Vander sedang duduk di meja kerjanya sembari menonton televisi yang menyiarkan berita tentang runtuhnya sebuah jembatan penghubung dua kota besar di New Taraka. Matanya tampak jeli melihat tayangan berita di sebuah channel terkenal itu. Bibirnya sedikit tersenyum melihat itu.“Runtuhnya sebuah jembatan yang akan digadang-gadang menjadi jembatan terindah di New Taraka membuat banyak investor menarik diri dari Abraham Group dan pihak korban yang mengalami musibah naas itu meminta ganti rugi dengan pihak Abraham Group. Nasib Abraham Group sedang dipertaruhkan. Saat ini sejumlah pihak masih menunggu tanggapan dari pimpinan Abraham group yang baru, yang katanya sedang menikmati bulan madu pernikahannya di sebuah kota. Sementara Tuan Lionel yang menjabat sebagai direktur sementara setelah meninggalnya Tuan Abraham belum bisa menanggapi apapun karena dia tidak merasa bertanggung jawab atas masalah itu.”Vander mematikan televisi saat seorang pria datang ke ruangannya. Pria itu berdiri di dep
Sebuah mobil berhenti di depan gerbang. Di dalamnya Kaisar dan Elena terkejut melihat banyak wartawan yang berdesakan memenuhi gerbang. Penjaga kemanan di depan rumah itu menjaga gerbang dengan baik hingga mereka tak bisa masuk. Tak lama kemudian gerbang terbuka, tiga mobil keluar beriringan dari dalam. Kaisar melihat di dalam mobil-mobil itu ada Paman Lionel, Paman Mason dan Bibi Lili beserta keluarganya. Mereka membawa barang-barang yang banyak seperti hendak meninggalkan rumah besar bak istana itu. Ketiga mobil itu melaju begitu saja tanpa memperdulikan kedatangan Kaisar dan Elena yang baru tiba di sana.“Kemana mereka?” tanya Elena dengan bingung.“Coba kau hubungi paman Lionel,” pinta Kaisar.Elena mengangguk lalu bergegas menghubungi nomor handphone Paman Lionel. Sambungan teleponnya tidak diangkat. Elena semakin heran. “Tidak diangkat.”Kaisar menatap supir lalu berkata padanya, “Masuk!”“Baik, Tuan Muda.”Mobil yang dinaiki Kaisar dan Elena memasuki gerbang setelah para wartaw
“Kita harus membicarakan rencana kita besok pagi,” ucap Kaisar pada Elena yang kini mereka sedang duduk di ruang tengah yang luas nan megah itu. Rumah yang sebentar lagi akan dituntut oleh pihak bank.“Aku serahkan semua rencana padamu,” ucap Elena yang terlihat pasrah.“Besok kita akan datang ke kantor dan kau harus menyerahkan kepemimpinan perusahaan padaku. Meski pun saat ini di surat wasiat tertulis perusahaan itu sudah menjadi milikku, tapi semuanya belum tahu tentang semua ini. Dengan begitu aku akan leluasa bergerak untuk menyelesaikan semuanya satu persatu.”Elena tampak tidak percaya dengan itu. Dia menahan senyum meremehkannya karena yang dia tahu Kaisar hanya seorang tentara biasa yang tidak pernah mengerti akan dunia bisnis.“Kenapa kau tidak meminta bantuan temanku saja,” sahut Elena. “Teman kuliahku yang lebih mengerti darimu tentang dunia bisnis. Dia memang bukan anak orang kaya. Dia tidak memiliki keburuntungan saja, tapi dia cerdas dan memang aku berniat merekrutnya u
“Elena, kau mendengar aku?” tanya Vander sekali lagi.Elena geram mendengarnya. “Jangan mengada-ada. Jika kau memang mau membantuku, harusnya kau tidak memberi syarat apapun padaku.”Vander kesal mendengarnya. “Jadi kau tidak bersedia? Apa kau mau hidup melarat setelah ini? Kau tidak tahu sebentar lagi perusahaan milik mendiang ayahmu akan bangkrut?”“Aku tidak peduli,” jawab Elena.“Aku tahu kau tidak mencintai lelaki itu, Elena. Aku tahu pernikahanmu hanya pura-pura saja,” sahut Vander.Elena kian terkejut mendengarnya. “Kau pikir aku dan Kaisar hanya berpura-pura?”“Ya,” sahut Kaisar. “Jangan menyembunyikan sesuatu dariku Elena…”Elena langsung mematikan handphone-nya. Dia penasaran dari mana Vander tahu kalau pernikahannya dengan Kaisar hanya untuk mencari tahu penyebab kematian ayahnya saja. Elena bangkit dari kasurnya, dia ingin menemui Kaisar dan membicarakan apa yang dikatakan Kaisar padanya, namun sesaat kemudian dia kembali duduk karena dia masih belum percaya sepenuhnya pad
Kaisar sudah tiba di sumber suara. Dia lega saat melihat seekor kucing sedang menjatuhkan sebuah buku dari rak. Kaisar pun meraih kucing itu lalu membawanya ke Elena.“Rupanya hanya seekor kucing,” ucap Kaisar pada Elena.Elena lega mendengarnya.“Sekarang silakan hubungi Manager yang bekerja di Abraham Group, katakan padanya bahwa besok kau akan datang dan kita akan mengadakan rapat untuk masalah yang dihadapi saat ini,” pinta Kaisar.Elena mengangguk lalu menghubungi Manager-nya di perusahaan.“Halo, Nona,” ucap Manager di seberang sana.“Besok aku akan ke kantor. Tolong undang semua petinggi untuk rapat penting denganku besok pagi,” pinta Elena.“Baik, Nona,” ucap Managernya.Elena menyimpan handphone-nya lalu memberitahu Kaisar bahwa dia sudah menghubungi Managernya. Kaisar pun mengajaknya keluar dari sana.***Pelayan perempuan itu menyepi di belakang dapur. Dia langsung meraih handphone dan menggunakannya saat merasa tidak ada satupun orang yang melihatnya di sana.“Halo,” ucap
“Sekali lagi saya katakan, jika ada yang mau mengundurkan diri, silakan keluar dari ruangan ini!” tegas Kaisar.Semua masih terdiam. Elena tampak menunggu apa yang akan dibicarakan Kaisar saat dia memberi sambutan nanti.Seketika seseorang mengangkat tangannya. Dia adalah Pak Marco, bagian keuangan di Abraham Group. “Boleh saya bicara?”Semua menatap Pak Marco dengan tegang.“Silakan jika ada yang ingin disampaikan,” jawab Kaisar.“Tuan Abraham selama ini tidak sembarang menunjuk siapa pun dengan mudah untuk menjadi bagian penting di perusahaan. Tuan Abraham selalu mengadakan rapat direksi dan keputusan diambil bukan sepihak, tapi harus dari kesepakatan bagian direksi. Saya bukan bermaksud untuk meragukan kemampuan Tuan Muda untuk menggantikan Elena sebagai pewaris perusahaan ini, tapi kami butuh rasa percaya bahwa seseorang yang ditunjuk menjadi pemimpin kami di sini memang yang terbaik dan dapat kami percaya,” ucap Pak Marco dengan lantang dan tanpa merasa takut sama sekali.“Setuju
“Sepertinya ada yang kau rahasiakan padaku,” ucap Elena saat dia dan Kaisar sudah tiba di ruangan kerja mendiang Abraham selama ini. Ruangan itu tampak luas. Selain meja kerja yang besar, terdapat sofa untuk menyambut tamu. Ruangan itu terdapat dinding kaca yang menghamparkan pemandangan gedung-gedung tinggi di kota New Taraka.Kaisar menyimpan keterkejutannya mendengar itu.“Katakan padaku, rahasia apa yang kau simpan padaku?” desak Elena. Bagaimana pun dia tidak percaya Kaisar memiliki uang sebanyak itu untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya. Bukan karena dia tidak suka melihat Kaisar telah menyelamatkan Abraham Group dari keterpurukan, tapi karena dia tidak mengerti kenapa Kaisar dengan mudah menyelesaikan semuanya.“Aku tidak menyimpan apa-apa darimu,” ucap Kaisar.“Mengenai uang yang kau miliki, apa itu dari paman angkatmu juga?” tanya Elena.“Aku belum bisa menceritakannya sekarang,” jawab Kaisar. “Tapi yang jelas suatu saat kau akan tahu dari mana aku mendapatkannya.”“Jelaskan
“Iya,” sahut Lionel. “Apartemen yang kita tempati ini hanya sementara. Apartemen ini dibayarkan oleh Vander. Jika kita gagal membuat Elena menikah dengan Vander, dia pasti akan mengusir kita dari sini.”Bastian tampak berpikir lalu menatap wajah ayahnya dengan lekat. “Jangan dulu pindah ke sana,” pinta Bastian.“Memangnya kau punya rencana? Kau belum bisa apa-apa! Kau sudah lulus kuliah tapi ketika aku berhasil membujuk Kakak Abraham agar kau diterima bekerja di Abraham Group, kalu malah mengecewakannya hingga dia memecatmu dengan tidak hormat.”Bastian menahan kesal mendengar itu. “Itu karena suatu musibah. Saat itu ayah tidak membiarkan aku bekerja sesuai dengan kemampuanku. Ayah malah mengendalikan aku dari jauh hingga aku kehilangan otakku.”Lionel terdiam mendengarnya.“Jangan dulu keluar dari apartemen ini. Aku punya cara untuk menaklukkan anak pungut sialan itu!” Bastian keluar dari sana dengan menahan geramnya.Lionel membiarkan anaknya pergi dari hadapannya sambil mengatur na
Keheningan malam terpecah oleh suara gemuruh di sekitar villa yang terpencil. Tentara-tentara setia menjaga pos mereka dengan teliti, meraba setiap bayangan yang melintas di bawah sinar bulan. Namun, kehadiran yang tak diundang telah menyusup, mengubah ketenangan menjadi kekacauan.Tiba-tiba, suara keras membelah udara. "Ada penyusup!" teriak salah satu tentara yang berjaga, memecah kesunyian malam. Serentak, rekan-rekannya bersiap, senjata teracung, siap menghadapi ancaman yang tak terlihat.Namun, di sisi lain bangunan villa, Jenderal Kaisar merasa jantungnya berdegup kencang. Ia bersembunyi di balik tembok batu, menatap kegelapan dengan mata tajamnya. Pikirannya berputar, mencari cara terbaik untuk melindungi diri terlebih dahulu karena ada sebuah rencana yang akan dia lakukan untuk Jenderal Paul.Sementara itu, Damian merasakan getaran tegang melintas di udara. Bersama pasukannya, ia merapatkan barisan, menunggu tanda untuk bertindak. Mereka telah menunggu saat ini dengan sabar, d
Debi dan Nadi merunduk di balik semak-semak, mata mereka terfokus pada villa yang terletak di tengah hutan. Suara angin sepoi-sepoi berbisik di antara pepohonan, menciptakan atmosfer ketegangan yang mendalam."Tidak lama lagi, Nadi," bisik Debi, matanya tetap terjaga untuk melihat setiap perubahan di sekitar mereka.Nadi mengangguk, tangannya menggenggam erat panah di busurnya. "Kita harus siap. Jenderal Kaisar pasti tidak akan lagi Jenderal Kaisar akan tiba ke sini.”Tiba-tiba, ponsel Debi memecah keheningan. Dia menarik keluar perangkatnya dan melihat panggilan masuk dari Jenderal Kaisar. "Ini dia," gumamnya, menjawab panggilan dengan hati-hati."Debi," suara berat Jenderal Kaisar terdengar di seberang sana, "bagaimana situasinya?"Debi menatap layar ponselnya, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati. "Situasi masih aman, Jenderal. Kami masih di luar villa. Jenderal Paul masih di dalam."Jenderal Kaisar menghela nafas, suaranya penuh dengan ketenangan. "Dia tidak akan bisa bersem
Jenderal Paul keluar dari ruang kerjanya dengan langkah mantap, diikuti oleh dua ajudannya yang selalu setia mendampinginya. Sambil menghubungi pengurus villa melalui ponselnya, dia tersenyum, "Saya akan ke sana, mohon persiapkan segalanya karena saya ingin bersantai di sana."Pengurus villa dengan sigap menjawab, "Baik, Tuan Jenderal. Kami akan menyiapkan semuanya segera."Saat Jenderal Paul dan ajudannya tiba di depan lobby, seorang petugas pengamanan membuka pintu mobil, memberi hormat sambil memberikan salam. Jenderal Paul, yang senantiasa rendah hati, menyapa kembali. Bersama dengan dua ajudannya, mereka naik ke dalam mobil yang telah disiapkan dengan rapi di depan pintu.Mobil bergerak lancar melalui gerbang menuju arah villa. Jenderal Paul melihat sekelilingnya dengan senyuman tenang. Pemandangan pegunungan yang hijau dan langit biru yang cerah memberikan kontras yang memukau.Jenderal Paul memutar kepala ke arah sopir, "Mengantar ke Villa, Pak."Supir mengangguk mengiyakan dan
Dinginnya udara malam menyambut kedatangan Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya di bandara negara Taruma. Mereka menyamar sebagai warga biasa, menyelinap masuk tanpa menimbulkan kecurigaan sekalipun. Langkah mereka seolah-olah tidak meninggalkan jejak, tetapi kenyataannya, perjalanan mereka penuh perhitungan dan ketenangan.Sesaat setelah melewati pintu kedatangan, suasana kembali normal. Para penumpang berhamburan menuju bagian keluar bandara dengan perasaan lega. Kaisar memandang sekeliling dengan tatapan tajam, memastikan bahwa mereka berhasil meloloskan diri tanpa terdeteksi.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terguncang saat seorang petugas keamanan memanggil mereka dari kejauhan. "Tunggu!" seru petugas tersebut sambil melambaikan tangan.Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya memandang satu sama lain dengan raut wajah tegang. Mereka bergerak menuju petugas dengan langkah hati-hati. Petugas tersebut tampak serius, sambil memegang sebuah jam tangan.Kaisar yan
Kaisar duduk di kursi belakang mobil mewahnya, tangan kanannya menekan erat-erat ponsel pintarnya sementara supir setia dan ajudan pribadinya mengemudi dengan hati-hati melalui jalanan yang ramai di ibu kota New Taraka. Kaisar berbicara dengan serius, "Yusa, saya dan tim akan segera tiba di negara Taruma. Pastikan semuanya siap dan awasi bandara serta jalanan menuju rumah rahasia. Laporkan segera jika ada kejanggalan."Yusa, seorang agen rahasia yang bertanggung jawab atas keamanan Kaisar, menjawab, "Baik, Jenderal Kaisar. Kami akan memastikan semuanya berjalan lancar dan aman. Semoga perjalanan Anda sampai di sini tanpa hambatan."Dengan tekad bulat, Kaisar menambahkan, "Saya tahu risikonya tinggi, tetapi ini adalah langkah yang harus kita ambil."Yusa mengangguk seraya menyampaikan doanya, "Kami akan berdoa untuk keselamatan Jenderal dan seluruh tim. Semoga misi ini berhasil tanpa ada korban jiwa."Setelah menutup teleponnya, Yusa segera memberitahu tim agennya yang sedang berkumpul
Dalam keheningan kediaman sewaannya di negara Taruma, Yusa merogoh kantongnya untuk mengambil sebuah alat komunikasi. Dengan gerakan cepat, dia menekan beberapa tombol dan menunggu sambungan.Jenderal Kaisar duduk di ruang komandonya yang megah. Ketika teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya dengan penuh kehati-hatian."Halo," sapanya tegas, menandakan kesiapan untuk menerima laporan apa pun.Yusa, dengan napasnya yang cepat, memberikan laporan pada Jenderal Kaisar, "Jenderal, kami telah menemukan jejak Jenderal Paul. Kami memetakan tempat-tempat yang sering dia kunjungi."Jenderal Kaisar menahan nafasnya sejenak, matanya berbinar dalam sorot cahaya lampu ruangan yang redup. "Bagus. Bagaimana kondisinya?"Yusa menjawab dengan tegas, "Kami sudah siap untuk melanjutkan rencana berikutnya, Jenderal. Kami hanya menunggu arahan dari Anda."Jenderal Kaisar menarik napas lega, melihat kesempatan untuk mengakhiri ancaman yang disebabkan oleh Jenderal Paul."Segera kirimkan lokasi-lokas
Di ruang istana yang megah, Jenderal Kaisar duduk di seberang meja dari Elena, istrinya. Suasana ruangan itu dipenuhi ketegangan yang mendalam. Kaisar menatap Elena dengan ekspresi serius, dan Elena dapat merasakan ada sesuatu yang sangat penting yang ingin diungkapkan suaminya."Sayang," ucap Kaisar dengan suara yang dalam, "ada sesuatu yang perlu kusampaikan padamu."Elena mengangguk, matanya penuh dengan rasa penasaran dan kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Kaisar?"Jenderal Kaisar mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Para peretas yang telah mengancam keamanan negara kita adalah agen mata-mata dari negara Taruma."Elena merasakan kejutan melintas di wajahnya. "Negara Taruma? Bagaimana bisa?"Kaisar menjelaskan dengan penuh ketegasan, "Kami telah melakukan penyelidikan, dan berdasarkan bukti yang kami temukan, kami berhasil menghabisi beberapa dari mereka. Bahkan, seorang dari mereka sudah kami tangkap."Elena merasa campur aduk antara kelegaan dan kecemasan. "Apakah ancaman
Ruang rawat inap rumah sakit militer itu terasa hening, hanya terdengar suara mesin-mesin alat medis yang terus berdenyut. Kaisar duduk di kursi di sebelah tempat tidur yang ditempati oleh Bara, salah satu agen rahasia dari pihak musuh yang berhasil mereka sandera. Damian berdiri di sampingnya sambil memperhatikan dengan serius.Dokter yang berkemeja putih memeriksa luka tembakan yang melukai Bara. Kaisar dan Damian menyimak setiap kata yang diucapkan dokter dengan ketegangan yang menggelayuti hati mereka."Dia harus istirahat dan pulih selama beberapa minggu. Luka tembaknya cukup serius, tapi kami melakukan yang terbaik untuk memperbaiki kerusakan," ujar dokter dengan suara lembut.Kaisar menundukkan kepalanya sejenak, lalu menatap Bara yang terbaring tak berdaya. "Lakukan apa pun yang diperlukan untuk kesembuhannya, dokter."Damian menarik napas panjang. "Jenderal, apakah Anda yakin kita harus meninggalkannya di sini? Bagaimana jika ada pihak lawan yang mencoba menyusup ke sini dan
Di dalam kamar hotel, Bara dan tim agennya sedang sibuk mengatur strategi mereka. Keheningan di kamar itu terputus ketika salah satu agen mendapat laporan penting."Apa yang terjadi di lobby?" tanya Bara dengan ekspresi serius.Salah satu agen menjawab dengan ketidakpastian, "Ada banyak pasukan tentara di sana, Bara. CCTV menunjukkan gerakan yang mencurigakan."Bara segera memeriksa layar laptop, matanya meneliti setiap sudut ruang hotel yang ditampilkan oleh kamera pengawas. Benar saja, tentara-tentara bersenjata berjaga di sekitar lobby."Sepertinya kita telah diintai," kata Bara dengan suara tegas. "Pihak musuh mungkin sudah mengetahui keberadaan kita di sini."Ketegangan menyelimuti kamar, dan Bara segera memberikan perintah, "Bersiaplah untuk segala kemungkinan. Keluarkan senjata dan siapkan diri untuk perlawanan. Jika mereka benar-benar menyerang, kita harus siap menghadapinya."Semua anggota tim segera bergerak dengan sigap. Senjata-senjata ditarik, dan wajah-wajah mereka mence