203. Investasi Tambang Batu Bara (Bagian C)Lisa menghela nafas dengan sangat dalam, dan merasa luar biasa bodoh karena sudah mengira kalau Ramlah akan mengikuti kata-katanya. Dan dia hanya bisa pasrah, saat Ramlah menariknya memasuki bank.Sementara di rumah!"Kamu ini jujur, Ji. Uang itu ada atau tidak?!" tanya Sri dengan nada tegas.Aji diam, dia tidak menyahut. Dari tadi dia hanya bermain ponsel, dan Sri serta yang lainnya sudah sangat bosan melihatnya. Bahkan Abi sekarang ini sudah merebahkan dirinya di ruang keluarga, tepat dia atas karpet yang ada di depan televisi.Lelaki itu tertidur pulas, ditemani kipas angin yang menyala dan berputar, menghembuskan angin ke seluruh ruangan. Sedangkan Ana, Aji, Sri, dan juga Amran masih berada di ruang tamu.Anna sudah kepalang bosan, bermain ponsel dari tadi. Dan akhirnya dia mengambil keputusan untuk ikutan merebahkan diri di samping Abi, dia beranjak dan berjalan ke ruang keluarga.Namun, telinganya masih bisa mendengar dengan sangat jel
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)204. Sepuluh juta! (Bagian A)"......""Cuma berapa? Kok, diem kamu, Ji?" Sri semakin gusar.Apalagi melihat Aji yang tiba-tiba terdiam, lelaki itu seolah sedang berpikir dan akhirnya menggeleng pelan. Dia menatap Sri dan juga Amran dengan pandangan lekat, dan juga dalam."Sudahlah, Bu. Yang penting, hasilnya akan sangat banyak!" sahut Aji sekenanya."Ji, Ibu nggak perlu tahu itu! Yang Ibu pertanyakan, berapa uang kamu yang sudah masuk ke sana?" tanya Sri dengan ketus. "Ibu nggak mau yah, sampai kamu ketipu investasi bodong!" lanjut Sri lagi."Bener apa yang dibilang ibumu, kamu ini kok polos banget sih, Ji? Investasi, kok sama manusia yang nggak pernah kamu lihat wujudnya!" Amran juga angkat bicara.Aji menghela nafas dengan panjang dan juga berat, dia merasa kalau orang tuanya ini terlalu berlebihan. Walau tidak tahu wujudnya, tapi Marwan kan, tahu! Adik iparnya itu yang menangani semuanya, dan Aji tinggal beres.Dia malah bers
205. Sepuluh juta! (Bagian B)"Bu, kan udah aku bilang, Marwan itu bukan orang lain. Dia adik iparku, masak aku harus ragu, sih?" jawab Aji dengan cepat.Sri dan Amran hanya bisa mengelus dada mereka, karena balasan yang diberikan oleh Aji benar-benar membuat mereka frustasi dan juga merasa geram luar biasa."Oke, kalau begitu! Kalau memang kamu sangat percaya kepada Marwan karena dia adalah adik iparmu, maka Ibu mau tanya sama kamu. Jika Abi yang menawarkan proyek itu, dan meminta uang enam ratus juta darimu, apakah kamu percaya? Apakah kamu mau memberikan uang itu kepada dia?" tanya Sri dengan tegas.Aji langsung terdiam, dia kelihatannya tidak menyangka kalau Sri memberi pertanyaan seperti itu. Lelaki itu mengunci mulutnya serapat mungkin, namun pandangannya bergerak liar ke kiri dan ke kanan. Seolah-olah tengah bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan itu."Kenapa kamu diam? Jawab, dong. Apakah kamu mau memberikan uang sebegitu banyaknya kepada adikmu? Hah?" tanya Sri lagi."Yah
206. Sepuluh juta! (Bagian C)Aji yakin setelah pulang dari sini Lisa pasti akan mencecarnya dengan pertanyaan yang begitu banyak, dan Aji juga tidak yakin kalau istrinya itu akan senang ketika dia tahu kalau Aji baru saja membocorkan salah satu rahasia mereka kepada Sri."Iya, yang penting itu apa?" tanya Lisa lagi."Udah deh, kamu nggak usah kepo, Sa. Ini urusan Ibu dan juga Aji, kamu nggak berhak untuk tahu!" sahut Sri dengan tajam. "Udah! Mana uang yang kamu ambil dari bank? Sini tunjukkan kepada Ibu dan juga Bapak, cepat!" lanjut Sri lagi.Lisa cemberut, apalagi saat Sri berbicara dengan ketus pada dirinya. Dia merasa gondok, dan juga kesal, karena Ibu mertuanya semakin lama, semakin ketus pada dirinya."Sabar dulu lah, Bu. Belum juga minum," kata Lisa dengan santai."Ya sudah, cepat minum. Ngapain malah tanya-tanya hal yang nggak penting pada Ibu," sahut Sri dengan ketus.Lisa menghela nafas dengan panjang, kesal luar biasa. Tapi dia harus menahannya, bisa dirajang oleh Sri dia,
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)207. Ada apa dengan Abi? (Bagian A)POV ANNAPerbincangan mereka semakin alot, dan juga semakin panas. Ibu dan juga Bapak tidak percaya, kalau uang tabungan anak-anak hanya sepuluh juta rupiah. Dan Bi Ramlah juga semakin menekan Lisa, dia sepertinya juga ikut sangsi.Lisa sendiri terus berkilah dan mengatakan kalau uang tabungan anak-anak yang ada pada dirinya hanya berjumlah sepuluh juta saja. Dan dia juga mengatakan, kalau mereka semua hanya menabung seratus sampai dua ratus ribu per orang. Yang banyak hanyalah Jesi yang merupakan cucu juragan Karta.Namun, di saat dia berbicara seperti itu, kami semua dikejutkan oleh seseorang yang mengatakan, kalau Pak Anwar mengatakan bahwa anaknya juga menabung banyak kepada Lisa.Kami semua menoleh dan menatap ke arah ruang tamu, di sana ada Mas Abi yang baru saja bangkit dan berjalan menuju kami. Suamiku itu terlihat masih mengantuk, tetapi dia sudah jauh lebih segar dan juga terlihat jau
208. Ada apa dengan Abi? (Bagian B)"Ya logika aja Mas, mana mungkin anak orang kaya menabung hanya seratus atau dia ratus dalam setahun. Sedangkan si Alif saja, anak si Badra dan Ruli menabungnya itu sampai enam ratus ribu. Ini kok, anak juragan beras cuma nabung sedikit, guyon kamu ya," kata Bi Ramlah menimpali."Udah, udah! Sekarang gini aja, kamu ngaku sebenarnya berapa uang tabungan anak-anak itu?!" kata Ibu sambil menatap Lisa dengan pandangan tajam. "Ingat, Sa. Jika kamu tidak mau mengaku kepada Ibu sekarang ini, Ibu tidak akan mau berurusan lagi. Dan nanti terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan akibat kasus ini, maka Ibu harap, Ibu tidak akan ada hubungannya dengan hal itu. Dan kamu juga tidak usah meminta bantuan kepada Ibu! Bagaimana?" tanya Ibu lagi. Lisa langsung terdiam dia menghindari tatapan dari semuanya, baik itu tatapan dari suaminya, dari Ibu dan juga Bapak, begitu juga dengan kami."Bu, sudah aku bilang, uang itu hanya sepuluh juta rupiah. Tapi kenapa kalian ti
209. Ada apa dengan Abi? (Bagian C)"Lah itu kan dugaan semata, Bi. Belum tentu juga lah itu untuk suntik kromosom dia," kataku sekenanya. "Lagi pula uang motor kan sudah untuk suntik kromosom," kataku lagi, masih belum mengerti dari mana lucunya. Aku bisa melihat wajah Ibu dan Bapak yang berubah menjadi keruh, tetapi aku tidak tahu apa yang menyebabkan mereka begitu. Apakah mungkin akibat kata-kataku barusan ataukah ada hal lainnya?"Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Ayo kita pulang saja!" kata Mas Abi sambil bangkit berdiri. "Lebih baik kita membuka toko saja, daripada mengurusi urusan mereka!" lanjut Mas Abi dengan ketus.Aku menatap suamiku itu dengan pandangan heran, namun aku tetap ikut bangkit dan berjalan menuju dapur demi mengambil ikan yang aku simpan di sana. Bi Ramlah mengikutiku dari belakang, tanpa banyak berbicara."Abi terlihat mengerikan ya, An!" kata Bi Ramlah dengan nada cepat."Mengerikan kenapa, Bi?" tanyaku ingin tahu."Ya, mengerikan saja!" sahut Bi Ramlah singk
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)210. Kedatangan tamu! (Bagian A)POV AUTHOR"Ji!"Aji dan lisa yang sedang berada di teras rumah mereka mendongak, dan menemukan Pak Anwar di sana. Dan yang lebih membuat mereka terkejut adalah, ada juragan Karta bersama mereka."Juragan, mau ke sini kok, nggak bilang-bilang!" Aji langsung bangkit, lelaki itu menyalami juragan Karta dan juga Pak Anwar dengan cepat.Lisa sendiri juga ikut bangkit, dan menyalami kedua tamunya. Dia segera pergi ke dapur untuk membuatkan minum, karena sedikit banyaknya Lisa tahu, apa yang mereka inginkan ke sini."Pak Anwar apa kabar?" tanya Aji dengan ramah."Baik Mas Aji, Alhamdulillah," sahut Anwar dengan cepat. "Mas Aji dari mana? Tadi saya lihat lewat dari depan rumah, mau menegur, tapi kok kayaknya serius banget wajahnya. Saya jadi sungkan," kata Anwar lagi."O—oh, saya dari rumah Bapak, Pak," jawab Aji sekenanya.Dia ingat, memang dari semenjak keluar dari rumah orang tuanya tadi, dia dan Lisa