'Yang kenapa kamu ngga jadi datang malam ini, aku sudah dandan cantik dan menunggu kamu sampai pagi ternyata kamu ngga datang,' isi pesan itu dibumbuhi dengab emot marah.
Endrea hanya tersenyum miring melihat pesan itu, tanpa ada niat untuk membalasnya Endrea meninggalkan kamar menuju ke dapur.
'Rupanya kamu ingin bermain-main denganku,' gumam Endrea.
Kemudian Endrea mulai menyibukkan dirinya membuat sarapan, tidak lama kemudian Arya keluar dari kamar dengan wajah memerah seperti marah tapi juga bingung, wajahnya tidak dapat dijelaskan secara rinci.
"Ada apa?" tanya Endrea berpura-pura seperti tidak tahu apa-apa.
"Emm... Tidak apa-apa, kamu masak apa?" tanya Arya mengalihkan pembicaraan agar Endrea tidak curiga.
Arya berharap Endrea tidak melihat pesan yang dikirimkan oleh Amel, setelah melihat wajah Endrea yang biasa saja bahkan sekarang lebih perhatian ke Arya, membuat Arya yakin Endrea tidak mengetahui hubungannya dengan
"Endrea," teriak Arya yang sudah berdiri dibelakang Endrea.Endrea berbalik dan melihat Arya sedang menatapnya penuh amarah, Endrea tersenyum membalas tatapan tajam suaminya."Kamu sedang apa disini, bukannya kamu sudah tanda tangan bermaterai untuk tidak mengganggu hubunganku dengan Amel," ujar Arya membuat keninh Endrea mengkerut.'Kapan dirinya tanda tangan?' batin Endrea bertanya-tanya."Aku tidak pernah tanda tangan," ujar Endrea tidak mau kalah dengan Arya."Ini buktinya silahkan baca, oh iya dengar mulai sekarang aku tidak akan pulang ke rumah aku akan menghabiskan waktu bersama Amel, jikapun kamu menyobek kertas itu aku masih menyimpan yang asli," ujar Arya kemudian menarik tangan Amel meninggalkan Endrea.Sebelum hilang ditelan tembok Amel sempat membalikkan badannya dan tersenyum penuh kemenangan ke arah Endrea, Endrea membaca dengan teliti isi surat itu.Seketika kakinya lemas, tangannya merema
"Bukan hamil, tapi bagaimana kalau kamu sudah menyetujui jika suamimu selingkuh dirimu tidak akan melakukan apa-apa, dan kamu sudah bertanda tangan bermaterai, apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Endrea, membuat mata Delina membulat sempurna apakah maksud Ibu Bosnya dia sudah tanda tangan.Wanita mana yang rela suaminya berselingkuh apalagi ini mengijinkan sampai bertanda tangan dibawah materai, Delina mengira Ibu Bosnya waktu tanda tangan itu memang sedang tidak sadar."Apa Ibu sudah menanda tangani surat itu Bu?" tanya Delina untuk memastikan."Iya, dan anehnya aku tidak tahu kapan aku melakukan itu," ujar Endrea dengan memijat pangkal hidungnya, yang tiba-tiba terasa berdenyut."Ibu tidak perlu banyak pikiran, saya yakin Pak Irawan akan menyelesaikan masalah ini Bu," jawab Delina untuk menenangkan Ibu bosnya."Saya berharap juga seperti itu," ujar Endrea kemudian memalingkan wajahnya ke arah luar mobil.Tiga puluh menit k
Endrea berbalik dan melihat seorang pria dengan berpakaian dokter, badannya lebih tinggi dari Endrea, hidungnya mancung matanya sipit dan dia memakai kaca mata, rambutnya dipotong rapih dan disisir kebelakang. Endrea menganggukkan kepalanya tanpa mengeluarkan satu patah katapun, karena rasa bersalah terus bersarang dihatinya, Endrea berbalik dan masuk ke dalam mobil. Karena kelelahan Endrea tertidur di dal mobil, tidak tahu berapa lama Endrea tertidur dirinya kembali sadar ketika merasakan tepukan lembut dipundaknya. Endrea mengucek matanya dan melihat Delina berada lumayan dekat dengannya, Endrea melihat kelauar mobil dan menyadari dirinya sudah sampai. "Jam berapa sekarang Delina?" tanya Endrea. "Jam delapan Bu," jawab Delina dengan sopan. Endrea turun dari dalam mobil dan masuk ke apartemennya, Delina hanya mengantarkan sampai depan pintu setelah memastikan Endrea masuk Delina pamit pulang. Endr
"Aduh Mas, pelan-pelan dong punyaku kan masih sakit," Deg jantung Endrea langsung berdetak lebih cepat, saat mendegar suara manja seorang wanita yang sedang berada di dal kamar pribadi suaminya.Tok... Tok... Tok...Endrea sengaja mengetuk pintu kamar Arya dengan sangat keras, agar pasangan yang ada di dalam menghentikan aktivitasnya, tidak lama kemudian pintu terbuka."Aku kan sudah bilang, jangan ganggu dulu Fi," ucapan Arya terhenti saat matanya menangkap sosok Endrea berdiri di depannya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.Entah mengapa perasaan bersalah selalu masuk ke hati Arya saat melihat air mata Endrea, Arya mendekat ke arah Endrea dan memeluknya.Endrea berontak tapi tetap saja dirinya tidak bisa lepas dari pelukan suaminya, Endrea merasakan rasa nyaman yang selama dua minggu ini dirinya tidak rasakan, tapi dirinya juga jijik kepada suaminya."Kamu bawa apa?" tanya Aeya dengan menyelusupkan wajahnya dileher Endrea.
"Fifi tolong siapkan mobil," teriak Arya kepada asistennya. Arya menggendong tubuh Endrea dan berlari ke arah lift dengan panik, Arya sangat takut jika selama ini Endrea memendam sakit yang parah dan tidak mau cerita kepadanya. Untungnya ada rumah sakit yang dekat dengan kantor jadi hanya membutuhkan waktu sepuluh menit, Arya sudah sampai Endrea langsung ditangani oleh dokter. Sementara itu Arya berjalan mondar mandir, kali ini Arya benar-benar panik ponselnya terus saja berdering, dari Amel, Arya tidak ada niat untuk mengangkatnya jadi Arya memilih untuk mematikan ponselnya. "Ibu pingsan lagi Pak?" tanya Delina yang baru sampai. "Iya, memangnya Ibu sakit apa, apa Endrea pernah mengatakan sesuatu tentang suatu penyakit padamu?" tanya Arya kepada Delina. "Tidak Pak, selama dua minggu terakhir ini Ibu memang sering menangis sendiri, setelah mengentahui Pak Irawan meninggal," jelas Delina yang membuat Arya terkejut. 
"Aku mau kamu tinggalkan Amel, dan kembali kepadaku seperti dulu," ujar Endrea membuat Arya tediam, ini adalah pilihan sulit untuknya.Endrea melihat Arya yang hanya terdiam, Endrea yakin Arya lebih memilih Amel daripada dirinya, untuk saat ini tidak masalah bagi Endrea, karena dirinya sedang hamil dan tidak akan membuat dirinya banyak pikiran.Tetapi jawaban Arya semakin membuat hati Endrea berbunga-bunga, awalnya Endrea tidak percaya dengan apa yang Arya katakan."Baik Aku akan meninggalkan Amel selamanya, ini semua untuk kamu dand anak kita," jawab Arya kemudian mulai mecium bibir Endrea dengan penuh kasih sayang."Kita pulang sekarang?" tanya Endrea dengan menatap ke arah Arya penuh harap."Aku mau menebus obat terlebih dahulu kamu disini sama Delina dulu ya, sepuluh menit lagi aku akan kembali," pamit Arya kemudian keluar dari ruangan Endrea dan berjalan ke arah kasir untuk menebus obat dan vitamin.Endrea
Sementara itu di tempat lain, tepatnya di salah satu rumah sakit jiwa seorang wanita muda, sedang berteriak histeris memaki-maki Endrea tiada henti."Awas saja kamu Endrea, ini semua karena kamu hahahaha kamu akan mati," itulah gumaman tidak jelas yang selalu diucapkan oleh Nina.Setelah mengetahui bahwa Endrea menemukan surat yang asli membuat Nina tidak rela, di tambah lagi dirinya ditinggalkan oleh pacarnya ketika mereka akan melakukan pernikahan.Masalah yang terus hadir membuat Nina tidak kuat dengan itu semua dan itu mulai menyerang akal warasnya, sehingga dengan terpaksa Liana membawa putri satu-satunya ke rumah sakit jiwa karena dirinya sudah tidak tahan dengan teriakan Nina.Liana yang sedang menjenguk anaknya itu langsung mengepalkan tangannya, Liana merasa Endrea pembawa masalah dalam hidupnya, di tambah lagi sekarang Endrea menikah dengan Arya.Keluarga Liana hancur Nina gangguan jiwa sedangkan Jack suaminya dipe
"Belum juga dicoba kamu sudah nyerah di depan," gumam Liana."Ya mungkin kita bisa mencobanya," ujar Amel kemudian berjalan keluar dari dalam klub karena hari juga sudah malam.Liana pulang dengan taksi online, kepalanya tarasa berat mungkin karena terlalu banyak minum dan dirinya juga banyak pikiran, bagaimana caranya untuk menghancurkan Endrea dan mengeluarkan suaminya dari dalam penjara.Sementara itu di apartemen Arya hidupnya semakin berwarna, ditambah lagi dengan usia kandungan Endrea yang semakin hari semakin membesar.Hari ini mereka akan mengadakan acara tujuh bulanan mereka juga mengundang banyak orang untuk ikut mendo'akan agar kandungan Endrea sehat sampai melahirkan."Sayang ini sudah cukup segini?" tanya Arya yang sedang menata kue ke dalam piring, Endrea yang sedang melihat kesana kemari menatap ke arah piring yang ada di depan suaminya."Iya sudah cukup Mas," jawab Endrea, kemudian Arya mengambil