sama-sama dihormati dan disayangi oleh Mas Abi sama besarnya.~Aksara Ocean~POV AUTHOR“Mau ke mana, Dek?” Aji mengernyitkan keningnya dengan dalam, saat melihat Lisa yang sudah bersiap-siap dan terlihat cantik dengan balutan tunik berwarna biru dengan legging hitam, dan juga jilbab berwarna senada dengan tasnya yang berwarna baby blue juga.Lisa terlihat paripurna sekali malam ini, sukses membuat Aji kebingungan. Karena seingatnya, mereka tidak punya agenda untuk undangan, maupun melakukan kegiatan di luar rumah. Lalu kenapa istrinya berpenampilan seperti ini? Se
221. Emosi! (Bagian C)“Ah! Kalau ulang tahun Ibu ya aku ingat, Dek!” ujar Aji dengan semangat yang berlebihan, dan malah membuat Lisa menjadi semakin berang.“Halah, nggak usah bohong kamu deh, Mas. Kalau nggak ingat, ya nggak ingat aja!” pekiknya emosi. “Ngapain kamu pakai acara bohong segala? Hah?!” lanjutnya semakin kesal.“A—anu ….”“Oke! Kalau kamu memang ingat, kamu udah nyiapin kado apa buat ibuku?” tanya Lisa tiba-tiba, merasa gemas melihat Aji yang malah tergagap seperti orang bodoh.“Ka—kado?” tanya Aji tergagap.“Iyalah, kamu udah nyiapin kado apa buat ibuku, Mas?” tanya Lisa lagi.“Hahahahaha ….” Aji tertawa, gugup semakin melanda. “Repot amat nyari kado, Dek. Kasih uang ajalah, biar Ibu beli sendiri. Kan, kita nggak tahu dia maunya apa,” kata Aji lagi.Lisa masih memicingkan matanya, namun sudah tidak setajam tadi. Rautnya sudah mulai melunak, dan juga jauh terlihat lebih santai. “Uang? Berapa?” tanya Lisa dengan alis yang terangkat tinggi.“Ada deh, kejutan!” kata Aji
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)222. Tingkah menyebalkan Maryam! (Bagian A)“Mas, cepetan lah. Udah jam berapa ini? Telat banget kita datangnya!” Lisa berteriak gemas dari belakang. “Kamu, sih! Kebanyakan bacot dan juga kebanyakan lupa!” katanya lagi semakin kesal.Aji tak menyahut, dia hanya diam dan berusaha untuk tidak memperdulikan apapun yang Lisa katakan. Kalau Aji menyahuti, dia bisa memastikan kalau pembicaraan ini akan panjang dan juga tak ada habisnya.Mereka masih di pertengahan jalan, sudah keluar dari kecamatan yang mereka tinggali dan menuju kecamatan yang ditinggali oleh keluarga Lisa. Tidak jauh sebenarnya, tetapi Lisa saja yang tidak bisa sabar. “Kalau kamu cepet, kalau kamu ingat ulang tahun ibuku, dan kalau kamu nggak punya niatan beli minyak di tempat Abi. Maka kita nggak akan terlambat begini!” ujar Lisa dengan ketus.“DEK!” Abi tiba-tiba membentak.Hening! Sunyi! Sepi!Lisa langsung terdiam, dan tidak menyahuti apapun lagi. Dia sepertinya
223. Tingkah menyebalkan Maryam! (Bagian B)"Di dalam, manggil Bapak yang lagi nonton tv," sahut Marwan dengan cuek."Panggil Nenek ya, Dek. Bilang, kalau Mama udah datang," ujar Lisa pada Salsa yang dia tengah pangku. "Kak, temenin adik ke dalam. Terus nonton tv yah, jangan keluar-keluar. Udah malam!" Lisa juga menyuruh Naufal membuntuti adiknya.Setelah Salsa bergegas masuk, untuk memanggil Kakek dan juga neneknya. Naufal juga langsung berlari ke dalam bersama Vivi anak Rosa yang berusia sepuluh tahun. Mereka lebih baik menonton televisi di dalam, dan tidak berkeliaran di halaman.Aji memainkan ponselnya di kursi plastik yang ada di sana, dia terlihat bosan. Walau ramai dan juga banyak orang, dia merasa tidak bisa masuk dan berbaur di dalam keluarga Lisa.Sedangkan Lisa, Marwan, dan Rosa, sudah berbincang dengan seru. Terkadang, mereka tertawa terbahak-bahak, dan kadang mengumpat secara bersamaan. Mereka duduk di tikar, yang di gelar di halaman, soalnya tema malam ini adalah bakar-b
224. Tingkah menyebalkan Maryam! (Bagian C)Aji hanya tersenyum kecil, bingung bagaimana harus menyehuti dan menanggapi perkataan Parto tadi. Sedangkan mertuanya itu, dari tadi tersenyum dan menunjukkan wajah yang tak biasa."Apalagi seperti orang tuamu, soalnya 'kan orang tuamu itu punya lahan sawit yang sangat lebar, pasti hasilnya juga sangat banyak, yah? Tidak seperti bapakmu ini, Bapak 'kan tidak punya kebun sawit selebar itu. Jangankan selebar itu, semeter pun Bapak tidak punya. Maklumlah … namanya juga orang susah," ujar Parto lagi."Hush! Bapak nggak boleh ngomong begitu, ah! Susah pula Bapak bilang! Ya kita ini nggak susah lah, Pak. Kita kan masih punya rumah, masih bisa makan," sahut Maryam terlihat tidak suka. "Ya kalau orang punya kebun, ya wajarlah … namanya juga warisan dari kedua orang tuanya. Kalau bekerja juga tidak akan dapat segitu, Pak!" sahut Maryam dengan sinis.Aji langsung bingung, apakah saat ini Ibu mertuanya sedang menyindir kedua orang tuanya? Yang memang m
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata