181. Bapak dan Mas Abi (Bagian B)“Ya suka, Pak. Masak bapaknya datang ke rumah ndak suka, mana ada anak yang begitu ke orang tuanya,” kataku sambil tertawa kecil.“Ya terus? Kok, tanya-tanya?” tanya Bapak lagi.“Bapak gimana, sih? Ana cuma tanya, kok balasannya begitu?”Ehhhhh?Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah belakang, dan menemukan Mas Abi yang tengah menatap kami dengan pandangan kesal. Suamiku itu mengernyitkan dahinya, terlihat tidak suka.Sedangkan Bapak langsung diam, dan kembali menghisap rokoknya dengan dalam dan mengepulkan asapnya ke udara. Tidak terlihat terganggu dengan ucapan Mas Abi yang terdengar tak enak di telinga.Tunggu, mereka kenapa, sih? Sejak kapan suamiku ini bisa bersikap begini pada bapaknya sendiri? Mas Abi itu tipe anak yang sangat hormat pada orang tuanya, tidak pernah membantah, dan juga tidak pernah melawan.Ini untuk pertama kalinya, loh!Namun, saat aku menatap Mas ABi dengan pandangan lekat, suamiku itu malah membuang mukanya dan memanda
182. Bapak dan Mas Abi (Bagian C)“Ya mana Mas tahu,” balas Mas Abi cuek. “Lagian Mas nggak peduli juga, wong Mas nggak ngerokok!” kata Mas Abi lagi.Aku mengangguk, yang dikatakan Mas Abi memang suatu kebenaran. Dia tidak merokok, dan artinya aku aman. Tapi, sepertinya mau harga rokok naik ataupun tidak, para laki-laki tidak akan peduli. Toh, mereka tetap membeli tanpa pusing dengan harganya.Saat aku baru saja selesai dengan kegiatan makan malam kami, aku langsung membereskan piring dan juga peralatan makan yang kotor. Dengan sigap aku membawanya ke dalam rumah sedangkan Mas Abi langsung menyapu teras toko. Ketika aku kembali ke depan, aku bisa melihat ada Mas Joko di toko. Bujang lapuk di desa ini, kebanyakan milih, pelit, dan sok merasa paling tampan, mengakibatkan dia yang belum menikah sampai sekarang.“Mau beli apa, Mas Ko?” tanyaku ingin tahu.“Ehhhh, ada Dik Ana … tambah bening aja,” katanya dengan nada merayu.Aku hanya memutar bola mata dengan malas, dia ini seusia Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)183. Suka Keributan! (Bagian A)Aku bisa melihat Mas Joko yang langsung mengerutkan keningnya, dia kemudian berbalik ke arahku setelah aku melepaskan tudung hoodie yang dia pakai. Sedangkan Mas Abi juga langsung mendekati kami, wajahnya juga terlihat terheran-heran dan menatap Mas Joko dengan pandangan bingung."Kamu kok, nggak bayar sih, Ko? Kok, main ambil begitu saja?" kata Mas Abi memprotes tindakan Mas Joko barusan.Sedangkan Mas Joko langsung menepuk keningnya dengan kuat, sepertinya dia lupa membayar, karena setelahnya aku bisa melihat dia yang merogoh kantung hoodienya.Eh? Tapi kenapa dia bukan mengeluarkan dompet miliknya? Saat ini dia malah mengeluarkan ponselnya dan mengotak-atik ponselnya itu sebentar. Kemudian dia memperlihatkan layar ponselnya ke arah kami berdua, aku menyipitkan mataku saat layar ponsel Mas Joko tepat berada di wajahku, dan setelahnya aku langsung mendecih sinis saat melihat tulisan yang ada di sa
184. Suka Keributan! (Bagian B)Sedangkan mereka adalah orang yang kuat, bisa bekerja, dan juga bisa menghasilkan uang dengan mudah. Lalu kenapa aku harus memberi mereka kasbon? Terutama kasbon untuk Mas Aji, aku tidak mau melakukannya. Sorry sorry sajalah."Iya, tokoku ini tidak melayani kasbon untuk Mas Aji saja, itu permasalahannya. Jadi kalau kalian mau membeli, silahkan beli menggunakan uang. Tapi kalau kalian mau kasbon, silahkan kasbon ke toko yang lain!" kataku dengan nada enteng.Aku lalu mendudukkan diriku di meja kasir, dan menyibukkan diriku kembali dengan ponsel yang aku pegang, melanjutkan kegiatanku melihat-lihat media sosial milikku.Aku bisa mendengar Mas Joko yang menggerutu, namun tentu saja dia tidak berani menggerutu kepadaku ,karena aku akan membalasnya dengan yang lebih pedas. Tak lama kemudian aku bisa mendengar suara motornya yang menjauh, dan setelahnya aku bisa mendengar langkah kaki Mas Abi yang mendekat."Apa katanya tadi, Mas?" tanyaku dengan wajah penasa
185. Suka Keributan! (Bagian C)Aku menggeleng pelan, dan menatapnya dengan pandangan tajam. Lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya, dan menatap halaman rumahku dengan gugup. Dia kelihatan salah tingkah, padahal aku hanya menatapnya."Mau beli apa, Mas?" tanyaku dengan santai kepada Mas Aji.Dia saat ini sedang berkacak pinggang, di samping kursi yang diduduki oleh Mas Abi. Wajahnya terlihat tidak santai, tapi aku bersikap masa bodoh saja. Memangnya aku melakukan tindak kriminal dengan menolak memberikan hutangan padanya?"Kalian ini, makin lama makin bertingkah, ya!" Itu kalimat pertama yang dia keluarkan, dan aku hanya mengangguk. Tidak ambil pusing."Jangan kalian kira, kalian itu sudah hebat! Kalian belum ada apa-apanya dibanding aku! Kalian dengar?" pekiknya emosi.Lagi-lagi aku mengangguk santai."Punya toko begini saja, sudah sombong! Orang kaya baru, ya begini. Merasa paling hebat! Paling kaya! Paling wah!" pekiknya lagi.Aku kembali mengangguk.Hening!Aku tidak lagi m
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant) 186. Bergulat! (Bagian A)[Baru punya toko kecil begitu saja, sudah sangat sombong! Heh ingat, ya! Kamu itu bukan siapa-siapa, tapi sombongnya naudzubillah. Dasar OKB!] LisaBlackPinkeu membuat status baru, dan aku bisa dengan jelas mengetahui kalau itu adalah akun Lisa. Dia tak pernah mengubah nama akunnya, walau banyak yang mengatainya alay. Tetapi dia cuek saja, karena dia merasa dirinya mirip seperti Lisa dari grup besutan WaiJi itu.[Maklum, Dek! Mereka itu gak pernah senang hidupnya! Jadi sekali punya uang langsung katrok!] AdjiTaeTaeLovers membalas.Nah, itu akun Mas Aji. Dia baru saja membalas postingan Lisa, baru saja beberapa detik yang lalu. Dan yang bertanya kenapa nama akunnya begitu? Aku juga tidak tahu, mungkin dia fanboy dari Taehyung member BiTiEs. [Kalian ngomongin siapa, sih?] EmaCayankMasBie ikut nimbrung.Yang tanya itu siapa? Itu adalah Ema, calon madu yang diberikan mereka untkku dulu. Pemilik toko baju,
187. Bergulat! (Bagian B)Tapi, apa yang dia pikirkan? Membuat aku penasaran saja, dia tambah aneh setelah Bapak berkunjung ke sini tadi. Sebenarnya ada apa, sih?"Mas! Kamu denger nggak, aku ngomong apa?" tanyaku menggoyangkan lengannya."Hah?! Kamu ngomong apa, Dek? Maaf, Mas nggak fokus. Mas capek banget," kata Mas Abi sambil menunjukkan wajah permohonan maaf.Aku menghela nafas panjang, walau kesal harus aku tahan. Mas Abi akan bercerita, di saat waktunya sudah tepat! Itu yang aku sugestikan pada diriku sendiri, agar aku tidak mengalami rasa kesal yang berkepanjangan."Kalau Mas capek, Mas tidur saja. Nanti biar aku yang tutup toko sendirian," kataku sambil mengusap lengannya."Ah, mending Mas yang tutup. Kamu liat-liat aja lagi," kata Mas Abi dengan cepat.Dia mulai membereskan toko untuk ditutup, dan aku hanya bisa mengangkat bahu dan kembali melihat keadaan akun pesbuk Lisa. Investigasi belum selesai! [Ya Allah, ketus banget kamu, Sa! Somse bener! Pantas saja Mas Aji nggak be
188. Bergulat! (Bagian C)"Mau ke mana, An?" Rasanya dejavu, saat aku melihat Bi Ramlah yang sedang menatapku dengan pandangan berbinar. Bukankah ini sama seperti kemarin? Jangan bilang dia ma—"Ke pasar? Ikut, dong!" Hap! Dia langsung melompat ke atas boncengan, padahal aku belum mengiyakan. Ya Allah, Bi Ramlah benar-benar sesuatu."Bibi mau apa? Kalau nggak beli apa-apa jangan ikut," kataku ketus, menolak secara terang-terangan."Ish, suudzon saja!" sahut Bi Ramlah sambil mencubit kecil pinggangku. "Bibi mau belanja sayur, kok!" katanya dengan semangat."Tunggu Kang Ujang aja, lah," tolakku lagi."Ya Allah, An! Orang nebeng doang pun, pelit amat!" sahutnya mendramatisir keadaan."Udah deh, Dek! Ajak aja lah, lagian kan kamu jadi ada temannya," pekik Mas Abi dari dalam.Aku memutar bola mata, dan Bi Ramlah memkik senang. Ish, jika saja bukan Mas Abi yang menyuruh maka aku akan kekeh untuk tidak mengajak Bi Ramlah ke pasar.Aku menarik gas, sehingga motorku mulai berjalan dengan la
532. Keadaan Lisa!"Ada apa, Dek?""Ibu ... bapak, Mas.""Ibu sama bapak kenapa, Dek?""Kita harus segera ke rumah sakit, Mas.""Memangnya kenapa, Dek? ngomong dulu sama Mas. Jangan buat Mas gak karuan.""Buruan Mas kita pergi ke rumah sakit.""Hei, tunggu, kalian mau ke mana? ibu dan bapak, maksudnya Sri dan Arman? kenapa mereka?" tanya Nuraini. Ana menggeleng, dia tak mau menjelaskan apapun pada Nuraini. Ana langsung menarik Abi keluar dan segera menaiki mobil mereka. "Ada apa, Dek, ngomong sama Mas?" tanya Abi saat di dalam mobil. "Ibu ... bapak ... kecelakaan, Mas.""Astagfirullah.""Bentar, aku bilang Bulek Romlah dulu buat jaga toko." Anna berjalan menuju tokonya. "Bulek tolong jaga toko dulu yah. Ana dan Mas Abi harus ke rumah sakit.""Kenapa kalian mendadak ke rumah sakit, ada apa, Na?""Ibu dan bapak kecelakaan, Bulek. Kami harus segera ke rumah sakit.""Innalilahi. Ya sudah hati-hati, Na. Kamu gak usah mikirin toko, biar Bulek yang jaga, insyallah aman dan amanah. Kalian
531. Kabar yang mengejutkan! (Bagian B)Abi menghempaskan kepalan tangannya di atas meja yang terbuat dari kayu jati, meja yang Ana beli sepaket dengan sofa yang tengah mereka duduki ini. Dia tidak pernah melihat Abi yang semarah ini, suaminya itu terlihat seperti orang lain di matanya. Tidak ada sosok Abi yang biasanya Ana lihat.“ABI! DURHAKA KAMU, YA!” Nuraini memekik heboh.Jelas jantungnya hampir melompat saat Abi menggebrak meja dengan kekuatan seperti tadi, dia menatap anak yang dia lahirkan itu dengan tatapan tajam. Namun, Abi malah balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajam.“Silahkan pergi dari sini, sebelum kesabaran saya habis!” kata Abi dengan suara yang bergetar.“Tidak! Kamu adalah anakku, dan wajar jika aku ada di rumahmu sekarang ini.” Nuraini berbicara dengan santai. “Apa uang -uang yang Bapak berikan belum cukup?” tanya Abi dengan kekehan kecil di ujung bibirnya. “Uang apa?” tanya Nuraini sok polos.“Bukannya Anda mengancam Bapak, akan mengungkapkan jati
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar Secara Elegan) 530. Kabar yang mengejutkan! (Bagian A) “A—apa?” Ana bahkan tidak bisa mencerna apa yang Abi katakan, Amran memberi uang kepada Nuraini? Kenapa? Apakah mereka kembali berhubungan? Apakah itu artinya Amran kembali berkhianat dengan orang yang sama, dan membuat Sri terluka? Demi Allah, Ana tidak akan rela jika hal itu benar terjadi. Dia tidak akan sanggup melihat awan mendung kembali menggelayuti wajah Sri, jika dulu dia Ana tidak ada di sana untuk menghentikan tragedi perselingkuhan itu, maka kali ini Ana tidak akan diam. Dia akan berusaha untuk membuat Amran dan juga Sri tetap bersama, tanpa ada orang ketiga, walaupun itu adalah Ibu kandung suaminya sendiri. “Kamu ngomong apa, Mas? Kamu tahu dari mana? Dan kenapa Bapak memberi uang pada Ibu Nuraini?” tanya Ana bertubi-tubi. “Aku tahu, sebab aku melihat sendiri Bapak yang memberikan uang itu. Kami ke sawah bersama, tetapi Bapak pergi tiba-tiba. Awalnya aku sama sekali tidak
529. Dusta atau Nyata? (Bagian C)Ana bisa melihat wajah Nuraini yang berubah pias, namun dia masih berpikir positif. Mungkin wanita paruh baya itu gugup karena ditanya Abi dengan nada tajam seperti itu, Ana mengamati Nuraini sama seperti Abi yang memaku pandangannya pada Ibu kandungnya itu."Aku dilarang oleh Amran dan juga Sri untuk menemuimu, mereka mengancamku dan juga menekanku agar aku tidak menunjukkan wajahku di depanmu!" kata Nuraini dengan lantang. "Mereka yang memisahkan kita, bukan aku yang tidak ingin menemuimu. Kau anakku, mana mungkin aku tega menelantarkan mu hingga berpuluh-puluh tahun lamanya!" kata Nuraini lagi.Ana langsung tertegun, dia tidak percaya jika kedua mertuanya melakukan hal tersebut. Mereka adalah orang yang baik, tidak mungkin mereka menghalangi seorang Ibu bertemu dengan anaknya.Lain Ana, lain pula dengan Abi. Lelaki itu hanya diam, dan juga tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menaikkan sebelah alisnya, dengan tangan yang bersedekap di depan da
528. Dusta atau Nyata? (Bagian B)Rambut yang dicat merah, baju kaos ketat, dan celana jeans yang tak kalah ketat. Gila! Ibu kandung suaminya ini seperti anak remaja saja, padahal Ana yakin kalau umurnya pasti tidak jauh berbeda dengan Sri.Ana saja yang baru berusia dua puluh lima tahun, malu jika harus berpakaian seperti itu. Ah ... tidak, tidak. Aina yang masih berumur sembilan belas tahun pun, tidak pernah berpakaian seperti itu.Padahal adik bungsunya itu masih remaja, tahu mengenai fashion yangs edang trend, tetapi alhamdulillahnya Aina sangat menjaga tubuhnya dari pakaian yang terbuka dan selalu memakai jilbab yang bisa menjaga auratnya.Yah, semakin tua bumi ini, semakin banyak tingkah penghuninya. Huft! Ana mendesah kasar, ingin julid tapi Nuraini adalah Ibu kandung suaminya, dan itu artinya dia termasuk mertua Ana juga.Tetapi tidak mau julid pun Ana tidak mampu, serba salah jadinya.“Itu kan kata-kata kamu doang, aslinya mah saya nggak tahu apa yang ada di hati kamu! Bisa a
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)527. Dusta atau Nyata? (Bagian A)"Mas …." Ana mendesah, menggeleng pelan sambil menatap Abi dengan pandangan dalam.Wanita itu berharap kalau suaminya tidak akan bertindak gegabah, bukankah tidak boleh jika mengambil keputusan saat sedang emosi? Ana tidak mau, Abi menyesal pada akhirnya.Sedangkan Abi sendiri belum mengendurkan sedikitpun wajahnya yang tegang, dia jelas-jelas menunjukkan raut ketidaksukaannya dan juga raut keberatan akan kehadiran Nuraini di sini."Bukankah saya sudah bilang berkali-kali? Jangan datang dan mencoba untuk merusak kebahagiaan kami!" Suara Abi terdengar lantang. "Sampai kapanpun, ibu saya hanya ada satu dan itu tidak akan berubah!" lanjutnya lagi "Iya, ibumu hanya ada satu orang, dan itu adalah aku! Bukan wanita jahannam itu!" Nuraini menyahut tak kalah lantang. "Yang membawamu ke dunia ini adalah aku, bukan dia!" katanya lagi, sambil memelototi Abi.Abi mendengus, dan mengalihkan pandangannya ke a
526. Ibu Kandung Abi (Bagian C)"Saya yakin Ana tidak akan berbuat seperti itu. Lagi pula Ana sudah tahu yang sebenarnya, saya sudah jujur kepadanya sejak beberapa bulan yang lalu. Jadi tidak ada lagi yang harus saya takutkan!" kata Abi dengan nada mantap.Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, kemudian dia terkekeh sinis. Dia mengangguk-angguk mengerti, dan menatap Ana dengan pandangan dalam."Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi," katanya dengan nada pelan. "Saya adalah Nuraini—Ibu kandung Abi!" kata wanita itu sambil menyeringai kecil.Ana tidak menyahut, dan hanya menatapnya dengan diam. Namun, tak lama kemudian wanita itu mengangguk dan berusaha menyunggingkan senyum kecil sebagai balasannya."Saya Ana—istri dari Mas Abi!" ujar Ana dengan mantap. "Maaf jika saya tidak mengenali Ibu sebelumnya," lanjutnya lagi.Abi dan juga Nuraini tentu saja merasa heran, bagaimana bisa Ana bersikap setenang ini? Wanita itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tidak ada keterkejutan a
525. Ibu Kandung Abi (Bagian B)"Oh, ketemu sama Mas Abi? Ibu kenal juga sama suami saya?" tanya Ana dengan alis yang terangkat tinggi. "Jarang-jarang ada teman SMA, yang sudah lama tidak bertemu, tapi mengenal anak dari temannya tersebut," kata Ana lagi.Wanita itu menatap Ana dengan pandangan tajam, dia memindai penampilan istri Abi ini dengan alis yang terangkat tinggi. Penampilan Ana terlihat sederhana, hanya memakai tunik, dan juga kulot, serta jilbab instan di kepalanya.Tidak ada perhiasan emas di tangannya, baik itu di jari, maupun di pergelangan tangan Ana tidak ada apapun. Wanita itu kemudian menyunggingkan senyum sinis, dan mengambil kesimpulan kalau sepertinya anak kesayangannya ini salah memilih istri.Secara keseluruhan, Ana dinilai tidak layak untuk bersanding dengan Abi!"Itu bukan urusan kamu, itu urusan saya dengan Abi. Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusan kami!" ujar wanita itu dengan nada kesal."Lah, nggak berhak bagaimana, Bu? Saya ini adalah istri Mas Abi
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)524. Ibu Kandung Abi (Bagian A)POV AUTHORAbi langsung mendengus sinis saat mendengar kata-kata wanita itu, dia kemudian terkekeh kecil dan menolehkan pandangannya ke arah tembok. Selama beberapa saat, dia terpaku menatap tembok itu dengan pikiran yang gamang.Di dalam hati lelaki itu, jelas dan juga mutlak, dia merasa keberatan dengan kehadiran wanita ini di rumahnya. Walaupun wanita itu mengaku sebagai Ibu kandungnya, tetapi tetap saja Abi merasa tak suka.Ibu yang dia kenal semenjak dia kecil hingga sekarang ini adalah Sri. Wanita itulah yang Abi anggap sebagai Ibu, dan juga penolongnya. Jelas saja Abi merasa berat, untuk menerima orang lain masuk ke dalam kehidupannya. "Jangan bersikap seperti orang yang tidak tahu tata krama, Abi! Kamu ternyata sudah dibesarkan dengan cara yang sangat buruk oleh Sri!" kata wanita itu dengan sangat ketus, dan juga mengejek.Abi langsung mendecih sinis, dia menolehkan pandangannya dan menata