Kaisar terdiam mendengar suara Damian Alarich di seberang sana. Permohonannya mengingatkannya kembali akan peristiwa di hari itu. Peristiwa saat dia berada di medan perang bersama pasukannya.“Tembaaak!!!” teriak Kaisar memerintahkan pasukannya.Pasukannya langsung menembaki para musuh yang menghadang mereka di hadapan sana tanpa takut. Teriakan Kaisar benar-benar menjadi penyemangat untuk mereka. Kaisar maju paling depan hingga membuat pasukannya ternganga. Dan tidak membutuhkan waktu lama, pasukan musuh di hadapan sana pun bertumbangan.Sementara Damian Alarick dan pasukannya yang berada di sisi lain, berhasil merobohkan pertahanan musuh. Namun ternyata mereka semua terperangkap di dalam jebakan musuh. Mereka dikelilingi musuh di berbagai arah dan tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain adu senjata dan pasrah pada nasib, apa akan menang atau kalah.Kaisar yang mengetahui itu di wilayah lain langsung menyelamatkan mereka dengan strategi perang yang dia miliki. Kaisar membawa pasukann
Jacob yang masih penasaran terkejut saat melihat Kaisar mendekatinya. Dia ingin pergi karena takut jika dugaannya benar bahwa Pengantin Pria itu bukan orang sembarangan.“Tunggu!” panggil Kaisar.Jacob berhenti melangkah dan menyembunyikan gemetarnya mendengar itu. Dia menoleh dan dengan refleks memberi hormat padanya. “Maafkan saya! Saya tidak bermaksud mengintip tapi saya tidak sengaja berada di sini.”Kaisar menunjukkan wajah pura-pura heran padanya. “Kenapa kau hormat padaku? Pangkat kita sama.”Jacob terkejut. Dia menurunkan tangannya dengan ragu, namun sikap Pengantin Pria itu membuatnya berubah pikiran. “Ka… Kalau pangkat kita sama, kenapa tadi pasukan persembahan itu hormat padamu?” tanyanya heran.Kaisar sedikit tertawa agar Jacob tidak semakin curiga.“Mereka memberi hormat untuk mendiang Tuan Abraham,” jawab Kaisar. “Dan sebagai ucapan selamat atas pernikahanku dengan anak gadisnya.”Jacob angguk-angguk. Saat dia mulai percaya, seketika dia menyesal sudah hormat padanya tad
“Oh ya, saya sudah tahu siapa anda,” ucap Vander pada Kaisar dengan wajah menyimpan ketidaksukaannya.Paman Lionel dan Elena tampak terkejut. Kaisar pun merasa curiga jika pria itu sudah tahu siapa dirinya.“Kau mengenal dia sebelum ini?” tanya Paman Lionel mencoba memastikan.“Aku tahu dia anak pungut Tuan Abraham, bukan?” jawab Vander sedikit tersenyum kecut. Vander pun mendekatkan wajahnya ke telinga Paman Lionel. “Anak pungut yang menyusahkan keluarga kalian.”Paman Lionel tertawa mendengar itu. Sementara Kaisar menyimpan lega meski mencoba menahan emosi karena turut mendengar bisikannya pada Paman Lionel dengan nada menghina. Dia pikir Vander sudah tahu siapa dirinya. Elena tampak sudah tidak nyaman berada di sana. Dia pun tampak kasihan dengan Kaisar yang sejak awal pesta dimulai, penghinaan-penghinaan dihujani kepadanya.Paman Lionel pun menarik tangan Kaisar untuk menjauh sedikit dari Vander dan Elena.“Sebaiknya kau sambut saja tamu-tamu lainnya,” pinta Paman Lionel. “Ini kes
“Sepertinya kau tahu banyak tentang bisnis,” ucap Vander menyembunyikan keterkejutannya pada Kaisar.“Aku hanya suka membaca dan mengikuti berita nasional saja,” jawab Kaisar beralasan.“Oh,” sahut vander, kemudian dia menatap Elena dengan tatapan genitnya, “Apa karena kau menganggapnya cerdas kau memilihnya untuk menjadi pendampingmu?”Elena terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Vander itu.“Mungkin dia pernah menjadi OB di sebuah perusahaan dan tahu banyak karena sering mencuri dengar,” ucap Paman Lionel yang kembali meremehkan Kaisar. “Kata siapa dia cerdas?”Kaisar baru saja hendak bicara, namun Elena berkata duluan pada pamannya. “Bukan kah paman sudah tahu kalau Kaisar memasuki dunia militer?“Itu hanya rumor saja bukan? Mungkin dia hanya ingin menyelamatkan namanya saja, padahal pangkat tentara tingkat rendah sama sekali tidak akan membuatnya pantas berada di sampingmu,” geram Paman Lionel yang tidak dapat lagi menahan emosinya.Kaisar kembali menahan emosi
Kaisar cukup terkejut dengan permintaan Elena. Padahal mereka sudah sepakat tidak akan melakukan apapun di dalam pernikahan itu.“Baiklah,” ucap Vander. “Kita bisa atur waktu pertemuannya nanti setelah kalian selesai berbulan madu.”Paman Lionel menyimpan geram mendengar itu.Elena berdiri lalu meraih tangan Kaisar dan berkata pada Paman Lionel dan Vander. “Aku rasa sudah cukup, kami harus menyambut tamu lainnya. Terima kasih atas niat untuk bekerjasama dengan Abraham group.”Elena pun mengajak Kaisar pergi dari sana. Vander memandangi Kaisar dengan menahan geramnya. Paman Lionel tahu jika tamunya sangat kecewa.“Maafkan sikap Kaisar padamu, Tuan Muda,” ucap Paman Lionel.“Tidak apa-apa,” jawab Vander lalu berdiri. “Saya harus pamit. Terima kasih sudah menyambut kedatangan saya dengan baik.”Paman Lionel berdiri. “Terima kasih juga sudah datang di acara resepsi pernikahan Elena.”Vander mengangguk lalu pergi keluar dari sana.Sementara Bastian yang masih bersama Rose di tempat dudukny
Malam itu semua keluarga mendiang Abraham berkumpul di meja makan yang panjang. Para pelayan tampak sibuk menghidangkan menu makan malam. Kaisar dan Elena duduk berdekatan menghadap Paman Lionel dan istrinya. Paman Mason dan istrinya juga duduk di sebelah Elena dan Kaisar, sementara Bibi Lili duduk agak jauh bersama suaminya. Bastian, Rose dan Raka juga sudah duduk di sana. Para sepupu Elena ini tampak diam, lebih tepatnya seperti tidak suka dengan keasingan itu. Asing karena sekarang mereka harus melihat Kaisar untuk menemani makan malam setiap harinya.“Memangnya kalian akan bulan madu kemana?” selidik Paman Lionel pada Elena.“Kami akan berbulan madu di Pulau Naga,” jawab Elena.“Pulau Naga?” tanya Paman Lionel. “Bukan kah itu sangat jauh dari sini. Kalian harus terbang selama tiga jam ke sana. Kenapa tidak di dekat-dekat sini saja? Misalnya di villa pegunungan milik mendiang ayahmu.” Ya, meski mereka sudah tahu bahwa Kaisar adalah anak kandung Tuan Abraham, tapi Paman Mason dan ya
Lionel, Mason dan Lili tampak duduk di teras rumah. Sejak tadi mereka memandangi ke arah gerbang yang cukup jauh dari pandangan mata.“Mana? Katanya mereka tak akan bisa menaiki Private Jet itu? Kenapa sampai jam segini mereka belum pulang juga?” tanya Mason pada Lionel penasaran.“Tunggu saja! Paling sekarang mereka masih di jalan,” jawab Lionel.“Apa mungkin mereka langsung mencari tempat terdekat untuk berbulan madu atau mencari tiket pesawat untuk ke pulau Naga?” tanya Lili.“Kita tunggu saja,” jawab Lionel. “Elena tak akan mau menaiki pesawat umum. Dia sudah terbiasa menaiki Private Jet sejak dulu. Kau mungkin ingat saat Private Jet tidak bisa diterbangkan karena ada kerusakan teknis? Elena sampai meminta Kak Abraham untuk menunda kepergian hingga Private Jet bisa diterbangkan.”Lili mengangguk.
“Aku akan mengurusnya,” ucap Kaisar pada Elena.“Tunggu sebentar,” ucap Elena.Kaiar menatap Elena yang tampak sibuk memeriksa isi tasnya. Dia khawatir lupa jika surat perjanjian itu sudah disimpannya di dalam tas. Saat Elena berhasil mengeluarkan seluruh isi tasnya, dia lega mendapati surat perjanjiannya itu ternyata terselip di dalam novel yang dia bawa.“Ternyata ada,” ucap Elena dengan leganya.Kaisar pun lega melihat itu. Kaisar pun memanggil pramugari untuk menyiapkan makan dan minum untuk mereka. Setelah memilih menu yang tersedia, pramugari itu akhirnya bersiap menyediakan pesanan.Elena menoleh pada Kaisar lalu berkata padanya, “Bagaimana kau bisa menyediakan jet pribadi ini untuk kita?” tanya Elena yang masih heran.Kaisar bingung menjawabnya. Dia harus merahasiakan itu. Karena jika Elena mengetahuinya, Elena juga akan tahu identitas Kaisar yang sebenarnya.“Kaisar?” panggil Elena yang sudah tidak sabar untuk mendapatkan jawaban darinya.“Aku meminjam uang ke temanku yang ka
Keheningan malam terpecah oleh suara gemuruh di sekitar villa yang terpencil. Tentara-tentara setia menjaga pos mereka dengan teliti, meraba setiap bayangan yang melintas di bawah sinar bulan. Namun, kehadiran yang tak diundang telah menyusup, mengubah ketenangan menjadi kekacauan.Tiba-tiba, suara keras membelah udara. "Ada penyusup!" teriak salah satu tentara yang berjaga, memecah kesunyian malam. Serentak, rekan-rekannya bersiap, senjata teracung, siap menghadapi ancaman yang tak terlihat.Namun, di sisi lain bangunan villa, Jenderal Kaisar merasa jantungnya berdegup kencang. Ia bersembunyi di balik tembok batu, menatap kegelapan dengan mata tajamnya. Pikirannya berputar, mencari cara terbaik untuk melindungi diri terlebih dahulu karena ada sebuah rencana yang akan dia lakukan untuk Jenderal Paul.Sementara itu, Damian merasakan getaran tegang melintas di udara. Bersama pasukannya, ia merapatkan barisan, menunggu tanda untuk bertindak. Mereka telah menunggu saat ini dengan sabar, d
Debi dan Nadi merunduk di balik semak-semak, mata mereka terfokus pada villa yang terletak di tengah hutan. Suara angin sepoi-sepoi berbisik di antara pepohonan, menciptakan atmosfer ketegangan yang mendalam."Tidak lama lagi, Nadi," bisik Debi, matanya tetap terjaga untuk melihat setiap perubahan di sekitar mereka.Nadi mengangguk, tangannya menggenggam erat panah di busurnya. "Kita harus siap. Jenderal Kaisar pasti tidak akan lagi Jenderal Kaisar akan tiba ke sini.”Tiba-tiba, ponsel Debi memecah keheningan. Dia menarik keluar perangkatnya dan melihat panggilan masuk dari Jenderal Kaisar. "Ini dia," gumamnya, menjawab panggilan dengan hati-hati."Debi," suara berat Jenderal Kaisar terdengar di seberang sana, "bagaimana situasinya?"Debi menatap layar ponselnya, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati. "Situasi masih aman, Jenderal. Kami masih di luar villa. Jenderal Paul masih di dalam."Jenderal Kaisar menghela nafas, suaranya penuh dengan ketenangan. "Dia tidak akan bisa bersem
Jenderal Paul keluar dari ruang kerjanya dengan langkah mantap, diikuti oleh dua ajudannya yang selalu setia mendampinginya. Sambil menghubungi pengurus villa melalui ponselnya, dia tersenyum, "Saya akan ke sana, mohon persiapkan segalanya karena saya ingin bersantai di sana."Pengurus villa dengan sigap menjawab, "Baik, Tuan Jenderal. Kami akan menyiapkan semuanya segera."Saat Jenderal Paul dan ajudannya tiba di depan lobby, seorang petugas pengamanan membuka pintu mobil, memberi hormat sambil memberikan salam. Jenderal Paul, yang senantiasa rendah hati, menyapa kembali. Bersama dengan dua ajudannya, mereka naik ke dalam mobil yang telah disiapkan dengan rapi di depan pintu.Mobil bergerak lancar melalui gerbang menuju arah villa. Jenderal Paul melihat sekelilingnya dengan senyuman tenang. Pemandangan pegunungan yang hijau dan langit biru yang cerah memberikan kontras yang memukau.Jenderal Paul memutar kepala ke arah sopir, "Mengantar ke Villa, Pak."Supir mengangguk mengiyakan dan
Dinginnya udara malam menyambut kedatangan Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya di bandara negara Taruma. Mereka menyamar sebagai warga biasa, menyelinap masuk tanpa menimbulkan kecurigaan sekalipun. Langkah mereka seolah-olah tidak meninggalkan jejak, tetapi kenyataannya, perjalanan mereka penuh perhitungan dan ketenangan.Sesaat setelah melewati pintu kedatangan, suasana kembali normal. Para penumpang berhamburan menuju bagian keluar bandara dengan perasaan lega. Kaisar memandang sekeliling dengan tatapan tajam, memastikan bahwa mereka berhasil meloloskan diri tanpa terdeteksi.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terguncang saat seorang petugas keamanan memanggil mereka dari kejauhan. "Tunggu!" seru petugas tersebut sambil melambaikan tangan.Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya memandang satu sama lain dengan raut wajah tegang. Mereka bergerak menuju petugas dengan langkah hati-hati. Petugas tersebut tampak serius, sambil memegang sebuah jam tangan.Kaisar yan
Kaisar duduk di kursi belakang mobil mewahnya, tangan kanannya menekan erat-erat ponsel pintarnya sementara supir setia dan ajudan pribadinya mengemudi dengan hati-hati melalui jalanan yang ramai di ibu kota New Taraka. Kaisar berbicara dengan serius, "Yusa, saya dan tim akan segera tiba di negara Taruma. Pastikan semuanya siap dan awasi bandara serta jalanan menuju rumah rahasia. Laporkan segera jika ada kejanggalan."Yusa, seorang agen rahasia yang bertanggung jawab atas keamanan Kaisar, menjawab, "Baik, Jenderal Kaisar. Kami akan memastikan semuanya berjalan lancar dan aman. Semoga perjalanan Anda sampai di sini tanpa hambatan."Dengan tekad bulat, Kaisar menambahkan, "Saya tahu risikonya tinggi, tetapi ini adalah langkah yang harus kita ambil."Yusa mengangguk seraya menyampaikan doanya, "Kami akan berdoa untuk keselamatan Jenderal dan seluruh tim. Semoga misi ini berhasil tanpa ada korban jiwa."Setelah menutup teleponnya, Yusa segera memberitahu tim agennya yang sedang berkumpul
Dalam keheningan kediaman sewaannya di negara Taruma, Yusa merogoh kantongnya untuk mengambil sebuah alat komunikasi. Dengan gerakan cepat, dia menekan beberapa tombol dan menunggu sambungan.Jenderal Kaisar duduk di ruang komandonya yang megah. Ketika teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya dengan penuh kehati-hatian."Halo," sapanya tegas, menandakan kesiapan untuk menerima laporan apa pun.Yusa, dengan napasnya yang cepat, memberikan laporan pada Jenderal Kaisar, "Jenderal, kami telah menemukan jejak Jenderal Paul. Kami memetakan tempat-tempat yang sering dia kunjungi."Jenderal Kaisar menahan nafasnya sejenak, matanya berbinar dalam sorot cahaya lampu ruangan yang redup. "Bagus. Bagaimana kondisinya?"Yusa menjawab dengan tegas, "Kami sudah siap untuk melanjutkan rencana berikutnya, Jenderal. Kami hanya menunggu arahan dari Anda."Jenderal Kaisar menarik napas lega, melihat kesempatan untuk mengakhiri ancaman yang disebabkan oleh Jenderal Paul."Segera kirimkan lokasi-lokas
Di ruang istana yang megah, Jenderal Kaisar duduk di seberang meja dari Elena, istrinya. Suasana ruangan itu dipenuhi ketegangan yang mendalam. Kaisar menatap Elena dengan ekspresi serius, dan Elena dapat merasakan ada sesuatu yang sangat penting yang ingin diungkapkan suaminya."Sayang," ucap Kaisar dengan suara yang dalam, "ada sesuatu yang perlu kusampaikan padamu."Elena mengangguk, matanya penuh dengan rasa penasaran dan kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Kaisar?"Jenderal Kaisar mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Para peretas yang telah mengancam keamanan negara kita adalah agen mata-mata dari negara Taruma."Elena merasakan kejutan melintas di wajahnya. "Negara Taruma? Bagaimana bisa?"Kaisar menjelaskan dengan penuh ketegasan, "Kami telah melakukan penyelidikan, dan berdasarkan bukti yang kami temukan, kami berhasil menghabisi beberapa dari mereka. Bahkan, seorang dari mereka sudah kami tangkap."Elena merasa campur aduk antara kelegaan dan kecemasan. "Apakah ancaman
Ruang rawat inap rumah sakit militer itu terasa hening, hanya terdengar suara mesin-mesin alat medis yang terus berdenyut. Kaisar duduk di kursi di sebelah tempat tidur yang ditempati oleh Bara, salah satu agen rahasia dari pihak musuh yang berhasil mereka sandera. Damian berdiri di sampingnya sambil memperhatikan dengan serius.Dokter yang berkemeja putih memeriksa luka tembakan yang melukai Bara. Kaisar dan Damian menyimak setiap kata yang diucapkan dokter dengan ketegangan yang menggelayuti hati mereka."Dia harus istirahat dan pulih selama beberapa minggu. Luka tembaknya cukup serius, tapi kami melakukan yang terbaik untuk memperbaiki kerusakan," ujar dokter dengan suara lembut.Kaisar menundukkan kepalanya sejenak, lalu menatap Bara yang terbaring tak berdaya. "Lakukan apa pun yang diperlukan untuk kesembuhannya, dokter."Damian menarik napas panjang. "Jenderal, apakah Anda yakin kita harus meninggalkannya di sini? Bagaimana jika ada pihak lawan yang mencoba menyusup ke sini dan
Di dalam kamar hotel, Bara dan tim agennya sedang sibuk mengatur strategi mereka. Keheningan di kamar itu terputus ketika salah satu agen mendapat laporan penting."Apa yang terjadi di lobby?" tanya Bara dengan ekspresi serius.Salah satu agen menjawab dengan ketidakpastian, "Ada banyak pasukan tentara di sana, Bara. CCTV menunjukkan gerakan yang mencurigakan."Bara segera memeriksa layar laptop, matanya meneliti setiap sudut ruang hotel yang ditampilkan oleh kamera pengawas. Benar saja, tentara-tentara bersenjata berjaga di sekitar lobby."Sepertinya kita telah diintai," kata Bara dengan suara tegas. "Pihak musuh mungkin sudah mengetahui keberadaan kita di sini."Ketegangan menyelimuti kamar, dan Bara segera memberikan perintah, "Bersiaplah untuk segala kemungkinan. Keluarkan senjata dan siapkan diri untuk perlawanan. Jika mereka benar-benar menyerang, kita harus siap menghadapinya."Semua anggota tim segera bergerak dengan sigap. Senjata-senjata ditarik, dan wajah-wajah mereka mence