Setelah membaca pesan itu, Kaisar melangkah pergi menuju kamarnya. Saat dia melewati ruang tengah, Kaisar terkejut melihat kedua pamannya dan bibinya sudah duduk di sana seperti menunggunya. Paman Lionel, Paman Mason dan Bibi Lili berdiri sembari menatap Kaisar dengan tatapan yang memiliki banyak arti. Tatapan yang menyimpan rasa benci yang begitu besar kepadanya.
Kaisar tahu mereka masih berusaha mencari cara agar bisa mendapatkan bagian dari semua harta kekayaan ayah angkatnya dengan bernegosiasi dengannya.
“Bisa bicara sebentar,” pinta Lionel.
Kaisar mengangguk, dan bergabung dengan mereka.
“Ada apa, Paman?” tanya Kaisar.
“Mengenai perusahaan Abraham Grup…”
“Aku akan mengurusnya setelah pernikahanku dengan Elena selesai digelar,” sela Kaisar.
“Kau tidak akan menggantikan posisiku yang kini menjadi CEO di sana, kan? Karena bagaimana pun akulah yang ditunjuk ayahmu untuk mengurus perusahaannya selama ini. Ayahmu hanya mengawasi saja dan akulah yang turut andil memajukan perusahaan itu,” ujar Lionel panjang lebar.
“Dan aku, meskipun tidak ikut terlibat banyak dalam membantu mengurus perusahaan peninggalan ayahmu,” tambah Mason. “Tapi, kau tetap harus membagi sahamnya padaku.”
“Juga padaku,” tambah Lili. “Kami adik kandungnya dan kami ikut berperan atas kemajuan bisnis kakak kandung kami selama ini.”
“Kami tidak peduli dengan semua harta kekayaan yang lain, asal aku tetap dipercaya memimpin perusahaan itu dan kedua adik-adikku mendapatkan bagian sahamnya,” tambah Lionel. “Lagipula kau tak akan bisa mengurus perusahaan Abraham Grup. Jika kau memaksa untuk mengurusnya karena semua peninggalannya jatuh ke tanganmu, kau akan menghancurkan peninggalan ayahmu karena kau bukan ahlinya untuk mengurus perusahaan itu.”
Kaisar hanya terdiam, menatap ketiganya. Tidak tertarik untuk menyela kalimat mereka.
“Dan kami sudah berdamai dengan kenyataan ini. Kami marah saat itu karena Kak Abraham tidak pernah bercerita kalau kau anak kandungnya. Wajar jika kami kesal saat itu. Sekarang kami sudah menerimamu sebagai keponakan kami. Ini kami lakukan untuk menyelamatkan peninggalan ayahmu,” tambah Lili.
Kaisar masih terdiam. Mereka semua menunggu keputusan Kaisar. Tak lama kemudian Kaisar berdiri lalu berkata pada mereka.
“Ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini. Sekarang aku sedang menyiapkan pernikahanku dan banyak hal yang harus aku urus agar pernikahanku dengan Elena berjalan sempurna. Maaf aku harus pergi,” ucap Kasiar yang membuat semuanya kembali menunjukkan wajah murkanya.
“Kita benar-benar tidak akan mendapatkan bagian apapun dari peninggalan Kak Abraham,” geram Lionel saat Kaisar sudah meghilang dari sana.
“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Lili bingung.
“Sebaiknya kita tunggu saja setelah acara pernikahan Kaisar dan Elena digelar,” tambah Mason.
“Jika kita tidak berhasil mempengaruhinya bagaimana?” tanya Lili.
Kali ini Lionel yang menjawab. “Jika memang ketakutanmu terjadi, aku sudah memiliki cara agar dia menyetujui apa yang aku katakan padanya tadi.”
Mason dan Lili menatap Lionel dengan wajah penasarannya.
“Memangnya dengan cara apa?” tanya Mason.
“Lihat saja nanti,” jawab Lionel lalu berdiri dan bergegas pergi meninggalkan kedua adiknya di sana.
***
Berita pernikahan Kaisar sudah menjadi headline di semua portal berita, bahkan juga saluran televisi nasional. Ini dikarenakan pernikahan Kaisar dengan Elena digadang-gadang sebagai salah satu pernikahan termahal di negara itu. Belum lagi daftar undangan yang membuat semua orang yang terkait dengan penyelenggara pesta panik, berusaha untuk menyiapkan pesta terbaik untuk orang-orang terkenal dan penting itu.
Namun, upacara pemberkatan pernikahan Kaisar dan Elena hanya dihadiri oleh keluarga besar Elena saja, dan seorang pria bertubuh tegap dari pihak Kaisar. Media hanya diperbolehkan meliput saat pesta resepsi pernikahan. Mereka semua bersepakat bahwa, sekalipun pernikahan Kaisar dan Elena dilangsungkan dengan mewah, namun identitas Kaisar tetap disembunyikan. Kaisar hanyalah seorang pria yang baru kembali dari kemiliteran, yang dijodohkan oleh mendiang ayah Elena. "Kalau identitas Kaisar sampai bocor ke publik, ini akan jadi skandal!"
Selesai melakukan upacara pemberkatan pernikahan, Kaisar menggamit lengan Elena dan berbisik, “Untuk hari ini saja, kita harus terlihat seperti pasangan yang paling bahagia.”
Elena mengangguk. Akhirnya mereka menunjukkan wajah bahagianya kepada seluruh keluarga yang hadir di sana.
Dan malam itu, resepsi pernikahan Kaisar dan Elena akhirnya digelar. Mereka berdua duduk di pelaminan. Tamu-tamu undangan sudah berdatangan dan satu persatu menyalami mereka dengan ramah karena mengenal siapa Elena, tapi tidak untuk Kaisar. Semua tamu tampak meremehkannya dan menyayangkan kenapa Elena memilih seorang lelaki yang tidak jelas asal usulnya itu.
Seperti yang sudah diduga, di malam ketika resepsi digelar itu, semua orang sibuk mempertanyakan asal usul dari Kaisar. Tidak banyak informasi yang bisa ditemukan mengenai Kaisar, selain, dia masuk sekolah militer sejak remaja, dan pernah bertempur di daerah Utara.
“Jadi, pewaris Abraham Grup menikah dengan seorang pria yang tidak jelas asal usulnya?” tanya salah satu tamu dari kolega Abraham.
“Begitulah,” jawab tamu undangan di sebelahnya. “Pewaris Abraham Grup sepertinya sudah terpedaya oleh cinta. Padahal banyak yang menyukainya dari kalangan artis, anak pengusaha-pengusaha ternama dan bahkan kabarnya dia sempat hendak dipinang oleh anak salah satu Menteri di negara ini.”
“Bagaimana kalau lelaki itu menjadi ancaman untuknya? Bagaimana jika dia berniat jahat untuk merebut semua harta kekayaan peninggalan Tuan Abraham saja?”
“Itulah yang ditakutkan banyak orang.”
Semua orang sibuk bergosip, bahkan ada yang terang-terangan mengatakan hinaannya kepada Kaisar.
Bastian - salah satu sepupu Elena yang paling menyebalkan juga tidak lupa memberikan komentar dengan nada menghina pada Kaisar kepada teman-teman sebayanya yang juga hadir di acara pernikahan itu.
“Apa ayahmu tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah pernikahan sepupumu Elena?” tanya teman Bastian yang tidak habis pikir melihat Elena bisa memilih seorang pria yang tidak jelas asal usulnya itu.
“Ayahku bukan tidak bisa mencegahnya, tapi dia sedang menyiapkan sesuatu untuk mengusir brandal itu dari keluargaku dan memisahkannya dengan Elena,” jawab Bastian.
Dua temannya terkejut mendengarnya.
“Kami setuju. Kehadirannya sudah mencoreng kehormatan keluargamu.”
Tak lama, sebuah limosin datang. Menteri Pertahanan yang sangat misterius, dan hampir tidak pernah diliput media, datang ke pernikahan Elena dan Kaisar. Semua orang terkejut, dan bertanya-tanya, untuk siapakah beliau hadir di sana. Dari mulai dugaan jika Menteri tersebut mengenal Abraham, hingga spekulasi kalau Menteri tersebut mengenal salah satu sepupu Elena.
“Wah, jangan-jangan Pak Menteri datang karena mengenalmu, Bastian.” Salah satu temannya berkata.
Bastian menjadi gugup dan menjawab dengan agak terbata, dan akhirnya bilang kalau ia pernah bertemu beberapa kali dengan sang menteri.
Kaisar yang melihat kedatangan Menteri Pertahanan berubah menjadi agak kesal. “Padahal sudah kubilang untuk tidak perlu datang,” gumamnya yang saat itu sedang duduk berdua bersama Elena di pelaminan.
Menteri Pertahanan yang semula terlihat sangat dingin, mendadak agak gemetar melihat perubahan ekspresi di wajah Kaisar saat dia hendak mengucapkan selamat atas pernikahannya.
Dan ketika perhatian semua orang teralihkan, dan mereka sibuk bergosip, Kaisar menyelinap untuk menghampiri Menteri Pertahanan.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Kaisar yang membuat Menteri Pertahanan itu cukup terkejut.
“Tentu saja untuk menghadiri pernikahan Anda. Dan juga, Presiden menitipkan salam untuk Anda.”
Gestur tubuh Kaisar dan Menteri Pertahanan tampak natural. Tidak ada yang menyadari jika keduanya sedang berbicara.
“Sebaiknya kau pergi dari sini. Ini perintah,” ujar Kaisar dengan nada yang tegas, dan menakutkan bahkan untuk seorang Menteri Pertahanan.
Menteri Pertahanan itu mengangguk kaku. Dia berujar dengan terbata, “B-baik, Jenderal.”
“Kenapa Pak Menteri terlihat buru-buru sekali?” tanya salah satu tamu undangan pada temannya sambil menatap Sang Menteri yang sedang dikawal oleh Pengawalnya untuk keluar dari area resepsi pernikahan itu. Dia heran, padahal Sang Menteri baru saja datang dan harus pergi lagi. “Entahlah,” jawab temannya. “Apa mungkin karena ada hal mendesak yang harus ia lakukan?” “Bagaimana pun dia seorang abdi negara. Tugas negara mungkin lebih penting daripada menghadiri resepsi pernikahan ini.” “Tapi, hebat sekali Elena. Tamu-tamu yang datang berkelas semua.” “Siapa dulu mendiang ayahnya.” “Tapi sayang Elena harus menikah dengan…” Mereka menatap ke arah Kaisar dengan pandangan meremehkan. Yang tidak diketahui oleh siapapun adalah, Menteri Pertahanan terburu-buru meninggalkan lokasi karena Kaisar yang memerintahkannya demikian. Semua orang yang mengenal Kaisar tahu kalau perintahnya seperti sebuah ultimatum. Keras, tegas, dan tidak bisa dibantah. Elena yang sibuk didatangi oleh para tamu und
“Saranku, berhenti bersikap sok tau, Kaisar. Kamu mempermalukan dirimu sendiri.” Kembali, ejekan-ejekan itu dilontarkan untuk Kaisar. Kaisar tidak membalasnya, dan hanya tersenyum tipis. Terlihat tidak terpengaruh dengan apapun yang terjadi. Kaisar pun meninggalkan mereka untuk keluar dari area gedung itu. “Dia pergi karena malu,” ucap Bastian pada teman-temannya. Kedua teman-temannya tertawa. Kaisar kembali tidak menggubris ejekan mereka. Dia ingin memastikan apakah Menteri Pertahanan benar-benar sudah pergi dari sana atau malah dicegat oleh tamu yang lain di luar sana. Elena yang masih menyambut tamu tampak heran melihat Kaisar keluar. Dia menduga Kaisar sedang mencari tamu undangannya. “Mau kemana suamimu?” tanya salah satu tamu yang kini berada di hadapannya. “Mungkin dia ingin menemui tamu udangannya,” jawab Elena. “Perasaan yang datang semuanya tamu darimu,” ucap tamu itu heran. “Aku mengenal semua yang datang dan aku tahu mereka semua berkelas. Tidak mungkin diantara se
Balina menatap Jacob heran. Dia menarik tangannya untuk menjauh dari Elena dan teman-temannya. Dua teman yang ditinggalkan Balina menatap Elena. Salah satunya berkata padanya. “Kau tahu, semua tamu yang datang menghadiri pernikahanmu ini karena menghormati mendiang ayahmu. Mereka hanya menghormati mendiang ayahmu saja, tapi tidak benar-benar mengucapkan selamat berbahagia atasmu. Semuanya kecewa karena kau telah memilih…” “Ayo! Kita susul Balina,” ajak temannya lagi. Dia pun menarik tangan temannya untuk menjauhi Elena dari sana. Elena mengatur napas dan menahan semua hinaan yang datang padanya. Sementara itu, Jacob yang menarik tangan Balina tadi berhenti di sudut ruangan itu. “Kau kenapa?” tanya Balina saat mereka sudah jauh dari Elena dan teman-temannya. “Dari mana kau tahu kalau pengantin pria itu pernah berperang bersama dengan Damian Alarich di daerah perbatasan Utara?” Jacob malah berbalik bertanya kepadanya. “Ada apa memangnya dengan Damian Alarich itu?” Balina bertanya
Kaisar terdiam mendengar suara Damian Alarich di seberang sana. Permohonannya mengingatkannya kembali akan peristiwa di hari itu. Peristiwa saat dia berada di medan perang bersama pasukannya.“Tembaaak!!!” teriak Kaisar memerintahkan pasukannya.Pasukannya langsung menembaki para musuh yang menghadang mereka di hadapan sana tanpa takut. Teriakan Kaisar benar-benar menjadi penyemangat untuk mereka. Kaisar maju paling depan hingga membuat pasukannya ternganga. Dan tidak membutuhkan waktu lama, pasukan musuh di hadapan sana pun bertumbangan.Sementara Damian Alarick dan pasukannya yang berada di sisi lain, berhasil merobohkan pertahanan musuh. Namun ternyata mereka semua terperangkap di dalam jebakan musuh. Mereka dikelilingi musuh di berbagai arah dan tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain adu senjata dan pasrah pada nasib, apa akan menang atau kalah.Kaisar yang mengetahui itu di wilayah lain langsung menyelamatkan mereka dengan strategi perang yang dia miliki. Kaisar membawa pasukann
Jacob yang masih penasaran terkejut saat melihat Kaisar mendekatinya. Dia ingin pergi karena takut jika dugaannya benar bahwa Pengantin Pria itu bukan orang sembarangan.“Tunggu!” panggil Kaisar.Jacob berhenti melangkah dan menyembunyikan gemetarnya mendengar itu. Dia menoleh dan dengan refleks memberi hormat padanya. “Maafkan saya! Saya tidak bermaksud mengintip tapi saya tidak sengaja berada di sini.”Kaisar menunjukkan wajah pura-pura heran padanya. “Kenapa kau hormat padaku? Pangkat kita sama.”Jacob terkejut. Dia menurunkan tangannya dengan ragu, namun sikap Pengantin Pria itu membuatnya berubah pikiran. “Ka… Kalau pangkat kita sama, kenapa tadi pasukan persembahan itu hormat padamu?” tanyanya heran.Kaisar sedikit tertawa agar Jacob tidak semakin curiga.“Mereka memberi hormat untuk mendiang Tuan Abraham,” jawab Kaisar. “Dan sebagai ucapan selamat atas pernikahanku dengan anak gadisnya.”Jacob angguk-angguk. Saat dia mulai percaya, seketika dia menyesal sudah hormat padanya tad
“Oh ya, saya sudah tahu siapa anda,” ucap Vander pada Kaisar dengan wajah menyimpan ketidaksukaannya.Paman Lionel dan Elena tampak terkejut. Kaisar pun merasa curiga jika pria itu sudah tahu siapa dirinya.“Kau mengenal dia sebelum ini?” tanya Paman Lionel mencoba memastikan.“Aku tahu dia anak pungut Tuan Abraham, bukan?” jawab Vander sedikit tersenyum kecut. Vander pun mendekatkan wajahnya ke telinga Paman Lionel. “Anak pungut yang menyusahkan keluarga kalian.”Paman Lionel tertawa mendengar itu. Sementara Kaisar menyimpan lega meski mencoba menahan emosi karena turut mendengar bisikannya pada Paman Lionel dengan nada menghina. Dia pikir Vander sudah tahu siapa dirinya. Elena tampak sudah tidak nyaman berada di sana. Dia pun tampak kasihan dengan Kaisar yang sejak awal pesta dimulai, penghinaan-penghinaan dihujani kepadanya.Paman Lionel pun menarik tangan Kaisar untuk menjauh sedikit dari Vander dan Elena.“Sebaiknya kau sambut saja tamu-tamu lainnya,” pinta Paman Lionel. “Ini kes
“Sepertinya kau tahu banyak tentang bisnis,” ucap Vander menyembunyikan keterkejutannya pada Kaisar.“Aku hanya suka membaca dan mengikuti berita nasional saja,” jawab Kaisar beralasan.“Oh,” sahut vander, kemudian dia menatap Elena dengan tatapan genitnya, “Apa karena kau menganggapnya cerdas kau memilihnya untuk menjadi pendampingmu?”Elena terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Vander itu.“Mungkin dia pernah menjadi OB di sebuah perusahaan dan tahu banyak karena sering mencuri dengar,” ucap Paman Lionel yang kembali meremehkan Kaisar. “Kata siapa dia cerdas?”Kaisar baru saja hendak bicara, namun Elena berkata duluan pada pamannya. “Bukan kah paman sudah tahu kalau Kaisar memasuki dunia militer?“Itu hanya rumor saja bukan? Mungkin dia hanya ingin menyelamatkan namanya saja, padahal pangkat tentara tingkat rendah sama sekali tidak akan membuatnya pantas berada di sampingmu,” geram Paman Lionel yang tidak dapat lagi menahan emosinya.Kaisar kembali menahan emosi
Kaisar cukup terkejut dengan permintaan Elena. Padahal mereka sudah sepakat tidak akan melakukan apapun di dalam pernikahan itu.“Baiklah,” ucap Vander. “Kita bisa atur waktu pertemuannya nanti setelah kalian selesai berbulan madu.”Paman Lionel menyimpan geram mendengar itu.Elena berdiri lalu meraih tangan Kaisar dan berkata pada Paman Lionel dan Vander. “Aku rasa sudah cukup, kami harus menyambut tamu lainnya. Terima kasih atas niat untuk bekerjasama dengan Abraham group.”Elena pun mengajak Kaisar pergi dari sana. Vander memandangi Kaisar dengan menahan geramnya. Paman Lionel tahu jika tamunya sangat kecewa.“Maafkan sikap Kaisar padamu, Tuan Muda,” ucap Paman Lionel.“Tidak apa-apa,” jawab Vander lalu berdiri. “Saya harus pamit. Terima kasih sudah menyambut kedatangan saya dengan baik.”Paman Lionel berdiri. “Terima kasih juga sudah datang di acara resepsi pernikahan Elena.”Vander mengangguk lalu pergi keluar dari sana.Sementara Bastian yang masih bersama Rose di tempat dudukny
Keheningan malam terpecah oleh suara gemuruh di sekitar villa yang terpencil. Tentara-tentara setia menjaga pos mereka dengan teliti, meraba setiap bayangan yang melintas di bawah sinar bulan. Namun, kehadiran yang tak diundang telah menyusup, mengubah ketenangan menjadi kekacauan.Tiba-tiba, suara keras membelah udara. "Ada penyusup!" teriak salah satu tentara yang berjaga, memecah kesunyian malam. Serentak, rekan-rekannya bersiap, senjata teracung, siap menghadapi ancaman yang tak terlihat.Namun, di sisi lain bangunan villa, Jenderal Kaisar merasa jantungnya berdegup kencang. Ia bersembunyi di balik tembok batu, menatap kegelapan dengan mata tajamnya. Pikirannya berputar, mencari cara terbaik untuk melindungi diri terlebih dahulu karena ada sebuah rencana yang akan dia lakukan untuk Jenderal Paul.Sementara itu, Damian merasakan getaran tegang melintas di udara. Bersama pasukannya, ia merapatkan barisan, menunggu tanda untuk bertindak. Mereka telah menunggu saat ini dengan sabar, d
Debi dan Nadi merunduk di balik semak-semak, mata mereka terfokus pada villa yang terletak di tengah hutan. Suara angin sepoi-sepoi berbisik di antara pepohonan, menciptakan atmosfer ketegangan yang mendalam."Tidak lama lagi, Nadi," bisik Debi, matanya tetap terjaga untuk melihat setiap perubahan di sekitar mereka.Nadi mengangguk, tangannya menggenggam erat panah di busurnya. "Kita harus siap. Jenderal Kaisar pasti tidak akan lagi Jenderal Kaisar akan tiba ke sini.”Tiba-tiba, ponsel Debi memecah keheningan. Dia menarik keluar perangkatnya dan melihat panggilan masuk dari Jenderal Kaisar. "Ini dia," gumamnya, menjawab panggilan dengan hati-hati."Debi," suara berat Jenderal Kaisar terdengar di seberang sana, "bagaimana situasinya?"Debi menatap layar ponselnya, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati. "Situasi masih aman, Jenderal. Kami masih di luar villa. Jenderal Paul masih di dalam."Jenderal Kaisar menghela nafas, suaranya penuh dengan ketenangan. "Dia tidak akan bisa bersem
Jenderal Paul keluar dari ruang kerjanya dengan langkah mantap, diikuti oleh dua ajudannya yang selalu setia mendampinginya. Sambil menghubungi pengurus villa melalui ponselnya, dia tersenyum, "Saya akan ke sana, mohon persiapkan segalanya karena saya ingin bersantai di sana."Pengurus villa dengan sigap menjawab, "Baik, Tuan Jenderal. Kami akan menyiapkan semuanya segera."Saat Jenderal Paul dan ajudannya tiba di depan lobby, seorang petugas pengamanan membuka pintu mobil, memberi hormat sambil memberikan salam. Jenderal Paul, yang senantiasa rendah hati, menyapa kembali. Bersama dengan dua ajudannya, mereka naik ke dalam mobil yang telah disiapkan dengan rapi di depan pintu.Mobil bergerak lancar melalui gerbang menuju arah villa. Jenderal Paul melihat sekelilingnya dengan senyuman tenang. Pemandangan pegunungan yang hijau dan langit biru yang cerah memberikan kontras yang memukau.Jenderal Paul memutar kepala ke arah sopir, "Mengantar ke Villa, Pak."Supir mengangguk mengiyakan dan
Dinginnya udara malam menyambut kedatangan Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya di bandara negara Taruma. Mereka menyamar sebagai warga biasa, menyelinap masuk tanpa menimbulkan kecurigaan sekalipun. Langkah mereka seolah-olah tidak meninggalkan jejak, tetapi kenyataannya, perjalanan mereka penuh perhitungan dan ketenangan.Sesaat setelah melewati pintu kedatangan, suasana kembali normal. Para penumpang berhamburan menuju bagian keluar bandara dengan perasaan lega. Kaisar memandang sekeliling dengan tatapan tajam, memastikan bahwa mereka berhasil meloloskan diri tanpa terdeteksi.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terguncang saat seorang petugas keamanan memanggil mereka dari kejauhan. "Tunggu!" seru petugas tersebut sambil melambaikan tangan.Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya memandang satu sama lain dengan raut wajah tegang. Mereka bergerak menuju petugas dengan langkah hati-hati. Petugas tersebut tampak serius, sambil memegang sebuah jam tangan.Kaisar yan
Kaisar duduk di kursi belakang mobil mewahnya, tangan kanannya menekan erat-erat ponsel pintarnya sementara supir setia dan ajudan pribadinya mengemudi dengan hati-hati melalui jalanan yang ramai di ibu kota New Taraka. Kaisar berbicara dengan serius, "Yusa, saya dan tim akan segera tiba di negara Taruma. Pastikan semuanya siap dan awasi bandara serta jalanan menuju rumah rahasia. Laporkan segera jika ada kejanggalan."Yusa, seorang agen rahasia yang bertanggung jawab atas keamanan Kaisar, menjawab, "Baik, Jenderal Kaisar. Kami akan memastikan semuanya berjalan lancar dan aman. Semoga perjalanan Anda sampai di sini tanpa hambatan."Dengan tekad bulat, Kaisar menambahkan, "Saya tahu risikonya tinggi, tetapi ini adalah langkah yang harus kita ambil."Yusa mengangguk seraya menyampaikan doanya, "Kami akan berdoa untuk keselamatan Jenderal dan seluruh tim. Semoga misi ini berhasil tanpa ada korban jiwa."Setelah menutup teleponnya, Yusa segera memberitahu tim agennya yang sedang berkumpul
Dalam keheningan kediaman sewaannya di negara Taruma, Yusa merogoh kantongnya untuk mengambil sebuah alat komunikasi. Dengan gerakan cepat, dia menekan beberapa tombol dan menunggu sambungan.Jenderal Kaisar duduk di ruang komandonya yang megah. Ketika teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya dengan penuh kehati-hatian."Halo," sapanya tegas, menandakan kesiapan untuk menerima laporan apa pun.Yusa, dengan napasnya yang cepat, memberikan laporan pada Jenderal Kaisar, "Jenderal, kami telah menemukan jejak Jenderal Paul. Kami memetakan tempat-tempat yang sering dia kunjungi."Jenderal Kaisar menahan nafasnya sejenak, matanya berbinar dalam sorot cahaya lampu ruangan yang redup. "Bagus. Bagaimana kondisinya?"Yusa menjawab dengan tegas, "Kami sudah siap untuk melanjutkan rencana berikutnya, Jenderal. Kami hanya menunggu arahan dari Anda."Jenderal Kaisar menarik napas lega, melihat kesempatan untuk mengakhiri ancaman yang disebabkan oleh Jenderal Paul."Segera kirimkan lokasi-lokas
Di ruang istana yang megah, Jenderal Kaisar duduk di seberang meja dari Elena, istrinya. Suasana ruangan itu dipenuhi ketegangan yang mendalam. Kaisar menatap Elena dengan ekspresi serius, dan Elena dapat merasakan ada sesuatu yang sangat penting yang ingin diungkapkan suaminya."Sayang," ucap Kaisar dengan suara yang dalam, "ada sesuatu yang perlu kusampaikan padamu."Elena mengangguk, matanya penuh dengan rasa penasaran dan kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Kaisar?"Jenderal Kaisar mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Para peretas yang telah mengancam keamanan negara kita adalah agen mata-mata dari negara Taruma."Elena merasakan kejutan melintas di wajahnya. "Negara Taruma? Bagaimana bisa?"Kaisar menjelaskan dengan penuh ketegasan, "Kami telah melakukan penyelidikan, dan berdasarkan bukti yang kami temukan, kami berhasil menghabisi beberapa dari mereka. Bahkan, seorang dari mereka sudah kami tangkap."Elena merasa campur aduk antara kelegaan dan kecemasan. "Apakah ancaman
Ruang rawat inap rumah sakit militer itu terasa hening, hanya terdengar suara mesin-mesin alat medis yang terus berdenyut. Kaisar duduk di kursi di sebelah tempat tidur yang ditempati oleh Bara, salah satu agen rahasia dari pihak musuh yang berhasil mereka sandera. Damian berdiri di sampingnya sambil memperhatikan dengan serius.Dokter yang berkemeja putih memeriksa luka tembakan yang melukai Bara. Kaisar dan Damian menyimak setiap kata yang diucapkan dokter dengan ketegangan yang menggelayuti hati mereka."Dia harus istirahat dan pulih selama beberapa minggu. Luka tembaknya cukup serius, tapi kami melakukan yang terbaik untuk memperbaiki kerusakan," ujar dokter dengan suara lembut.Kaisar menundukkan kepalanya sejenak, lalu menatap Bara yang terbaring tak berdaya. "Lakukan apa pun yang diperlukan untuk kesembuhannya, dokter."Damian menarik napas panjang. "Jenderal, apakah Anda yakin kita harus meninggalkannya di sini? Bagaimana jika ada pihak lawan yang mencoba menyusup ke sini dan
Di dalam kamar hotel, Bara dan tim agennya sedang sibuk mengatur strategi mereka. Keheningan di kamar itu terputus ketika salah satu agen mendapat laporan penting."Apa yang terjadi di lobby?" tanya Bara dengan ekspresi serius.Salah satu agen menjawab dengan ketidakpastian, "Ada banyak pasukan tentara di sana, Bara. CCTV menunjukkan gerakan yang mencurigakan."Bara segera memeriksa layar laptop, matanya meneliti setiap sudut ruang hotel yang ditampilkan oleh kamera pengawas. Benar saja, tentara-tentara bersenjata berjaga di sekitar lobby."Sepertinya kita telah diintai," kata Bara dengan suara tegas. "Pihak musuh mungkin sudah mengetahui keberadaan kita di sini."Ketegangan menyelimuti kamar, dan Bara segera memberikan perintah, "Bersiaplah untuk segala kemungkinan. Keluarkan senjata dan siapkan diri untuk perlawanan. Jika mereka benar-benar menyerang, kita harus siap menghadapinya."Semua anggota tim segera bergerak dengan sigap. Senjata-senjata ditarik, dan wajah-wajah mereka mence